Anda di halaman 1dari 34

UJI EFEK HEMOLISIS EKSTRAK DAUN KENIKIR

(Cosmos caudatus Kunth) SECARA IN VITRO

Usulan Penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :

YESZY ASTHYA LABAN

F.15.150

Kepada

PROGRAM STUDI DIPLOMA-III FARMASI


AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradangan (inflamasi) merupakan respon protektif normal terhadap

cedera jaringan yang melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh

seperti aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel

darah putih melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan

perbaikan jaringan (kumar dkk., 2012). Faktor yang dapat menyebabkan

cedera pada jaringan, yang kemudian di ikuti oleh antiinflamasi adalah

patogen, iritan kimia (asam dan basa kuat, fenol dan racun), dan iritan fisika

(trauma, benda asing, dingin, arus listrik, dan radiasi). Inflamasi adalah upaya

perlindungan tubuh untuk menghilangkan rangsangan merugikan serta

memulai proses penyembuhan pada jringan. Namun, jika peradangan tidak di

obati dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti rinitis vasomotor,

remotoid artritis dan aterosklerosis (R Ilakkiy dkk., 2013).

Inflamasi banyak dijumpai di masyarakat sehingga pemakaian obat-

obat antiinflamasi dari hari kehari, terus meningkat. Pengobatan antiinflamasi

mempunyai dua tujuan utama. Pertama, meringankan rasa nyeri yang sering

merupakan gejala awal yang terlihat dan kedua, memperlambat atau

membatasi proses perusakan jaringan. Obat-obat antiinflamasi non steroid

(AINS) dan kortikosteroid sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan

tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi, namun kedua golongan obat ini yang

biasanya digunakan dalam pengobatan inflamasi seringkali menimbulkan


efek yang merugikan dan berbahaya seperti kerusakan gastrointestinal,

nefrotoksik, dan hepatotoksik (Katzung, 2002).

Penelitian yang berkembang terutama pada segi farmakologi maupun

fitokimia berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan sebagian

masyarakat dengan khasiat yang teruji secara impiris. Salah satu tanaman

yang secara tradisional dapat berkhasiat sebagai obat adalah daun Kenikir

(Cosmos caudatus Kunth).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan Bunawan dkk 2014 tumbuhan

kenikir memiliki efek antioksidan tinggi, antibakteri, antijamur,

antiosteoporosis, antihipertensi, antidiabetes dan asteoporosis. Sejauh ini

belum ada data ilmiah yang menyatakan daun kenikir berpotensi sebagai

Antiinflamasi. Pada penelitian Ratna Budi Pebriana, dkk Tahun 2008

mengatakan bahwa ekstrak metanolik daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

memiliki sifat sitotoksik terhadap sel T47D dengan IC sebesar 344,91 µg/mL

serta memiliki kemungkinan aktivitas dalam meningkatkan apoptosis melalui

berbagai macam kemungkinan mekanisme (Anti kanker).

Studi pendahuluan mengenai fitokimia daun kenikir yang diesktraksi

menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya senyawa aktif

flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Harborne,

1998 dalam Rasdi dkk, 2010)

Peneltian Riansyah dkk., (2015) menyatakan bahwa Flavonoid

merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai

antiinflamasi. Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dapat melalui


beberapa jalur yaitu dengan penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase

(COX) dan lipooksigenase, penghamabatan akumulasi leukosit,

penghambatan pelepasan histamin.

Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang

dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk

hidup. Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau

suatu komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem

bilogik.

Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas

atau pertumbuhan sel, metabolisme sel, fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in

vitro untuk mengetahui suatu bahan terhadap genetik sel. Ada beberapa

keuntungan dari pemeriksaan in vitro yaitu: Membutuhkan waktu yang relatif

singkat, menbutuhkan biaya yang relatif sedikit, dapat dilakukan standarisasi,

bisa dilakukan kontrol.

Berdasarkan penelitian yang telah ada, belum ditemukan data ilmiah

bahwa ekstrak daun kenikir mempunyai efek antiinflamasi, sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul UJI EFEK

ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth)

SECARA IN VITRO.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki efek

antiinflamasi?

2. Konsentrasi berapakah yang dapat memberikan efek Antiinflamasi?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai beriut :

1. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui seberapa besar efek antiinflamasi ekstrak daun kenikir

(Cosmos caudatus Kunth) dengan konsentrasi 10, 100, 500 dan 1000

µg/mL.

2. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

memiliki efek Antiinflamasi yang di uji secara in vitro.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat antara

lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan wawasan dan pengalaman berharga bagi peneliti.

b. Memberikan informasi bagi kampus bahwa penelitian tentang

manfaat ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) sebagai

antiinflamasi sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


c. Sebagai sumber yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

bagi perekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak

Daun kenikir sebagai antiinflamasi.

b. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek

senyawa yang terkandung dalam Daun kenikir.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rujukan penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini

antara lain adalah :

1. Riansyah dkk, (2015) “uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun ubi

jalar ungu (ipome batatas L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar”

menyatakan bahwa Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi. Mekanisme flavonoid

sebagai antiinflamasi dapat melalui beberapa jalur yaitu dengan

penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) dan

lipooksigenase, penghamabatan akumulasi leukosit, penghambatan

pelepasan histamin.

2. Edi Wiranto dkk, 2016“ Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro Ekstrak

Teripang Butoh Keling (Holothuria leucospilota Brandt) dari Pulau

Lemukutan” Metabolit sekunder yang diduga memiliki kemampuan

dalam menstabilkan membran adalah steroid, triterpenoid dan flavonoid.

Ekstrak metanol H. leucospilota memiliki aktivitas antiinflamasi pada

berbagai variasi konsentrasi (10, 100, 500 dan 1000 μg/mL), yaitu

masing-masing sebesar 31,27; 57,19; 59,18 dan 61,23%. Ekstrak H.

leucospilota Brandt berpotensi sebagai obat antiinflamasi.

3. Ratna budhi pebriana dkk, 2008 ”Pengaruh Ekstrak Metanolik Daun

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) Terhadap Pemacuan Apoptosis Sel


Kanker Payudara” Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak metanolik

daun kenikir memiliki aktivitas dalam memacu kematian sel T47D

melalui mekanisme apoptosis, sehingga berpotensi untuk dikembangkan

sebagai antikanker dengan target aksi spesifik.

B. Landasan Teori

1. Uraian Kenikir

Kenikir bisa kita jumpai di mana saja. Kenikir merupakan tumbuhan

tahunan yang memiliki batang seperti pipa dengan garis-garis yang

membujur, tingginya dapat mencapai 1 m dan daunnya bertangkai panjang,

bercabang banyak daunnya bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung

runcing, baunya seperti damar apabila di remas. Kenikir juga memiliki bunga

yang sangat menarik sehingga biasa kita jumpai di pekarangan rumah sebagai

hiasan. Kenikir juga biasa di jadikan sebagai lalapan, sebagai pelengkap nasi

pecel dan terlebih makanan desa. Kenikir juga ternyata memiliki beberapa

manfaat, seperti dapat menyembuhkan maag dan lemah lambung, dapat

menyembuhkan kanker, sebagai obat lemah jantung, sebagai obat gondongan,

dll. Tetapi belum banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dari kenikir

tersebut.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) merupakan herba yang tersebar di

Pulau Jawa dan tumbuh pada ketinggian 10-1400 m dpl. Tumbuhan yang

termasuk dalam suku Asteraceae ini berasal dari Amerika Tengah, dan

tersebar luas di seluruh wilayah Malaysia. Bagian daun muda kenikir


biasanya digunakan masyarakat sebagai lalapan atau dijadikan makanan

pembuka karena memiliki rasa dan aroma yang khas (Shui, 2005).

Daun tanaman kenikir (Cosmos caudatus Kunth) mengandung

beberapa senyawa seperti quercetin 3-O-glikosida, quercetin pentose,

quercetin deoxyl-heksose, chlorogenic acid, neochlorogenic acid,

cryptochlorogenic acid, ferulic acid dan caffeic acid (Bunawan dkk., 2014).

Batari (2007) mengatakan bahwa kadar quercetin daun kenikir kering 413,57

mg/100g dan kaemferol 7,28 mg/100g. Quercetin mempunyai potensi sebagai

antihipertensi dengan mekanisme meningkatkan pengeluaran urin dan

natrium dari dalam tubuh (Mackraj, dkk., 2008). Mounnissamy and Nagar,

(2015) menyebutkan bahwa quercetin yang di isolasi dari Cansjera rheedi J.

Gamelin mampu meningkatkan volume pengeluaran urin yang lebih tinggi

18,34 % dari furosemid. Pemberian rebusan daun kenikir pada dosis

250mg/kgBB, 500mg/kgBB, dan 1000mg/kgBB pada tikus dinyatakan

signifikan meningkatkan volume urin tikus (p<0,001) (Amalia dkk., 2012).

