Anda di halaman 1dari 116

1

SKRIPSI

JUDUL : Uji Efektivitas Antiagregasi Platelet Kombinasi Ekstrak


Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L) dan
Herba Pegagan (Centella asiatica) terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia

Nama : Nining

No. Stambuk : 10 12 053

Kordinator : Drs. Joni Tandi M.Kes.,Apt

Pembimbing Utama : Yuliet,S.Si.,M.Si.,Apt

Pembimbing Pertama : Dra.Hj.Sri Mulyani,.M.Si

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam karena berbagai

jenis tanaman yang sangat bermanfaat baik dalam bidang pangan maupun dalam

bidang kesehatan. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan istilah obat

tradisional, terlebih setelah krisis ekonomi melanda negeri ini, obat tradisional

semakin diminati untuk pengobatan suatu penyakit atau bahkan untuk sekedar

pencegahan. Pemanfaatan obat tradisional telah mendapatkan perhatian yang besar,

baik dari masyarakat maupun pemerintah. Hal tersebut, dibuktikan dengan

peningkatan jumlah industri obat tradisional dan fitofarmaka, serta dukungan dari

pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI dalam mengupayakan perluasan

penggunaan obat tradisional dimasyarakat, tanaman obat tradisional semakin

berperan penting dalam menanggulangi masalah kesehatan.1


3

Pengembangan tanaman obat begitu pesat dari tahun ketahun. Tanaman obat

yang merupakan bahan alam adalah salah satu sumber bahan obat yang perlu digali,

diteliti, diuji dan dikembangkan agar kelestarian dan penggunaanya tetap terjaga. 2

Beberapa tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi) dan daun pegagan (Centella asiatica). Masyarakat mengolah bagian-bagian

tanaman belimbing wuluh untuk mengobati beberapa penyakit, seperti bagian

daunnya dapat mengobati perut sakit, gondong (parotitis), tekanan darah tinggi, dan

rematik. Begitu pula dengan daun pegagan yang memiliki banyak manfaat seperti

mengobati penyakit akibat infeksi atau adanya batu pada saluran kemih, demam,

antihipertensi, wasir, pembengkakan hati, campak, bisul, mata merah, batuk darah,

melancarkan peredaran darah perifer (otak), mimisan, batuk kering, dan penambah

nafsu makan.3

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L) dan pegagan (Centella asiatica) dapat

dijadikan campuran obat. Zat kimia yang terkandung pada daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi. L) adalah tanin, sulfur, asam format, flavonoid dan peroksidase,4

dan pegagan (Centella asiatica) mengandung triterpenoid, tanin, dan flavonoid.5

Kandungan flavonoid berpotensi sebagai antiplatelet. Flavonoid dapat menghambat

metabolisme asam arakidonat oleh enzim siklooksigenase. Flavonoid berperan

penting dalam menekan terjadinya penyakit jantung koroner. Hal ini dikarenakan

flafonoid dapat menghambat proses penggumpalan platelet yang merupakan

penyebab terjadinya penyakit jantung.6 Penelitian yang telah dilakukan oleh Ilham R

membuktikan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh dosis 150 mg/kgBB berkhasiat

sebagai antiagregasi platelet.4 Indri A juga membuktikan bahwa ekstrak daun pegagan

dosis 150 mg/kg BB berkhasiat sebagai antiagregasi platelet.5


3

Penyakit kardiovaskular terutama jantung koroner merupakan salah satu

penyebab kematian didunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)

tahun 2008 menunjukkan 17,3 juta orang meninggal dunia akibat penyakit

kardiovaskular atau sekitar 30% dari total kematian dunia, dan diperkirakan 7,3 juta

disebabkan penyakit jantung koroner. Tahun 2030 WHO memperkirakan 23,6 juta

orang akan meninggal akibat penyakit jantung koroner. Penyebab utama penyakit

jantung koroner adalah penimbunan lipid dalam jaringan fibrosa pada pembuluh

darah atau disebut sebagai plak aterosklerosis. Individu dengan sindrom metabolik

ditandai dengan adanya hipertriasilgliserol, meningkatnya kadar kolestrol total,

meningkatnya Low Density Lipoprotein (LDL) dan rendahnya kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kondisi ini merupakan penyebab timbulnya aterosklerosis dini,

sehingga beresiko menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah.7

Plak akan mempersempit luas pembuluh darah dan pada kelainan

tromboemboli plak dapat lepas yang akan menyebabkan terbentuknya bekuan darah,

hiperkoagulasi dan agregasi platelet yang berlebihan (trombus). Trombus yang

terbentuk dapat menghambat suplai nutrisi dan oksigen kejaringan (iskemia) dan

bahkan kematian jaringan (infaktur). Iskemia dan infaktur akan memicu berbagai

penyakit yang mematikan seperti serangan jantung, stroke iskemia, emboli paru dan

tromboli vena.8 Agregasi platelet memberi banyak keuntungan bagi organisme, seperti

pada hemostasis, fagositosis benda asing, interaksi dengan virus, bakteri atau

kompleks antigen-antibodi. Namun pada pembentukan trombus patologis, trombus

akan tetap terbentuk walaupun tidak ada luka pada pembuluh darah. Trombus

patologis tersebut dapat berbahaya contohnya adalah thrombosis dan embolisme yang

dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular.9


4

Penyakit kelainan vaskular dapat ditangani dengan menggunakan terapi obat-

obatan antitrombosis, meliputi antiplatelet, antikoagulan, dan fibrinolitik. Antiplatelet

adalah terapi yang sering digunakan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit

trombosis. Obat-obatan antiagregasi platelet berperan pada proses agregasi platelet

Asetosal dosis rendah adalah salah satu dari golongan antiinflamasi non steroid yang

dapat digunakan sebagai obat antiplatelet, namun berdasarkan beberapa penelitian

yang dilakukan sebelumnya, asetosal dilaporkan bersifat resisten pada pasien kasus

thrombosis dengan prevalensi 50%-60%. Selain itu adanya efek samping pada

penggunaan asetosal yaitu gangguan gastrointestinal dan menyebabkan pendarahan.

Adanya resistensi dan efek samping dalam penggunaan asetosal sebagai antiplatelet,

meningkatkan pencarian alternatif sumber bahan alam dalam bentuk tunggal atau

kombinasi yang dapat menekan agregasi platelet.10

Keuntungan dan kelebihan kombinasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi. L) dan herba pegagan (Centella asiatica) yaitu untuk menilai efektivitas

pemberian terapi ekstrak kombinasi kedua tanaman tersebut, apakah semakin baik

dengan bekerja secara sinergis yang akan berefek potensiasi yaitu kedua obat saling

memperkuat khasiatnya atau efeknya semakin berkurang karena terjadi interaksi obat

yang saling mempengaruhi proses absorbsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme

dan ekskresi dari obat yang lainnya atau bekerja secara antagonis pada reseptor yang

sama. Sehingga apabila belimbing wuluh dan herba pegagan dikombinasikan akan

saling melengkapi, karena masing-masing dari tanaman tersebut memiliki kandungan

antioksidan yang tinggi menunjukkan aktivitas penghambatan terbentuknya platelet

akan semakin meningkat sehingga antioksidan dapat menghambat proses

penggumpalan agregasi dan sekresi platelet.


5

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji apakah

kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L) dan herba pegagan

(Centella asiatica) memiliki efek sebagai antiagregasi platelet pada tikus yang

hiperkolesterolemia dan pada perbandingan berapakah kombinasi ekstrak daun

belimbing wuluh dan herba pegagan yang efektif sebagai antiagregasi platelet pada

tikus putih jantan yang hiperkolesterolemia. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui efek antiagregasi platelet kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan

herba pegagan dan mengetahui kombinasi dosis ekstrak daun belimbing wuluh dan

herba pegagan yang efektif sebagai antiagregasi platelet terhadap tikus putih yang

hiperkolesterolemia. Manfaat penelitian ini untuk menambah data ilmiah dalam

mengembangkan tanaman belimbing wuluh dan herba pegagan sebagai fitofarmaka

serta meningkatkan nilai tambah penggunaannya.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan

5 kelompok perlakuan yang masing masing terdiri dari 4 ekor hewan uji tikus putih

jantan. Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan uji

statistik analisis two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Uji ini digunakan

untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antar komposisi

kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan herba pegagan yang digunakan sebagai

antiagreagsi platelet dan waktu perlakuan terhadap waktu perdarahan, penurunan

serapan plasma dan kadar kolesterol. Jika terdapat perbedaan yang signifikan maka

dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda

siginfikan dibanding dengan kelompok perlakuan lainnya. Data tersebut yang

digunakan untuk menentukan perbandingan komposisi kombinasi yang efektif.

Pengolahan data dilakukan menggunakan program software SPSS 21.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Belimbing wuluh (Gambar 2.1) tanaman obat yang merupakan bahan alam

adalah salah satu sumber bahan obat yang perlu diteliti, dikaji, dan dikembangkan

dimasyarakat. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) karena mampu mengobati berbagai penyakit seperti sakit

perut, gondong, tekanan darah tinggi, dan rematik.4

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi .L)

Kerajaaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Oxalidales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi Linn4

2.1.2 Nama Daerah

Aceh : Limeng ungkot, selimeng

Bali : Blingbing buloh

Banjarmasin : Belimbing tunjuk

Batak : Asom, belimbing, balimbingan

Bima : Limbi, balimbeng

Jawa : Blimbing wuluh


7

Lampung : Balimbing

Madura : Bhalingbhing bulu

Makassar : Bainang

Melayu : Belimbing asam

Minangkabau : Balimbieng

Nias : Malimbi

Palu : Belimbing wuluh, belimbing sayur, belimbing asam

Sangir : Belerang

Sawu : Libi

Sunda : Calincing, balingbing.11

2.1.3 Morfologi Tanaman

Belimbing wuluh (Gambar 2.1) adalah sejenis pohon kecil yang diperkirakan

berasal dari Kepulauan Maluku (Indonesia), tetapi dari sumber lain juga mengatakan

buah ini berasal dari Amerika. Buahnya memiliki rasa asam dan sering digunakan

sebagai penyegar sirup, penyedap masakan, membersihkan noda pada kain dan

barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor dan sebagai

bahan obat tradisional. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 5-10 m dengan batang

yang tidak begitu besar dan diameternya hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon

buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m di atas

permukaan laut. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol,

percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti

bludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan

21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur, ujung

runcing, pangkal memundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya
8

hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar

dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang

warnanya ungu kemerahan. Buah berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 cm,

warnanya hijau ketika muda, dan jika masak berwarna kuning atau pucat, bila masak

berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya kecil, datar, coklat, dan ditutupi dengan

lender. Kulit buahnya mengkilap dan tipis.11 Gambar tanaman belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi. L).

Gambar 2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Keterangan Gambar 2.1

1. Buah
2. Daun
3. Batang

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh terutama pada bagian daunnya, terkandung beberapa

zat/senyawa kimia antara lain glukosida, tanin, peroksida, saponin, kalsium oksalat,

sulfur, dan kalium sitrat.11

2.1.5 Khasiat Tanaman Belimbing Wuluh


9

Semua bagian tanaman belimbing wuluh memiliki khasiat masing-masing.

Salah satu bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai obat adalah daunnya.

Daunnya digunakan untuk mengobati sakit perut, gondong (parotitis), tekanan darah

tinggi, dan rematik.3 Bunganya digunakan untuk mengobati batuk dan sariawan

(stomatitis), dan bagian buah digunakan untuk pengobatan batuk rejan, gusi berdarah,

sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi, kelumpuhan, dan

memperbaiki fungsi pencernaan dan radang rektum.11

2.2 Pegagan (Centella asiatica)

Pegagan merupakan salah satu tumbuhan obat yang telah banyak dikenal baik

didalam maupun diluar negeri. Pegagan ini memiliki rasa manis, bersifat

mendinginkan, memiliki fungsi pembersihan darah, melancarkan peredaran darah,

diuretik, antipiretik, antiinflamasi, antibakteri, dan stimulant.5

2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Pegagan (Centella asiatica)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Umbillales

Famili : Umbilliferae (Apiaceae)

Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica.5

2.2.2 Nama Daerah

Aceh : Daun kaki kuda


Batak : Antanan
Bali : Sandanan
Belanda : Gotu kola
Cirebon : Buabok
10

India : Ji xue cao


Jawa : Piduh
Melayu : Ampagaga
Irian : Broken copper coin, semanggen
Inggris : Paardevoet
Palu : Daun tapak kuda, pegagan
Sunda : Gagan-gagan, rending.11

2.2.3 Morfologi Tanaman

Pegagan (Gambar 2.2) merupakan tanaman herba tahunan, tanpa batang tetapi

dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Daun

tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2-10 daun, kadang-kadang agak

berambut, tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar,

dan bundar dengan garis tengah 1-7 cm, pinggir daun beringgit sampai beringgit-

bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa payung tunggal atau 3-

5 bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang perbungaan 5-50 mm, lebih

pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang ditengah duduk, yang disamping

bergagang pendek, daun pelindung 2, panjang 3-4 mm, bentuk bundar telur, tajuk

berwarna merah lembayung, panjang 1-1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih

dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning

kecoklatan, berdinding agak tebal.11 Gambar tanaman pegagan (Centella asiatica)

dapat dilihat pada Gambar 2.2.


11

Gambar 2.2 Pegagan (Centella asiatica)

Keterangan Gambar 2.2

1. Daun
2. Batang
3. Akar

2.2.4 Kandungan Kimia Tanaman Pegagan

Pegagan memiliki kandungan asiaticoside, thankuniside, isothankuniside,

madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-

inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral

seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Diduga glikosida triterpenoida

yang disebut asiaticoside merupakan antilepra dan penyembuh luka yang sangat luar

biasa. Zat vellarine yang ada memberikan rasa pahit. Diduga senyawa glikosida

triterpenoida yang disebut asiaticoside berperan dalam berbagai aktivitas

penyembuhan penyakit.4 Asiaticoside dan senyawaan sejenis juga berkhasiat anti

lepra (kusta). Secara umum, pegagan berhasiat sebagai hepatoprotektor yaitu

melindungi sel hati dari berbagai kerusakan akibat racun dan zat berbahaya.

Banyaknya manfaat tanaman ini nampaknya berkaitan dengan banyaknya komponen

minyak atsiri seperti sitronelal, linalool, neral, menthol, dan linalil asetat.11

2.2.5 Khasiat Tanaman Pegagan

Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi membersihkan

darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas

(antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf

memori, antibakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida,

antialergi dan stimulan. Saponin yang ada menghambat produksi jaringan bekas luka

yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid). Manfaat pegagan lainnya yaitu


12

meningkatkan sirkulasi darah pada lengan dan kaki, mencegah varises,

meningkatkan daya ingat, mental dan stamina tubuh, serta menurunkan gejala stres

dan depresi.11

2.3 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian

terhadap zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil

zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Ekstraksi bertujuan untuk

melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut

yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut.12

2.3.1 Beberapa Jenis Ekstraksi

Adapun jenis ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara

sebagai berikut :

a. Cara dingin

Metode cara dingin digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, contohnya yaitu:

1. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang

dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope (umumnya terpotong-terpotong atau

berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman

tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya

atau perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu

lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing Farmakope mencantumkan 4-10

hari.12

2. Perkolasi
13

Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator)

yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang

dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi

simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut

secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi. Jika pada maserasi sederhana tidak

terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia maka akan terjadi keseimbangan kosentrasi

antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui

simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi selalu dipertahankan. Dengan

demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang

dapat diekstraksi mencapai 95%).12

b. Cara Panas

Cara panas digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai

tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung, contohnya yaitu :

1. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan

penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi

molekul-molekul air oleh pendinginan balik dan turun menyari simplisia didalam

klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati

pipa siphon.12

2. Distilasi Uap Air

Distilasi uap air merupakan salah satu metode yang termasuk dalam metode

ekstraksi padat-cair yang berkesinambungan. Metode ini dapat digunakan untuk

mengekstraksi senyawa-senyawa bahan alam yang mudah menguap sehingga dapat

terekstrak oleh uap air. Metode ini sering digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri.
14

Selanjutnya distilasi yang berupa cairan, campuran antara air dan senyawa-senyawa

yang mudah menguap tersebut akan mengalami perlakuan lebih lanjut yaitu ekstraksi

cair-cair menggunakan corong pisah.12

3. Refluks

Penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia. Cairan

penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan menjadi

molekul-molekul cairan dan jatuh kembali kedalam labu alas bulat sambil menyari

simplisia. Proses ini berlangsung berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali

dalam waktu 4 jam.12

4. Infusa

Infus merupakan proses preparasi tanaman obat dengan cara maserasi dalam

waktu singkat dan dalam air mendidih atau air dingin. Infus adalah ekstrak dengan

menggunakan air yang mendidih pada suhu 96-98oC, dalam wadah tertentu sekitar

15-20 menit.12

5. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pembuatan simplisia dengan derajat

halus yang sesuai dengan air secukupnya sambil sesekali diaduk selama 30 menit.

Saring selagi panas melalui kain flannel tambahkan air panas secukupnya melalui

ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki.12

2.3.2 Pemekatan atau Penguapan

Pemekatan atau penguapan merupakan proses meningkatkan jumlah zat

terlarut dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara
15

penguapan, tetapi tidak sampai kering. Ekstrak hanya menjadi kental atau pekat

menggunakan rotavapor.12

2.3.3 Pengeringan Ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga dapat

menghasilkan serbuk, massa kering rapuh, tergantung proses peralatan yang

digunakan.12

2.4 Platelet

Platelet disebut juga trombosit berbentuk cakram kecil dengan diameter 1

sampai 4 mikrometer. Trombosit dibentuk disumsum tulang dari megakariosit, yaitu

sel yang sangat besar dalam susunan hematopoietik dalam sumsum, megakariosit

pecah menjadi trombosit kecil, baik disumsum tulang atau segera setelah memasuki

darah, khususnya ketika memasuki kapiler. Kosentrasi normal trombosit dalam darah

adalah antara 150.000 dan 300.000 per mikroliter. Membran sel trombosit juga

penting dipermukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang mencegah pelekatan

dengan endotel normal dan justru menyebabkan pelekatan dengan daerah dinding

pembuluh yang cedera, terutama pada sel-sel endotel yang cedera, dan bahkan

melekat pada jaringan yang terbuka dibagian dalam pembuluh. Selain itu membran

platelet mengandung banyak fosfolipid yang mengaktifkan berbagai mediator pada

proses pembekuan darah. Trombosit merupakan struktur yang aktif. Waktu paruh

hidupnya dalam darah 8 sampai 12 hari, jadi setelah beberapa minggu setelah tugas

fungsionalnya berahir, trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh

sistem makrofak jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam

limpa, yaitu pada waktu darah melewati kisi-kisi trabekula yang rapat, didalam
16

platelet ini terdapat sejumlah granul, yang didalamnya terdapat antara lain faktor

pembeku darah. Fungsinya adalah:

a. dengan penggumpalan, dibentuk sumbatan mekanik (sumbat platelet).

b. zat mediator yang dibebaskan dari platelet, terutama tromboksan A2,

menyebabkan vasokonstriksi yang cepat dalam daerah pembuluh yang luka.

c. dengan hancurnya platelet akan dibebaskan faktor platelet, yang bersama dengan

faktor plasma akan menyebabkan pembekuan.8

2.4.1 Proses Pembentukan Bekuan Darah

Normalnya, darah yang mengalir tetap cair karena terdapat keseimbangan

tertentu yang sangat komplek. Pada keadaan tertentu, keseimbangan ini dapat

terganggu sehingga terjadi trombosis. Pembentukan trombus dimulai dengan

melekatnya platelet-platelet pada perrmukaan endotel pembuluh darah atau jantung.

