Anda di halaman 1dari 27

VARICELLA

I. DEFINISI
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster
yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varicella merupakan penyakit
infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada
penderita yang rentan.2
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster.
Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks.
Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan
yang lebih jelas disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula
menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda.3,4 Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau
shingles merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya
menyerang orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun. 5
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan
sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella
Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut
sedangkan infeksi sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes
Zoster/shingles.3
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi
primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian
setelah penderita varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam
bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis.
Virus tersebut dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan
terjadinya Herpes Zoster.4
II. EPIDEMIOLOGI

1
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang
terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada
orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini
berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular terutama melalui kontak
langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas,
dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien dapat
menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi
timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala
erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan
penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan
kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster. 1,2,4,6
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian
varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di
Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada
musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika
dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun. 4,5

III. ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella,
sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV)
termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm. 1,2,6
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus
disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek
(S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta
yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih
dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase
virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan
dengan agen antivirus.7
2
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah
penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal
dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh
trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster. 4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella
sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio
manusia.4

Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster


Sumber : http://www.bio-rad.com

IV. PATOFISIOLOGI
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan
orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus
VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi
virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul
(imunitas nonspesifik).2,5,9

3
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua
minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini
menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran
darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut,
yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal
dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus
beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang
tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi
pada banyak organ selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi
pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap
varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu
menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi
terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat. 9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun,
neoplasia, supresi imun).3

V. FAKTOR RISIKO

Beberapa orang memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena cacar air
(varicella), dan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena komplikasi yang berat. Faktor
risiko cacar air (varicella) diantaranya adalah belum mendapatkan imunisasi varicella,
neonatus dan bayi, anak-anak di bawah usia 10 tahun, orang lanjut usia (> 65 tahun),
penderita HIV/AIDS, ibu hamil, dan orang dengan imunosupresi, misalnya pada terapi
kanker atau steroid. 1,2,3

VI. KLASIFIKASI
Menurut Siti Aisyah (2003). Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
4
1. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi
ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi ensefalitis
sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital
sangat rendah (2,2%), walaupun pada kehamilan trimester pertama ibu menderita
varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian
bayi pada saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak
diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah kelainan
fetus.
2. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum
sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita
varisela neonatal. Sebelum penggunaan varicella-zoster immune globulin (VZIG),
kematian varisela neonatal sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir
atau dalam 5 hari pertama sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat
antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain
ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan profilaksis VZIG
pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila timbul dalam 2 hari setelah lahir.
Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila
terjadi varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis
pendarahan) harus diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan
varisela maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis
untuk memberikan antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir profilaksis bila
terpajan varisela maternal.

VII. MANIFESTASI KLINIS

5
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat
lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima
pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap
varicella.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau
morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah
menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous.
Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel
ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh
(pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel
menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini berlangsung,
dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang
baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium
erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang. 1,2,4

6
Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster
Sumber : http://health.howstuff works.com

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut,
dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal. 1
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang
lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang
seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit
kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan
dan batuk kering.9
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp,
dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru
muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung
padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong
dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang
terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul
sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah
yang terkena sengatan matahari.9

7
Gambar 5.2 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella
Sumber : http://www.emedicinehealth.com

Gambar 5.3 Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi


Sumber : http://www.emedicinehealth.com

8
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12
jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul,
vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk
elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial
dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti
“embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel
radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-
mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi
krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung
kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri
maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan
bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan. 9,14
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran
cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga
seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm. 9,14

Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas


Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E.
Varicella. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh
edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
(terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu
9
prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar
antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih
berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan
karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih
banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya
demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan
yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC. Demam yang
berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler. 9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran
dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus. 1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar,
maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan).
Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika
hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars),
berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang,
retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya. Angka
kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia
melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala
varicella kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella
yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila
seorang wanita hamil mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan,
maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10
hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian
sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak
dengan varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus. 4
VIII. ALGORITMA DIAGNOSIS INFEKSI VARISELA