Kenikir mengandung senyawa kuersetin (golongan flavonoid) yang

dapat berperan dalam menginduksi apoptosis sel kanker (Taraphadar dkk.,

2001).

1. Habitat

Jenis sayuran indigenous yang banyak dibudidayakan adalah

sayuran daun tahunan. Hal ini disebabkan karena sayuran tersebut mudah

di budidayakan dan panen yang dilakukan dapat lebih dari satu kali.

Beberapa sayuran daun tahunan yang sering dikonsumsi adalah kenikir


(Cosmos caudatus Kunth) tanaman perdu yang banyak ditanam di

pekarangan ((Sunarto, 1994) dan (Van Den Bergh, 1994)). tanaman ini

memiliki kandungan gizi yang cukup baik seperti kandungan protein

sekitar 3% dari berat kering, vitamin, mineral dan serat serta memiliki

khasiat obat.

2. Morfologi dan Anatomi

Tanaman kenikir termasuk dalam familia Asteraceae, dengan genus

Cosmos dan nama spesies Cosmos caudatus. Nama Daerah : kenikir

(Jawa), ulam raja (Melayu). Tanaman kenikir merupakan tanaman herba

dan berumur singkat dengan tinggi 1-2,5 m. Memiliki batang yang

berbentuk segiempat beralur dan sedikit berambut. Memiliki tangkai yang

panjang, daun berhadapan seperti talang, helaian daun menyirip rangkap 3-

4 atau berbagi menyirip dengan panjang dan lebar 15-25 cm. Semakin

keatas tangkai daun semakin pendek, semakin kecil dan kurang terbagi.

Bongkol di ketiak daun (terminal), memiliki tangkai panjang yang

berusuk. Bunga memiliki daun pembalut sejumlah 8 berwarna hijau

dengan dasar bunga majemuk berbentuk sisik seperti jerami. Tepi

memanjang berbentuk bulat telur terbalik ujungnya bergigi 3, berwarna

kemerah-merahan atau keunguan. Bunga berkelamin ganda, berbentuk

cakram, panjang mahkota bunga 1 cm dengan taju 5, pucat dengan ujung

kuning dan mempunyai benang sari berwarna coklat agak hitam (Stennis

dkk., 2005).
Gambar 1. Tanaman kenikir diambil dari Bunawan, dkk. (2014)

3. Klasifikasi Daun Kenikir

Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kenikir di klasifikasikan

sebagai berikut (Simpson, 2006):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Fabales

Suku : Asteraceae

Marga : Cosmos

Jenis : Cosmos caudatus Kunth.

4. Kandungan Kimia Daun Kenikir

Berdasarkan hasil skrining fitokoimia, daun kenikir secara umum

mengandung senyawa flavonoid, polifenol, saponin, terpenoid, steroid dan

minyak atsiri. Bagian akar kenikir mengandung hidroksieugenol dan

koniferil alkohol (Sarmoko dan Sulistyorini, 2010; Liliwiarinis dkk., 2011;

Bunawan dkk., 2014).


5. Manfaat Daun Kenikir

Daunnya biasa dimakan sebagai lalapan atau sayur oleh

masyarakat. Daun kenikir secara tradisional bermanfaat untuk anti

pengeroposan tulang, melancarkan sirkulasi darah, dan menurunkan

tekanan darah (Bunawan dkk., 2014). Menurut berbagai penelitian ekstrak

daun kenikir memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dan diuretik (Amalia

dkk., 2012), antibakteri (Rasdi dkk., 2010), antifungal (Salehan dkk.,

2013), antioksidan (Andarwulan and Batari, 2012), antiosteoporosis

(Mohamed dkk., 2013) dan antidiabetes (Loh and Hadira, 2011).

2. Uraian Hemolisis

a. Inflamasi (peradangan)

Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang

ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi

untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen

pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok

peradangan akut mencakup pembengkakan/edema, kemerahan, panas,

nyeri, dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada proses radang akut

sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam mediator

kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam

arakhidonat dan produk leukosit (Erlina dkk, 2007).

Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan

fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya

mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan


prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri,

merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan sel yang terkait

dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang

menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam

arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin-

prostaglandin yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf,

dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2004). Proses

terjadinya inflamasi sebenarnya merupakan salah satu mekanisme

pertahanan diri dari tubuh terhadap benda asing, tetapi jika proses ini

berlangsung secara terus menerus (kronis) justru akan merusak jaringan

(Docke dkk., 1997; Westerndorp dkk., 1997; Opal dkk., 1996; De Poll

dkk., 1997).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan

erat dengan adanya peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi

terjadinya kanker (Albini & Sporn, 2007; Anonim 2012). Inflamasi yang

terjadi terus menerus pada pembuluh darah berkontribusi langsung pada

terbentuknya plak dalam dinding pembuluh arteri sehingga terjadi

penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi,

serangan jantung, serta stroke (Anonim, 2007; Libby dkk., 2010; Lusis,

2000; Patel dkk., 2008). Penyakit lain yang melibatkan adanya proses

inflamasi kronis dalam tubuh antara lain,12 arthritis, asma, diabetes,

alergi, anemia, penyakit Alzheimer, fibrosis, fibromyalgia, systemic lupus,


psoriasis, pancreatitis, dan penyakit-penyakit autoimun (Borne, 1986,

Borne dkk., 2008) sehingga diperlukan obat antiinflamasi.

b. Antiinflamasi

Rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan

aktivitas sehari-hari penderita. Hal ini mengundang penderita untuk segera

mengatasinya apakah dengan upaya farmakoterapi, fisioterapi dan atau

pembedahan. Farmakoterapi berawal dengan pemberian analgetika

sederhana dan edukasi. Pada kebanyakan penderita dengan analgetika

sederhana belum mampu mengontrol rasa sakit akibat artritis. Anti-

inflamasi non-steroid (AINS) ternyata efektif mengontrol rasa sakit akibat

inflamasi rematik. Namun sediaan analgetik ini selalu memberikan efek

samping yang kadangkala dapat berakibat fatal (Lelo, 2001).

Dalam pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak

diberikan adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini

merupakan obat sintetik dengan struktur kimia heterogen. Prototipe obat

golongan ini adalah aspirin, karena itu sering disebut juga obat mirip

aspirin (aspirin like drugs) (Wilmana dan Gan, 2007). Efek terapi AINS

berhubungan dengan mekanisme kerja penghambatan pada enzim

siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan efek samping

saluran cerna dan penghambatan pada enzim siklooksigenase-2 (COX-2)

yang dapat menyebabkan efek samping pada system kardiovaskular.

Kedua enzim tersebut dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin (Lelo

dan Hidayat, 2004).


Sebagian obat-obat antiinflamasi bekerja pada mekanisme

penghambatan sintesis prostaglandin yang diketahui berperan sebagai

mediator utama dalam inflamasi. Terdapat beberapa golongan obat

antiinflamasi diantaranya obat antiinflamasi golongan steroid dan non

steroid. Obat antiinflamasi golongan steroid diketahui dapat menghambat

phospholipase A2 dalam sintesis asam arakhidonat, sehingga memiliki

efek antiinflamasi yang poten, namun diketahui penggunaan obat-obatan

ini dalam jangka waktu yang lama justru akan mengakibatkan efek

samping berupa hipertensi,osteoporosis, dan hambatan terhadap

pertumbuhan. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa penggunaan

steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker,

penyakit jantung dan hati (Anonimc, 2013). Disebutkan pula bahwa

penggunaan steroid secara topikal pada beberapa orang menunjukkan efek

samping antara lain dermatitis, diabetes mellitus dan atrofi jaringan

(Judarwanto & Dewi, 2012).

Obat-obat antiinflamasi yang lain bekerja dengan mekanisme

penghambatan enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2

(COX-2) sehingga akan menghambat sintesis prostaglandin dan

tromboksan (Robert & Morrow, 2001). COX-1 diketahui berfungsi dalam

memproduksi prostaglandin yang berperan dalam melindungi mukosa

lambung dan ginjal (Okazaki dkk., 1981). Mekanisme penghambatan

COX-1 dan COX-2 yang tidak selektif berhubungan dengan toksisitas

penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan non steroid (NSAIDs) pada


dosis tinggi (Dewick, 2009). Inhibitor selektif COX-2 diketahui dapat

meminimalisasi efek samping yang disebabkan 3 karena mekanisme

penghambatan COX-1, seperti kerusakan lambung dan ginjal tetapi

belakangan ini dilaporkan bahwa beberapa obat golongan inhibitor selektif

terhadap COX-2 memiliki efek samping terhadap kardiovaskuler (Dogne

dkk., 2005). Contohnya Rofecoxib (Vioxx) dan Valdecoxib (Bextra) telah

ditarik dari pasaran karena meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler

antara lain serangan jantung dan stroke (Topol, 2004; Fitzgerald 2004;

Dogne dkk., 2005).

c. Natrium Diklofenak

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang

menyerupai florbifrofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah

penghambat siklooxigenase yang kuat dengan efek atiinflamasi, analgesik

dan antipiretik. Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan

mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini

berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar dari pada

naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti

artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka

akut (Katzung., 2004).