Jika terjadi suatu kerusakan pada platelet, akan dilepaskan suatu zat tromboplastin.

Zat inilah yang akan merangsang proses pembentukan beku darah. Tromboplastin

akan mengubah protrombin yang terdapat didalam darah menjadi trombin, yang

kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin seperti jala yang

menahan eritrosit dan leukosit, selain itu trombin juga menyebabkan pecahnya

platelet sehingga terbentuk lebih banyak tromboplastin. Dengan adanya darah yang

mengalir melalui tempat itu, faktor-faktor pembekuan yang dikeluarkan platelet akan

terbawa oleh aliran darah sehingga tidak terjadi proses pembekuan pada tempat itu,

tetapi hanya terjadi suatu thrombus, terjadinya proses pembentukan bekuan darah ini

dikarenakan beberapa faktor, diantanya adalah faktor pembuluh darah, faktor platelet

dan faktor pembekuan darah.8

2.4.2 Hemostasis
17

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan statis (berhenti), merupakan

proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat kerusakan

pembuluh darah. Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri

dari; pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, inhibisi koagulasi dan

fibrinolisis.13 Secara skema mekanisme pembekuan darah dapat digambarkan dengan

melihat gambar sebagai berikut :

Gambar 2.3 Mekanisme Pembekuan Darah

Trombosit pecah pada saat menyentuh permukaan luka yang kasar akan

mengeluarkan enzim trombokinase. Enzim trombokinase menyebabkan perubahan

protrombin menjadi trombin. Perubahan tersebut dipercepat oleh ion kalsium.

Selanjutnya, thrombin mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin.14

Terdapat 4 fase hemostasis. Fase pertama adalah konstriksi pembuluh darah

yang rusak untuk mengurangi aliran darah distal terhadap luka. Fase kedua terdiri dari

pembentukan sumbatan trombosit yang longgar, atau thrombus putih, pada tempat

luka bekerja sebagai respon terhadap kolagen pengikat trombosit, yang sebagai

respon terhadap kolagen pengikat, mengalami kerusakan struktur interna dan


18

mebebaskan tromboxan dan ADP, kemudian merangsang trombosit lain untuk

melekat pada trombosit yang terikat pada kolagen, membentuk sumbat trombosit

longgar dan sementara. Fase hemostasis ini mengukur dengan menentukan waktu

pendarahan. Fase ketiga adalah pembentukan thrombus merah (bekuan darah). Fase

keempat adalah disolusi (pelarutan) sebagian atau seluruh bekuan. 14

2.4.3 Sistem Peredaran Darah

Komponen dasar sistem peredaran darah adalah darah sebagai cairan

pengangkut, jantung sebagai pemompa dan pembuluh darah sebagai tempat peredaran

darah. Organ tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi darah yang berperan utama

dalam transport oksigen, nutrisi dan sisa metabolisme menuju jaringan.

1. Darah

Darah adalah jaringan cair dalam tubuh yang mengangkut oksigen dan nutrisi

dan dibawa pada tiap-tiap sel tubuh. Darah terdiri atas dua bagian, bahan interseluler

adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu

sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis, yaitu :

a. Sel Darah Merah (Eritrosit)


Sel darah merah berupa cakram kecil, cekung pada kedua sisinya.Warnanya

kuning tua pucat tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada

darah. Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, dan memerlukan protein dan

zat besi karena strukturnya terdiri dari asam amino. Hemoglobin adalah protein yang

kaya akan zat besi, memiliki daya gabung terhadap oksigen dan dengan oksigen itu

membentuk oxihemoglobin didalam sel darah merah. Melalui fungsi ini maka

oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan. Dalam setiap milimeter kubik darah

terdapat 4.500.000 sampai 5.500.000 (rata-rata 5.000.000) sel darah merah .15
b. Sel Darah Putih (Leukosit)
19

Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah

merah tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat

6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit merupakan hampir

75 persen dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum

tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya

berbulir, karena ini disebut sel berbulir atau granulosit. Granulosit mempunyai

peranan penting dalam perlindungan tubuh terhadap mikroorganisme. Dengan

kemampuannya sebagai fagosit, mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk

ke peredaran darah .
c. Butir Pembeku (Trombosit)
Trombosit adalah sel kecil yang ukurannya kira-kira sepertiga dari sel darah

merah. Terdapat 250.000 sampai 500.000 (rata-rata 350.000) trombosit dalam setiap

milimeter kubik darah. Peranannya penting dalam pembentukan gumpalan darah. Jika

banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku

sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus. Trombosit lebih dari 300.000

disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.

Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa

embekuan darah, yaitu Ca2+ fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh

mendapat luka. Ketika luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan

mengeluarkan zat yang dinamakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu

dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan

bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang

tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah

pembekuan .15
2. Jantung
20

Jantung terletak pada bagian anterior rongga dada yang diselubungi oleh

rongga perikardial yang dibagi menjadi dua bagian yaitu jantung kiri dan jantung

kanan. Setiap bagian terdiri dari atrium atau serambi di bagian atas dan ventikel atau

bilik di bagian bawah. Jantung dilengkapi dengan otot khusus maka jantung dapat

berkontraksi dan berelaksasi. Keadaan ini dapat diketahui melalui pengukuran

tekanan darah. Keadaan yang menggambarkan kondisi jantung yang sedang

berkontraksi disebut sistol (120 mmHg), sedangkan untuk kondisi bila jantung sedang

berelaksasi disebut diastol (80 mmHg) .15

Atrium kanan menerima darah dari seluruh tubuh, kecuali paru-paru melalui

tiga jenis vena. Vena cava superior dan inferior menbawa darah dari seluruh bagian

tubuh atas dan bawah, sedagkan sinus koronari membawa darah untuk dinding

jantung. Darah dari atrium kanan akan dipompa menuju ventrikel kanan dan

diteruskan ke paru-paru dan terjadilah petukaran gas CO 2 dari darah dan O2 dari paru-

paru. Darah kembali kejantung melalui vena pulmunari kemudian masuk ke ventrikel

kiri dan dipompa menuju seluruh tubuh kecuali paru-paru dan kembali ke atrium

kanan. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, lapisan terdalam endokardium,

lapisan tengah miokardium dan lapisan luar epikardium. Epikardium melapisi

permukaan jantung dengan lapisan jaringan epitel. Miokardium merupakan lapisan

otot dinding jantung yang terdiri dari tiga jenis yaitu otot atrium, otot ventrikel dan

serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan. Endokardium

merupakan lapisan endothelium yang menutupi lapisan dinding jantung. Dinding

jantung memiliki pembuluh darah tersendiri. Pembuluh darah yang ada pada otot

jantung disebut koroner.15

3. Pembuluh Darah
21

Secara umum pembuluh darah dibagi menjadi dua jenis, arteri dan vena.

Dinding sel pembuluh arteri dan vena terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika interna,

tunika media dan tunika eksterna. Tunika interna adalah lapisan paling dalam dari

pembuluh darah yang meliputi lapisan endothelial. Tunika media merupakan lapisan

yang mengandung otot polos yang mengelilingi lapisan endotelial. Tunika eksterna

adalah lapisan paling luar yang membentuk jaringan penghubung membungkus

pembuluh darah.15

2.4.4 Perdarahan

Perdarahan atau Haemorrhage merupakan istilah kedokteran untuk

menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari pembuluh darah. Pendarahan

dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya saat terjadi peradangan dan darah keluar

dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan membentuk hematoma atau terjadi

hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam vagina, mulut, rektum atau

saat kulit terluka dan mimisan. Pendarahan dapat menyebabkan memar pada lapisan

kulit, biasanya terjadi setelah tubuh dipukul atau jatuh dari suatu ketinggian.

Perdarahan juga menyebabkan kehilangan darah. Jika pembuluh darah terluka maka

akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat

berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.

Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 1-2 menit. Dalam waktu 3-6 menit, bekuan

sudah mengisi pembuluh darah dan menghambat aliran darah. Berdasarkan sumber

perdarahan dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Perdarahan nadi (perdarahan arteri) pada perdarahan arterial ini darah tampak

keluar menyemprot/memancar, dan berwarna merah segar.


22

b. Perdarahan pembuluh balik (perdarahan vena) pada perdarahan venous, darah

keluar mengalir dan berwarna kehitaman /agak gelap.


c. Perdarahan pembuluh rambut (perdarahan kapiler). Perdarahan kapiler adalah

darah keluar merembes (perdarahan sedikit) dan berwarna merah segar.

Berdasarkan letak keluarnya darah dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Perdarahan luar (terbuka) yaitu apabila kulit juga cedera sehingga darah bisa

keluar dari tubuh dan terlihat diluar tubuh.


b. Perdarahan dalam (tertutup) yaitu jika kulit tidak rusak sehingga darah tidak bisa

mengalir langsung keluar tubuh.15

2.4.5 Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan darah meliputi proses perubahan fibrinogen

yang bersirkulasi menjadi protein fibrin yang tidak larut. Trombin adalah alat dalam

mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin. Trombin tidak ada dalam darah normal

yang masih dalam pembuluh, tetapi yang ada adalah zat pendahulunya, protrombin

yang kemudian diubah menjadi zat aktif tromin oleh trombokinase. Trombokinase

atau tromboplastin adalah zat penggerak yang dilepaskan ke darah di tempat yang

luka. Tromboplastin terbentuk karena terjadinya kerusakan pada trombosit, selama

ada kalsium dalam darah akan mengubah protrombin menjadi trombin sehingga

terjadi penggumpalan darah atau koagulasi.15

2.4.6 Plasma Darah

Plasma darah adalah cairan berwarna kuning yang bekerja sebagai perantara

untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa dan asam amino ke jaringan dan

juga merupakan perantara untuk mengangkat bahan buangan seperti urea, asam urat,

dan karbon dioksida. Plasma atau serum darah terdiri atas :air:91,0%, protein:8,0%

(albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen), mineral:0,9% (natrium klorida,


23

natrium bikarbonat, kalsium, fosfor, magnesium dan besi). Sisanya diisi oleh

sejumlah bahan organik yaitu glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol

dan asam amino.15

2.4.7 Infark Miokardial

Salah satu penyebab penyakit jantung adalah iskemia jantung yang kemudian

besar menyebabkan infark miokardial. Infark miokardial merupakan kondisi kematian

(nekrosis) pada miokardium (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot

jantung terhambat. Jaringan nekrosis akan mengalami autolisis dan sel darah merah

akan terhemolisis, inti dari sel-sel akan pecah menjadi fragmen-fragmen, dan diikuti

dengan reaksi inflamasi jaringan sehat disekitarnya. Hal ini terjadi karena adanya

hambatan berupa lesi aterosklerosis dan juga menyempitnya pembuluh darah karena

ketidak mampuan tubuh menghasilkan vasodilator secara normal saat terjadi infark

miokardial sehingga pembuluh darah tidak bisa berdilatasi untuk meningkatkan suplai

oksigen terutama pada saat beban kerja tubuh tinggi. Infark miokardial menyebabkan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga

menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan

gangguan suplai oksigen tersebut diantaranya :

A. Berkurangnya Suplai Oksigen Ke Miokardium


Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain :
1. Faktor Pembuluh Darah
Hal ini berkaitan dengan fungsi pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai

sel-sel jantung. Beberapa hal yang biasa mengganggu fungsi pembuluh darah

diantaranya aterosklerosis, spasmus dan arthritis.


2. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh

tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak lepas dari faktor
24

pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan

gangguan sirkulasi diantaranya kondisi hipertensi. Stenosis dan isufisiensi yang

terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan

menurunnya cardiak out put. Penurunan cardiak out put yang diikuti penurunan

sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan cukup,

termasuk dalam hal ini otot jantung.15


3. Faktor Darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju ke seluruh bagian tubuh. Jika

daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan

pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang

menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia dan

polisitemia.
B. Meningkatnya Kebutuhan Oksigen Tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi

diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan

tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi

justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen

semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu

segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu

terjadinya infark.

Mekanisme hemostatis mengatur aktivitas kardiovaskular untuk mencegah

infark miokardial agar semua jaringan dapat terpenuhi jaringan oksigen dan

nutrisinya. Faktor yang terlibat dalam regulasi kardiovaskular antara lain faktor lokal,

mekanisme neural dan mekanisme endokrin. Faktor lokal menyesuaikan pola aliran

darah dengan kondisi atau perubahan pada cairan interstitial pada tingkat jaringan.

Mekanisme neural merespon perubahan tekanan arteri atau kandungan udara pada
25

bagian tertentu untuk mencegah infark miokardial melalui aliran darah yang cukup

dengan mengatur kardiak output dan resistensi perifer. Mekanisme endokrin

melepaskan hormon dalam proses regulasinya.15

1. Patofisiologi

Infark miokardial terjadi ketika iskemia yang terjadi cukup lama yaitu lebih

dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian

jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang

terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner. Pada penyakit ini

terdapat akumulasi materi lemak, platelet dan sel darah putih dilapisan endotelial

maupun dilapisan tunika intima (lapisan sel otot polos) arteri koroner yang disebut

aterosklerosis. Sumbatan ini dapat mengalami rupture sehingga menyebabkan

terbentuknya bekuan darah pada permukaan plak. Plak yang mengalami rupture

mempunyai inti yang sangat kaya lemak dan tertutup oleh selubung fibrosa tipis.

Rupturenya selubung tersebut membuat kolagen subendetol terpapar sehingga

mengaktivasi platelet dan menyebabkan agregasi. Keadaan tersebut melepaskan

tromboksan, adenosin difosfat (ADP) dan (5HT) menyebabkan agregasi platelet

selanjutnya, vasokonstriksi dan aktivasi pembekuan. Jika bekuan menjadi cukup

besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri

koroner. Tahap awal dalam pembentukan aterosklerosis adalah adanya luka pada

dinding sel endotelial di lumen arteri. Kesatuan sel endotelial akan hancur dengan

adanya luka dan menginisiasi reaksi inflamasi dan akumulasi makrofag dan platelet.

Luka dan inflamasi yang berkelanjutan menyebabkan peningkatan agregasi platelet

dan pembentukan thrombus.15


26

Bekuan darah adalah sebagian besar sel-sel darah dan konstituen darah yang

diproduksi untuk menghentikan pendarahan akibat luka pembuluh darah. Selama

proses ini, platelet dalam darah menjadi lengket dan mengumpul dilokasi cedera.

Namun, pembentukan gumpalan darah dapat berbahaya jika terjadi dalam pembuluh

darah yang sehat, atau jika tidak terdegradasi setelah waktunya. Banyak penyakit

seperti serangan jantung, stroke dan emboli paru-paru diakibatkan pembentukan

bekuan darah yang tidak pantas. Bekuan darah dapat menyumbat pembuluh darah

yang disebut embolus dan sering merintangi sirkulasi sehingga terjadi iskemia dan

kerusakan jaringan. Tromboemboli merupakan salah satu penyebab sakit dan

kematian yang banyak terjadi. Kelainan ini sering merupakan penyulit atau menyertai

penyakit lain misalnya gagal jantung, diabetes melitus, varises vena dan kerusakan

arteri. Data statistik WHO dalam laporan kesehatan dunia tahun 2003 menunjukkan

bahwa 16,7 juta atau sekitar 29,2% dari total kematian di seluruh dunia disebabkan

oleh penyakit kardiovaskular.15

2.5 Agregasi dan Platelet

Trombosit atau platelet adalah sel kecil bergranula dengan diameter 2~4

µm. Jumlahnya berkisar antara 250.000 - 500.000 atau rata-rata sekitar 300.000/µL

darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu paruh 4 hari Sekitar 60-

70% trombosit yang dibentuk sel megakariosit yang lepas dari sum sum tulang

berada dalam peredaran darah, sedangkan sisanya sebagian terdapat di dalam

limpa. Membran sel trombosit mengandung reseptor untuk kolagen, faktor dinding

pembuluh von Wiltebrand dan fibrinogen. Sitoplasmanya mengandung aldin,

miosin, glikogen, lisosom dan dua macam granula : (a) granula padat yang

mengandung senyawa non protein seperti : serotonin, ADP serta nukleotida


27

lainnya, (b) granula α mengandung protein termasuk faktor pembekuan dan

faktor pertumbuhan asal trombosit (pIatelet-derived growth factor, PDGF). PDGF

juga dibentuk oleh makrofag dan sel endotelium. PDGF merangsang penyembuhan

luka dan merupakan mitogen kuat bagi otot polos vascular.15 Faktor von

Willebrand (vWF) berperan pada proses adhesi dan mengendalikan faktor VIII

dalam sirkulasi. Apabila dinding pembuluh darah ter1uka, trombosit melekat pada

kolagen, laminin dan vWF yang terpapar di dinding pembuluh melalui integrin.

Proses adhesi trombosit tidak memerlukan aktivitas metabolik trombosit, tetapi

pengikatan pada kolagen akan memicu aktivasi trombosit. Aktivasi dapat

dihasilkan melalui ADP dan trombin. Trombosit yang aktif akan berubah bentuk

dan melekat pada trombosit lain (agregasi trombosit), Proses agregasi dirangsang

oleh faktor pengaktif trombosit (p/atelet-activating factor, PAF). PAF merupakan

sitokin yang disekresikan oleh netrofil, monosit dan trombosit. Pemeriksaan

agregasi trombosit dapat dilakukan berdasarkan perubahan transmisi cahaya. Proses

agregasi memer1ukan agregator, yang paling sering digunakan adalah ADP

(adenosine diphosphate). Hasil pemeriksaan agregasi trombosit bergantung pada

kadar ADP yang dipakai sebagai aggregator. Setelah terjadi pelekatan trombosit

pada endotel yang rusak, akan teradi agregasi trombosit yang besar diikuti diikuti

fase berikutnya yaitu reaksi pelepasan dari trombosit (platelet release reaction),

dengan melepaskan bahan-bahan dari dalam trombosit antara lain fosfolipase A2.