1. Anamnesis
10
Diagnosis klinis infeksi Varisela ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya demam
dan ruam kulit yang khas (makula, papula, vesikel, dan keropeng). Masa inkubasi
penyakit yang khas adalah 14-21 hari. Lesu dan demam adalah gejala yang muncul
paling awal, segera diikuti dengan munculnya ruam, pertama pada punggung lalu
kemudian pada wajah, anggota badan, mukosa pipi serta faring. Vesikel segar berturut-
turut muncul dalam crops selama 2-4 hari berikutnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Sekitar 24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar
(makula). Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi
cairan (vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini memakan
waktu selama 6-8 jam.

Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru, pada hari kelima,
biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan yang baru, seluruh lepuhan akan
mengering pada hari keenam dan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari.

Papula diwajah, lengkap dan tungkai relatif lebih sedikit; biasanya banyak ditemukan
pada batang tubuh bagian atas seperti dada, punggung, bahu. Bintik-bintik sering
ditemukan di kulit kepala. Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus), yang seringkali menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga bisa ditemukan di
kelopak mata, saluran pernapasan atas kadang menyebabkan gangguan pernapasan.

Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dileher bagian samping. Cacar air
jarang menyebabkan pembentukan jaringan perut, kalaupun ada, hanya berupa
lekukan kecil sekitar mata. Infeksi sekunder dapat terjadi pada luka varisela akibat
garukan dan biasanya disebaban oleh stafilokokus.

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis varisela umumnya dapat ditegakkan hanya secara klinis. Pada pemeriksaan
darah rutin sering didapati leukopenia. Pemeriksaan swab atau scrap pada dasar ruam
dapat menunjukkan gambaran yang khas secara mikroskopis berupa intra-nuclear
inclusion atau multinucleated giant cells.

4. Diagnosis Banding

Herpangina, Herpes Simplex, Impetigo, Infeksi Meningokokus, Pox viruses, dan Infeksi
Streptokukus grup A.

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

11
Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk
akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan
herpes simpleks.5,6
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel
yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik. 9
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara membuat
sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari
dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan
difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-
eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel
datia berinti banyak.1,9

Gambar 6.1 Sel raksasa berinti banyak


Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader,
Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR)
adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur
jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan

12
vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time
PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan
spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika real-time PCR
tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat digunakan, meskipun
kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih
teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes
(ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk
mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi
orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana
untuk melakukan, dan banyak tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga
tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif
dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu,
dan dapat menyebabkan kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak
terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan
berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella. 5,12

X. DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila
ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya. 9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal
ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi
ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering
ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat. 2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer). 2,3

13
XI.DIAGNOSIS BANDING
Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi
monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni
telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan. 1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase
prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada
kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan
dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang
berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang
meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III),
telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun
atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan
manifestasi ekstrakutan.3,6
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak
menyerang mukosa mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya
antara jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.

XII. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik
dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau
antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal
dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah
zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk
14
mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul
infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan
obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau
meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang
1,2,4
penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa
analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog
pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV
sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian
mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus
dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang
sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV. 9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi
dan frekuensi pemberian obat berkurang.9
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres
dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung
kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang
diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya dihindari karena
sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air
hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial. 9
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12
tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam,
dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan
dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini
disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan
manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan
15
acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah,
dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam
setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga
orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan. 6,9
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. 9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang
dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini
(dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama
7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya
lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian,
pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun
tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 200 mg
per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam
mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan
karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain
merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester
ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan
terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang
baru lahir. Pemberian acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil
dengan varicella yang disertai dengan penyakit sistemik. 9
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam
dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat
mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius
lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.9
16
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan
untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi substansial. Meskipun
pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien
dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol
yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan
acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari.6,9
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia,
penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau
adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella.
Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie
varicella. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum
tulang dan tidak menekan immune response.4