3. Uraian Ekstraksi

a. Definisi

Ekstarksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang

dinginkan larut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif baik dari simplisia nabati maupun simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan sehingga diperoleh ekstrak yang dikehendaki. Metode

pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi, dan

sokhletasi (Depkes RI., 2000).

b. Tujuan

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia

yang terdapat dalam simplisia.Ekstrak ini didasarkan pada perpindahan

masa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka, kemudian terdifusi masuk kedalam pelarut

(Ansel., 1989).

c. Jenis ekstraksi

a. Ekstraksi secara dingin (Depkes RI., 2000)

1). Maserasi

2). Perkolasi

b. Ekstraksi secara panas (Depkes RI., 2000)

1). Soxhletasi

2). Refluks
3). Infusa

4). Dekok

5). Destilasi

d. Metode maserasi

Metode maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara

ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai

dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau serbuk kasar)

disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut

disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang

dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali (R.Voigt,

1995).Metode maserasi digunakan untuk komponen kimia yang mudah

larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks, dan lilin.

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia

dengan halus, ditambahkan dengan 75 bagian penyari dan dibiarkan

selama 5 hari (Ansel., 1989).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

maserasi karena merupakan cara penyarian yang sederhana dan murah.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Prinsip kerja ekstraksi maserasi yaitu cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel, zat aktif akan larut

dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI., 2000).

1. Prinsip kerja Metode Maserasi

Prinsip maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama

tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari

akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar

sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan

diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).

Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi

dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.

Endapan yang diperoleh dipisahkan dari filtratnya dipekatkan. Maserasi

merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari

pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Anonim, 2011).

2. Keuntungan Maserasi

Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana (Tiwari, dkk., 2011).

3. Kerugian Maserasi

Yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang

banyak dan penyarian kurang sempurna (Tiwari, dkk., 2011).


4. Pelarut

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan

zat lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan

sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi

(Ncube dkk., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas

dari pelarut yang rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat

mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari dkk., 2011).

5. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia merupakan suatu tahap pemeriksaan awal untuk

mendeteksi keberadaan golongan senyawa kimia yang terdapat pada suatu

bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan ataupun mikroorganisme.

Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak

mungkin. Oleh karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka

penapisan fitokimia memegang peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan

alam. Sekalipun kegiatan ini bertitik tolak pada daya tarik kimiawi, hal ini

tidaklah mengurangi manfaat hasil penelitian. Spesies-spesies yang telah

dianalisis secara fitokimia akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut

mengenai struktur kimia senyawa-senyawa aktifnya. Senyawa metabolit

sekunder penapisan fitokimia yang biasanya dilakukan penapisan fitokimia

pada tumbuhan yang biasanya antara lain alkaloid, flavonoid, kumarin,

saponin, tanin, terpenoid dan steroid (Farnswort, 1996).


6. Kerangka Teori

Reseptor

COX-1 COX-2
membentuk prostaglandin yang merupakan enzim yang terbentuk
di butuhkan untuk proses- hanya pada saat terjadi
proses normal tubuh, antara lain peradangan/cedera, yang
memberikan efek perlindungan menghasilkan prostaglandin yang
terhadap mukosa lambung. menjadi mediator nyeri/radang

Inflamasi

Gejala inflamasi: Penyebab inflamasi :


Respon protektif setempat yang
1. rubor (kemerahan)
ditimbulkan oleh cedera atau
2. kalor (panas)
3. tumor(pembengkakan) kerusakan pada jaringan yang
4. 4. dolor (nyeri) berfungsi untuk menghancurkan,
5. functio laesa mengurangi, atau melokalisasi
6. (kehilangan fungsi) (sekuster) baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu.

antiinflamasi

Ekstrak daun kenikir

10 µg/ml 100 µg/ml 500 µg/ml 1000 µg/ml

Sel darah merah


Penapisan fitokimia

Uji Antiinflamasi
secara In Vitro

Hasil

Ya/Tidak

Gambar 4. Kerangka Teori


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitan eksperimen yaitu dengan

mengukur seberapa besar kemampuan antiinflamasi yang dimiliki oleh ekstrak

daun kenikir (Cosmos Caudatus Kunth).

B. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana dilakukan

perlakuan terhadap subjek uji, yaitu untuk megetahui efek antiinflamasi dari

ekstrak daun kenikir.

Konsentrasi Ekstrak daun kenikir Natrium diklofenak


(µg/mL)
% stabilitas % hemolisis % stabilitas % hemolisis
10
100
500
1000

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei - Juni 2018 bertempat di

Laboratorium Teknologi Farmasi Bina Husada Kendari, Sulawesi Tenggara.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Daun kenikir (Cosmos caudatus

Kunth) yang diambil di Wayong 1, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.


2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos

caudatus Kunth) yang kemudian di ekstraksi dengan menggunakan metode

maserasi.

E. Kerangka Konsep

Daun kenikir
(Cosmos caudatus
Kunth)

Ekstrak daun
kenikir

Uji antiinflamasi secara


Sel darah merah Etanol 96%
in vitro

Gambar 3. Kerangka Konseptual

Keterangan : Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang d iteliti

F. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel dibagi menjadi dua yaitu :

1. Variabel bebas : Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth).

2. Variabel terikat : Efek antiinflamasi secara in vitro


G. Defenisi Operasional variabel

Untuk menghindari kesalahfahaman dalam menafsirkan variabel maka

dikemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut :

1. Cosmos caudatus Kunth di Indonesia di kenal dengan sebutan kenikir atau

dalam bahasa melayu di sebut suring maupun ulam raja. Kenikir merupakan

tumbuhan yang memiliki aroma khas, sangat umum di gunakan sebagai

sayuran dan daun mentahnya sering di gunakan sebagai lalapan.

2. Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) adalah sediaan kental yang

diperoleh dari hasil maserasi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:7,5.

3. Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau zat asing,

sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh.

4. Uji efek antiinflamasi adalah uji yang dilakukan menggunakan metode sel

darah merah dari ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth).

5. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu

sampel sebagai fungsi panjang gelombang, sedangkan pengukuran

menggunakan spektrofotometri, metode yang digunakan sering disebut dengan

spektrofotometer.

H. Hipotesis

Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) yang di buat menjadi ekstrak dapat

memberikan efek Antiinflamasi.


I. Prosedur Penelitian

1. Alat, bahan dan subjek penelitian

a. Alat

Alat-alat yag digunakan pada penelitian ini adalah Rotary Vacum

Evaporator (Rotavapor, Buchi), timbangan analitik (Precisa), Gelas ukur

(Pyrex), hot plate (Stuart), Erlenmeyer (Pyrex), Corong (Pyrex), Tabung

reaksi (Pyrex), Gelas kimia (Pyrex), Labu takar (Pyrex), Autoklaf

(Wisecrave), Sentrifuge (Boeco), Tabung sentrifuge, spatula, toples, batang

pengaduk, pipet tetes, mikropipet 1000µL (Eppendorf), seperangkat alat

fotometer, vortex (Bio-Rad), pH meter (Jenway), Oven ( Froilabo), rak

tabung.

b. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

daun kenikir, etanol 96%, NaCl, dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4.2HO),

natriun dihidrogen fosfat (NaH2PO4.HO), Na diklofenak, HCl, FeCl3, (1%),

pereaksi Lieberman-Buchard, pereaksi Dragendorf, serbuk magnesium,

asam sulfat, aquadest, aluminium foil, dan kertas saring.

2. Cara Kerja

a. Penyiapan sampel

1. Diambil sampel di Jl Y.Wayong, kota Kendati

2. Dipisahkan sampel dari sisa kotoran

3. Dicuci bersih di bawah air mengalir kemudian ditiriskan lalu di

keringan dengan cara diangin-anginkan


4. Setelah kering, sampel di haluskan dengan cara di blender sampai

menjadi serbuk

b. Pembuatan ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dengan metode

maserasi.

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang daun kenikir sebanyak 500 gram

3. Dicatat berat sampel lalu di masukkan ke dalam wadah maserat

(toples)

4. Ditambahkan pelarut (etanol 96%) dengan perbandingan 10 bagian

sampel berbanding dengan 75 bagian pearut, yaitu sebanyak 3750 mL

pelarut.