Enzim ini akan melepaskan asam arakidonat (AA) dan fosfolipid mem bran. AA

akan mensintesa prostaglandin melalui proses siklooksigenase menjadi PGG2 dan

melalui proses siklik endoperoksidase menjadi PGH2 selanjutnya melalui proses

sintesis prostasiklin pada sel endotel akan menjadi PGI2, atau disebut protasiklin
28

yang menyebabkan dilatasi arteri dan berperan dalam penghambatan agregasi

trombosit. PGH2 juga akan berubah menjadi tromboxan atau TXA2 dan

melalui proses hidrolisis menjadi tromboxan B2 yang berperan dalam agregasi

trombosit serta konstriksi arteri. TXA2, PGb merupakan hormon lokal yang

mengatur keseimbangan aliran darah koroner. Bila terjadi gangguan keseimbangan

sehingga TXA2 lebih dominan rnaka akan mudah terjadi aterosklerosis. 1 5

Hubungan disfungsi endotel dengan proses trombosis. Sel endotel (SE)

merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskular. Pada keadaan normal,

SE merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi,

adhesi sel dan kebocoran cairan rongga intravaskular. SE berperan dalam

pengaturan tonus vaskuler dan perfusi jaringan melalui pelepasan komponen

vasodilatori (prostasiklin/PGI2), adenosin dan endhotelial cel1-derived relaxing

factor (EDRF) dan komponen vasokonstriksi (endhotelin). Bila SE rusak, sifat

antikoagulasi akan hilang, sehingga menimbulkan agregasi trombosit dan

leukosit. Perubahan produksi PGh dan endhotelin mempunyai pengaruh

terhadap perfusi. SE dipengaruhi TNF, IL-1 dan endotoksin sehingga SE

berpartispasi aktif dalam respon inflamasi terutama dalam ekspresi molekul

adhesi. 1 5 Gambar proses pembentukan prostasiklin dan tromboksan dari asam

arakidonat dapat dilihat pada Gambar 2.4.


29

Gambar 2.4 Proses Pembentukan Prostasiklin dan Tromboksan Dari Asam


Arakidonat

Peningkatan faktor jaringan (TF) yang membentuk kompleks dengan

faktor VIII berperan dalam mengubah faktor X menjadi faldor Xa yang

bergabung dengan faktor Va dapat merangsang perubahan protrombin

menjadi trombin. Selanjutnya trombin berperan dalam perubahan fibrinogen

menjadi fibrin. Akhimya fibrin monomer ini membentuk gumpalan.15 Gambar

proses pembentukan fibrin dan thrombus pada plak aterosklerotik dapat dilihat pada

Gambar 2.5.
30

Gambar 2.5 Proses Pembentukan Fibrin Dan Trombus Pada Plak


Aterosklerotik

Pada permulaan proses aterosklerosis akibat kerusakan sel endotel terjadi

akumulasi monosit atau makrofag dan limfosit T pada intima. Adhesi monosit

pada endotel disebabkan oIeh pengaruh sitokin (VCAM-1) dan (lCAM-1).

Makrofag akan menangkap lipid dan berubah jadi sel busa, disamping itu karena

pengaruh growth factor terjadi proliferasi sel otot polos, akibat penumpukan lipid,

dapat terjadi perubahan lesi menjadi nekrotik dan selanjutnya kalsifikasi. Dalam

proses ini juga ikut berperan NO yang disintesis dari L-arginin dengan enzim

NO-Sintetase . NO ini berperan sebagai vasodilator dan mengatur VCAM-1 dan

ICAM-1, sitokin, IL, menghambat pembentukan MCAP-1 (monocyte

chemoattractant protein-1) serta mempunyai efek antiinflamasi dan anti

aterogenik. Efek antiinflamasi NO penting berkaitan dengan peran infeksi oleh

Chlamydia pneumonia pada aterosklerosis. Produksi paltelet berlangsung di sum

sum tulang belakang, disebut thrombositopoiesis. Sumsum tulang belakang

mengandung megakariosit yang sangat besar berdiameter 160 µm dengan inti yang

besar. Megakariosit akan membentuk bagian-bagian yang kecil dari sitoplasma ke


31

dalam membran tertutup, yaitu platelet dan akan didistribusikan ke pembuluh darah.

Pembentukan platelet-platelet dan aktivitas megakariosit dipengaruhi oleh

thrombopoietin (TPO), interleukin -6, dan faktor stimulasi pembentukan monosit.

Pada saat platelet terstimulasi untuk menempel pada dinding pembuluh darah maka

akan terjadi pelepasan isi granul yang akan meningkatkan agregasi dengan platelet

yang lain. Agregasi ditingkatkan dengan adanya pelepasan faktor von Willebrand dari

sel endotelial yang merupakan senyawa pengikat untuk reseptor membran platelet,

yaitu glikoprotein GpIb dan fibrinogen. Platelet yang teraktivasi juga melepaskan

adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 yang akan menarik platelet yang

sehingga menyebabkan perubahan bentuk platelet, pelepasan isi granul dan agregasi

lebih jauh. Platelet yang teraktivasi selanjutnya akan melepaskan faktor yang

menyebabkan terjadinya pembekuan darah sehingga terjadi pembentukan trombus

kompleks pada dinding pembuluh darah. Trombin sendiri dapat menstimulasi lebih

jauh pelepasan granul platelet dan menarik platelet yang baru. Protein membran

platelet GpIIIa selanjutnya berinteraksi dengan fibrin dan fibrinogen, suatu proses

yang akan menstabilkan trombus yang terbentuk. Produksi paltelet berlangsung di

sum sum tulang belakang, disebut thrombositopoiesis. Sumsum tulang belakang

mengandung megakariosit yang sangat besar berdiameter 160 µm dengan inti yang

besar. Megakariosit akan membentuk bagian-bagian yang kecil dari sitoplasma ke

dalam membran tertutup, yaitu platelet dan akan didistribusikan ke pembuluh darah.

Pembentukan platelet-platelet dan aktivitas megakariosit dipengaruhi oleh

thrombopoietin (TPO), interleukin -6, dan faktor stimulasi pembentukan monosit.

Pada saat platelet terstimulasi untuk menempel pada dinding pembuluh darah maka

akan terjadi pelepasan isi granul yang akan meningkatkan agregasi dengan platelet
32

yang lain. Agregasi ditingkatkan dengan adanya pelepasan faktor von Willebrand dari

sel endotelial yang merupakan senyawa pengikat untuk reseptor membran platelet,

yaitu glikoprotein GpIb dan fibrinogen. Platelet yang teraktivasi juga melepaskan

adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 yang akan menarik platelet yang

sehingga menyebabkan perubahan bentuk platelet, pelepasan isi granul dan agregasi

lebih jauh. Platelet yang teraktivasi selanjutnya akan melepaskan faktor yang

menyebabkan terjadinya pembekuan darah sehingga terjadi pembentukan trombus

kompleks pada dinding pembuluh darah. Trombin sendiri dapat menstimulasi lebih

jauh pelepasan granul platelet dan menarik platelet yang baru. Protein membran

platelet GpIIIa selanjutnya berinteraksi dengan fibrin dan fibrinogen, suatu proses

yang akan menstabilkan trombus yang terbentuk.15

2.5.1 Fisiologi Pembekuan Darah

Pada saat terjadi perdarahan, secara alami tubuh akan merespon dengan

mekanisme hemostatik untuk menghentikan perdarahan tersebut. Sistem penghentian

perdarahan yang berfungsi normal penting bagi kehidupan organisme, karena jika

hemostasis terganggu maka luka yang kecil sekalipun dapat menyebabkan perdarahan

yang membahayakan jiwa, sebaliknya pada kecenderungan darah untuk membeku

akan mempermudah pembentukan trombus dan meningkan risiko trombosis dan

emboli. Pada saat terjadi trauma, platelet, faktor pembekuan darah dalam plasma, dan

dinding pembuluh darah berinteraksi untuk menutup kebocoran pada pembuluh

darah. Pembuluh darah yang rusak akan berkonstriksi melepaskan endotelin dan

platelet akan beragregasi pada situs luka dan menarik platelet lain untuk menutup

bocoran dengan sumbatan platelet. Waktu yang diperlukan untuk menutup luka

tersebut disebut waktu perdarahan yang berkisar pada 2-4 menit. Selanjutnya, sistem
33

koagulasi akan memproduksi fibrin yang saling berikatan silang yang membentuk

bekuan fibrin atau trombus yang memperkuat proses penutupan luka. Proses

rekanalisasi pembuluh darah dapat dilakukan melalui fibrinolisis .15 Gambar

hemostasis yang dimediasi oleh platelet dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet

Pada saat terjadi trauma pada sel endotelial, platelet merupakan sel darah yang

melekat pada serat kolagen subendotelial yang dijembatani oleh faktor von

Willebrand (vWF) yang dibentuk oleh sel endotelial dan bersirkulasi dalam kompleks

plasma dengan faktor VIII. Kompleks glycoprotein GP Ib/ IX pada platelet

merupakan reseptor vWF. Proses adesi akan mengaktivasi pletelet dan mulai

melepaskan senyawa yang meningkatkan daya adesi platelet. Serotonin, platelet

derived growth factor (PDGF) dan tromboxane A2 (TXA2) meningkatkan

vasokonstriksi. Vasokonstriksi dan kontraksi platelet akan memperlambat aliran

darah. Mediator yang dilepaskan oleh platelet meningkatkan aktivasi platelet

sehingga menarik dan mengaktivasi lebih banyak platelet. Hal ini menyebabkan

bentuk dari platelet teraktivasi berubah drastis. Platelet diskoid berubah menjadi

sferik dan menghasilkan pseudopodia yang saling terjalin antar platelet. Agregasi

platelet ini ditingkatkan oleh trombin (IIA) yang berikatan dengan reseptor yang
34

diaktivasi oleh protease (PAR 1 dan PAR 4) dan distabilisasi oleh GP IIb/IIIa yang

diekspresikan pada permukaan platelet, yang mengarah pada ikatan fibrinogen dan

agregasi platelet. Reseptor P2Y1 dan P2Y12 merupakan reseptor untuk ADP dan

ketika terstimulasi akan mengaktivasi GP IIb/IIIa dan COX 1 yang meningkatkan

sekresi dan daya adesi platelet sehingga memudahkan untuk berikatan dengan

fibronektin subendotelial. Tromboksan A2 (TXA2) merupakan produk dari COX 1

yang mengaktivasi agregasi platelet sedangkan PGI2 atau prostasiklin dihasilkan oleh

sel endotehelial untuk menghambat aktivasi agregasi platelet.15

2.5.2 Fase Vaskular, Fase Platelet dan Fase Koagulasi Dalam Hemostatis

Reaksi hemostatis atau proses penghentian darah untuk mencegah kehilangan

darah dari pembuluh darah yang rusak dan disertai dengan perbaikan jaringan yang

rusak, terdiri dari tiga rangkaian proses yaitu fase vaskular, fase platelet dan fase

koagulasi. Platelet memegang peranan penting dalam proses hemostatis terutama

dalam pembentukan trombus. Pembuluh darah yang luka akan memaparkan faktor

dan hormon yang berperan dalam proses hemostatis sehingga terjadi agregasi platelet

yang membentuk sumbatan hemostatik atau trombus arteri yang didukung

pembentukan benang-benang fibrin.15

1. Fase Vaskular

Kerusakan dinding pembuluh darah akan memicu kontraksi serabut otot polos

dinding pembuluh. Kontraksi lokal pembuluh disebut spasmus vaskular yang

bertujuan untuk mengurangi diameter pembuluh pada bagian luka selama proses

hemostatis berlangsung sehingga memperlambat atau menghentikan kehilangan

darah. Spasmus terjadi karena adanya otot polos yang rusak dan inisiasi dari reseptor

nyeri. Proses yang terjadi dalam fasa vaskular antara lain :


35

Sel endothelial berkontraksi dan memaparkan membran basal yang terletak di

bawah ke aliran darah. Sel endothelial mulai melepaskan faktor kimia dan hormon

lokal, seperti ADP, faktor jaringan, serotonin, dan prostasiklin. Serotonin akan

menyebabkan vasokonstriksi. Endothelin juga akan dibebaskan, yang kemudian

menstimulasi kontraksi otot polos dan spasmus vaskular, serta menstimulasi beberapa

bagian andothelial untuk meningkatkan proses perbaikan. Membran sel endothelial

menjadi lengket. Pada kapiler kecil, sel endothelial pada posisi berlawanan

dipembuluh dapat melekat dan menutup kapiler kecil.


2. Fase Platelet
Fase ini ditandai dengan mulai menempelnya platelet pada permukaan

endothelial. Penempelan platelet terjadi karena adanya paparan serabut kolagen dari

sel endothelial yang luka. Pada fasa ini platelet juga akan melepaskan berbagai

senyawa kimia yang terkandung dalam sitoplasmanya, yang akan mengaktivasi

platelet lain, yaitu serotonin, tromboksan A2, dan ADP, sehingga akan mempercepat

penempelan platelet satu sama lain membentuk plug platelet. Untuk menambahkan

kestabilan sumbatan yang dibentuk platelet, benang-benang fibrin akan terkoagulasi

untuk memperkuat plug platelet. Faktor lain yang terbentuk pada plug platelet adalah

prostasiklin, yang berperan untuk membatasi dan mengontrol agregasi platelet

didaerah luka. Prostasiklin sendiri dihasilkan oleh endothelial.15


3. Fase Koagulasi

Fase koagulasi atau penggumpalan darah meliputi proses perubahan

fibrinogen yang bersirkulasi menjadi protein fibrin yang tidak larut. Selama jaringan

fibrin tumbuh, jaringan ini melingkupi permukaan plug platelet. Faktor yang berperan

pada fasa koagulasi disebut dengan faktor koagulan. Faktor koagulan yang penting

dalam proses koagulasi terdiri dari ion kalsium dan 11 protein bervariasi (fibrinogen,
36

protombin, faktor jaringan, proakselerin, prokonvertin, faktor antihemofilik, faktor

plasma tromboplastin, faktor Stuart Prower, TPA, faktor Hageman, faktor stabilisasi

fibrin). Faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam reaksi beruntun proses koagulasi

yang menghasilkan senyawa kompleks sebagai katalisator untuk aktivasi faktor

selanjutnya, dan akhirnya aktivasi protrombin. Reaksi runtunan untuk mengaktivasi

protrombin meliputi tiga jalur yaitu jalur ekstrinsik, intrinsik dan umum.Pada jalur

ekstrinsik dan intrinsik terjadi aktivasi faktor X yang merupakan tahap awal dari jalur

umum.Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik terletak pada permulaannya,

dimana jalur ekstrinsik dimulai karena adanya kerusakan sel endothelial yang

melepaskan faktor III (faktor jaringan) yang menginisiasi faktor selanjutnya,

sedangkan pada jalur intrinsik dimulai karena aktivasi proenzim faktor XII.15

Jalur umum merupakan jalur pertemuan dari jalur ekstrinsik dan intrinsik

yang diawali dengan terbentuknya enzim dari kedua jalur untuk aktivasi faktor X

untuk membentuk enzim protombinase. Protombinase yang telah teraktivasi akan

mengubah proenzim protrombin menjadi enzim trombin. Trombin kemudian akan

merubah fibrinogen larut dan protein plasma menjadi benang-benang fibrin tak larut

pada gumpalan darah.15

2.5.3 Agen Antiagregasi Platelet

Obat-obatan antiagregasi platelet dibagi menjadi beberapa kelompok

berdasarkan agen-agen yang berperan pada proses agregasi platelet, yaitu agen yang

menghambat metabolisme prostaglandin, yaitu asetosal, penghambatan agregasi

platelet yang diinduksi ADP, yaitu clopidogrel dan tiklopidin, dan penyekat reseptor

GP IIb/IIIc pada platelet, yaitu abciximab dan tirofiban.


37

Asetosal merupakan salah satu agen antiagregasi platelet yang bekerja dengan

menghambat pembentukan tromboksan A2 melalui asetilisasi permanen enzim

siklooksigenase. Platelet adalah sel yang tidak memiliki inti, sehingga platelet tidak

mampu meproduksi enzim siklooksigenase yang baru sebagai pengganti. Hal ini

menyebabkan enzim hilang permanen sampai platelet mati, yaitu 10 hari.15

2.6 Obat-Obat Antiplatelet

Antiplatelet adalah obat-obat yang menurunkan agregasi platelet dan

menghambat pembentukan trombus disirkulasi arteri dimana antikoagulan

mempunyai efek yang sedikit. Obat antiplatelet bekerja dengan mengurangi

pembekuan darah. Pencegahan terjadinya penyumbatan didaerah arteri dapat

digunakan obat-obat anti platelet sebagai terapi obat dan trombolitik. Obat-obat

antiplatelet mengubah aktivasi platelet dari kerusakan vascular yang mana hal ini

penting untuk pengembangan pembuluh darah arteri. Terapi trombolitik digunakan

dalam miokardial infark, dan kadang-kadang pada kerusakan otak. Tidak boleh

diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan, hipertensi tak terkendali,

hemoragic stroke, atau operasi.15

2.6.1 Cycloxygenase Inhibitors

1. Asetosal

Asetosal atau asam asetil salisilat atau aspirin adalah agen analgesik,

antipiretik, dan anti-inflamasi. Sifat anti-inflamasi berkaitan dengan penghambatan

biosintesis prostaglandin. Asetosal menghambat secara irreversible enzim COX,

sehingga mengurangi platelet produksi TXA2 (Thromboxane – kuat vasokonstriktor

yang rendah berhubungan dengan cAMP). Dosis rendah asetosal untuk pencegahan

pada penyumbatan aliran darah ke otak atau pada penyakit pembuluh darah jantung.
38

Dosis tunggal 150-300 mg diberikan segera mungking setelah terjadinya kerusakan

sel. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg sehari. Efek samping berupa

bronkospasme, gangguan saluran pencernaan.16 Struktur kimia asetosal dan turunan

salisilat adalah sebagai berikut (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Struktur Kimia Turunan Salisilat

2. Farmakologi

Asetosal menghambat secara nonselektif enzim siklooksigenase-1 (COX-1),

yang berhubungan dengan saluran cerna, ginjal dan menghambat agregasi platelet.

Asetosal juga menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang berhubungan

dengan respon inflamasi. Tidak seperti obat antiinflamasi nonsteroid lain, efek

antiplatelet asetosal tidak dapat diubah dan permanen karena adanya transasetilasi

platelet selama kehidupan platelet (8-11 hari). Salisilat tanpa gugus asetil (natrium

salisilat) pada dasarnya tidak memiliki aktivitas antiplatelet tetapi tetap memiliki

aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Pada saat terjadi trauma vaskular,

sistem koagulasi akan diaktivasi. Platelet dan molekul fibrin bergabung membentuk

bekuan darah untuk menyumbat dan menghentikan proses perdarahan atau

hemostasis. Bekuan darah yang tidak diinginkan dalam pembuluh darah disebut
39

trombus. Trombosis biasanya muncul pada saat aliran darah lambat sehingga faktor

pembekuan darah yang teraktivasi terakumulasi dan tidak mengalir. Masalah yang

biasa muncul adalah trombosis pasca operasi pada vena kaki. Kadang sebagian

trombus pecah (emboli) dan dibawa jauh sehingga dapat menyebabkan kerusakan

parah seperti emboli paru-paru. Pada fibrilasi atrial, kehilangan kontraksi atrial

menyebabkan stasis darah dan menstimulasi pembentukan trombus. Trombus ini

dapat lepas dan menyebabkan emboli pada otak atau yang lebih dikenal sebagai

stroke. Asetosal menurunkan risiko infark miokard pada pasien dengan angina yang

tidak stabil dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang pernah mengalami

infark miokardia akut. Asetosal juga menurunkan risiko stroke pada pasien dengan

serangan iskemia transien. Efek yang menguntungkan dari asetosal pada penyakit

tromboemboli disebabkan oleh inhibisi sintesis platelet tromboksan-A2 (TXA2)

(Gambar 2.4).

Tromboksan A2 adalah penginduksi kuat terjadinya agregasi platelet. TXA2

bekerja pada reseptor permukaan dan mengakitivasi fosfolipase C yang

menyebabkakan pembentukan inositol trifosfat yang menyebabkan peningkatan

kalsium intraselular. Kalsium mengubah reseptot GPIIb/IIIa inaktif pada membran

platelet menjadi konformasi dengan aktifitas tinggi terhadap fibrinogen yang

membentuk ikatan silang antar platelet dan menyebabkan agregasi. Sel endotel pada

dinding pembuluh darah menghasilkan prostalglandin, PGI2 (Prostasiklin), yang

merupakan antagonis fisiologis dari TXA2. PGI2 menstimulasi reseptor yang berbeda

pada platelet dan mengaktivasi adenilsiklase. Hasil dari peningkatan cAMP ini

berhubungan dengan penurunan kalsium intraselular dan inhibisi agregasi platelet.

Asetosal menghambat pembentukan TXA2 dengan menghambat siklooksigenase


40

secara ireversibel. Platelet tidak dapat mensintesis enzim baru tetapi sel endotelial

dapat dan pada dosis rendah (75-300 mg) yang diberikan setiap hari, asetosal dapat

memberikan efek inhibisi selektif pada enzim siklooksigenase.

Dengan demikian keseimbangan efek antiagregasi platelet dari PGI2 dan efek

proagregasi platelet TXA2 berubah kearah yang menguntungkan.16 Gambar

mekanisme kerja asetosal sebagai anti agregasi platelet dapat dilihat pada Gambar

2.8.

Gambar 2.8 Mekanisme Kerja Asetosal Sebagai Anti Agregasi Platelet

3. Efek Samping

Efek samping asetosal adalah penurunan pendengaran, gangguan saluran

cerna, dan pendarahan spontan sering terjadi, dengan perdarahan akut dari erosi

lambung juga mungkin terjadi Seperti dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya,

asetosal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, khususnya pada mereka yang

sudah ada penyakit ginjal atau gagal jantung kronis. Hepatotoksisitas biasanya terjadi

pada anak-anak dengan artritis rematoid, orang dewasa dengan penyakit lupus atau

sudah memiliki gangguan hati. Asetosal dapat memicu sindrom asma, angioedema,
41

dan polip hidung. Dosis analgesik tunggal dapat menekan agregasi platelet dan

memperpanjang waktu perdarahan hingga 1 minggu sedangkan dosis besar efeknya

lebih lama.

4. Kontraindikasi

Asetosal dikontraindikasikan pada kondisi gangguan perdarahan, asma,

hipersensitif terhadap obat antiinflamasi nonsteroid lain atau pewarna tartrazin.

Untuk tindakan pencegahan, asetosal harus digunakan dengan hati-hati pada pasien

dengan penyakit ginjal, tukak lambung, kecenderungan perdarahan,

hipoprotrombinemia, memiliki sejarah asma, atau sedang menggunakan

antikoagulan. Penggunaan salisilat tidak dianjurkan pada anak-anak dan remaja yang

mengalami infeksi virus dengan gejala seperti flu atau cacar air karena dapat

menyebabkan Reye's syndrome. Asetosal dapat menyebabkan bronkospasme.

2.6.2 Adenosine Diphosphate (ADP) Receptor Inhibitor

1. Clopidogrel

Clopidogrel mengurangi agregasi dengan menghambat efek ADP pada platelet

secara irreversible. Obat ini memiliki efek yang sinergis bila diberikan bersama

aspirin. Clopidogrel juga digunakan pada pasien yang kontraindikasi terhadap aspirin.

Efek samping rasa kurang enak di perut, nyeri perut, diare, pendarahan, sakit kepala.15

2. Ticlopidin

Ticlopidin bekerja dengan cara menghalangi ikatan antara platelet dengan

fibrinogen yang diinduksi oleh ADP secara irreversibel, serta menghalangi interaksi

antara platelet yang mengikutinya. Proses ini menyebabkan penghambatan pada

agregasi platelet dan pelepasan isi granul platelet.

3. Phosphodiesterase Inhibitors
42

Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindari agregasi trombosit dan

adhesinya pada dinding pembuluh darah. Kerjanya berdasarkan inhibisi

fosfodiesterase, sehingga cAMP (dengan daya menghambat agregasi) tidak diubah

dan kadarnya dalam trombosit meningkat. Dosis 300 – 600 mg sehari dalam dosis

terbagi sebelum makan. Efek samping seperti sakit kepala, gangguan lambung usus,

debar jantung dan pusing akan berkurang pada dosis rendah.16

2.6.3 Glycoprotein IIB / IIIA Inhibitor

1. Abciximab, Eptifibatde dan Tirofiban (Antibodi monoclonal)

Obat-obat ini menghambat agregasi platelet dengan berikatan pada reseptor

glikoprotein IIB/IIA. Obat-obat tersebut diberikan melalui suntikan intravena

bersama dengan aspirin dan heparin untuk mencegah infark miokard pada pasien

beresiko tinggi dengan angina tidak stabil. Dosis abciximab (0,124 µg/kg/mencit).

Tirofiban (0,15 µg/kg/menit) dan eptifibatide (0,75µg/kg/menit) adalah molekul kecil

yang memblok reseptor platelet dan mempunyai waktu paruh lebih singkat dan lebih

murah disbanding dengan abciximab, kemudian dilanjutkan dengan infuse intravena

125 nanogram/kg/menit (maksimal 10 mikrogram/menit). Untuk pencegahan pada

komplikasi iskemia dimulai 10 – 60 menit melalui infuse selama 12 jam. Efek

samping pendarahan, mual, muntah, hipotensi, bradikardi, nyeri kepala.16

2.7 Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan kondisi akibat gangguan metabolisme lemak

yang ditandai dengan tingginya kadar kolesterol total dalam darah. Pada kondisi

tersebut apabila terjadi dalam jangka panjang menyebabkan terbentuknya gumpalan

lemak dalam pembuluh darah sehingga dapat berisiko aterosklerosis. Aterosklerosis

memiliki pengaruh terhadap timbulnya penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada
43

penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan aterosklerosis pembuluh

darah mengalami penyempitan dan pengerasan. Hal ini menghambat aliran darah

yang kaya oksigen menuju ke jantung. Peningkatan kadar kolesterol dipengaruhi oleh

asupan karbohidrat, protein, lemak, serat dan kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol

tersebut dapat ditekan dengan pengaturan pola diet. Pengaturan pola diet untuk

menurunkan kadar kolesterol dilakukan dengan mengontrol asupan zat gizi secara

seimbang sesuai dengan kebutuhan. Asupan serat yang tinggi dapat menurunkan

kadar kolesterol dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan empedu. Selain itu

bakteri didalam usus memfermentasi serat untuk memproduksi asam asetat

propionate, dan butirat yang berfungsi untuk menghambat sintesis kolesterol.17

2.7.1 Mekanisme Sintesis Kolesterol

Kolesterol dibentuk melalui asetat yang diproduksi dari nutrien dan energi

berserta hasil metabolisme lainnya. Asam lemak akan menjadi lemak didalam proses

metabolisme energi. Apabila sumber energi berlebihan, maka mengakibatkan

pembentukan asetat sebagai perantara juga berlebih, dan lemak tubuh akan

bertambah. Demikian juga pembuatan kolesterol, sehingga pada mereka yang

mengalami kegemukan akan membentuk kolesterol lebih 20% dari yang berat badan

normal. Pembentukan kolesterol melalui asetat merupakan proses yang komlpeks,

antaranya yang memegang peranan penting dalam enzim reduktase HMG-CoA.

Membatasi komsumsi kolesterol akan menaikan produksi kolesterol didalam tubuh

apabila sistem kerja enzim tidak normal. 18 Tetapi apabila kerja enzim bekerja dengan

normal maka kolesterol akan disintesis dan diubah menjadi jaringan, hormon, dan

vitamin ada juga sebagian kolesterol kembali ke hati untuk diubah sebagai asam

empedu dan garamnya. 19


44

Ada tiga lipoprotein yang utama yang ditemukan dalam darah pasien yang

puasa (10-12 jam), yaitu : Very- Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density

Lipoprotein (LDL) dan High- Density Lipoprotein (HDL).

Tabel 2.1. Komposisi Lipoprotein Manusia

Lipoprotein Trigliserida (%) Kolesterol (%) Fosfolipid (%) Protein (%)


Kilomikron 80-90 2-7 3-6 1-2
VLDL 55-65 10-15 15-20 5-10
LDL 10 45 22 25
HDL 5 20 30 45-50

2.7.2 Hubungan Kolesterol Dengan Penyakit Lain

Adapun hubungan kolesterol dengan penyakit lain yaitu:

A. Hubungan Kolesterol Dengan Penyakit Jantung

Penderita kadar kolesterol tinggi khususnya LDL adalah sasaran utama untuk

menderita kardiovaskuler, termaksud penyakit jantung koroner. Penyakit ini

disebabkan oleh kadar LDL berlebihan yang membentuk plak aterosklerosis pada

pembuluh darah koroner jantung, sehingga otot jantung tidak menerima aliran darah

yang cukup. Dinding dalam (intima) pada pembuluh darah terutama pembuluh arteri

yang mengalirkan darah dari jantung tertutup lapisan sel-sel tipis karena melindungi

jaringan elastis dan jaringan otot, dimana perkembangan ateriosklerosis berawal

ketika sel darah putih yang secara normal terdapat dalam sistem peredaran darah

mulai menyerang dinding arteri. Gejala yang ditimbulkan penyakit jantung koroner

adalah rasa tertekan (nyeri, terjepit, diperas dan terbakar) didada dan menjalar ke

lengan kiri, leher dan punggung. Sel-sel darah putih menembus ke lapisan dalam

darah dan mulai menyerap lemak terutama kolesterol yang membran sel darah putih
45

berupa seperti kain biasa. Ketika mati, sel darah putih meninggalkan kolesterol

dibagian dasar dinding arteri karena tidak bisa mencerna kolesterol yang diserap,

yang terjadi adalah lapisan dibawah garis pelindung arteri berangsur-angsur mulai

menebal dan jumlah sel meningkat.22

B. Hubungan Kolesterol Dengan Diabetes

Diabetes atau kencing manis adalah keadaan dimana kadar gula dalam darah

melalui batas normal. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa tinggi

cenderung menigkatkan kadar kolesterol dan tigleserida dalam tubuh. Kolesterol LDL

pada penderita diabetes lebih ganas karena bentuknya lebih padat dan ukurannya

lebih kecil (small dense LDL) sehinga mudah masuk dan menempel pada lapisan

pembuluh darah yang lebih dalam arterogenik, sehingga pada diabetes melitus

kematian utama disebabkan oleh kardiovaskuler. Pasien diabetes melitus sangat

penting untuk meneakan kolesterol khususnya LDL hingga <100 mg/dl. Hal ini

disebabkan oleh karena diabetes melitus adalah kondisi yang dianggap sama dengan

orang yang terkena penyakit jantung koroner.22

C. Hubungan Kolesterol dengan Stroke

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian

otak terganggu. Dalam jaringan otak, kurangya aliran darah menyebabkan serangkain

reaksi biokimia, yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan

otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.

Hubungan kolesterol dengan stroke merupakan faktor resiko stroke yang secara

konsisten dilaporkan dari berbagai hasil penelitian. Kolesterol LDL yang tinggi,

kolseterol LDL yang rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dan di

hubungkan dengan peninggkatan resiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila
46

ada faktor resiko yang lain (misalnya :Hipertensi, merokok dan obesitas). Hubungan

antara kolesterol dengan stroke tergambar pula dalam penelitian terapi kolesterol.

Keberhasilan terapi penurun kadar kolesterol dan akan menurunkan resiko stroke dan

penyakit jantung pengerasan dinding pembuluh arteri.23 Gambar penyumbatan

pembuluh darah (aterosklerosis) dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Penyumbatan Pembuluh Darah (Aterosklerosis)

2.8 Hewan Percobaan

Gambar 2.10 Tikus putih

2.8.1 Taksonomi Tikus Putih Galur Wistar

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Orde : Rodentia

Famili : Muridae
47

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

2.8.2 Morfologi Tikus Putih

Tikus putih adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat, termasuk dalam

keluarga rodentia, sehingga masih termasuk kerabat dengan hamster, gerbil, tupai,

dan mahluk pengerat lainnya. Tikus (Rattus norvegicus) merupakan makanan yang

paling digemari oleh reptilia karena kandungan gizinya lebih banyak dari pada katak.

Makanan tikus putih adalah biji-bijian, akar berdaging, daun, batang dan serangga.

Tikus putih sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis, pengujian dan

pendidikan. Kaitannya dengan biomedis, tikus putih digunakan sebagai model

penyakit manusia dalam hal genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ,

kebutuhan nutrisi, metabolisme, dan biokimianya cukup dekat dengan manusia. Tikus

putih yang dimaksud adalah seekor tikus dengan seluruh tubuh dari ujung kepala

sampai ekor serba putih, sedangkan matanya berwarna merah jambu. Dilihat dari

struktur anatomisnya, tikus putih memiliki lima pasang kelenjar susu. Distribusi

jaringan mammae menyebar, membentang dari garis tengah ventral atas panggul,

dada dan leher. paru-paru kiri terdiri dari satu lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari

empat lobus.

2.9 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering

digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet,

cahaya tampak, infra merah dan serapan atom.

2.9.1 Spektrofotometri Ultra Violet-Visibel


48

Spektrofotometri UV-Vis adalah suatu metode analisis instrumental

berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan materi dimana radiasi

elektromagnetiknya adalah sinar dengan daerah panjang gelombang UV-Vis,

sedangkan materinya adalah molekul atau senyawa kimia.24

Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV

dan visible . Menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, sumber cahaya

UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah

menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode

yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis

paling banyak tersedia dan paling popular digunakan. Kemudahan metode ini adalah

dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tidak berwarna.

pektrofotometri ini UV- Vis memiliki prinsip kerja yang sama dengan yang lainnya

yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang

gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang

digunakan.24

Gambar 2.12 Instrumen Spektrofotometer

2.9.2 Fungsi masing-masing bagian:


49

1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan

berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk spektrofotometer UV

menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavy hydrogen VIS menggunakan

lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram UV-VIS menggunakan

photodiode yang telah dilengkapi monokromator. Infra merah, lampu pada panjang

gelombang IR.

2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah

cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis.

Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa

prisma dan filter optik. Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi

spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang

diteruskan sesuai dengan warna lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna

dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.24 Pada gambar

dibawah (Gambar 2.13) disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan

adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang

tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar dibawah (Gambar 2.7) di atas hanya

cahaya hijau yang melewati pintu keluar. Gambar 2.13

Gambar 2.13 Proses Dispersi Atau Penyebaran Cahaya Pada Spektrofotometer

3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel


50

a. UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya

terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika

memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan

plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer

sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.
b. IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua

lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam

sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang

dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan

mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :


a. Kepekaan yang tinggi
b. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
c. Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
d. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
e. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.
f. Macam-macam detektor :
g. Detektor foto (Photo detector)
h. Photocell, misalnya CdS.
i. Phototube
j. Hantaran foto
k. Dioda foto
l. Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik

yang berasal dari detektor. Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang

gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang

gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang

peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk

suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah

(eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi. Jika zat

menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari
51

keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut

transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka

elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya

akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang

lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.


Spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada

dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya

yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian

akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan.25
2.10 Adenosine 5-diphosphate (ADP) Penginduksi Agregasi Platelet
Kadar 1-10 µM ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit.

Kadar ADP yang rendah (1-3 µM) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau

kurva bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan

trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 µM) dapat menutupi

respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon bifasik

karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Asetosal akan

menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur

sikooksigenase dan pelepasan isi granul. Bahan-bahan penginduksi agregasi yang

paling sering digunakan adalah ADP dengan berbagai konsentasi, kolagen, epinefrin,

ristosetin, thrombin dan asam arakidonat. ADP konsentrasi rendah memicu agregasi

bifasik dengan gelombang primer dan sekunder. ADP konsentrasi tinggi memicu

hanya satu gelombang agregasi. Pasien dengan gangguan pembebasan trombosit

gagal memperlihatkan gelombang agregasi kedua. Pasien dengan tromboastenia

Glanzmann tidak memperlihatkan agregasi trombosit pada pemberian ADP. Agregasi

dengan kolagen menghasilkan suatu periode laten yang diikuti oleh sebuah
52

gelombang agregasi. Penurunan agregasi terhadap kolagen terjadi pada pasien yang

mendapat asetosal dan obat anti-inflamasi. Agregasi dengan epinefrin biasanya

bersifat bifasik. Agregasi yang dipicu oleh epinefrin ini juga terganggu pada pasien

yang mendapat aspirin dan obat anti-inflamasi. Demikian juga, agregasi thrombin

bersifat bifasik dan mungkin terganggu pada defek trombosit intrinsik tertentu.

Walaupun defek kongenital fungsi trombosit jarang dijumpai, banyak penyakit

didapat yang menekan mekanisme pembebasan trombosit. 25

BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Alat-alat yang digunakan adalah :

1. Corong
2. Gelas kimia (Pyrex)
3. Hot plate denville scientific
4. Inkubator (Shel lab)
5. Gunting steril (Yamaco Stainless)
53

6. Jarum oral
7. Kandang tikus
8. Labu alas bulat (Pyrex)
9. Labu ukur (pyrex)
10. Mortir dan stamper (Heldeneanger)
11. Mikropipet (Labnet autoclavable) 0,05 ml, 0,1 ml
12. Pinset (Yamako Stainless)
13. Pipet tetes (Pyrex)
14. Penangas air (Denville scientific)
15. Restrainer
16. Rotavapor (Eyela N-1200 B)
17. Sentrifuge (Centurion scientific c2006)
18. Spektrofotometer visible (Unica 2800 UV/Vis)
19. Spuit 1 mL, 3 mL, 5 mL
20. Stopwatch (Hanhart)
21. Tabung Eppendorf
22. Tabung reaksi (Pyrex)
23. Timbangan analitik (Citizen)

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan adalah :

1. Alcohol 70% (PIM Pharmaceutical)


2. Air suling
3. Amonia
4. Asetosal (Bayer)
5. Etanol 96% (Merck)
6. Eter (Merck)
7. FeCl 3 (Merck)
8. H2SO4 (Merck)
9. Kapas
10. Kertas saring
11. Kloroform (Merck)
12. Metanol (Merck)
13. Natrium karboksil metil selulosa
14. Natrium klorida 0,9% (Merck)
15. Natrium sitrat
16. Penginduksi ADP (Adenosine 5-diphosphate) Sigma-Aldrich
17. Pereaksi Dragendrof
18. Pereaksi Meyer
19. Pereaksi Wagner
20. Simplisia belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L)
20. Simplisia herba pegagan (Centella asiatica)

3.2 Alur penelitian


54

Alur penelitian adalah suatu rangkaian kegiatan yang sistematis untuk

mengetahui suatu hasil penelitian. Kegiatan ini dimulai dari perencanaan untuk

melakukan setiap tahap-tahap dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Kelompo O
k
B
I
Kelompok S
II
E
Kelompok
Kriteria R
Tikus Randomisas III
Inklusi dan
eksklusi i
V
Kelompok
IV A
A B C
Kelompok S

V I
Hari D E

-14 0 15 30 45

Gambar 3.1 Tahap-tahap Penelitian

Keterangan :

A = Tikus diadaptasikan selama 14 hari.

B = Pemilihan tikus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

C = Pada hari ke 0 tikus ditimbang berat badan, diukur kadar kolesterol, waktu

perdarahan dan penurunan serapan plasma awal. kemudian dirandomisasi ke

dalam 5 kelompok, yaitu kelompok I, II, III, IV, dan V.

D = Setiap kelompok diberikan perlakuan sebagai berikut :


55

1. Kelompok 1, mulai hari ke-0 diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 14

hari, kemudian diberikan larutan Na CMC 0,5% secara oral dan diukur pada

hari ke-30 (hari ke-15 setelah perlakuan) dan hari ke-45 (hari ke-30 setelah

perlakuan)
2. Kelompok 2, mulai hari ke-0 diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 14

hari, kemudian diberikan larutan suspensi asetosal 7,2 mg/kg BB secara oral

dan diukur pada hari ke-30 (hari ke-15 setelah perlakuan) dan hari ke-45

(hari ke-30 setelah perlakuan)


3. Kelompok 3, mulai hari ke-0 diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 14

hari, kemudian diberikan ekstrak herba pegagan 25% (37,5 mg/kg BB) dan

ekstrak daun belimbing wuluh 75% (112,5 mg/kg BB), secara oral dan diukur

pada hari ke-30 (hari ke-15 setelah perlakuan) dan hari ke-45 (hari ke-30

setelah perlakuan)
4. Kelompok 4, mulai hari ke-0 diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 14

hari, kemudian diberikan ekstrak herba pegagan 50% (75 mg/kg BB) dan

belimbing wuluh 50% (75 mg/kg BB) secara oral dan diukur pada hari ke-30

(hari ke-15 setelah perlakuan) dan hari ke-45 (hari ke-30 setelah perlakuan)
5. Kelompok 5, mulai hari ke-0 diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 14

hari, kemudian diberikan ekstrak herba pegagan 75% (112,5 mg/kg BB) dan

ekstrak daun belimbing wuluh 25% (37,5 mg/kg BB) secara oral dan diukur

pada hari ke-30 (hari ke-15 setelah perlakuan) dan hari ke-45 (hari ke-30

setelah perlakuan)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia-Farmakognosi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA-PM) dan Laboratorium Kimia Farmasi Prodi Farmasi

FMIPA Universitas Tadulako, pada bulan Januari – Februari 2015.


56

3.4 Tahap Penyiapan Bahan Uji


Ada beberapa cara penyiapan bahan uji antara lain yaitu :
3.4.1 Pengumpulan Bahan

Bahan yang digunakan adalah simplisia belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi.

L). dan simplisia herba pegagan (Centella asiatica) yang diperoleh dari UPT

MATERIA MEDIKA Dinas Kesehatan Jawa timur, Kota Batu Malang.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi. L) dan herba pegagan (Centella asiatica) sebanyak 500 gram diekstraksi

dengan pelarut etanol masing- masing menggunakan sebanyak 2,75 liter belimbing

wuluh, 2,75 liter herba pegagan dimaserasi selama 3 hari. kemudian bobot ekstrak

kental daun belimbing wuluh yang didapat yaitu 40 gram dan bobot ekstrak kental

pegagan 60 gram. Sampel dimaserasi dengan etanol 96% sebanyak 2 L dalam wadah

maserasi selama 3 x 24 jam sambil sesekali diaduk. Dipisahkan hasil maserasi dengan

penyaringan menggunakan kapas. Filtrat diuapkan dengan rotavapor untuk

memisahkan ekstrak dengan pelarut kemudian dipekatkan di atas penangas air hingga

diperoleh ekstrak kental sebanyak 40 g.

3.5 Tahap Uji Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan

kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karena pada tahap ini kita bisa mengetahui

golongan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan yang sedang kita teliti.

Tahapan uji antara lain yaitu :

1. Uji Alkaloid
57

Ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan masing-masing sebanyak 0,1 g

ekstrak ditambahkan dengan 5 ml kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform

dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam dibagi menjadi 3

tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan

Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi

Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf dan endapan coklat pada pereaksi

Wagner.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan masing-masing sebanyak 0,1 g

ekstrak ditambahkan metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya

ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah menunjukkan

adanya senyawa flavonoid.

3. Uji Saponin

Ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan masing-masing sebanyak 0,1 g

ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian

dikocok selama 5 menit, busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap

stabil setelah didiamkan selama 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin

didalam ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan.

4. Uji Tanin

Ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan masing-masing sebanyak 0,1 g

ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest dan dididihkan selama 5 menit. Kemudian

disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1 % (b/v). warna biru tua

atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa tannin.

3.5.1 Pembuatan Suspensi Na CMC 0,5%


58

Sebanyak 0,5 g Na CMC ditaburkan dalam mortir yang berisi 10 ml akuades

yang telah dipanaskan, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang

transparan, lalu dicampur sampai homogen. Suspensi CMC dipindahkan ke dalam

labu ukur 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.

3.5.2 Pembuatan Suspensi Asetosal

Menimbang 10 tablet asetosal 80 mg kemudian digerus didalam mortir, lalu

ditimbang sebanyak 0,207 gram dicampurkan ke dalam suspensi Na CMC 0,5%

hingga homogen, suspensi asetosal dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml.

Volumenya dicukupkan hingga 100 ml.

3.5.3 Pembuatan Pakan Kolestrol

Pakan kolesterol dibuat dari pakan (80%), lemak kambing (15%), dan kuning

telur bebek (5%). Kuning telur dikeringkan dalam oven 700C selama ± 24 jam dan

digerus hingga halus. Jumlah pakan harian baik pakan kolestrol maupun pakan

standar yang diberikan adalah 20 g/ekor/hari dan air minum yang diberikan secara

ad libitum.26

3.6 Penyiapan Hewan Uji

Hewan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar

jantan dewasa usia 3-4 bulan dengan kondisi tubuh yang sehat, bobot badan

normal adalah 150-200 gram. dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :
a. Berumur ±3-4 bulan
b. Berat badan 150-200 gram
c. Jenis kelamin jantan
d. Warna bulu putih
e. Tikus aktif
2. Kriteria eksklusi :
a. Cacat fisik
b. Tikus sakit
59

c. Tikus yang mengalami penurunan fisik


d. Berat badan tikus menurun hingga kurang dari 150 gram
e. Tikus mati selama penelitian berlangsung.27

3.6.1 Pengujian Efektivitas Antiagregasi Platelet Kombinasi Ekstrak Daun


Belimbing Wuluh Dan Herba Pegagan Pada Tikus Hiperkolesterolemia

Sebelum mendapatkan perlakuan tikus diadaptasikan selama 1 minggu untuk

menyeragamkan cara hidup dan makanannya agar tidak stres. Pada pengujian ini,

hewan uji yang digunakan sebanyak 20 ekor yang dibagi sesuai kelompok perlakuan

yang diberikan. Sebelumnya hewan uji dipuasakan selama 16 jam dan ditimbang

bobot badannya. Sebelum diberikan perlakuan pada tikus terlebih dahulu dilakukan

pengukuran kadar kolesterol, waktu perdarahan, dan penurunan serapan plasma.

Untuk memperoleh kondisi hiperkolesterolemia tikus diinduksi pakan kolesterol

tinggi selama 14 hari. Setelah diberi perlakuan pada hari ke-14 dilakukan kembali

pengukuran kadar kolesterol, waktu perdarahan, dan penurunan serapan plasma.

Setelah itu tikus putih jantan dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri atas 4

ekor tikus putih. Pada kelompok 1 merupakan kontrol positif yang diberi pembanding

suspensi asetosal dengan dosis 50 mg/kg BB, pada kelompok II merupakan kontrol

negatif Na CMC 0,5%, sedangkan pada kelompok III, IV, dan V masing-masing

tikus putih diberikan kombinasi ekstrak etanol daun belimbing dan herba pegagan

dalam bentuk suspensi secara oral seperti yang tertera pada (Tabel 3.1). Setelah

diberi perlakuan pada hari ke-15 dan hari ke-30, dilakukan kembali pengukuran kadar

kolesterol, waktu perdarahan, dan penurunan serapan plasma.

3.6.2 Pembuatan Suspensi Belimbing Wuluh dan Herba Pegagan

Dibuat kombinasi ekstrak bahan uji dengan tiga variasi kombinasi seperti di

tunjukan Tabel 3.1 dibawah ini:


60

Tabel 3.2 Kombinasi ekstrak belimbing wuluh dan herba pegagan

Kombinasi ekstrak Pegagan (%) Belimbing Wuluh (%)


1 25 75
2 50 50
3 75 25
Masing masing kombinasi ekstrak disuspensikan dalam Na CMC 0,5% b/v.

3.6.3 Perlakuan Pada Hewan Uji

Penelitian menggunakan 5 kelompok dosis perlakuan yaitu kelompok kontrol

positif yang diberikan suspensi asetosal 50 mg/kg BB, kelompok kontrol negatif yaitu

kelompok yang diberikan suspensi Na CMC 0,5%, dan 3 kelompok perlakuan dosis

kombinasi sesuai yang tertera pada Tabel 3.1. Perlakuan diberikan setiap secara oral

selama 30 hari. Pengambilan data dilakukan pada hari ke 0, 15, dan 30.

Pengujian antiagregasi platetet kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan

herba pegagan meliputi tiga paramater. Adapun parameter yang diamati yaitu:

1. Pengukuran Waktu Perdarahan


Waktu perdarahan adalah interval waktu antara timbulnya tetes pertama darah

hingga darah berhenti mengalir, uji ini untuk melihat aktivitas platelet. Cara yang

dilakukan adalah ujung ekor tikus putih dibersihkan dengan alkohol 70%, lalu ekor

tikus putih dilukai secara melintang dengan pisau pemotong yang diberi pembatas

pada jarak 2 cm dari ujung ekor, sepanjang 2 mm dan sedalam 1 mm, darah yang

keluar diserap dengan kertas penyerap dengan interval waktu 1 detik.


2. Pengukuran Penurunan Serapan Plasma

Darah tikus sebanyak 900 µL dicampur dengan natrium sitrat 3,18% dan

disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm, pada suhu 37 0C selama 15 menit. Plasma

darah diambil sebanyak 250 µL lalu ditambahkan 2 ml NaCl 0,9%. Serapan plasma

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 600 nm. Serapan plasma diukur
61

kembali setelah penambahan 30 µL ADP 5 µM sebagai penginduksi agregasi platelet

dan inkubasi selama 20 menit dalam inkubator, kemudian dikocok pada suhu 370C.

Penurunan serapan plasma dihitung dengan menghitung selisih serapan plasma

sebelum dan setelah pemberian larutan penginduksi.

3. Pengukuran Kadar Kolesterol

Kadar kolesterol darah tikus putih jantan dilakukan pengukuran sebelum

diinduksi pakan tinggi kolesterol, sebelum pemberian kombinasi ekstrak etanol daun

belimbing wuluh (Averrhoa bolombi L.) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella

asiatica) yang dibandingkan dengan pengukuran kadar kolesterol darah tikus putih

jantan setelah diinduksi pakan kolesterol, dan dilakukan kembali pengukuran setelah

pemberian kombinasi ekstrak atanol daun belimbing wuluh dan herba pegagan.

Pengukuran dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar kolesterol tikus putih.

3.7 Analisis Data

Untuk mengetahui adanya efektivitas antiagregasi platelet kombinasi ekstrak

etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L) dan herba pegagan (Centella

asiatica) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) hiperkolesterolemia jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan suspensi Na

CMC 0,5% dan control positif yang diberikan suspensi asetosal maka dapat diketahui

dengan menganalisis secara statistik kadar kolesterol, waktu perdarahan dan serapan

plasma pada awal perlakuan, setelah induksi pakan kolesterol dan setelah perlakuan

hari ke-15 dan hari ke-30 dengan metode Anova dua arah (Two way Anova).

Pengolahan data dilakukan menggunakan program software SPSS 21.


62

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol daun

belimbing wuluh dan herba pegagan sebagai antiagregasi platelet terhadap tikus putih

jantan yang hiperkolesterolemia.

4.1.1 Hasil Determinasi

Determinasi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk memastikan

bahwa bahan uji yang digunakan yaitu daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L)

dan herba pegagan (Centella asiatica). Determinasi dilakukan oleh UPT MATERIA

MEDICA Kota Batu, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Hasil determinasi

masing-masing tanaman menunjukkan bahwa benar-benar daun belimbing wuluh dan

herba pegagan yang digunakan adalah (Averrhoa bilimbi. L) suku Oxalidaceae dan

(Centella asiatica) suku Umbelliferae. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran

1.

4.1.2 Hasil Ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etanol 96%.
63

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia daun belimbing wuluh dan herba pegagan

diekstraksi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2,75 liter dan dimaserasi selama 3

hari. Bobot ekstrak kental daun belimbing wuluh yang diperoleh yaitu 40 gram dan

bobot ekstrak kental pegagan sebesar 60 gram. Persentase ekstrak etanol daun

belimbing wuluh yang diperoleh yaitu 8% dan untuk ekstrak etanol herba pegagan

sebesar 12%

4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia

Pengujian penapisan fitokimia pada ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi . L) dan herba pegagan (Centella asiatica) dilakukan untuk mengetahui

golongan senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Hasil uji

fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh

No Senyawa Pereaksi Hasil Keterangan


bioaktif
1 Alkaloid - Pereaksi - Terbentuknya Positif
Mayer endapan putih.
- Terbentiknya Positif
- Pereaksi endapan merah.
Dragendrof
- Terbentuknya Positif
- Pereaksi endapan coklat
Wagner
2 Flavonoid - Penambaha Terbentunya warna merah Positif
n H2SO4
3 Saponin - Tes pembentukan - Adanya busa yang Positif
busa terbentuk setinggi
kurang lebih 1 cm dan
tetap stabil selam 5
menit setelah dilakukan
pengocokan yang kuat.
4 Tanin - Diberikan - Terbentuknya Positif
larutan NaCl warna biru tua atau hijau
dan FeCl3 kehitaman
64

Tabel 4.2 Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Pegagan

No Senyawa Pereaksi Hasil Keterangan


bioaktif
1 Alkaloid - Pereaksi - Terbentuknya Positif
Mayer endapan putih.
- Terbentiknya Positif
- Pereaksi endapan merah.
Dragendrof
- Terbentuknya Positif
- Pereaksi endapan coklat
Wagner
2 Flavonoid - Penambaha - Terbentunya Positif
n H2SO4 warna merah
3 Saponin - Tes - Adanya busa yang Positif
pembentukan terbentuk setinggi
busa kurang lebih 1 cm dan
tetap stabil
4 Tanin - Diberikan - Terbentuknya Positif
larutan NaCl warna biru tua atau hijau
dan FeCl3 kehitaman
Ket : positif : (terdeteksi adanya senyawa yang diuji)

4.2 Hasil Uji Efektivitas Antiagregasi Platelet Kombinasi Ekstrak Belimbing


Wuluh dan Herba Pegagan

Pada penelitian ini terdapat tiga parameter yang diamati yaitu waktu

perdarahan, kadar kolesterol dan pengukuran serapan plasma. Hasil pengukuran

waktu perdarahan, penurunan serapan plasma dan pengukuran kadar kolestrol dapat

dilihat pada Tabel 4.3, Tabel 4.4, dan Tabel 4.5 berikut ini:

4.2.1 Hasil Pengukuran Waktu Perdarahan

Waktu perdarahan adalah interval waktu mulai timbulnya tetes darah dari

pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh

darah. Penghentian pembuluh darah ini disebabkan terbentuknya plak atau agregrat-

agregat didinding pembuluh darah yang menutupi celah pembuluh darah yang rusak

menyebabkan terjadinga agregasi platelet.


65

Waktu perdarahan diamati untuk melihat pengaruh bahan uji terhadap proses

pembentukan sumbat hemostatis sementara, yaitu proses hemostatis fase platelet.

Waktu dari mulai terjadinya luka sampai terbentuknya sumbat hemostatis sementara

pada darah yang luka disebut waktu perdarahan. Adanya efek ditunjukkan oleh waktu

perdarahan yang semakin panjang setelah pemberian bahan uji. Hasil uji antiagregasi

platelet dengan menggunakan metode waktu perdarahan dapat dilihat pada Tabel 4.3

dan grafik pada Gambar 4.1

Tabel 4.3 Waktu Perdarahan Tikus Pada Pengujian Efek Antiagregasi Platelet

No Kelompok Tikus Hari ke- 0 Setelah Hari ke- 15 Hari ke- 30


diinduksi

1 1 33,56 48,07 59,07 60,32

2 36,63 50,07 60,41 60,48


Kontrol positif
3 37,15 39,21 60,12 60,40
asetosal
4 40,03 42,18 60,03 60,51

Rata-rata±SD 36,84±2,65 44,88±5,05 59,90±0,50 60,42±1,86

2 1 41,53 46,12 56,00 55,30

2 42,08 53,18 55,21 52,29


Kontrol negative
3 37,63 51,07 51,09 57,12
(Na CMC 0,5%)
4 43,07 49,09 52,03 58,11

Rata-rata±SD 41,07±2,38 49,86±3,00 53,58±2,38 55,70±2,55

3 1 42,08 45,15 58,23 60,12

Herba Pegagan 2 37,75 41,07 52,18 60,32

25 mg/kg BB + 3 47,05 52,08 60,21 60,22


Belimbing wuluh
4 35,21 40,25 55,20 60,48
75 mg/kg BB
Rata-rata±SD 40,52±5,19 44,63±5,40 46,5±3,51 60,25±0,15

4 1 41,53 46,17 60,06 60,22

Herba pegagan 2 40,50 48,21 50,32 60,12

50 mg/kg BB + 3 43,09 49,28 60,21 60,48

Belimbing wuluh 4 45,05 51,07 60,32 60,32


66

50 mg/kg BB Rata-rata±SD 42,54±1,98 48,68±2,04 57,72±4,93 60,28±0,15

5 1 45,07 52,09 59,21 120,05


Herba Pegagan
2 47,05 53,09 60,23 120,03
75 mg/kg BB +
3 48,65 57,47 60,48 120,4
Belimbing Wuluh
4 39,21 48,12 60,53 120,12
25 mg/kg BB
Rata-rata±SD 44,99±4,12 52,69±3,84 60,11±0,61 120,06±0,04

Sumber : Data primer, 2015

Gambar 4.1 menunjukkan profil peningkatan waktu perdarahan tikus pada

berbagai kelompok perlakuan. Profil waktu perdarahan tikus yang diberi asetosal dan

ekstrak etanol herba pegagan dan daun belimbing wuluh menunjukkan peningkatan

pada setiap pengukurannya.

Gambar 4.1 Grafik Profil Waktu Pendarahan Darah Tikus

Keterangan :
Hari ke-0 : Waktu perdarahan darah awal
Hari setelah diinduksi : Waktu perdarahan darah setelah diinduksi pakan kolesterol
Hari ke-15 : Waktu perdarahan darah pada hari ke-15
Hari ke-30 : Waktu perdarahan darah pada hari ke-30

4.2.2 Hasil Pengukuran Penurunan Serapan Plasma

Hasil pengukuran penurunan serapan plasma dapat dilihat dari perubahan nilai

absorbansi serapan plasma sebelum dan sesudah ditambahkan ADP yang diukur

secara turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm. Data hasil pengukuran
67

penurunan serapan plasma sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 4.4 penurunan serapan plasma tikus pada pengujian efek antiagregasi

platelet dan grafik pada Gambar 4.2 melihat profil penuruanan serapan plasma pada

tikus putih.

Gambar 4.2 menunjukkan penurunan serapan plasma tikus pada berbagai

kelompok perlakuan. Profil penurunan serapan plasma tikus yang diberi asetosal dan

ekstrak etanol herba pegagan dan daun belimbing wuluh menunjukkan peningkatan

pada setiap pengukurannya.

Tabel 4.4 Penurunan Serapan Plasma Tikus Pada Pengujian Efek Antiagregasi
Platelet

No Kelompok Tikus Hari ke- Setelah Hari ke- Hari ke-


0 Diinduksi 15 30

1 1 0,026 0,020 0,006 0,006

2 0,043 0,032 0,007 0,007


Kontrol positif
3 0,034 0,041 0,004 0,006
Asetosal
4 0,021 0,028 0,008 0,007

Rata-rata±SD 0,250±0,066 0,302±0,087 0,062±0,017 0,065±0,005

2 1 0,037 0,033 0,016 0,019

2 0,017 0,042 0,019 0,011


Kontrol negatif
3 0,028 0,034 0,015 0,017
(Na CMC 0,5%)
4 0,039 0,029 0,013 0,035

Rata-rata±SD 0,302±0,100 0,345±0,054 0,157±0,025 0,205±0,102

3 1 0,032 0,029 0,010 0,004


Herba pegagan
2 0,038 0,033 0,017 0,001
25 mg/kg BB +
3 0,029 0,034 0,013 0,002
Belimbing wuluh
4 0,023 0,040 0,015 0,010
75 mg/kg BB
Rata-rata±SD 0,277±0,089 0,340±0,045 0,0138±0,029 0,042±0,040

4 1 0,020 0,024 0,009 0,005


Herba Pegagan
68

2 0,021 0,020 0,006 0,001


50 mg/kg BB +
3 0,020 0,033 0,011 0,002
Belimbing wuluh
4 0,021 0,027 0,012 0,005
50 mg/kg BB
Rata-rata±SD 0,192±0,022 0,260±0,087 0,0095±0,026 0,032±0,020

5 1 0,029 0,041 0,008 0,007


Herba Pegagan
2 0,028 0,027 0,022 0,002
75 mg/kg BB +
3 0,027 0,031 0,012 0,002
Belimbing wuluh
4 0,031 0,026 0,014 0,009
25 mg/kg BB
Rata-rata±SD 0,435±0,176 0,312±0,068 0,014±0,058 0,050±0,035

Sumber : Data primer, 2015

Gambar 4.2 Grafik Profil Penurunan Serapan Plasma Darah Tikus

Keterangan :
Hari ke-0 : Penurunan serapan plasma darah awal
Hari setelah diinduksi : Penurunan serapan plasma darah setelah diinduksi pakan
kolesterol
Hari ke-15 : Penurunan serapan plasma darah pada hari ke-15
Hari ke-30 : Penurunan serapan plasma darah pada hari ke-30

4.2.3 Hasil Pengukuran Kadar Kolesetrol

Hasil pengukuran kadar kolestrol darah tikus sebelum diinduksi pakan

kolesterol, sesudah diinduksi pakan kolesterol dan sesudah pemberian esktrak

kombinasi herba pegagan (Centella asiatica) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi.

L) dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan grafik pada Gambar 4.3.
69

Hasil pengukuran kadar kolestrol darah tikus putih jantan yang diinduksi

dengan pakan tinggi kolestrol sebelum pemberian kombinasi esktrak daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan herba pegagan (Centella asiatica) yang

dibandingkan dengan kadar kolestrol darah tikus putih jantan setelah pemberian

ekstrak kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan herba pegagan maka diperoleh

rata-rata penurunan kadar kolestrol darah setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar

4.3

Tabel 4.5 Kadar Kolesterol Darah Tikus Pada Pengujian Efek Antiagegasi
Platelet
No Kelompok Tikus Hari ke- 0 Setelah Hari ke- 15 Hari ke- 30
diinduksi
1 1 126 216 130 126
2 136 219 136 131
Kontrol positif
3 136 224 143 136
Asetosal
4 120 219 136 133
Rata-rata±SD 129,50±7,895 219,50±3,317 136,25±5,315 131,50±4,203
2 1 143 270 182 166
2 130 239 178 163

Kontrol negatif 3 138 243 167 151


(Na CMC 0,5%) 4 145 204 176 155
Rata-rata±SD 139,00±6,683 239,00±27,092 175,75±6,344 158,75±6,946
3 1 160 222 148 139
Herba pegagan 2 154 232 139 137
25 mg/kg BB + 3 162 251 147 120
Belimbing wuluh 4 170 209 138 135
75 mg/kg BB Rata-rata±SD 161,50±6,608 228,50±17,711 143,00±5,228 132,75±8,655

4 1 139 205 145 109


Herba pegagan 2 156 213 133 125
50 mg/kg BB + 3 143 215 143 123
Belimbing wuluh 4 137 211 144 136
50 mg/kg BB Rata-rata±SD 143,75±8,539 211,00±4,320 141,25±5,560 123,25±11,087
5 1 163 203 143 134
Herba pegagan 2 141 236 144 138
75 mg/kg BB + 3 141 219 136 131
Belimbing wuluh 4 136 219 146 136
25 mg/kg BB Rata-rata±SD 145,25±12,066 219,25±13,475 142,25±4,349 134,75±2,986

Sumber : Data primer, 2015


70

Gambar 4.3 Grafik Profil Penurunan Kadar Kolesterol Darah Tikus

Keterangan :
Hari ke- 0 : Kadar kolesterol darah awal
Hari setelah diinduksi: Kadar kolesterol darah setelah diinduksi pakan kolesterol
Hari ke- 15 : Kadar kolesterol darah pada hari ke-15
Hari ke- 30 : Kadar kolesterol darah pada hari ke-30

4.2.4 Uji Analisis Anova Dua Arah (Two Way Anova)

Dilakukan uji analisis Anova dua arah untuk mengetahui apakah ada

perbedaan signifikan antara kombinasi dosis ekstrak yang digunakan, kontrol Na

CMC 0,5% dan pembanding aspirin dilihat dari waktu perdarahan, kadar kolesterol

dan serapan plasma pada awal perlakuan, setelah induksi pakan kolesterol, setelah

perlakuan hari ke-15 dan hari ke-30. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6

sampai dengan Tabel 4.14.

a. Hasil Statistik Antar Perlakuan Untuk Waktu Perdarahan

Tabel 4.6 Data Statistik Antar Perlakuan Untuk Waktu Perdarahan

Source Type III Sum of Df Mean F Sig.


Squares Square
71

Corrected Model 22647.973a 19 1191.999 116.821 .000


Intercept 238985.546 1 238985.546 23421.560 .000
Kelompok_perlakuan 4484.804 4 1121.201 109.882 .000
Waktu_perlakuan 10181.409 3 3393.803 332.607 .000
Kelompok_perlakuan 7981.760 12 665.147 65.187 .000
*waktu_pengamatan
Error 612.219 60 10.204
Total 292245.738 80
Corrected Total 23260.192 79

Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan

yang diberikan pada tikus. Begitu juga dengan waktu pengamatan adanya perbedaan

yang bermakna serta adanya interaksi antara kelompok perlakuan dengan waktu

pengamatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi

kelompok perlakuan, waktu pengamatan dan interaksi kelompok perlakuan dengan

waktu pengamatan yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut

dengan Duncan. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Tabel 4.7 Hasil Uji Lanjut Duncan Waktu Perdarahan Terhadap Kelompok
Perlakuan
Duncan
a.b
Kelompok_perlakuan N Subset
1 2 3
Kontrol negative 16 50.0575
Kntrol positif 16 50.3275
Kombinasi dosis 1 16 50.4750
Kombinasi dosis 2 16 52.9344
Kombinasi dosis 3 16 69.4875
sig 731 1.000

Tabel 4.8 Hasil Uji Lanjut Duncan Waktu Perdarahan Terhadap Waktu
Perlakuan
Duncan
Waktu_pengamatan N Subset
1 2 3 4
72

Hari ke-0 20 41.0460


Hari setelah induksi 20 48.6520
Hari ke-15 20 57.5570
Hari ke- 30 20 71.3705
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

b. Hasil Statistik Antar Perlakuan Untuk Penurunan Serapan Plasma

Tabel 4.9 Data Statistik Antar Perlakuan Untuk Penurunan Serapan Plasma
Source Type III Df Mean F Sig.
Sum of Square
Squares
Corrected Model .010a 19 .001 15.699 .000
Intercept .031 1 .031 954.612 .000
Kelompok_perlakuan .001 4 .000 7.119 .000
Waktu_perlakuan .008 3 .003 83.692 .000
Kelompok_perlakuan* 1.717 .086
waktu_pengamatan .001 12 5.506E-5
Error .002 59 3.206E-5
Total .043 79
Corrected Total .011 78

Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antarar

perlakuan yang diberikan pada tikus. Begitu juga dengan waktu pengamatan adanya

perbedaan yang bermakna serta adanya interaksi antara kelompok perlakuan dengan

waktu pengamatan.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi kelompok

perlakuan, waktu pengamatan dan interaksi kelompok perlakuan dengan waktu

pengamatan yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut dengan

Duncan. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan 4.11.

Tabel 4.10 Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Serapan Plasma Terhadap
Kelompok Perlakuan
Duncan
a.b
Kelompok_perlakuan N Subset
1 2 3
73

Kombinasi dosis 2 16 .01481


Kntrol positif 16 .01850 .01850
Kombinasi dosis 3 15 .02047
Kombinasi dosis 1 16 .02062
Kontrol negatif 16 .02525
sig .072 .326 1.000

Tabel 4.11 Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Serapan Plasma Terhadap
Waktu Pengamatan
Duncan
Waktu_pengamatan N Subset
1 2 3 4
Hari ke-30 19 .00784
Hari ke-15 20 .01185
Hari ke-0 20 57.5570 .02820
Hari setelah induksi 20 .03120
Sig. 1.000 1.000 1.000 .101

c. Hasil Statistik Antar Perlakuan Untuk Penurunan Kadar Kolesterol

Tabel 4.12 Data Statistik Antar Perlakuan Penurunan Kadar Kolesterol


Source Type III Sum Df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 110388.138a 19 5809.902 56.781 .000
Intercept 2119981.612 1 2119981.612 20718.964 .000
Kelompok_perlakuan 6271.075 4 1567.769 15.322 .000
Waktu_perlakuan 99499.837 3 33166.612 324.143 .000
Kelompok_perlakuan 4617.225 12 384.769 3.760 .086
*waktu_pengamatan
Error 6139.250 60 102.321
Total 2236509.000 80
Corrected Total 116527.388 79

Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan

yang diberikan pada tikus. Begitu juga dengan waktu pengamatan adanya perbedaan

yang bermakna serta adanya interaksi antara kelompok perlakuan dengan waktu
74

pengamatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi

kelompok perlakuan, waktu pengamatan dan interaksi kelompok perlakuan dengan

waktu pengamatan yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut

dengan Duncan. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan 4.14.

Tabel 4.13 Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Kadar Kolesterol Terhadap
Kelompok Perlakuan
Duncan
a.b
Kelompok_perlakuan N Subset

1 2 3

Kontrol positif 16 154.1875


Kombinasi dosis 2 16 154.8125
Kombinasi dosis 3 16 160.3750 160.3750
Kombinasi dosis 1 16 166.4375
Kontrol negatif 16 178.1250
sig .107 .095 1.000

Tabel 4.14 Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Kadar Kolesterol Terhadap
Waktu Pengamatan
Duncan
a.b
Kelompok_perlakuan N Subset

1 2 3

Hari ke-30 20 136.2000


Hari ke-0 20 143.8000
Hari ke-15 20 147.7000
Hari setelah induksi 20 223.4500
sig 1.000 .228 1.000

4.3 Pembahasan

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi. L) dan herba pegagan (Cantella asiatica). Metode ekstraksi yang
75

digunakan adalah maserasi karena cara pengerjaan, dan peralatannya sederhana,

hanya dibutuhkan bejana perendam tanpa pemanasan, dan tidak banyak energi yang

diperlukan. Pelarut yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah etanol 96%,

karena etanol 96% dapat melarutkan sebagian besar kandungan kimia pada ektrak

daun belimbing wuluh dan herba pegagan serta memiliki beberapa kelebihan yaitu

tidak beracun, memiliki titik didih yang rendah, dan aman.

Metode meserasi dipilih sebagai metode dalam ekstraksi karena adanya sifat

daun yang lunak dan mudah mengembang dalam cairan pengekstraksi. Selain itu,

meserasi merupakan cara penyarian yang sederhana karena cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif.

Zat aktif ini akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

didalam dengan diluar sel menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dengan diluar sel. Cairan penyari

yang digunakan dalam proses meserasi ini adalah etanol 96%. Etanol

dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena: lebih selektif, kapang sulit tumbuh

dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat

bercampur dengan air dalam segala perbandingan dan zat pengganggu yang larut

terbatas. Pelarut etanol dipilih sebagai cairan penyari karena senyawa yang akan

diekstraksi adalah senyawa fenolik. Ekstraksi senyawa fenolik dari jaringan

tumbuhan dalam bentuk glikosida menggunakan pelarut etanol pada suhu kamar

dengan cara maserasi.

Penapisan fitokimia secara kualitatif dilakukan sebagai uji awal untuk

mengetahui keberadaan senyawa-senyawa bioaktif yang memberikan khasiat atau

efek biologis yaitu senyawa metabolit sekunder yang diharapkan dapat berperan
76

sebagai antiplatelet dan untuk pengobatan hiperkolesterolemia. Pengujian pada

ekstrak daun belimbing wuluh menunjukkan hasil positif terhadap alkaloid,

flavonoid, saponin dan tanin.

Pada penelitian ini ada tiga parameter yang digunakan untuk membuktikan

adanya aktivitas antiagregasi platelet kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan

herba pegagan, yaitu waktu perdarahan, penurunan serapan plasma, dan kadar

kolesterol sebelum dan sesudah pemberian pakan kolestrol yang diukur pada awal

penelitian, setelah induksi pakan kolesterol, setelah perlakuan hari ke-15 dan ke-30.

Penelitian ini menggunakan variasi kombinasi dosis ekstrak daun belimbing wuluh

150 mg/kg BB dan herba pegagan 150 mg/kg BB dengan kombinasi I, herba

pegagan 25% (37,5 mg/kg BB): belimbing wuluh 75% (112,5 mg/kg BB), kombinasi

II herba pegagan 50% (75 mg/kg BB): belimbing wuluh 50% (75 mg/kg BB), dan

kombinasi III herba pegagan 75% (112,5): belimbing wuluh 25% (37,5 mg/kg BB).

Pengukuran waktu perdarahan diukur dengan menggunakan stopwatch, dengan

mengukur interval waktu mulai timbulnya tetes darah dari pembuluh darah yang luka

sampai darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh darah. 1. Waktu perdarahan

diamati untuk melihat pengaruh bahan uji terhadap proses pembentukan sumbat

hemostatik sementara, yaitu proses hemostasis fase platelet. Adanya efek ditunjukkan

oleh waktu perdarahan yang semakin panjang setelah pemberian bahan uji. 2.

Sedangkan pengukuran selisih penurunan serapan plasma diukur menggunakan

spektrofotometer visibel dengan menggunakan panjang gelombang 600 nm dengan

cara melihat nilai absorbansi serapan plasma sebelum dan sesudah ditambahkan

penginduksi ADP. Setelah pemberian ADP, serapan plasma akan menurun karena

platelet-platelet dalam plasma mulai membentuk agregat kemudian mengendap


77

sehingga kekeruhan plasma berkurang. Selisih serapan plasma yang kecil

menunjukkan bahan uji memiliki efek antiagregasi platelet, dan 3. pengukuran kadar

kolestrol dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan kadar kolesterol akibat

induksi pakan kolesterol yang diberikan selama dua minggu dan adanya penurunan

kadar kolesterol setelah pemberian ekstrak .

Pada penelitian ini digunakan asetosal sebagai pembanding karena diduga

mekanisme penghambatan ekstrak etanol daun belimbing wuluh dan herba pegagan

sama dengan mekanisme penghambatan oleh asetosal. Asetosal adalah obat anti

platelet yang efektif penggunaannya pada kasus iskemik dan stroke. Namun asetosal

memiliki efek samping reaksi penggunaan obat yaitu perdarahan dan efek samping

pada saluran gastrointestinal. Efek ini muncul karena asetosal menghasilkan efek anti

platelet dengan mekanisme menghambat yang bekerja dengan menghambat

pembentukan tromboksan A2 pada jalur siklooksigenase, yang dilepaskan oleh

platelet yang saling menempel ketika diinduksi oleh ADP. Tromboksan A2

merupakan senyawa yang menginduksi agregasi platelet bersama dengan ADP,

serotonin dan PDGF. Asetosal juga mempengaruhi pembuluh darah serta

meningkatkan produksi prostaglandin.28

Berdasarkan penelitian ini pemberian asetosal dan kombinasi ekstrak daun

belimbing wuluh dan herba pegagan pada berbagai dosis selama 30 hari berturut-turut

mampu menurunkan agregasi platelet dan kadar kolesterol pada tikus jantan secara

nyata. Hal ini ditandai adanya perbedaan waktu perdarahan, selisih penurunan

serapan plasma dan penurunan kadar kolesterol darah tikus yang diukur pada hari ke

0, setelah diinduksi pakan kolesterol, hari ke 15, dan 30 setelah perlakuan.


78

Waktu perdarahan setelah diinduksi pakan kolesterol tidak memperpanjang

waktu perdarahan. Hal ini disebabkan karena waktu perdarahan dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui aktifitas platelet ketika terjadi hemostasis sementara.

Hemostasis sementara terjadi ketika terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Hal ini

dikarenakan waktu pemberian pakan kolesterol tinggi yang hanya diberikan selama 2

minggu hanya meningkatkan kadar kolesterol tetapi belum menyebabkan terjadinya

penimbunan lipid dan jaringan fibrosa pada pembuluh darah (Plak aterosklerosis)

adanya plak akan mempersempit lumen pembuluh darah dan pada kelainan

tromboemboli plak dapat lepas yang akan menyebabkan terbentuknya pembekuan

darah. Hiperkuagolasi (Memperpendek waktu koagulasi) dan agregasi platelet yang

berlebihan ( Trombus).

Pada pengukuran waktu perdarahan seperti yang terlihat pada Tabel 4.3 dan

Gambar grafik 4.1 menunjukkan adanya peningkatan waktu perdarahan tikus putih

jantan pada kelompok kontrol positif asetosal dan kelompok kombinasi dosis ekstrak

etanol herba pegagan dan belimbing wuluh sedangkan pada kelompok kontrol negatif

Na CMC 0,5% tidak menunjukkan peningkatan waktu pendarahan. Hasil analisis two

way ANOVA dan uji lanjut Duncan (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8) menunjukkan waktu

perdarahan kontrol negatif, kontrol positif dan kombinasi dosis 1 menunjukkan

perbedaan yang tidak signifikan sedangkan kombinasi dosis 2 dan 3 menunjukkan

perbedaan yang signifikan. Waktu pengamatan menunjukkan adanya perbedaaan

yang signifikan yang berarti semakin lama waktu perlakuan maka akan semakin

meningkatkan waktu perdarahan.

Parameter selanjutnya adalah penurunan serapan plasma. Pengamatan ini

bertujuan untuk melihat aktivitas sebelum dan setelah pemberian larutan ADP. ADP
79

merupakan penginduksi utama untuk agregasi platelet, perubahan bentuk ADP

menyebabkan platelet melalui pengikatan pada protein reseptor yang terdapat pada

membrane platelet. Platelet yang beraktivitas akan melepaskan isi granul yang akan

meningkatkan agregasi dengan platelet yang lain. Aktivitas platelet tersebut dapat

terlihat dari perubahan serapan plasma yang diukur secara turbidimetri pada panjang

gelombang 600 nm. Serapan awal menunjukkan keruhan plasma yang mengandung

platelet yang belum teragregasi. Setelah pemberian ADP, serapan plasma akan

menurun karena platelet-platelet dalam plasma berkurang. Afek antiagragasi platelet

akan terjadi pada kelompok yang diberi bahan uji sehingga mengakibatkan selisih

nilai serapan plasma awal dan setelah penambahan ADP menjadi kecil.

Pada hasil pengukuran selisih serapan plasma seperti yang terlihat pada Tabel

4.4 dan Gambar 4.2 terlihat bahwa kelompok kontrol yang diberi suspensi Na CMC

0,5% memiliki selisih penurunan serapan plasma yang paling besar pada setiap

pengukuran. Sedangkan pada semua variasi kombinasi dosis ekstrak yang diberikan

menunjukkan selisih penurunan serapan plasma yang kecil pada setiap pengukuran.

Hal yang sama pun terlihat kelompok asetosal. Hasil uji statistik Two way Anova dan

uji lanjut Duncan menunjukkan kelompok kontrol negatif yang diberikan Na CMC

0,5% memiliki selisih penurunan serapan plasma yang paling besar dan berbeda

signifikan dibandingkan kelompok lainnya yang menunjukkan bahwa kelompok

kontrol negatif tidak memiliki aktivitas hambatan terhadap agregasi platelet

sedangkan kelompok kontrol positif dan kelompok uji yang diberikan kombinasi

ekstrak memiliki selisih penurunan serapan plasma yang semakin kecil yang

menunjukkan adanya aktivitas hambatan agregasi platelet dimana kelompok


80

kombinasi dosis 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan kelompok

kombinasi dosis lainnya yang sebanding dengan kontrol positif asetosal.

Parameter lainnya yang diamati adalah kadar kolesterol seperti yang terlihat

pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3 Pada pengukuran hari ke-0 kadar kolesterol hewan uji

berada dalam range kadar kolesterol normal yaitu dibawah 200 mg/dL. Setelah

pemberian pakan kolesterol selama 2 minggu terjadi peningkatan kadar kolesterol

yang signifikan pada semua hewan uji dan setelah perlakuan terjadi penuruan kadar

kolesterol yang signifikan pada hari ke-15 dan ke-30. Hasil uji statistik Two way

Anova dan uji lanjut Duncan (Tabel 4.13 dan Tabel 4.14) menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol negatif dibandingkan kelompok

kontrol positif dan kelompok uji. Hal ini menunjukkan tidak terjadi penurunan kadar

kolesterol yang signifikan pada kelompok kontrol negatif sedangkan pada kelompok

kontrol positif dan kelompok uji yang diberikan ekstrak menunjukkan adanya

penurunan kadar kolesterol yang semakin signifikan hingga hari ke-30. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa komposisi

kombinasi dosis ekstrak daun belimbing wuluh dan herba pegagan yang

efektif adalah kombinasi dosis 3 dengan perbandingan ekstrak herba pegagan 75%

(112,5 mg/kg BB) dan ekstrak daun belimbing wuluh 25% (37,5 mg/kg BB)

merupakan kombinasi dosis yang efektif sebagai antigaregasi platelet terhadap hewan

uji hiperkolesterolemia. Hal ini disebabkan karena pada kombinasi 3 terdapat ekstrak

herba pegagan dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak

belimbing wuluh. Semakin besar persentase ekstrak herba pegagan maka kadar

flavonoid yang diduga berperan dalam mekanisme sebagai antiagregasi platelet

semakin besar. Hal ini sesuai literatur yang menyatakan bahwa kadar flavonoid pada
81

ekstrak herba pegagan lebih tinggi dibandingkan ekstrak daun belimbing wuluh.

Hasil penelitian oleh Mirna Lumbessy dkk, 2013 menunjukkan kandungan flavonoid

pada ekstrak herba pegagan sebesar 3816 mg/mL sedangkan pada ekstrak daun

belimbing wuluh oleh penelitian Ika T dkk, 2012 mengandung flavonoid sebesar

112,82 µg/mL. Kombinasi 1 dan 2 juga memberikan efek sebagai antiagregasi

platelet namun tidak semaksimal kombinasi 3 karena pada kombinasi 1 dan 2

persentase ekstrak daun belimbing wuluh lebih besar daripada ekstrak herba pegagan.

Ekstrak daun belimbing wuluh dan herba pegagan selain mengandung flavonoid juga

mengandung tanin yang cukup tinggi. Adanya tanin diduga menghambat absorpsi

senyawa lainnya sehingga mengurangi aktivitas senyawa lain untuk menghambat

agregasi platelet. Tanin dapat membentuk kompleks dengan ion logam dan dapat juga
29
bereaksi dengan beberapa obat sehingga menurunkan absorpsinya. Hal ini sesuai

literatur yang menyatakan bahwa kadar tanin tertinggi dimiliki oleh daun belimbing

wuluh sebesar (6%).20

Berdasarkan literatur yang ada bahwa kandungan kimia ekstrak daun

belimbing wuluh dan herba pegagan yang dapat memberikan efek anti agregasi

platelet adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan salah satu jenis

antioksidan yang dapat menghambat pelekatan, agregasi dan sekresi platelet. Hal ini

disebabkan karena flavonoid dapat menghambat metabolisme asam arakidonat oleh

enzim siklooksigenase. Enzim ini berperan dalam meningkatkan jumlah

trombosit/platelet, jika enzim siklooksigenase dapat dihambat maka jumlah platelet

akan ikut menurun sehingga dapat menghambat keping sel darah dan merangsang

produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan pembuluh darah. Selain itu berdasarkan

penelitian sebelumnya oleh Hernani dkk, 2009 hasil identifikasi senyawa kimia
82

secara GCMS menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung

senyawa paling dominan adalah dietil phtalat (turunan asam dikarboksilat) yang

struktur kimianya menyerupai asetosal sehingga memungkinkan memiliki mekanisme

kerja yang menyerupai asetosal, yang dapat menghambat respon trombosit terhadap

tromboxan A2, suatu produk arakidonat yang menyebabkan trombosit berubah

bentuk, melepas granulnya dan beragregasi.32,33 Dengan demikian bahwa kandungan

kimia ekstrak daun belimbing wuluh dan herba pegagan dapat memberikan efek

antiagregasi dan hiperkolesterolemia, karena didalam belimbing wuluh terdapat

beberapa kandungan yang dapat menurunkan kadar kolesterol salah satunya yaitu

flavonoid. Flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 yang banyak terdapat

didalam tanaman dan dalam bentuk flavon, isoflavon, antosianin, auron, leukosianin

dan kalkon. Flavonoid dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara

menurunkan penyerapan kolesterol dan asam empedu pada usus halus sehingga

menyebabkan peningkatan ekskresi lewat feses, hal ini menyebabkan sel-sel hati

dapat meningkatkan pembentukan asam empedu dari kolesterol akan menurunkan

lemak karena diubah menjadi energi. Selain itu flavonoid yang terdapat pada

tumbuhan tersebut memiliki kemampuan untuk mencegah kerusakan akibat kadar

LDL yang berlebihan. Penelitian membuktikkan bahwa flavonoid dapat menurunkan

konsentrasi LDL yang dapat berakibat penyakit jantung. Selain itu herba pegagan dan

belimbing wuluh mengandung senyawa saponin yang memberikan rasa pahit. Zat

tersebut mampu mengikat kolesterol LDL dalam darah dan mengangkutnya kembali

ke saluran pencernaan untuk diekskresikan.32.33


83

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kombinasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L) dan

ekstrak herba pegagan (Centella asiatica) memiliki aktivitas sebagai

antiagregasi platelet terhadap tikus putih (Rattus norvegicus)

hiperkolesterolemia, yang ditandai dengan waktu pendarahan yang semakin


84

lama, selisih penurunan serapan plasma yang semakin dan penurunan kadar

kolesterol.

2. Kombinasi III dengan komposisi ekstrak herba pegagan 75% (112,5 mg/kg

BB) dan belimbing wuluh 25% (37,5 mg/kg BB) lebih efektif sebagai anti

agregasi platelet pada tikus hiperkolesterolemia.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan fraksinasi dan isolasi untuk mengetahui senyawa bioaktif

yang berkhasiat sebagai antiagregasi platelet.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode induksi

koagulasi dan uji fibrinolitik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Listyawati, S. Sutarno. Fahri, C. 2005. Kadar Glukosa dan Kolesterol Total


Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Hiperglikemik setelah Pemberian
Ekstrak Metanol Akar Meniran (Phyllanthus niruri L.). Jurusan Biologi FMIPA
UNS surakarta. Februari.Jurnal.

2. Tim Redaksi Buku Murah. 2005. Khasiat Tanaman Obat. Edisi I. Penerbit
Pustaka Buku Murah. Hal 2.

3. Widyaningrum, H, Tim Solusi Alternatif. 2011. Kitab Tanaman Obat


Nusantara. Media Presindo. Jakarta. Hal 213-214.
85

4. Risah, I. 2013. Uji Aktivitas Antiagregasi Platelet Ekstrak Etanol Daun


Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi. L) Pada Mencit Jantan (Mus musculus.).
Skripsi

5. Andriani, I. 2013. Uji Aktivitas Anti Agregasi Platelet Ekstrak Etanol Daun
Pegagan (Centella asiantica) Pada Mencit Jantan (Mus musculus). Skripsi.

6. Petraningsih, Setiawan A, Sumardi. 2011. Potensi Antiplatelet Kacang Koro


(Mucuna pruriens L). Dari Fraksi Heksan Dibandingkan Dengan Aspirin Pada
Tikus Hiperkolestrolemia. Seri Kajian Ilmiah.

7. Harsa, S. M. I. Efek Pemberian Diet Tinggi Lemak Terhadap Profil Lemak


Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya. Jurnal.

8. Trisnohadi. 2006. Trombosis dan Agregasi Trombosit. Universitas Sumatra


Utara.

9. Yulinah, E. Sigit, J.I. Fitriyani, N. S. 2008. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak


Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.), Rimpang Jahe Merah (Zingiber
officinale Var. Sunti Val.) dan Kombinasi Pada Mencit Jantan Galur Swis
Webster. JKM. Pharmacon Jurnal Farmasi-ITB Volume 7. No. 2. Februari. Jurnal.

10. Widyastuti, E. N. 2013. Uji Aktifitas Antiplatelet Ekstrak Metanol Kulit


Batang CeSmpedak (Artocarpus champeden spreng). Skripsi.

11. Haryanto, S. 2009. Tanaman Obat Indonesia. PalMall. Yogyakarta.

12. Alfinda, N. K. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Airlangga University Pres.


Surabaya.

13. Khalilullah, A. S. 2011. Penggunaan Antiplatelet (Aspirin) Pada Akut Stroke


Iskemik. Jurnal.

14. Eka R,R. 2003. Proses Pembekuan Darah dan Gangguan Pembekuan Darah.
86

15. Azima, F. 2004. Aktifitas Antioksidan dan Anti-agregasi Platelet Ekstrak


Cassia Vera (Cinnamomum burmanni ex blume) Serta Potensinya Dalam
Pencegahan Aterosklerosis Pada Kelinci. Skripsi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.

16. Tjay Tan Hoan. 2007. Obat-obat Penting. Penerbit PT Elex Media
Komputindo Gramedia. Jakarta.

17. Andygian, V. 2013. Pengaruh Pemberian Jus Kulit Delima (Punica


Granatum) Terhadap Kadar Kolesterol Total Wanita Hiperkolesterolemia. Artikel
Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro Semarang.

18. Tsalisavrina, I. 2006. Pengaruh Pemberian Diet Tinggi Karbohidrat


Dibandingkan Diet Tinggi Lemak Terhadap Kadar Trigliserida dan HDL Darah
Pada Rattus norvegicus Galur Wistar. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 22 (2). Hal.
81.

19. David et al 2009. Aktivitas of Annona muricata (Linn) terhadap anti


hiperlipidemia. The jurnal internet pengobatan alternatif.2009 vol 7 nomor 1.

20. Harjana, T. 2011. Jurusan Pendidikan Biologi. Potensi Bahan – Bahan Alami
Belimbing Wuluh Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Dara. Jurusan
penddidikan Biologi FMIPA UNY.

21. Hutajulu, A. Perbedaan Kadar Kolesterol Total Ibu-Ibu Penderita


Hiperkolesterolemia Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Pegagan (Centella
Asiatica (L.) Urban) Di Desa Sukajaya Kecamatan Lembang. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Advent Indones.
22. Ning H. 2002. Mengusir kolestrol bersama mahkota dewa. Hal.12-13.

23. Tandi Joni, 2011. Toksikologi. Sistem KardioIlmu Farmasi dan pengetahuan
alam. Hal. 213-214.

24. Martini, F.H. Ober, W.C. Garrison, C.W. Welch, K. & Hutchings, R.T. (2001) :
Fundamentals of Anatomy & Physiology, 5th ed. Prentice Hall, Inc. New Jersey,
692-697.

25. Anderson, P.O. Knoben, J.E. and Troutman, W. G. 2001. Handbook of


Clinical Drug Data. 11th Ed. Mc Graw Hill. New York. p. 19-20.
87

26. Ariyani, R. 2010. Potensi Antihiperkolesterolemia Ekstrak Seduhan Potensi


Herbal Lempuyung Gajah (Zingiberzerumbel L.). Jurnal.

27. I Wayan Arya, dr. Maimun Z. A, Dr.drg. Nur Permatasari, MS. 2012. Efek
Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata) Terhadap Agregasi Platelet
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar. Jurnal Pustaka.

28. Hardman, J. (2001). Goodman & Gilman’s : The Pharmacological Basis of


Therapeutics, 10th ed. Macmillan Publ. Co. London. 669-679, 1531.

29. List, P.H., and Schmidt, P.C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, Florida,
CRC Press. p53-56.

30. Middleton, E., C. Kandaswami, and T. C. Theoharides. (2000). The Effects of


Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart
Disease, and Cancer 52: 673-751. New York. p. 128.

31. Pawar, D., S. Shahani, S. Maroli.(1998). The Novel Antiplatelet Drug HKMJ. Vol.
4. No. 4. : 415-418.

32. Hernani, dkk.(2009). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh


Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hewan Uji. J. Pascapanen, 6((1):54-
61.

33. Kurowska. 2007. Perbedaan Kadar Kolesterol Total Ibu-Ibu Penderita


Hiperkolesterolemia Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Pegagan (Centella
Asiatica (L.) Urban) Di Desa Sukajaya Kecamatan Lembang. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Advent Indones.

PERNYATAAN KEASLIAN SEKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nining

No. Stanbuk : 10 12 053

Program Studi : SI Farmasi


88

Menyatakan dengan sebenar-benaranya bahwa yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan

atau pemikiran orang. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan skripsi hasil karya orang lain, saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan tersebut.

Palu, April 2015

Yang Menyatakan

Nining

LAMPIRAN 1

HASIL DETERMINASI TANAMAN


Simplisia belimbing wuluh

Nomor : 074 / 240 / 101.8 / 2014


89

Sifat : Biasa
Perihal : Determinasi Tanaman Belimbing Wuluh

Memenuhi permohonan saudara:

Nama : NINING
NIM : 1012053
FAKULTAS : FARMASI
Perguruan Tinggi : SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI DAN PENGETAHUAN ALAM PELITA MAS
PALU

1. Perihal determinasi tanaman Belimbing Wuluh


Kerajaaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Umbillales
Famili : Umbilliferae (Apiaceae)
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi
Nama daerah : Limeng, selimeng, thilmeng(aceh); selemeng (gayo);, asom, belimbing, balimbangan(batak); malimbi
(nias), balimbieng(minagkabau); belimbing asam (melayu); balimbing (lampung); balingbing(sunda),bailimbing
wuluh(jawa), belerang(sangi)
Kunci determinasi : 1b-2b-3b-4b- 6b-7b- 9b-10b-10b-11b-12b-13b-14b-16a-239b-243b-244b-248b-249b-250b-
266b-267a-268a-269a-2b-3.
2. Morfologi : habitus: pohon, tinggi 5-10 m, batang tegak, bercabang cabang, permukaan kasar, banyak
tonjolan, hijau kotor. Daun; majemuk, menyirip, anak daun 25-45 helai, bulat telur, ujung meruncing, pangkal,
membulat,panjang 7-10 cm, lebar 1-3 cm, bertangkai pendek, ertulangan menyirip, hijau muda, hujau,. Bunga; majemuk,
bentuk malai, pada tonjolan batang dan cabang, menggantung, panjang5-20 cm , kelopak, 6mm, merah, daun mahkota
bergandengan, bentuk lanset, ungu. Buah; buni, bulat, panjang 4-6 cm, hijau kekuningan,. Biki; lanset atau sgitiga, masih
muda hijau, setelah tua kekuningan kehijauan,, akar; tunggang, coklat kehitaman,
3. Nama simplisia : daun belimbing wuluh
4. Kandungan kimia: saponin, alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid dan glikosida. Zat kimia yang terdapat dalam
pegagan antara lain asiaticosida, asiatic asid, madekasid dan madekasosid, sitosterol dan stigmasterol dari golongan steroid,
vallerin, brahmosida, brahminosida dari golongan saponin
5. Penggunaan : penelitian
6. Daftar pustaka
 Anonim. http://www.plantamor.com/beilmibing wuluh, diakses 11 desember 2010
 Anonim. http://www.tanamanobat.com/belimbing wuluh, diakses 21 Oktober 2010
 Anonim. http://www.plantamor.com/belimbing wuluh, diakses 23 Oktober 2010
 Van Steenis, CGGJ. 2008. FLORA. Pradnya Paramita, Jakarta

Demikian determinasi ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Lanjutan Lampiran 1

Simplisia herba pegagan


90

LAMPIRAN 2
SURAT KETERANGAN KESEHATAN HEWAN UJI
91

Lanjutan Lampiran 2

Surat Keterangan Persetujuan Hewan Uji


92

Lanjutan lampiran 2

Surat keterangan penelitian


93

Lanjutan lampiran 2

Data hasil pengukuran serapan plasma


94

LAMPIRAN 3
95

BAHAN UJI, BAHAN PENELITIAN, DAN HEWAN UJI YANG DIGUNAKAN

DALAM PENELITIAN

Bahan uji daun belimbing 2 Bahan uji daun pegagan


wuluh (Averrhoa bilimbi. L (Centella asiatica)

3. Hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus)

4. Proses maserasi daun belimbing wuluh dan


pegagan
Lanjutan lampiran 3
96

5. Serbuk daun PAKAN


BAHAN PEMBUATAN belimbing wuluh dan herba
KOLESTEROL pegagan
PAKAN KOLESTEROL

6. Lemak kambing 7. Telur bebek

8. Tepung terigu 9. Bama/ pakan ikan

LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN
Uji Penapisan Fitokimia
97

Uji Alkaloid Uji Saponin Uji Tanin Uji Flavonoid


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

Ekastrak kental daun belimbing Ekstrak kental herba pegagan


wuluh

Lanjutan lampiran 4
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian

Kegiatan selama penelitian


98

Pengukuran waktu perdarahan Pengambilan darah


penurunan serapan plasma

Pengukuran waktu perdarahan Pengukuran kadar kolesterol


Lanjutan lampiran 4

Pembuatan larutan uji Pembutan larutan ekstrak


aspirin dan Na CMC daun belimbing wuluh dan
herba pegagan
99

LAMPIRAN 5

Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dan Herba Pegagan
Simplisia

Ditambahkan etanol 96% lalu


dimaserasi selama 3-5 hari
sambil sesekali diaduk,
kemudian disaring

Ampas Ekstrak etanol cair

Dipekatkan
dengan rotavapor
kemudian
diuapkan

Ekstrak etanol kental


daun belimbing wuluh dan
herba pegagan
100

Tikus
Ekstrak kombinasi etanol daun
Dipilih 25 ekor hewan uji jantan,
berumur 2 – 3 bulan. belimbing wuluh dan herba pegagan

Diadaptasikan selama 7 hari.

Diberi pakan pelet dan air yang cukup.

Diseragamkan berat badan hingga 150-


200 gram. Dipuasakan selama 8 jam

Pengukuran waktu pendarahan

Penurunan serapan plasma dan

Pengukuran kadar kolesterol, sebelum


diberi perlakuan

LAMPIRAN 6
Tikus
Skema Kerja Pengukuran Waktu Pendarahan, Pengukuran Penurunan Serapan
Hiperkolesterolemia
Plasma, dan Pengukuran Kadar Kolesterol.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5


Kontrol - Kontrol + Kombinasi 1 Kombinasi 2 Kombinasi 3

Tikus Sehat

- Dilakukan kembali pengukuran setelah diinduksi


Pakan kolesterol lemak kambing dan kuning telur.
Dengan mengukur:
- waktu pendarahan
- Penurunan serapan plasma dan,
- Pengukuran kadar kolesterol.
101

Dikelompokkan

Diberi perlakuan selama 30 hari dan


dilakukan pengukuran:
- Waktu pendarahan
- Penurunan serapan plasma, dan
- Pengukuran kadar kolesterol pada hari ke
0,15, dan 30.
Data

Analisis Data Pembahasan Kesimpulan

Lampiran 7

1. Perhitungan larutan stok kombinasi ekstrak etanol daun belimbing


wuluh dan ekstrak herba pegagan
Pembuatan Stok dosis kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan herba
Pegagan 25% :75%. Kesimpulan
Stok dosis belimbing wuluh 37,5 mg/kgBB

Stok =

= = 3 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 3 mg/mL x 50 mL

= 150 mg
Stok dosis untuk herba pegagan112,5 mg/kg BB
102

Stok =

= = 9 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 9 mg/mL x 50 mL

= 450 mg

Keterangan: ditimbang ekstrak daun belimbing wuluh 150 mg dan 450 mg ekstrak
herba pegagan. Ditambahkan suspensi Na CMC 0,5% ad 50 mL.

Pembuatan Stok dosis kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan herba Pegagan
50% : 50%.

a. Stok dosis untuk Beliming Wuluh 75 mg/kg BB

Stok =

= = 6 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 6 mg/mL x 50 mL


= 300 mg
Stok dosis untuk herba pegagan75 mg/kg BB

Stok =

=
103

= = 6 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 6 mg/mL x 50 mL

= 300 mg

Keterangan: ditimbang 300 mg ekstrak daun belimbong wuluh dan 300 mg ekstrak
herba pegagn. Ditambahkan suspensi Na CMC 0,5% ad 50 ml.

Pembuatan Stok dosis kombinasi ekstrak daun belimbing wuluh dan herba Pegagan
75% : 25%.
Stok dosis untuk belimbing wuluh 112,5 mg/kg BB

Stok =

= = 9 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 9 mg/mL x 50 mL

= 450 mg
Stok dosis pegagan37,5 mg/kg BB

Stok =

= = 3 mg / mL

Untuk stok sebanyak 50 mL = 3 mg/mL x 50 mL

= 150 mg
104

Keterangan: Ditimbang 450 mg ektsrak daun belimbing wuluh dan 150 mg ekstrak
herba pegagan. Ditambahkan suspensi Na CMC 0,5% ad 50 mL.

2. Perhitungan ADP 5 µM

M =

5 x 10-6 =

5 x 10-7=

g = 2136 x 10-7

g = 2,136 x 10-4

mg = 2,136 x 10-1

mg = 0,2136

Perhitungan pengenceran

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 500 µM = 50 mL x 5 µM

V1 =

= 0,5 mL

Diambil 0,5 mL dari 500 µM ditambah Nacl 0,9% ad 50 mL.

3. Perhitungan dosis asetosal berdasarkan tabel konversi dosis

Diketahui diosis lazim asetosal 80mg-325 mg

Konversi dosis manusia yang berat badannya 70 kg ke tikus dengan berat


badan 200 gram=0,018, jadi dosis asetosal tikus adalah :

80 mg x 0,018/200 gram BB tikus = 1,44 mg/200 gram BB


105

Untuk volume pemberian asetosal :

= 0,72 mg/mL

Untuk pembuatan larutan stok asetosal 100 mL

= 0,72 mg/mL x 100 mL

= 72 mg/mL

Cara pembuatannya :

Menimbang 10 tablet asetosal 80 mg


Digerus dalam mortir, lalu ditimbang
Jadi berat serbuk untuk 10 tablet asetosal = 2,30 gram

Untuk bobot rata-rata 1 tablet =


=0,23 gram/bobot tablet

Jadi untuk pembuatan suspensi asetosal :

= 0,207 gram

Jadi untuk volume pemberian berdasarkan BB :

Untuk BB 200 gram =


106

= 2 mL

Untuk BB 200 gram =

= 2,25 mL

Untuk BB 200 gra =

= 2,5 mL

4. Perhitungan suspensi Na.CMC 0,5%

= 0,5 gram Na.CMC dalam 100 ml air suling

Untuk volume pemberian :

Untuk berat badan 200 gram =

= 5mL
107

LAMPIRAN 8

HASIL ANALISIS DATA

DATA TWO WAY ANOVA WAKTU PERDARAHAN

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: waktu_perdarahan

Source Type III Sum of Df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 22647.973a 19 1191.999 116.821 .000


Intercept 238985.546 1 238985.546 23421.560 .000
kelompok_perlakuan 4484.804 4 1121.201 109.882 .000
waktu_pengamatan 10181.409 3 3393.803 332.607 .000
kelompok_perlakuan * 7981.760 12 665.147 65.187 .000
waktu_pengamatan
Error 612.219 60 10.204
Total 262245.738 80
108

Corrected Total 23260.192 79

a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .965)

Estimated Marginal Means


2. kelompok_perlakuan
Dependent Variable: waktu_perdarahan

kelompok_perlakuan Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol positif 50.328 .799 48.730 51.925


kontrol negative 50.058 .799 48.460 51.655
kombinasi dosis 1 50.475 .799 48.878 52.072
kombinasi dosis 2 52.934 .799 51.337 54.532
kombinasi dosis 3 69.488 .799 67.890 71.085
109

Dependent Variable: waktu_perdarahan

kelompok_perlakuan waktu_pengamatan Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

hari ke-0 36.093 1.597 32.898 39.287

hari setelah induksi 44.883 1.597 41.688 48.077


kontrol positif
hari ke-15 59.908 1.597 56.713 63.102

hari ke-30 60.428 1.597 57.233 63.622


hari ke-0 41.078 1.597 37.883 44.272

hari setelah induksi 49.865 1.597 46.670 53.060


kontrol negatif
hari ke-15 53.583 1.597 50.388 56.777
hari ke-30 55.705 1.597 52.510 58.900
hari ke-0 40.523 1.597 37.328 43.717

hari setelah induksi 44.638 1.597 41.443 47.832


kombinasi dosis 1
hari ke-15 56.455 1.597 53.260 59.650
hari ke-30 60.285 1.597 57.090 63.480
hari ke-0 42.543 1.597 39.348 45.737

hari setelah induksi 51.183 1.597 47.988 54.377


kombinasi dosis 2
hari ke-15 57.728 1.597 54.533 60.922
hari ke-30 60.285 1.597 57.090 63.480
hari ke-0 44.995 1.597 41.800 48.190

hari setelah induksi 52.693 1.597 49.498 55.887


kombinasi dosis 3
hari ke-15 60.113 1.597 56.918 63.307

hari ke-30 120.150 1.597 116.955 123.345

waktu_perdarahan
a,b
Duncan

kelompok_perlakuan N Subset

1 2 3

kontrol negative 16 50.0575


kontrol positif 16 50.3275
kombinasi dosis 1 16 50.4750
kombinasi dosis 2 16 52.9344
kombinasi dosis 3 16 69.4875
Sig. .731 1.000 1.000
110

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 10.204.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.

DATA PENGUKURAN SERAPAN PLASMA

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:penurunan_serapan_plasma

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .010a 19 .001 15.699 .000


Intercept .031 1 .031 954.612 .000
kelompok_perlakuan .001 4 .000 7.119 .000
waktu_pengamatan .008 3 .003 83.692 .000
kelompok_perlakuan *
.001 12 5.506E-5 1.717 .086
waktu_pengamatan
Error .002 59 3.206E-5
Total .043 79
Corrected Total .011 78

a. R Squared = .835 (Adjusted R Squared = .782)

2. kelompok_perlakuan
Dependent Variable:penurunan_serapan_plasma

95% Confidence Interval

kelompok_perlakuan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

kontrol positif .018 .001 .016 .021


kontrol negative .025 .001 .022 .028
kombinasi dosis 1 .021 .001 .018 .023
kombinasi dosis 2 .015 .001 .012 .018
kombo\inasi dosis 3 .019 .001 .016 .022
111

3. waktu_pengamatan
Dependent Variable:penurunan_serapan_plasma

95% Confidence Interval

waktu_pengamatan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

hari ke-0 .028 .001 .026 .031


hari ke setelah induksi .031 .001 .029 .034
hari ke-15 .012 .001 .009 .014
hari ke-30 .008 .001 .005 .010

4. kelompok_perlakuan * waktu_pengamatan
Dependent Variable:penurunan_serapan_plasma

95% Confidence Interval

kelompok_perlakuan waktu_pengamatan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

kontrol positif hari ke-0 .031 .003 .025 .037

hari ke setelah induksi .030 .003 .025 .036

hari ke-15 .006 .003 .001 .012

hari ke-30 .007 .003 .001 .012


kontrol negatif hari ke-0 .030 .003 .025 .036
hari ke setelah induksi .034 .003 .029 .040
hari ke-15 .016 .003 .010 .021
hari ke-30 .021 .003 .015 .026
kombinasi dosis 1 hari ke-0 .030 .003 .025 .036
hari ke setelah induksi .034 .003 .028 .040
hari ke-15 .014 .003 .008 .019
hari ke-30 .004 .003 -.001 .010
kombinasi dosis 2 hari ke-0 .020 .003 .015 .026
hari ke setelah induksi .026 .003 .020 .032
hari ke-15 .009 .003 .004 .015
hari ke-30 .003 .003 -.002 .009
kombo\inasi dosis 3 hari ke-0 .029 .003 .023 .034

hari ke setelah induksi .031 .003 .026 .037

hari ke-15 .014 .003 .008 .020

hari ke-30 .004 .003 -.003 .010

KELOMPOK_PERLAKUAN
112

penurunan_serapan_plasma
Duncan

Subset

kelompok_perlakuan N 1 2 3

kombinasi dosis 2 16 .01481


kontrol positif 16 .01850 .01850
kombo\inasi dosis 3 15 .02047
kombinasi dosis 1 16 .02062
kontrol negative 16 .02525
Sig. .072 .326 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 3.21E-005.

WAKTU_PENGAMATAN

penurunan_serapan_plasma
Duncan

Subset

waktu_pengamatan N 1 2 3

hari ke-30 19 .00784


hari ke-15 20 .01185
hari ke-0 20 .02820
hari ke setelah induksi 20 .03120
Sig. 1.000 1.000 .101

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 3.21E-005.

DATA PENGUKURAN KADAR KOLESTEROL


113

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: kadar_kolestrol

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 110388.138a 19 5809.902 56.781 .000


Intercept 2119981.612 1 2119981.612 20718.964 .000
kelompok_perlakuan 6271.075 4 1567.769 15.322 .000
waktu_pengamatan 99499.837 3 33166.612 324.143 .000
kelompok_perlakuan * waktu_pengamatan 4617.225 12 384.769 3.760 .000
Error 6139.250 60 102.321
Total 2236509.000 80
Corrected Total 116527.388 79

a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .931)

2. kelompok_perlakuan
Dependent Variable: waktu_perdarahan

kelompok_perlakuan Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol positif 50.328 .799 48.730 51.925


kontrol negative 50.058 .799 48.460 51.655
kombinasi dosis 1 50.475 .799 48.878 52.072
kombinasi dosis 2 52.934 .799 51.337 54.532
kombinasi dosis 3 69.488 .799 67.890 71.085

3. waktu_pengamatan
Dependent Variable: waktu_perdarahan

waktu_pengamatan Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

hari ke-0 41.046 .714 39.617 42.475


hari setelah induksi 48.652 .714 47.223 50.081
hari ke-15 57.557 .714 56.128 58.986
hari ke-30 71.371 .714 69.942 72.799

4. kelompok_perlakuan * waktu_pengamatan
Dependent Variable: waktu_perdarahan

kelompok_perlakuan waktu_pengamatan Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol positif hari ke-0 36.093 1.597 32.898 39.287


114

hari setelah induksi 44.883 1.597 41.688 48.077

hari ke-15 59.908 1.597 56.713 63.102

hari ke-30 60.428 1.597 57.233 63.622


hari ke-0 41.078 1.597 37.883 44.272
hari setelah induksi 49.865 1.597 46.670 53.060
kontrol negative
hari ke-15 53.583 1.597 50.388 56.777
hari ke-30 55.705 1.597 52.510 58.900
hari ke-0 40.523 1.597 37.328 43.717
hari setelah induksi 44.638 1.597 41.443 47.832
kombinasi dosis 1
hari ke-15 56.455 1.597 53.260 59.650
hari ke-30 60.285 1.597 57.090 63.480
hari ke-0 42.543 1.597 39.348 45.737
hari setelah induksi 51.183 1.597 47.988 54.377
kombinasi dosis 2
hari ke-15 57.728 1.597 54.533 60.922
hari ke-30 60.285 1.597 57.090 63.480
hari ke-0 44.995 1.597 41.800 48.190

hari setelah induksi 52.693 1.597 49.498 55.887


kombinasi dosis 3
hari ke-15 60.113 1.597 56.918 63.307

hari ke-30 120.150 1.597 116.955 123.345


KELOMPOK_PERLAKUAN

kadar_kolestrol
a,b
Duncan

kelompok_perlakuan N Subset

1 2 3

kontrol positif 16 154.1875


kombinasi dosis 2 16 154.8125
kombinasi dosis 3 16 160.3750 160.3750
kombinasi dosis 1 16 166.4375
kontrol negative 16 178.1250
Sig. .107 .095 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 102.321.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
115

WAKTU_PENGAMATAN

kadar_kolestrol
a,b
Duncan

waktu_pengamatan N Subset

1 2 3

hari ke-30 20 136.2000


hari ke-0 20 143.8000
hari ke-15 20 147.7000
hari setelah induksi 20 223.4500
Sig. 1.000 .228 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 102.321.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.
b. Alpha = .05.

waktu_perdarahan
a,b
Duncan

waktu_pengamatan N Subset

1 2 3 4

hari ke-0 20 41.0460


hari setelah induksi 20 48.6520
hari ke-15 20 57.5570
hari ke-30 20 71.3705
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 10.204.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.

LAMPIRAN 9
ADP
116

Anda mungkin juga menyukai