XIII. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun
pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari galur yang telah
dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno
globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan
titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak
dengan penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada
anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya,
pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan
ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar. 4
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes
zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam
1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan defisiensi
17
imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya
insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat
mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan
perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan
untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari
setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-
jam pertama kehidupan bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi
imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh
varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila
anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus
herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan akibatnya baru nyata beberapa
dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka serokonversi mencapai 97-99%.
Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti,
meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun. 1,4,5
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12
tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi
dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin
yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan
antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi. 1
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi
pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan
penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang
dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995
untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua. 9,12
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella
antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer
antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin
mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari
18
anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin
diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90% terhadap infeksi, dan 90% sampai
100% terhadap penyakit sedang atau berat. 12,13
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang
lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan
99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4
sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari
pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu
setelah dosis pertama.12
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar
vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan,
dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada
vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya
tidak terjadi demam.12,13
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,
penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko
untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah
mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari
15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella
bisa menjadi hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh
sirkulasi antibodi, vaksin impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan,
atau pencatatan tidak akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin
varicella meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-
anak.12
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak
tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan
kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella. 12
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian .
Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan
telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin
varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis
19
kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu
diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua,
dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4
sampai 8 minggu kemudian.12
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varicella
telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat
yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang
terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama,
maka pemberian harus dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat
diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan
semua vaksin anak lainnya.12
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian menunjukkan
bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100% dalam mencegah
penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan
mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk
digunakan pada orang yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau
pada orang yang terpapar varicella. Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan
infeksi, vaksinasi pasca paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap
paparan berikutnya.12
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat
penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin
varicella diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP
merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah.
Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin
varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi
yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan
sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih
tua).12
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya
tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
20
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak
harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis rendah
(kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan
kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid
telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi. 12,13
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang
terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak
yang lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih
tinggi dapat dipertimbangkan untuk vaksinasi. 12
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan
atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja
menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP
merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin
varicella.12,13
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang
cenderung ringan, seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat
terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi
terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varicella atau vaksin
varicella memperburuk tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang
dikenal memiliki TB aktif.12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku
digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin. 4

XIV. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
21
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus,
namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan
oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi
impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal
tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai
infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi
stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif. 9,14
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella
jarang didapatkan pada anak dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak
dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan. 4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif
terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai
dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia. 9
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi.
Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada
beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang
mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk,
dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang
biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam. 9,14
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar
luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik
kejadian maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara
signifikan pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau
kematian ibu karena varicella pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak,
jika tidak secara subtansial meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada
22
varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi
intrauterin (kongenital), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella
perinatal (varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada
varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian. 9,14
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien
dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan
menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana
mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam
pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien
dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang
menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana
derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah dan seringkali
mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi. 9,14
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis,
ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka,
neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma
hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang berulang-ulang.
Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan
gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah laku. 4
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara
1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai
degenerasi lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam.
Dulu, dari 15-40% pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella,
khususnya pada penderita yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas
setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang
lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi
merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang
menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana
pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada
cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung
pada sistem saraf pusat.9
23
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan
lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis,
keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV
melalui parenkim secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan
oleh VZV antigen-antibodi kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan
kasus.9,12
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi
tersebut di atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita
leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid
(penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat
komplikasi tersebut, kadang-kadang varicella pada penderita tersebut dapat
menyebabkan kematian.4

XV. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit. 1,2

XVI. SKDI
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Standar Kompetensi Dokter Umum pada
penyakit Varicella adalah 4, dimana dokter mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta
oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray, dan dapat memutuskan serta mampu
menangani penyakit tersebut secara mandiri hingga tuntas.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth
Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 14):(about 8p). Available from: http://www.bio-
rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008. P.1885-1895.

25
10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-zoster_viru/images.htm.
11. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from: http://health.howstuff
works.com/skin-care/problems/medical/htm.

12. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 14):
(about 8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.

13. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013


(cited 2013 Jun 17):(about 6p). Available from: http://www.ncirs.edu.au/
immunisation/fact-sheets.

14. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.

26
27

Anda mungkin juga menyukai