5. Dilakukan pengadukan sesekali selama 3×24 jam.

6. Setelah hari ke-3 sampel di saring menggunakan kain flanel dan di

masukan ke dalam wadah maserat.

7. Maserat disaring menggunakan kain flanel.

8. Dipekatkan dengan menggunakan vakum rotavapor.

9. Kemudian di masukkan ke dalam botol reagen.

c. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang telah diperoleh. Uji

penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji flavonoid, fenol, saponin,

terpenoid, steroid dan minyak atsiri.

1. Identifikasi senyawa flavonoid

Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian dilarutkan dengan etanol. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl


pekat dan beberapa butir logam magnesium. Terbentuk warna merah

atau merah jingga menunjukkan adanya flavonoid (Djamal, 2012).

2. Identifikasi senyawa terpenoid/steroid

Uji terpenoid dilakukan dengan reaksi Lieberman-Buchard.

Sebanyak 1 gram ekstrak dilakukan dengan etanol, kemudian

ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat, selanjutnya ditambahkan 2 ml

asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya warna merah

menunjukkan adanya terpenoid (Djamal, 2012).

3. Identifikasi senyawa saponin

Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan air lalu dikocok vertikal selama 10 detik.

Kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10

cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya

saponin (Djamal, 2012).

4. Identifikasi senyawa fenol

Ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan FeCl3 akan terbentuknya

warna kebiruan yang mengindikasikan senyawa fenol (Tiwari dkk.,

2011).

d. Penyiapan suspensi sel darah merah

Preparasi suspensi (10% v/v) sel darah merah. Sampel darah di

masukkan ke dalam tabung sentrifugasi yang telah berisi larutan alsever

dengan perbandingan yang sama, kemudian di sentrifugasi dengan

kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Supernatan yang
terbentuk dipisahkan dengan hati-hati dari sel darah merah menggunakan

pipet tetes steril. Endapan sel-sel darah dicuci dengan larutan isosaline dan

disentrifugasi kembali. Proses pencucian dan sentrifugasi dilakukan

pengulangan sebanyak 5 kali sampai supernatan jernih. Volume sel darah

merah diukur dan diresuspensi dengan larutan isosaline sehingga diperoleh

konsentrasi suspensi sel darah merah 10% v/v (Manivannana dan

Sukumar, 2007).

e. Pengujian aktivitas ekstrak terhadap sel darah merah

Untuk menentukan kativitas ekstrak terhadap sel darah merah,

larutan yang digunakan sebagai berikut:

a. Pembuatan larutan uji

Larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL

hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel.

b. Pembuatan larutan kontrol positif

Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4

(0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL

larutan Na diklofenak.

c. Pembuatan larutan kontrol negatif

Larutan blanko terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2

mL hiposalin, 1 mL larutan isosalin dan 0,5 mL suspensi sel darah

merah.
d. Pengukuran sel darah merah

Setiap larutan diatas kemudian diinkubasi pada 56oC selama 30

menit dan disentrifuge pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan

supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya

diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 546 nm. Persen hemolisis dan persen proteksi membran

sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut

(Chippada dkk., 2011).

kadar larutan uji


% ℎ𝑒𝑚𝑜𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 = ⦋ ⦌ × 100%
kadar kontrol negatif

kadar larutan uji


% 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 100 − ⦋ × 100%⦌
kadar kontrol negatif

e. Uji Aktivitas Antiinflamasi

Stabilisasi dari membran Uji Sampel uji yang memiliki aktivitas

antiinflamasi dilihat dari penurunan absorbansi hemoglobin yang

terdeteksi pada campuran larutan uji, yaitu semakin kecilnya serapan yang

terdeteksi pada campuran larutan uji berarti membran sel darah merah

semakin stabil dan sedikit mengalami lisis (Lutfiana, 2013). Setelah

pengukuran dan diperoleh data absorbansi kemudian dihitung persen

inhibisinya. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu sampel untuk

menstabilisasi sel darah merah yang didapat dari perbandingan serapan

antara serapan (absorbansi kontrol dikurangi absorbansi larutan uji)

dengan absorbansi control.


