LUSI ANGELIA
H1A016017
UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU
2019
2
BAB I. PENDAHULUAN
2
3
membentuk radikal CCL302 yang jauh lebih reaktif dari pada CCl3•. Sifat CCl3•
sangat reaktif terhadap biomolekul seperti protein, lipid, karbohidrat, dan
nukleutida. Akibatnya fungsi biologis biomolekuler akan terganggu dan akhirnya
menyebabkan kematian sel. Triklorometilperoksidase menyebabkan inisiasi lipid
peroksidase oleh H+. Peningkatan Ca2+ intraseluler meningkatkan kerusakan
protein, DNA, dan aktivasi phospholipase. Meningkatnya kadar lipid peroksidasi
darah dan hepar dan plasma sebagai hasil akhir degradasi lipid peroksidasi.
Senyawa yang sering dijadikan petunjuk adanya kerusakan akibat radikal bebas
adalah MDA, glutation (GSH) dan enzim katalase.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, parasetamol mengalami
metabolisme oleh bentuk iso CYP450 menjadi N-asetil-p- benzokuinonimina
(NAPQI). Senyawa ini bersifat reaktif sehingga dapat menyebabkan
toksisitas bahkan dalam efek yang lebih lanjut dapat berdampak ke transplantasi
hati (Cairns, 2008).Untuk meredakan efek radikal bebas terhadap kerusakan
hepar diperlukan suatu antioksidan. (Zuraida, et al.,2015).
Tylopra villosa dikenal sebagai tanaman obat oleh warga Lubuk Linggau
(Ruyani., et al 2017). T.villosa merupakan sejenis tumbuhan yang terdapat
dihutan. Selain hidup dihutan T.villosa juga banyak tumbuh secara liar atau
ditanam oleh penduduk sebagai tanaman obat dan tanaman hias. T.villosa
memiliki banyak khasiat yang digunakan secara tradisional untuk pengobatan
liver, hepatitis B, batu ginjal, batu empedu dan penyakit kuning. Berdasarkan uji
fitokimia yang dilakukan prishellya (2012) didapatkan senyawa metabolit sekuder
yaitu golongan flavonoid, alkaloid dan triterpenoid. Peran alkaloid sebagai
hepatoprotektor adalah dengan menurunkan aktivitas enzim CYP2E1 dan
menurunkan sintesis enzim CYP2E1 melalui penurunan pembentukan mRNA
(Lin et al., 2011). Triterpenoid berperan dengan menghambat induksi enzim
CYP2E1 pada metabolisme di hepar (Li et al., 2015). Flavonoid menghambat
CYP450 dan secara signifikan meningkatkan kadar GSH dan SOD di hepar
(Jaydeokar et al., 2014).
Kemampuan yang hampir dimiliki semua bentuk flavonoid adalah
aktivitas sebagai antioksidan. Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan
3
4
4
5
5
6
2.1.1.2. Taksonomi
Dalam ilmu taksonomi, T. villosa Blume diklasifikasikan sebagai berikut (Cole,
2017):
Kingdom : Plantae
Unranked : Angiospermae
Unranked : Eudicots
6
7
7
8
8
9
mikrosomal dan protein, bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan
kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu
metabolit dari karbon tetraklorida. Selain itu, radikal triklorometil juga dapat
menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid
hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO •). Melalui proses
fragmentasi, radikal lipid alkoksil tersebut akan diubah menjadi malondialdehid.
Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma
dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001).
Senyawa radikal ini diketahui menyebabkan hepatotoksisitas dan juga
merupakan suatu nefrotoksin. Kerusakan ginjal akut yang berhubungan dengan
keracunan CCl4 dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal melalui sindrom
hepatorenal tetapi secara langsung dapat menyebabkan terjadinya luka pada
tubulus ginjal. Karbon tetraklorida dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada
tubulus kontortus ginjal dan pada lengkung Henle. Pembengkakan pada membran
glomerular umumnya juga terlihat (Goldfrank et al., 2002).
Gejala umum yang biasa terjadi pada depresi SSP seperti, sakit kepala,
pusing, kelemahan, ataksia, letargi, stupor, dan koma. Gejala gastrointestinal juga
dapat terjadi seperti, mual, sakit perut, muntah, dan diare (Department of Health
dan Human Services U.S., 2005).
Penatalaksanaan keracunan CCl4 dilakukan secara suportif berdasarkan
simtomatik. Keracunan CCl4 dapat menyebabkan depresi SSP dan gangguan
gastrointestinal. Angka kesembuhan dari keracunan CCl4 sekitar 10-30% (Kurek-
Górecka et al., 2014). Dalam kasus yang lebih ringan, efek keracunan biasanya
akan menghilang dalam waktu satu atau dua hari setelah paparan dihentikan.
Paparan lebih dari 24 jam akan menyebabkan kerusakan hati dan ginjal
(Department of Health dan Human Services U.S., 2005).
Penatalaksanaan pada kulit yang terkena paparan CCl4 yaitu dibersihkan
dengan air atau natrium bikarbonat 2% dan sabun atau deterjen. Pada mata,
paparan CCl4 dibersihkan dengan aliran air atau natrium bikarbonat 2% minimal
15 menit. Tata laksana keracunan CCl4 oral adalah bilas lambung dengan kalium
permanganat. Karbon tetraklorida yang terpapar secara inhalasi harus segera
9
10
diberikan terapi oksigen. Gagal ginjal akibat CCl4 dapat diterapi dengan
hemodialisis atau dialisis peritoneal (Department of Health dan Human Services
U.S., 2005).
2.1.3. Malondialdehid
Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehid. Senyawa oksigen
reaktif yang berinteraksi dengan lipid bilayer pada membran sel akan
menghasilkan peroksidasi lipid dan akan membentuk produk akhir berupa MDA.
Struktur kimia dari senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus
molekul C3H4O2 (Gambar 2.4) (Perlitasari, 2010).
10
11
Produksi MDA melalui proses enzimatik dapat dilihat pada Gambar 2.5
jalur berwarna biru. Malondialdehid dapat dihasilkan secara in vivo sebagai
produk sampingan oleh proses enzimatik selama biosintesis tromboksan A 2
(TXA2). Tromboksan A2 adalah metabolit asam arakidonat yang aktif secara
biologis, yang dibentuk oleh aksi tromboksan A2 sintase pada prostaglandin
endoperoksid atau prostaglandin H2 (PGH2). Prostaglandin H2 dihasilkan dari
perubahan endoperoksida siklik G2 (PGG2) oleh prostacyclin hydroperoxidase,
sedangkan PGG2 dihasilkan oleh aksi siklooksigenase pada asam arakidonat (AA)
(Ayala et al., 2014).
Produksi MDA melalui proses non enzimatik dapat dilihat pada Gambar
2.5 jalur berwarna merah. Malondialdehid terbentuk dari peroksidasi lipid pada
membran sel yang merupakan reaksi radikal bebas yaitu radikal hidroksil ( ֗OH)
dengan PUFA. Proses peroksidasi lipid terbagi menjadi tiga tahap yaitu inisiasi,
propagasi, dan terminasi (Ayala et al., 2014).
Pada tahap inisiasi dimulai produksi asam lemak radikal. Pada tahap itu
terjadi serangan radikal bebas umumnya spesies oksigen reaktif terhadap partikel
lipid dan menghasilkan air dan asam lemak radikal. Pada tahap propagasi, asam
lemak radikal yang dihasilkan dari proses inisiasi bersifat sangat tidak stabil dan
mudah bereaksi dengan molekul oksigen dan akan menghasilkan suatu peroksi
radikal asam lemak. Bahan ini juga ternyata bersifat tidak stabil dan kemudian
bereaksi dengan asam lemak bebas lainnya untuk menghasilkan asam lemak
radikal yang baru dan dapat menghasilkan peroksida lipid atau peroksida siklik
bila bereaksi dengan dirinya sendiri. Siklus ini berlanjut sedemikian rupa hingga
memasuki tahap terminasi. Tahap terminasi terjadi ketika suatu radikal bereaksi
dengan non radikal maka akan menghasilkan suatu radikal baru. Proses ini
dinamakan dengan mekanisme reaksi berantai. Reaksi radikal akan berhenti bila
terdapat dua radikal yang saling bereaksi dan menghasilkan suatu spesies non
radikal. Hal ini hanya dapat terjadi ketika konsentrasi spesies radikal sudah
sedemikian tingginya sehingga memungkinkan dua spesies radikal untuk saling
bereaksi (Yasa, 2013).
11
12
Radikal bebas antara yang terbentuk setelah siklisasi dapat disiklisasi lagi
untuk membentuk endoperoksida bisiklik dan mengalami pembelahan untuk
menghasilkan MDA. Selain itu, peroksidasi lipid akan mengaktifkan enzim
cyclooxygenase untuk meningkatkan sintesis tromboksan sehingga produksi
MDA dihasilkan dari jalun enzimatik maupun nonenzimatik (Ayala et al., 2014).
Keterangan:
PUFA : Polyunsaturated
Fatty Acid;
AA : asam arakidonat;
PUFA radical PGG2 : endoperoksida
siklik G2;
PGH2 : Prostaglandin
H2;
TXA2 : tromboksan A2;
PUFA peroxide HHT : asam lemak
Cyclization radical hidroksi;
MDA : Malondialdehid;
O2 : Oksigen;
Oxy radical Lipid hydroperoxide H+ : Hidrogen;
CO2 : karbon dioksida;
H2O : Air
Bicyclic
endoperoxid
e
Monocyclic
peroxidase
MDA-protein adducts
MDA-DNA adducts
Malonic
semialdehyde
Kerusakan biomolekuler
Kematian sel
Acetate Acetaldehyde
Gambar 2.2 Metabolisme dan Pembentukan MDA (Ayala et al., 2014). Enzim
kunci yang terlibat dalam pembentukan dan metabolisme MDA: 1)
siklooksigenase; 2) prostacyclin hydroperoxidase; 3) tromboksan
sintase; 4) aldehid dehidrogenase; 5) dekarboksilase; 6) asetil
CoAsynthase; 7) siklus asam tricarboxylic.
12
13
13
14
2.1.4. Silimarin
Silimarin merupakan ekstrak flavonoid aktif dari buah Silybum marianum
yang sering digunakan sebagai terapi pada berbagai bentuk kerusakan hepar.
Silimarin merupakan suatu kompleks yang terdiri dari tujuh flavolignan dan satu
flavonoid yaitu taxifolin. Komponen utama flavolignan dalam silimarin adalah
silybinin yang merupakan campuran 50:50 dari silybin A dan silybin B,
komponen lainnya yaitu silydianin, silychristin, isosilybin A, isosilybin B,
isosilychristin (Polyak et al., 2013). Kemampuan silimarin sebagai
hepatoprotektor didasarkan pada data penelitian terhadap hewan yang
menunjukkan kemampuan silybinin dalam mencegah atau meringankan kerusakan
hepar akibat toksin (seperti etanol, galactosamine, phalloidin, dan CCl4) atau
perkembangan fibrosis (Ferenci, 2016)
Silimarin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antifibrosis,
antiproliferatif, imunomodulator, serta antiviral (Polyak et al, 2013). Silimarin
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mengambil radikal bebas secara
langsung, mencegah pembentukan radikal bebas melalui penghambatan enzim
spesifik yang bertanggung jawab terhadap pembentukan radikal bebas,
berpartisipasi dalam pemeliharaan status redoks yang optimal pada sel dengan
mengaktifkan berbagai enzim antioksidan dan antioksidan non-enzimatik,
terutama melalui faktor transkripsi, seperti Nrf2 (Nuclear factor erythroid 2-
related factor 2) dan NF-κB (Nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of
activated B), dan menyediakan perlindungan tambahan dalam kondisi stres (Surai,
2015). Selain memiliki aktivitas sebagai antioksidan, silimarin juga mampu
menurunkan oksidasi glutation sehingga meningkatkan kadar GSH di hepar,
sehingga mampu menstabilkan membran sel-sel hepar, dan mampu meningkatkan
sintesis protein hepatosit (Wang et al., 2015).
14
15
15
16
16
17
radikal trichloromethyl
peroksi (CCl3O2•)
Flavonoid,
Ekstrak Tylophora ↑ ROS
Alkaloid,
villosa Blume
Triterpenoid
↓ GSH,
SOD, CAT
↑ SO
17
18
Stres oksidatif
2.4. Hipotesis
Hipotesis kerja dari penelitian ini adalah:
1) Terdapat perbedaan massa dan volume hepar yang signifikan antara tikus
pada kelompok kontrol dan kelompok pemberian ekstrak daun T. villosa
Blume yang diinduksi karbon tetraklorida.
2) Terdapat perbedaan kadar MDA hepar yang signifikan antara tikus pada
kelompok kontrol dan kelompok pemberian ekstrak daun T. villosa Blume
yang diinduksi karbon tetraklorida.
18
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan
rancangan post test only control grup design. Penelitian ini menggunakan 5
kelompok dengan 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sumber Belajar Ilmu Hayati (SBIH) Ruyani
untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan kepada hewan coba (Ruyani et al.,
2018). Pembuatan ekstrak daun T. villosa Blume dilakukan di Laboratorium
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas
Bengkulu. Kegiatan pemeriksaan dan penghitungan kadar malondialdehid (MDA)
dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Universitas Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April
sampai Juli 2019.
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi penelitian
Subyek penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus L.)
jantan galur Sprague Dawley sebagai hewan coba. Subyek penelitian dipilih
secara acak menggunakan metode simple random sampling, kemudian dibagi
menjadi 5 kelompok perlakuan. Ciri-ciri galur ini yaitu berwarna albino putih,
bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit, telinga yang tebal dan pendek
dengan rambut halus, mata berwarna merah, serta ekor yang lebih panjang
daripada panjang badan (Sirois, 2005).
Rattus norvegicus L. dipilih dengan beberapa pertimbangan: 1) memiliki
saluran pencernaan tipe monogastrik seperti manusia; 2) mudah dicekok; dan 3)
memiliki volume lambung yang cukup besar yaitu 3-5 mL dengan volume
maksimal dalam sekali pemberian mencapai 1 mL, sedangkan mencit hanya
sekitar 0,25 mL. Galur Sprague Dawley dipilih karena memiliki sifat yang tidak
terlalu agresif dibanding tikus Wistar (Sirois, 2005).
19
20
( t - 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15 (3.1)
Keterangan:
t = banyaknya kelompok perlakuan
20
21
21
22
22
23
P0 P1 P2 P3 P4
6 ekor 6 ekor 6 ekor 6 ekor 6 ekor
Ekstrak T. Ekstrak T.
villosa villosa Silimarin
Blume 0,077 Blume 0,154 100 mg/kg
mg/gBB mg/gBB
Pengulangan
selama 21 hari
60 menit pasca pemberian ekstrak
Pengambilan sampel hepar dan pengkuran kadar MDA dengan uji TBARS pada hari ke-22
Analisis data
Pelaporan
23
24
24
25
Definisi Skala
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Kadar MDA Kadar MDA Pengukuran Dinyatakan dalam Numerik
yang dihitung menggunakan µmol/L homogenat
pada hari ke- metode hati
22 perlakuan kolorimetrik
(gelombang
532 nm)
menggunakan
spektofotomete
r
Dosis Takaran dari Penghitungan Dosis silimarin Numerik
silimarin silimarin yang dan yang digunakan
memiliki penimbangan yaitu 100 mg/kgBB
kemampuan dengan
proteksi timbangan
terhadap hepar analitik
Massa Hepar Massa hepar Penimbangan Dinyatakan dalam Numerik
yang diukur dengan satuan gram
pada hari ke- timbangan
22 perlakuan analitik
Volume Volume hepar Pengukuran Dinyatakan dalam Numerik
Hepar yang diukur dengan satuan mL
pada hari ke- menggunakan
22 perlakuan gelas ukur
yang diisi
akuades
25
26
26
27
sampai halus hingga menjadi serbuk. Daun yang telah menjadi serbuk dimaserasi
dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 7 hari sambil sesekali diaduk
kemudian disaring untuk mendapat filtratnya (Ruyani et al., 2018).
27
28
28
29
29
30
3.8.3.3. Silimarin
Dosis silimarin yang umum digunakan sebagai pembanding pada banyak
penelitian yang meneliti kemampuan hepatoprotektif suatu ekstrak bahan alam
adalah 100 mg/kg. Pemberian silimarin dengan dosis 100 mg/kg terbukti mampu
memperbaiki kerusakan hepar (Jimenez-Arellanes et al., 2016). Penelitian ini
menggunakan silimarin dengan dosis tersebut untuk diberikan pada kelompok
perlakuan 4.
30
31
1 P0 Kontrol normal
2 P1 Diberi carbon tetraklorida dengan dosis masing-masing
3ml/kgBB/hari
3 P2 Diberi ekstrak T. villosa Blume dosis 0,077 mg/g BB
kemudian diberi karbon tetraklorida dengan dosis masing-
masing 3ml /kgBB/hari
4 P3 Diberi ekstrak T. villosa Blume dosis 0,154 mg/g BB
kemudian diberi karbon tetraklorida dengan dosis masing-
masing 3 ml/kgBB/hari
5 P4 Diberi silimarin 100 mg/kgBB kemudian diberi karbon
tetraklorida dengan dosis masing-masing 3 ml/kgBB/hari
Keterangan: P0: kontrol normal, P1: perlakuan I, P2: perlakuan II, P3: perlakuan
III, P4: perlakuan IV.
31
32
32
33
hepar 0,25 mL ke tabung reaksi dan ditambahkan larutan TCA 10% sebanyak
0,50 mL. Setelah itu tabung reaksi digoyang-goyangkan perlahan untuk
menghomogenkan. Selanjutnya homogenat disentrifugasi menggunakan mesin
sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
didapat dipindahkan ke dalam tabung reaksi baru dan ditambahkan larutan TBA
0,67% sebanyak 0,75 mL kemudian dihomogenkan lagi. Larutan tersebut
dimasukkan ke penanggas mendidih selama 10 menit. Setelah didinginkan,
larutan dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm,
kemudian dibaca hasilnya. Pada larutan blanko, larutan uji yang ditambah
homogenat hepar diganti dengan akuades sebanyak 0,25 mL, kemudian dilakukan
pengerjaan yang sama dengan prosedur untuk larutan uji.
2) Perhitungan
Kadar MDA dihitung dengan rumus:
Kadar MDA
A = ε c l………………………………………………(3.3)
Dimana:
A = Absorbansi
ε = 1,56 x 105 M-1 cm-1
c = konsentrasi (µmol/L homogenat hepar)
l = panjang/jarak = 1 cm
3.9. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan uji statistik parametrik karena variabel
diambil secara random dengan simple random sampling dan skala pengukuran
numerik. Data yang didapat dari pengukuran kadar MDA jaringan hepar tikus R.
norvegicus diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah
sampel kurang dari 50. Data dikatakan terdistribusi normal jika p > 0,05.
Dilanjutkan dengan uji Levene’s test untuk mengetahui homogenitas data,
dikatakan homogen jika nilai p > 0,05. Apabila data yang didapatkan terdistribusi
normal dan homogen, data tersebut dianalisis secara statistik menggunakan
metode one way Analysis of Varians (ANOVA). Uji one-way Anova dipilih
karena penelitian ini menggunakan lebih dari 2 kelompok perlakuan. Uji ini
33
34
digunakan untuk melihat perbedaan yang muncul pada tiap kelompok perlakuan
dan bermakna apabila nilai p < 0,05.
Apabila didapatkan hasil uji ANOVA yang bermakna maka dilakukan
pemeriksaan lanjutan dengan uji post hoc Tukey HSD. Bila syarat uji one-way
Anova tidak terpenuhi atau data yang didapat tidak normal dan homogen maka
harus dilakukan transformasi data agar data yang diperoleh memiliki varian yang
sama. Apabila setelah ditransformasi distribusi data tetap tidak normal maka
digunakan pengujian alternatif berupa uji non-parametrik Kruskal-Wallis,
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan program Statistical Program for
Social Science (SPSS) for Windows version 24.
34
35
35
36
36
37
DAFTAR PUSTAKA
American Veterinary Medical Association, 2013. Guidelines for Euthanasia of
Animals. Schaumburg: American Veterinary Medical Association.
Ayala, A., Munoz, M.F. dan Arguelles, S., 2014. Lipid Peroxidation, Metabolism,
and Signaling Mechanisms of Malondialdehyde and 4-Hydroxy-2-Nonenal.
Oxid Med Cell Longev, 2014, pp. 1-18.
Bruckner JV dan Warren OA., 2001. Toxic Effect of Solvent and Vapors. New
York: Mc Graw Hill.
Cole, T., Higler, H., dan Steven, P., 2017. Angiosperm Phylogeny. Berlin: Freie
University
Department of Health and Human Service U.S., 2005. Toxicological Profile For
Carbon Tetrachloride. Georgia.
Ferenci, P., 2016. Silymarin In The Treatment Of Liver Disease: What Is The
Clinical Evidence?. Clin Liver Dis, 7(1), pp. 8-10.
Goldfrank LR, Neal EF, Neal AL, Mary AH, Robert SH, Lewis SN., 2002.
Toxicology Emergencies. Edisi 7, Vol 1. New York: McGraw-Hill
Harmita, dan Radji, M., 2008. Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC.
37
38
Hodgsons E. dan Levi PE., 2002. A Text Book of Modern Toxicology. 2nd ed.
USA: McGraw-Hill Companies Inc, pp : 207-210.
Jaydeokar, A.V., Bandawane, D.D., Bibave, K.H. dan Patil, T.V., 2014.
Hepatoprotective potential of Cassia auriculata root on ethanol dan
antitubercular drug-induced hepatotoxicity in experimental models. Pharm
Biol, 53(3), pp. 344-355.
Kumar, S., dan Pandey, A.K., 2013. Chemistry Dan Biological Activities Of
Flavonoid: An Overview. Sci. World J. 2013, pp. 1-16.
Li, B., Zhu, L., Wu, T., Zhang, J., Jiao, X., Liu, X., et al., 2015. Effects Of
Triterpenoid From Schisandra chinensis On Oxidative Stress In Alcohol-
Induced Liver Injury In Rats. Cell Biochem Biophys, 71(2), pp. 803-11.
Lin, J., Zhao, J., Li, T., Zhou, J., Hu, J. dan Hong, Z., 2011. Hepatoprotection In
A Rat Model Of Acute Liver Damage Through Inhibition Of CYP2E1
Activity By Total Alkaloids Extracted From Rubus alceifolius Poir. Int J
Toxicol, 30(2), pp. 237-243.
Moriwaki, K., Shiroishi, T. dan Yonekawa, H., 1994. Genetic In Wild Mice. Its
Application To Biomedical Research. Karger, Tokyo: Japan Scientific
Societies Press.
38
39
Ruyani, A., Sinta, B.D., Emilia, Zulfikar, Anansyah, F., Putri, S.R., et al., 2018.
Preliminary Studies On Therapeutic Effect Of Ethanolic Extract Of
Tylophora villosa Leaves Against Paracetamol-Induced Hepatotoxicity In
Mice. eJTCM, xxx(2018), pp. 1-12.
Ruyani, A., Parlindungan, D., Rozi, Z.F., dan Karyadi, B. 2018. Implementation
Effort of Informal Science Education in Bengkulu, Indonesia: A Small
Learning Center for Life Sciences. IJESE, 4(13), pp. 1-9.
Sinta BD (2012). Pengaruh Ekstrak Nangka Kuning terhadap Kadar SGPT dan
SGOT Hati Mencit yang Diinduksi Paracetamol sebagai Sumber Belajar
(LKS) Berbasis Konstruktivis di SMAN 03 Bingin Teluk. Prodi Pasca
Sarjana Pendidikan IPA Universitas Bengkulu. Tesis.
Sengupta, P., 2013. The Laboratory Rat: Relating Its Age With Human’s. Int J
Prev Med, 4(6), pp. 624-30.
Wang, M., Xie, T., Chang, Z., Wang, L., Xie, X., Kou, Y., et al., 2015. A New
Type of Liquid Silymarin Proliposome Containing Bile Salts: Its
Preparation and Improved Hepatoprotective Effects. PLoS ONE, 10(12).
39
40
40
41
41