3. Analisis Data

a. Data

1) Jenis data

a) Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian

b) Data sekunder yaitu data yang berasal dari literatur yang digunakan

dalam proposal penelitian

2) Sifat data

Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-

angka yang dapat dihitung. Dalam penelitian ini yang termasuk data

kuantitatif adalah perbandingan konsentrasi ekstrak daun kenikir sebagai

zat aktif.

b. Tehnik pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari

waktu yang dibutuhkan ekstrak untuk dapat mempertahankan kestabilan

dari kualitasnya.

c. Pengolahan data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov

untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji levene untuk

melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas

maka dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah

dengan taraf keercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan

yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna,

dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Santoso., 2008).


d. Penyajian data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel yang diperoleh

dari hasil pengamatan.


4. Skema jalannya penelitian

Daun kenikir (cosmos caudatus Kunth)

Daun Kenikir (Cosmos


caudatus kunth)
1. Disortasi basah
2. Dibersihkan
3. Dimaserasi dengan etanol
4. Ekstrak cair
5. Evaporator

Ekstrak kental daun kenikir (Cosmos


Caudatus Kunth)

10 µg/mL 100 µg/mL 500 µg/mL 1000 µg/mL

Analisis fitokimia

Pengujian efek Antiinflamasi Ekstrak


daun kenikir (Cosmos caudatus
Kunth) secara in vitro

Data

Analisis data

pembahasan

kesimpulan

Gambar 5. Skema jalannya penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Kumar, V., Zulfiqar, A.B., Dinesh, K., Khan N.A. dan Chashoo, I.A. 2012.
Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Leaf Extracs of Skimmia
anquetilia, Asian Pasific Journal of Tropical Biomidicine.

Kumar, V., Zulfiqar, A. B., Dinesh, K., Khan, N.A., Chashoo, I.A. dan M Y Shah.
2012, Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Petal Extracs of
Crocus sativus “Cashmerianus”, International Journal of
Phytopharmacology.

R. Ilakkiya, Neelvizhi, K., Tamil, S.S., Bharathidasan, R. dan Rekha D. 2013, A


Comparative Study of Antiinflamatory Activities of Certain Herbal Leaf
Extracs, International Journal of Pharmacy and Integrated Life
Sciences.

Katzung, B.G. 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Penerbit Salemba, Jakarta.

Shui, G.L.P., S.P. Leong dan Wong. 2005, Rapid Screening and Characterization
of Antioxidant of Cosmos caudatus Using Liquid Chromatography
Coupled With Mass Spectrometry.

Pebriana, R.B., Wardhani, B.W.K., Widayanti, E., Wijayanti, N.L.S., Wijayanti,


T.R., Riyanto, S. dan Meiyanto E. 2008, Pengaruh Ekstrak Metanolik
Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Pemacuan Apoptosis
Sel Kanker Payudara, Pharmacon.

Bunawan, H., N.B. Syarul , S.N. Bunawan, N.M. Amin dan N.M. Noor. 2014,
Cosmos caudatus Kunth: A Traditional Medicinal Herb, Global Journal
of Pharmacology.

Van den Bergh, M.H. 1994, Cosmos caudatus Kunth. Di dalam: Siemonsma J.S,
K Piluek, editor, Plant Resources of South-East Asia, PROSEA (8):
Vegetables, Bogor.

Simpson, M.G. 2006, Plant Systematics, Elsevier Academic Press, USA.

Sarmoko, E. dan Sulistyorini. 2010, Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), Diakses


pada tanggal 30 Oktober 2016.
http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=101.
Bunawan, H., N.B. Syarul., S.N. Bunawan., N.M. Amin dan N.M. Noor. 2014,
Cosmos caudatus Kunth: A Traditional Medicinal Herb, Global Journal
of Pharmacology.

Erlina, R., A. Indah dan Yanwirasti. 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar, J. Sains dan Teknologi Farmasi.

Katzung, B.G. 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8,


Penerjemahdan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR, Penerbit
Salemba Medika, Surabaya.

Lelo, A. dan D. S. Hidayat. 2004, Penggunaan Antiinflamasi Non Steroid yang


Rrasional pada Penanggulangan Nyeri Reumatik,
http://library.usu.ac.id/download/fk/farmakol.

Yuwono. 2009, Mencit strain CBR Swiss Derived. Pusat Penelitian Penyakit
Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

Pramono dan Malole.1998, Pengantar Hewa-Hewan Percobaan di Laboratorium,


Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Martijo. 1992, Kesehatan dan Kemampuan Adaptasi Hewan, Universitas Gadjah


Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai