Anda di halaman 1dari 34

 Home

 Posts RSS
 Comments RSS
 Edit

SATIVA

Jumat, 10 Juni 2011


KESUBURAN TANAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas, yang menduduki sebagian besar
permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat
pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief
tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Tanah merupakan faktor terpenting dalam tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem
pertanaman, pertumbuhan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah
tersedianya unsur hara, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai
medium pertumbuhan tanaman berfungsi pula sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara
alami memiliki tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman.
Tanaman memerlukan makanan yang sering disebut hara tanaman (plant nutrient)
untuk memenuhi siklus hudupnya. Apabila suatu tanaman kekurangan suatu unsur hara, maka
akan menampakkan gejala pada suatu organ tertentu yang spesifik yang biasa disebut gejala
kekahatan. Unsur hara yang diperlukan tanaman tidak seluruhnya dapat dipenuhi dari dalam
tanah. Oleh karena itu perlu penambahan dari luar biasanya dalam bentuk pupuk. Pupuk adalah
bahan yang diberikan kedalam tanah atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi
tanaman dan dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah. Keadaan
fisika tanah meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah.
Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK, kejenuhan basa, bahan organik,
banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman.
Sedangkan biologi tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam
proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara. Evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu melalui pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara visual,
analisa tanaman dan analisa tanah. Analisa tanaman meliputi analisa serapan hara makro primer
(N, P dan K) dan uji vegetatif tanaman dengan melihat pertumbuhan tanaman. Sedangkan
analisa tanah meliputi analisa ketersediaan hara makro primer (N, P dan K) dalam tanah.
Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk membahas beberapa hal terkait dengan kesuburan
tanah, sehingga pemakalah mampu memahami dan menjelaskan dasar-dasar kesuburan tanah,
indikator kesuburan tanah, evaluasi kebutuhan pupuk dan perbaikan kesuburan tanah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kesuburan tanah?
2. Apa saja indikator kesuburan tanah?
3. Bagaimana peran unsur hara tanah terhadap kesuburan tanah ?
4. Bagaimana peranan cacing sebagai penyubur tanah?
5. Bagaimana cara mengetahui kesuburan tanah ?
6. Bagaimana cara memperbaiki kesuburan tanah?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kesuburan tanah
2. Mengetahui indikator kesuburan tanah
3. Mengetahui peran unsur hara tanah terhadap kesuburan tanah
4. Mengetahui peranan cacing sebagai penyubur tanah
5. Mengetahui cara evaluasi kesuburan tanah
6. Mengetahui cara memperbaiki kesuburan tanah
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR-DASAR KESUBURAN TANAH


1. Pengertian Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah Suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara
dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik fisik, kimia dan
biologi tanah (Syarif Effendi, 1995).
Kesuburan tanah adalah kondisi suatu tanah yg mampu menyediakan unsur hara
essensial untuk tanaman tanpa efek racun dari hara yang ada (Foth and Ellis ; 1997). Menurut
Brady, kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara essensial
dalam jumlah dan proporsi yang seimbang untuk pertumbuhan.
Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman yang
sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH 6-6,5, mempunyai aktivitas
jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman
adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-pembatas tanah untuk pertumbuhan tanaman
(Sutejo.M.M, 2002)
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor pembentuk
tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim, relief, organisme, atau waktu.
Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan ilmu kesuburan tanah, sedangkan kinerja
tanaman merupakan indikator utama mutu kesuburan tanah.
Kesuburan tanah merupakan mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh
interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-
akar aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air dan larutan hara, dan ada yang
berfungsi sebagai penjangkar tanaman. Kesuburan habitat akar dapat bersifat hakiki dari bagian
tubuh tanah yang bersangkutan, dan/atau diimbas (induced) oleh keadaan bagian lain tubuh
tanah dan/atau diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim
dan musim. Karena bukan sifat melainkan mutu maka kesuburan tanah tidak dapat diukur atau
diamati, akan tetapi hanya dapat ditaksir (assessed).
Penaksirannya dapat didasarkan atas sifat-sifat dan kelakuan fisik, kimia dan biologi
tanah yang terukur, yang terkorlasikan dengan keragaan (performance) tanaman menurut
pengalaman atau hasil penelitian sebelumnya. Kesuburan tanah dapat juga ditaksir secara
langsung berdasarkan keadaan tanaman yang teramati (bioessay). Hanya dengan cara
penaksiran yang pertama dapat diketahui sebab-sebab yang menentukan kesuburan tanah.
Dengan cara penaksiran kedua hanya dapat diungkapkan tanaggapan tanaman terhadap
keadaan tanah yang dihadapinya.
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menghasilkan bahan tanaman yang
dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan panen atau produktivitas. Ungkapan
akhir kesuburan tanah ialah hasil panen, yang diukur dengan bobot bahan kering yang dipungut
per satuan luas (biasanya hektar) dan per satuan waktu. Dengan menggunakan tahun sebagai
satuan waktu untuk perhitungan hasilpanen, dapat dicakup akibat variasi keadaan habitat akar
tanaman karena musim (Schroeder, 1984).
Hasil panen besar dengan variasi musiman kecil menandakan kesuburan tanah tinggi,
karena ini berarti tanah dapat ditanami sepanjang tahun dan setiap kali menghasilkan
hasilpanen besar. Hasil panen besar akan tetapi hanya sekali setahun pada musim baik,
menandakan kesuburan tanah tidak tinggi, karena pada musim yang lain tanah tidak dapat
ditanami. Hal ini antara lain karena kekahatan (deficiency) lengas tanah, atau sebaliknya karena
mengalami tumpat air (waterlogged), kadar garam larut air meningkat liwat batas, tanah
menjadi sulit diolah untuk memperoleh struktur yang baik (luar biasa liat atau keras sekali) dan
sebagainya.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah sebagai
berikut :
a. Kesuburan Fisika
Sifat fisik tanah yang terpenting adalah solum, tekstur, struktur, kadar air tanah,
drainase dan porisitas tanah.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara
langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju
pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan struktur tanah yang padat.
Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah
umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada
tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur
ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak,
sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia
banyak pada tanah remah.
Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang
berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang
tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit
mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori
tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,
sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme
tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah (Anonim, 2010)
Tekstur tanah ditentukan di lapangan dengan cara melihat gejala konsistensi dan rasa
perabaan menurut bagan alir dan di laboratorium dengan menguunakan metode-metode.
Metode tersebut adalah metode pipet atau metode hidrometer (Elisa, 2002).
Warna adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya perbedaan warna
permukaan tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna
tanah semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang
kandungan bahan organiknya rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan
bentuk senyawa besi (Fe). Di daerah yang mempunyai sistem drainase (serapan air) buruk,
warnah tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe2+.
Komponen mineral dalam tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang secara
individu berbeda ukurannya. Menurut ukuran partikelnya, komponen mineral dalam tanah
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; Pasir, berukuran 50 mikron – 2 mm; Debu, berukuran 2 –
50 mikron dan Liat, berukuran dibawah 2 mikron. Tanah bertekstur pasir sangat mudah diolah,
tanah jenis ini memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun
memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan
airnya sangat rendah atau tanahnya lebih cepat kering.
Tekstur tanah sangat berpengaruh pada proses pemupukan, terutama jika pupuk
diberikan lewat tanah. Pemupukan pada tanah bertekstur pasir tentunya berbeda dengan tanah
bertekstur lempung atau liat. Tanah bertekstur pasir memerlukan pupuk lebih besar karena
unsur hara yang tersedia pada tanah berpasir lebih rendah. Disamping itu aplikasi
pemupukannya juga berbeda karena pada tanah berpasir pupuk tidak bisa diberikan sekaligus
karena akan segera hilang terbawa air atau menguap.
b. Kesuburan Kimia
Sifat kimia tanah berhubungan erat dengan kegiatan pemupukan. Dengan mengetahui
sifat kimia tanah akan didapat gambaran jenis dan jumlah pupuk yang dibutuhkan. Pengetahuan
tentang sifat kimia tanah juga dapat membantu memberikan gambaran reaksi pupuk setelah
ditebarkan ke tanah.
Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar
kation tanah (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kemasaman.
Salah satu sifat kimia tanah adalah keasaman atau pH (potensial of hidrogen), pH adalah
nilai pada skala 0-14, yang menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH- didalam
larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-6,
artinya larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-, sebaliknya jika jumlah
ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion OH- larutan tanah disebut bereaksi basa
(alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation Kalsium,
Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah
yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman.
Kemasaman tanah merupakan hal yang biasa terjadi di wilayah-wilayah bercurah hujan
tinggi yang menyebabkan tercucinya basa-basa dari kompleks jerapan dan hilang melalui air
drainase. Pada keadaan basa-basa habis tercuci, tinggallah kation Al dan H sebagai kation
dominant yang menyebaabkan tanah bereaksi masam (Coleman dan Thomas, 1970).
Di Indonesia pH tanah umumnya berkisar 3-9 tetapi untuk daerah rawa seeperti tanah
gambut ditemukan pH dibawah 3 karena banyak mengandung asam sulfat sedangakan di
daerah kering atau daerah dekat pantai pH tanah dapat mencapai di atas 9 karena banyak
mengandung garam natrium.
Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman, pada umumnya
unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah netral 6-7, karena pada pH tersebut
sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air.
pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat
phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro
menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah
yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
pH tanah sangat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada
pH 5.5 - 7 bakteri jamur pengurai organik dapat berkembang dengan baik
Tindakan pemupukan tidak akan efektif apabila pH tanah diluar batas optimal. Pupuk
yang telah ditebarkan tidak akan mampu diserap tanaman dalam jumlah yang diharapkan,
karenanya pH tanah sangat penting untuk diketahui jika efisiensi pemupukan ingin dicapai.
Pemilihan jenis pupuk tanpa mempertimbangkan pH tanah juga dapat memperburuk pH tanah.
Derajat keasaman (pH) tanah sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan
kapur pertanian, sedangkan pH tanah yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan
sulfur. Dapat disimpulkan, secara umum pH yang ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah
mendekati 6.5-7. Namun kenyataannya setiap jenis tanaman memiliki kesesuaian pH yang
berbeda.
c. Kesuburan Biologi
Sifat biologi tanah meliputi bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya
mikroorganisme penting seperti bakteri, fungi dan Algae), interaksi mikroorganisme tanah
dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah.
Tanah dikatakan subur bila mempunyai kandungan dan keragaman biologi yang tinggi.
Berikut merupakan tabel jumlah maksimum biomassa dari organisme tanah pada tanah subur
yang berada pada padang rumput :

Abundance Biomass
Kind of organism
(no/m2) (g/m2)
Bacteria 3 x 1014 300
Fungi 400
Protozoa 5 x 108 38
Nematodes 107 12
Earthworms and related forms 105 132
Mites 2 x 105 3
Springtails 5 x 104 5
Other invertebrates (snails, 2 x 103 36
millipedes, etc)
From: B.N. Richards (1974) Introduction to the Soil Ecosystem

Organisme (mikroorganisme) tanah


penting dalam kesuburan tanah karena :
a. berperan dalam siklus energi
b. berperan dalam siklus hara
c. berperan dalam pembentukan agregat tanah
d. menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive terhadap munculnya penyakit terutama
penyakit tular tanah-soil borne pathogen)
2. Unsur Hara Tanah
1. Unsur Hara Sekunder
1) Kalsium
Kalsium adalah molekul bermuatan dominan positif pada hampir semua tanah kecuali
tanah-tanah yang pH-nya sangat rendah. Pada tanah dengan pH diatas 4,8 kalsium biasanya
ada dalam jumlah cukup untuk pertumbuhan tanaman. Pada tanah asam kalsium cenderung
tercuci dan kalsium asli biasanya rendah. Dalam keadaan seperti ini tanah harus dikoreksi
dengan cara menambahnya dengan kapur.

2) Magnesium
Magnesium adalah molekul bermuatan positif seperti Ca yang mengalami defisiensi
pada pH rendah. Di bawah kondisi asam Mg sangat larut dan dapat hilang karena tercuci. Bila
tanah asam dikapur dengan material yang mengandung sedikit Mg dapat mengakibatkan
defisiensi pada unsur ini. Bila pengapuran pada tanah yang sangat asam yang pH-nya di bawah
5,2 maka penggunaan kapur yang mengandung Mg sangat tepat.
Magnesium dan kalium sangat bersaing untuk diserap tanaman. Tanaman yang tumbuh
dalam tanah yang sangat tinggi kadar K-nya mungkin merangsang defisiensi Mg bila Mg tanah
rendah.
3) Sulfur
Sulfur diambil oleh tanaman sebagai molekul sulfat bermuatan negatif (SO42-).
Berhubung ini adalah molekul bermuatan negatif atau anion, sulfat mungkin mudah tercuci
dari tanah. Sebagian besar S namun demikian tidak tersedia dalam bentuk anion tetapi terikat
kuat dalam bentuk bahan organik. Ketersediaan sulfur dikendalikan secara luas dalam jumlah
dan laju dekomposisi bahan organik. Dalam kebanyakan tanah persediaan S yang cukup bagi
pertumbuhan tanaman disuplai melalui proses dekomposisi dan hujan yang jatuh. Di tanah
dengan suplai sulfur sedikit, defisiensi S mungkin bisa terjadi. Tanaman-tanaman sayuran
biasanya memerlukan S dalam jumlah besar. Unsur S yang digunakan sebagai agen keasaman
tanah sering sebagai sumber pupuk.
2. Unsur Hara Mikro
Beberapa unsur hara mikro seperti Mn, Zn, Fe, dan Cu mempunyai kesamaan. Karena
pH meningkat, kelarutan unsur mikro menurun. Oleh karena itu defisiensi unsur-unsur ini
umum terjadi pada pH tinggi. Bahkan ketika tumbuhan memperlihatkan defisiensi unsur-unsur
ini mereka biasanya ada dalam tanah dalam jumlah yang cukup. Namun demikian mereka tidak
tersedia bagi pertumbuhan karena kondisi yang tidak cocok, umumnya pH tinggi. Penambahan
pupuk mungkin tidak mengoreksi defisiensi, karena penambahan unsur hara akan dengan cepat
menjadi tidak tersedia karena kondisi tanah. Ada dua cara untuk memecahkan masalah
tersebut. Pertama adalah dengan pengasaman apabila terlalu alkalin. Cara yang lain adalah
dengan menambah unsur hara dalam bentuk chelated, yaitu suatu bentuk unsur hara yang
dilengkapi bahan yang meningkatkan kelarutan unsur hara dengan mengurangi derajat fiksasi
oleh tanah mineral dan bahan organik. Di samping itu semua unsur mikro dapat diberikan lewat
daun. Cara ini efektif untuk memenuhi kebutuhan hara mikro tanaman. Tetapi tidak
menyelesaikan masalah tanahnya.
Unsur hara mikro Mn kelarutannya tergantung pada kandungan air tanah. Di bawah
kondisi air tergenang Mn menjadi sangat terlarut dan dapat bersifat racun. Biasanya ini terjadi
pada pH di bawah 5. Zn keberadaannya dalam tanah dipengaruhi oleh keasaman tanah.
Defisiensi Zn biasanya terjadi pada pH moderate hingga tinggi dan lebih jelas bila kadar P
tinggi. Defisiensi Zn terjadi pada pH 6-7 terutama bila pemupukan P berlebihan dan pada
pemupukan bahan organik yang cukup intensif. Besi menjadi berkurang bagi tanaman bila pH-
nya tinggi, sebagian besar Fe tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Untuk mengurangi
pH dapat dengan menambah unsur S atau agen penambah asam yang lain.
Kelarutan Copper (Cu) menurun bila pH meningkat. Oleh karena itu defisiensi Cu bisa
terjadi pada kadar pH diatas 7,5. Sebaliknya, Mn, Zn, Fe dan Cu terikat kuat pada bahan
organik. Karena kandungan bahan organik meningkat ketersediaan Cu menurun. Dalam tanah
yang jumlah bahan organiknya tinggi, Cu bisa menjadi defisien bila pH tanah di bawah 5.
Tumbuhan tinggi menghendaki Mo dalam jumlah sangat kecil. Unsur ini dalam tanah
bila pH tinggi dan menjadi defisien pada tanah berpasir asam. Defisiensi unsur ini sangat
berbeda dibanding unsur hara mikro yang lain. Secara umum unsur Mo tanah adalah anion
yang dapat dengan mudah tercuci dara tanah pasir. Mo sangat larut kadang-kadang terjadi pada
tanah dengan pH moderat dan tekstur tanah halus, karena dalam batuan induknya kandungan
Mo sangat rendah. Mo sangat esensial bagi fiksasi N oleh tanaman legumenosae dan tanaman
ini sangat sensitif pada defisiensi Mo.
Boron (Bo) ada dalam tanah sebagai molekul tak bermuatan yang terikat secara lemah
pada berbagai bahan organik dan mineral dan mudah tercuci di tanah berpasir. Ketersediaan
Bo dipengaruhi oleh pH tanah. Bila pH di atas 6,5 Bo tidak tersedia bagi tanaman.
Tanah pertanian jarang mengalami defisiensi Chlor (Cl). Kenyataanynya Cl sering
menjadi masalah bila jumlahnya berlebihan. Terutama pada tanah alkalin dibanding pada tanah
yang mengalami defisiensi. Fungsi Cl belum banyak diketahui, tetapi diduga berperan dalam
kekeringan dan kebasahan tanaman. Defisiensi Cl bisa menyebabkan kepekaan tanaman
terhadap penyakit.
3. Siklus Unsur Hara Tanah
Unsur hara tidak dalam keadaan terkunci dalam satu bentuk simpanan saja, proses-
proses alami secara periodik mengubahnya dari bentuk satu ke bentuk yang lain. Ini adalah
proses transformasi biogeokimia berkesinambungan yang kita kenal dengan siklus unsur hara
tanah. Unsur hara dalam tanah dapat dibedakan atau dikenali berdasarkan batuan asli dan
mineral, larut atau diabsorbsi berupa ion-ion. Bentuk bimassa terdapat dalam jaringan makhluk
hidup tumbuhan atau organisme tanah dan bentuk organik dalam jaringan mati yang berada
dalam berbagai tahap pelapukan termasuk humsu tanah.
Akar tanaman dan organisme tanah mengekstrak unsur hara sebagai ion-ion organik
sederhana yang dibebaskan melalui pelapukan batuan dan mineral dan bahan oeganik tanah.
Tumbuhan pada khususnya hanya dapat mengambil unsur hara dalam bentuk ion-ion anorganik
sederhana.
Ketika organisme mati jaringannya ditambahkan dalam bentuk bahan organik tanah dan
beberapa diantaranya dibebaskan secara tiba-tiba oleh adanya sel yang rusak. Seluruh material
itu segera memulai pelapukan. Sebagian bentuk yang tahan membentuk humus tanah yang
melapuknya sangat lambat.
4. Faktor yang Mempengaruhi Unsur Hara Tanah
a. Tekstur Tanah
Tekstur tanah ditentukan oleh jumlah relatif oleh berbagai ukuran partikel yang
menyusun tanah. Partikel tanah dibagi dalam tiga kategori yaitu partikel yang paling halus
kemudian debu dan pasir. Proporsi pasir, debu dan liat menentukan tekstur. Tekstur tanah
mempunyai efek terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Secara umum partikel halus memiliki
luas permukaan lebih besar dibanding tekstur kasar. Permukaan partikel tanah adalah aktif
secara kimiawi. Tanah dengan tekstur halus memiliki aktivitas kimiawi lebih baik dibanding
tanah dengan tekstur kasar, dan dapat mengikat lebih banyak hara serta lebih banyak mengikat
nutrien yang menjadikannya tidak tersedia bagi tanaman.
b. Bahan Organik
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah.
Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi
mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi
bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah,
fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam
protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses
humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan struktur tanah (Tian, G. 1997). Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi
dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk
tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang
lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat
senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah
adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson, 1982). Senyawa-
senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa
tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu,
diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti
suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah
dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip
terhadap pertumbuhan tanaman.
Sejumlah unsur hara seperti N, P, S, Mo, Cu, Zn, dan B mungkin terkandung dalam bahan
organik tanah. Sebagai akibatnya, ketersediaannya tergantung pada proses dekomposisi bahan
organik.
c. pH Tanah
pH tanah menerangkan keasaman dan kebasaan dalam sistem cair. Air terdiri dari muatan
molekul atau ion hidrogen (H+ ) dan hidroksida (OH-). Dalam air selalu ada ion-ion yang tidak
dikombinasi dalam molekul air. Jumlah air murni, jumlah H+ dan OH- sama yang memiliki pH
7 (netral). Bila suatu sistem memiliki kelebihan ion H+ dinamakan asam. Bila kelebihannya
ion OH- maka sistem tersebut dinamakan alkalin. pH yang ukurannya sederhana dari ion H+
dalam sistem tetapi dipresentasikan sebagai negatif logaritma konsentrasi H+.
Keasaman tanah penting karena menentukan kelarutan mineral tanah dan mempengaruhi
berbagai proses mikroorganisme seperti dekomposisi bahan organik dan fiksasi nitrogen.
Beberapa mineral tanah mengandung unsur hara, dan hara ini mungkin tersedia bagi
pertumbuhan tanaman bila pH-nya dalam range yang sesuai.

B. INDIKATOR KESUBURAN TANAH


1. Kapasitas Absorbsi
Kapasitas Absorbsi dihitung dengan milli equivalent, adalah kemampuan tanah untuk
mengikat/ menarik suatu kation oleh partikel-partikel kolloid tanah (partikel kolloid itu terdiri
dari liat dan organik), dan ini secara langsung mencerminkan kemampuan tanah melakukan
aktifitas pertukaran hara dalam bentuk kation. Semakin tinggi nilai kapasitas absorbsi, maka
tanah dikatakan kesuburannya semakin baik, yang biasanya susunan kationnya didominasi oleh
unsur K (Kalium), Ca (Calsium) dan Mg (Magnesium), sehingga nilai pH tanah normal
(berkisar 6,5).
2. Tingkat Kejenuhan Basa
nilainya dalam bentuk persen, mencerminkan akumulasi susunan kation. Peningkatan
nilai persen kejenuhan basa mencerminkan semakin tingginya kandungan basa-basa tanah pada
posisi nilai pH tanah yang menyebabkan nilai kesuburan kimiawi optimal secara menyeluruh.
Nilai kesuburan kimiawi secara sederhana dicermnkan oleh nilai pH, karena nilai pH akan
mampu mempengaruhi dan mencerminkan aktifitas kimiawi sekaligus aktifitas biologis dan
kondisi fisik di dalam tanah.
3. Kandungan Liat
Kandungan liat, merupakan ukuran kandungan partikel kolloid tanah. Partikel dengan
ukuran ini (kolloid) akan mempunyai luas permukaan dan ruang pori tinggi sehingga
mempunyai kemampuan absorbsi juga tinggi serta diikuti kemampuan saling tukar yang tinggi
pula diantara partikel kolloid. Kemampuan absorbsi ini bisa untuk air maupun zat hara,
sehingga menjadi cermin peningkatan kesuburan tanah. Namun jika kandungan liat pada
komposisi dominan atau tinggi menjadi tidak ideal untuk budidaya maupun pengolahan tanah.
Kandungan liat yang tinggi menyebabkan perkolasi, inlfiltrasi, permeabilitas, aerasi tanah
menjadi lebih rendah sehingga menyulitkan peredaran air dan udara.
4. Kandungan Bahan Organik
Kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah dapat memperbaiki kondisi tanah
agar tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dalam pengolahan tanah. Berkaitan dengan
pengolahan tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuannya untuk
diolah pada lengas yang rendah. Di samping itu, penambahan bahan organik akan memperluas
kisaran kadar lengas untuk dapat diolah dengan alat-alat dengan baik, tanpa banyak
mengeluarkan energi akibat perubahan kelekatan tanah terhadap alat. Pada tanah yang
bertekstur halus (lempungan), pada saat basah mempunyai kelekatan dan keliatan yang tinggi,
sehingga sukar diolah (tanah berat), dengan tambahan bahan organik dapat meringankan
pengolahan tanah. Pada tanah ini sering terjadi retak-retak yang berbahaya bagi perkembangan
akar, maka dengan tambahan bahan organik kemudahan retak akan berkurang. Pada tanah
pasiran yang semula tidak lekat, tidak liat, pada saat basah, dan gembur pada saat lembab dan
kering, dengan tambahan bahan organik dapat menjadi agak lekat dan liat serta sedikit teguh,
sehingga mudah diolah.
Kandungan BO merupakan indikator paling penting dan menjadi kunci dinamika
kesuburan tanah. Bahan organik mempunyai peran yang multifungsi, yaitu mampu merubah
sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Selain itu bahan organik juga mampu berperan
mengaktifkan persenyawaan yang ditimbulkan dari dinamikanya sebagai ZPT (zat pengatur
tumbuh), sumber Enzim (katalisator reaksi-reaksi persenyawaan dalam metabolisme
kehidupan) dan Biocide (obat pembasmi penyakit dan hama dari bahan organik).
Bahan organik dikatakan mampu merubah sifat fisik tanah, karena kondisi fisik tanah
yang keras/liat (pejal) akan dapat berubah menjadi tanah yang gembur oleh adanya bahan
organik. Akibatnya porositas dan permeabilitas tanah semakin baik sehingga aerasi udara
meningkat, ini bermanfaat untuk menghindari kejenuhan air yang menyebabkan kebusukan
akar.
Demikian pula bila kondisi sebaliknya, yaitu kondisi tanah yang lepas (sangat berpasir),
maka fisik tanah dapat dibuat menjadi kompak, karena agregasi meningkat oleh adanya bahan
organik. Ruang pori tanah juga meningkat, akibatnya kemampuan tanah dalam menyimpan air
dan menyediakan ruang udara akan semakin proporsional (baik). Hal ni bermanfaat untuk
menghindarkan tekanan kekeringan pada perakaran.
Kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah dapat memperbaiki kondisi tanah
agar tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dalam pengolahan tanah. Berkaitan dengan
pengolahan tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuannya untuk
diolah pada lengas yang rendah. Di samping itu, penambahan bahan organik akan memperluas
kisaran kadar lengas untuk dapat diolah dengan alat-alat dengan baik, tanpa banyak
mengeluarkan energi akibat perubahan kelekatan tanah terhadap alat. Pada tanah yang
bertekstur halus (lempungan), pada saat basah mempunyai kelekatan dan keliatan yang tinggi,
sehingga sukar diolah (tanah berat), dengan tambahan bahan organik dapat meringankan
pengolahan tanah. Pada tanah ini sering terjadi retak-retak yang berbahaya bagi perkembangan
akar, maka dengan tambahan bahan organik kemudahan retak akan berkurang. Pada tanah
pasiran yang semula tidak lekat, tidak liat, pada saat basah, dan gembur pada saat lembab dan
kering, dengan tambahan bahan organik dapat menjadi agak lekat dan liat serta sedikit teguh,
sehingga mudah diolah.
Bahan organik juga dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi
yang dilakukan oleh mikroba yang memang selalu menempel pada bahan organik. Proses
dekomposisi akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga
menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat kolloid. Kondisi
ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar
kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan
tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik, mengurangi
penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada saatnya berarti pula
meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman, baik melalui
proses pertukaran secara langsung maupun pasif oleh proses difusi.
Bahan organik juga mampu mengeliminir bahan-bahan racun, terutama yang dakibatkan
oleh kation-kation mikro seperti Co (Cobalt), Cu (Cuprum/ tembaga), B (Boron), dan lain-lain;
dengan membentuk ikatan khellat. Ikatan khellat ini bersifat preventif (dari efek meracuni) dan
konservatif, karena sewaktu-waktu katio-kation logam yang terjerap dalam ikatan khelat juga
masih bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa terjadinya ikatan
khelat ini justru meningkatkan mobilitas banyak kation, karena ikatan ni memang bisa larut
sehingga memudahkan tanaman untuk memanfaatkannya.
Bahan organik bisa merubah sifat biologi tanah dengan meningkatkan populasi mikroba
di dalam tanah. Populasi mikroba yang meningkat (baik jenis dan jumlahnya) menyebabkan
dinamika tanah akan semakin baik dan menjadi sehat alami. Peningkatan mikroba (khususnya
fungi bermiselia seperti micorhiza, dll) akan meningkatkan kemantapan agregasi partikel-
partikel penyusun tanah. Mikroba dan miselianya, yang berupa benang-benang, akan berfungsi
sebagai perajut/ perekat/glue antar partikel tanah. Dengan demikian menyebabkan struktur
tanah menjadi lebih baik karena ketahanannya menghadapi tekanan erodibilitas (perusakan)
tanah. Kemampuan merubah sifat biologi tanah ke arah positif sehingga meningkatkan
populasi mikroba yang menguntungkan tanaman sehingga tanaman tumbuh sehat tanpa perlu
campur tangan pupuk buatan dan pestisida.
Bahan organik juga berperan sebagai ZPT, karena proses dekomposisi akan
menghasilkan proses akhir menjadi humus. Humus disebut juga sebagai asam humat (humic
acid) yang merupakan bahan kolloidal terpolidispersi yang bersifat amorf, berwarna kuning
hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi dan bervariatif. Asam humat
banyak dikaitkan dengan perkecambahan bji di dalam tanah, pertumbuhan bagian atas
tanaman, pemanjangan semaian muda atau pemanjangan akar dari akar terpotong secara in
vitro, karena asam humat menunjukkan pengaruh hormonal dalam pertumbuhan. Asam humat
juga berperan dalam perbaikan tanah secara fisik, melalui mekanisme perbaikan agregasi,
aerasi, permeabilitas serta kapasitas memegang air, sehingga tanaman akan tumbuh secara
normal dan sehat.
Bahan organik merupakan salah satu bagian penyusun tanah dengan sifat-sifat kolloid,
dan hanya satu-satunya yang mempunyai kemampuan mendinamisasi untuk mempengaruhi
sifat fisik, kimia maupun biologi tanah. Tanah-tanah marjinal (baik tanah mineral maupun yang
dominan liatnya) akan dapat diperbaiki sifat pejal maupun porositasnya pada tingkat yang
optimal. Demikian juga permeabilitas, aerasi, perkolasi maupun agregasi, dengan peran
dinamisasi dari BO, keadaan tanah menjadi gembur dan subur. Hal ini berkaitan dengan
menegemen air dan udara dalam tanah, bermanfaat bagi kelangsungan perkembangan
perakaran tanaman dan hara tanaman di dalam tanah. Dengan berkembangnya perakaran
tanaman akan mempengaruhi bagian atas tanaman di atas permukaan tanah.

C. EVALUASI KEBUTUHAN PUPUK


1. Gejala Kekurangan Hara
Pertumbuhan yang abnormal yang ditunjukkan oleh tanaman , kemungkinan
disebabkan kekurangan hara ataupun berberapa faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman.
Kelainan pertumbuhan dapat disebabkan kekurangan maupun kelebihan dari satu atau
beberapa unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Gejala- gejala yang tampak itu dapat diaamti
secara visual, dan tidak memerlukan suatu alat khusus dan dapat dilakukan dengan cepat.
Gejala- gejala yang dapat terlihat adalah berupa:
1) Terhambatnya pertumbuhan tanaman
2) Kelainan pada warna yang biasanya nampak pada daun.
3) Nekrosis atau matinya jaringan.
4) Bentuk yang abnormal dari bagian- bagian tanaman.
Banyak kesukaran-kesukaran yang timbul dalam mengidentifikasikan status hara tanah
bila hanya dari gejala kekurangn hara. Setiap simpton yang timbul ada hubungannya dengan
fungsi dari setiap unsur yang berbeda, karena unsur- unsur tersebut mempunyai fungsi yang
sama dalam tanaman. Ataupun gejala yang tampak merupakan resultante yang timbul
kemudian. Misalnya gejal- gejala kekurangan nitrogen yang ghampir sama dengan gejala
kekurangn magnesium, karena kedua unsur tersebut sama- sama mempunyai fungsi dalam
pembentukan chlorofil pada daun tanaman. Dan gejala- gejal tersebut dapat dilihat apabila
tanaman tersebut sudah benar- benar menderita.
2. Evaluasi Kesuburan Tanah (Kebutuhan Pupuk)
Evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu melalui
pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara visual, analisa tanaman dan analisa tanah.
Analisa tanaman meliputi analisa serapan hara makro primer (N, P dan K) dan uji vegetatif
tanaman dengan melihat pertumbuhan tanaman. Sedangkan analisa tanah meliputi analisa
ketersediaan hara makro primer (N, P dan K) dalam tanah.
Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan tanah dapat
dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa contoh tanah, (2) Mengamati
gejala-gejala (symptom) pertumbuhan tanaman, (3) Analisa contoh tanaman, (4) Percobaan pot
di rumah kaca, dan (5) Percobaan lapangan.

a. Analisis Contoh Tanah


Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di lapangan dengan
metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisa tanah dilabo-ratorium dilakukan
terhadap variabel-variabel kimia dan fisik tanah : pH, kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium,
fosfor, kalsium, magnesium (hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan organik,
tekstur tanah dan sebagainya. Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari data analisis tanah
bila dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka
dapat diketahui apakah status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang),
rendah, sedang, cukup ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam uji tanah ialah bahwa metode analisa tanah
tersebut (1) harus dapat mengekstraksi bentuk unsur hara yang tersedia saja, secara tepat. Jadi
sifatnya selektif artinya tidak mengekstraksi bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman, (2) metode analisa yang dipakai dilaboratorium harus sederhana, cepat, mudah
dilaksanakan dan memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi, (3) hasil analisis harus dapat
direproduksi. Dengan demikian larutan kimia yang dibuat harus didasarkan pada pengetahuan
yang baik tentang bentuk-bentuk kimia dari unsur hara di dalam tanah dan tentang sifat akar
tanaman dan mekaniusme pelarutan bentuk-bentuk kimia oleh akar tanaman.
b. Mengamati Symptom Pertumbuhan Tanaman
Kekurangan unsur hara di dalam tanah dapat memperlihatkan gejala-gejala
pertumbuhan tertentu pada tanaman. Misalnya kekurangan unsur hara besi (Fe) akan
menyebabkan chlorosis; kekurangan hara nitrogen (N) menyebabkan tanaman kerdil, dan
sebagainya.

c. Analisa Contoh Tanaman


Kekurangan unsur hara di dalam tanah dapat juga diketahui dari analisis jaringan
tanaman. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam
tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur
tersebut dari dalam tanah. Analisis tanaman umumnya dilakukan terhadap bagian-bagian
tertentu saja ataupun seluruh bagian tanaman. Interpretasi keadaan kesuburan tanah akan lebih
baik apabila kedua cara ini (analisis tanah dan tanaman) digabungkan. Teknik analisis tanaman
lebih umum dipakai untuk tanaman umur panjang dibandingkan tanaman semusim.
Analisa tanaman didasarkan pada asumsi bahwa jumlah unsur hara yang terdapat di
dalam tanaman mempunyai hubungan dengan hara tanaman yang terdapat dalam tanah. Dari
hasil analisa tanman akan didapatkan suatu kadar dari unsur-unsur tertentu dalam tanaman.
Kadar tersebut kemungkinan akan berada pada suatu titik yang kritis, dimana telah diperlukan
tambahan unsur tersebut melalui pupuk. Tetapi timbul pula kesukaran lain yaitu adanya sesuatu
unsur dalam tanaman yang dapat menyebarkan unsur yang lain menjadi kritis. Misalnya unsur
boron menjadi kritis dalam tanaman bila terdapat banyak unsur kalium. Dengan demikian
analisa tanaman akan berkurang nilainya ataupun kurang meyakinkan tentang status hara yang
terdapat di dalam tanah.
Selanjutnya untuk setiap jenis tanaman berbeda pula bagian yang diambil untuk
keperluan analisa serta berbeda juga untuk waktu pengambilan contoh keperluan analisa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk keperluan analisa tanaman yang diambil adalah
contoh daun pada masa pembungaan ataupun pada masa permulaan pembuahan.
Tetapi walaupun demikian analisa tanaman terutama analisa daun banyak membantu
dalam rekomendasi pemupukan untuk tanaman pepohonan yang berakar dalam. Akar dari
tanaman ini akan menyebar ke seluruh bagian lapisan olah. Selanjutnya akar tanaman
mengabsorbsi hara-hara yang terdapat pada bagian yang lebih dalam dari tanah dan hara
tersebut akan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman juga daun. Dengan demikian analisa
daun turut membantu analisa tanah dalam program pemupukan.
d. Percobaan Pot di Rumah Kaca
Percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanaman sebagai
indikator (Biological test) dapat pula memberi gambaran mengenai status unsur hara di dalam
tanah. Pendekatan yang dilakukan disini adalah : contoh-contoh tanah diambil dari daerah
yang akan diteliti kemudian dengan berat tertentu dimasukkan kedalam pot dan ditanamai
dengan tanaman tertentu pula. Selanjutnya setiap pot diberikan perlakuan pupuk
menurut jenis dan jumlah unsur hara yang diteliti (sebagian tanpa
pupuk/kontrol). Dari pertumbuhan atau produksi tanaman yang diperoleh dapat dideteksi
kekurangan dan kebutuhan akan unsur hara dari tanah dan tanaman tersebut.
e. Percobaan Mikrobiologi
Percobaan ini dimulai dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh
Winogradsky. Ia telah membuktikan bahwa ada beberapa jenis mikroorganisme yang
mempunyai kelakuan hampir sama dengan tumbuhan tingkat tinggi. Selanjutnya
mikroorganisme tersebut sensitif terhadap kekurangan sesuatu unsur hara tertentu pada media
tempat ia hidup. Misalnya pertumbuhan dan perkembangan dari Azotobacter akan terhambat
dan terganggu bila di dalam tanah terdapat kekurangan unsur-unsur hara tertentu terutama
unsur kalsium, fosfor dan kalium. Perlu ditambahkan bahwa setiap mikroorganisme akan
sensitif terhadap unsur hara tertentu saja sesuai dengan kebutuhannya. Jika dibandingkan
dengan percobaan lain maka metode ini jauh lebih sederhana, relatif cepat dan hanya
memerlukan sedikit tempat / ruangan dan biayanya relatif murah.

f. Percobaan Lapangan
Percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di lapangan dengan
menggunakan berbagai jenis dan jumlah pupuk tertentu dapat diketahui kekurangan unsur hara
yang perlu ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara tanaman dalam mencapai tingkat produksi tertentu
g. Analisa Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di lapangan dengan
metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisa tanah dilaboratorium dilakukan
terhadap variabel-variabel kimia dan fisik tanah : pH, kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium,
fosfor, kalsium, magnesium (hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dan lian-lain), bahan
organik, tekstur tanah dan sebagainya.
Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila dibandingkan
dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui apakah
status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang, cukup
ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam uji tanah ialah bahwa metode analisa tanah
tersebut (1) harus dapat mengekstraksi bentuk unsur hara yang tersedia saja, secara tepat. Jadi
sifatnya selektif artinya tidak mengekstraksi bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman, (2) metode analisa yang dipakai dilaboratorium harus sederhana, cepat, mudah
dilaksanakan dan memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi, (3) hasil analisis harus dapat
direproduksi. Dengan demikian larutan kimia yang dibuat harus didasarkan pada pengetahuan
yang baik tentang bentuk-bentuk kimia dari unsur hara di dalam tanah dan tentang sifat akar
tanaman dan mekaniusme pelarutan bentuk-bentuk kimia oleh akar tanaman.
Oleh karena itu uji kimia tanah perlu dikorelasikan dengan serapan hara oleh tanaman
melalui percobaan rumah kaca (uji korelasi) dan percobaan lapangan (uji kalibrasi). Uji
korelasi dimaksudkan untuk mendapatkan metode yang tepat untuk suatu unsur dan tanaman
tertentu. Sedangkan uji kalibrasi dimaksudkan untuk mendapatkan hubungan antara selang
kadar suatu unsur hara atau nilai kritisnya dengan respons tanaman di lapangan terhadap unsur
tersebut. Dengan demikian memberikan nilai agronomik bagi angka uji tanah tersebut. Tanpa
uji kalibrasi maka angka-angka uji tanah tidak berarti sama sekali.
Dalam studi korelasi yang perlu diperhatikan ialah :
(1) Bekerja dengan contoh-contoh tanah yang memiliki selang kadar unsur hara yang diteliti
tersebut cukup lebar.
(2) Contoh tanah sebaiknya diambil dari daerah yang diketahui respons tanamannya, yaitu dari
yang sangat respons terhadap unsur tersebut sampai yang tidak respons. Apabila hal ini sulit
dilakukan, maka dapat ditempuh dengan cara : mengkorelasikan hasil uji tanah dengan serapan
hara ataupun dengan A-value yaitu suatu teknik radioisotop dari Fried dan Dean (1952).
Tentang uji kalibrasi, hal yang perlu diingat ialah bahwa pengujian harus dilakukan
terhadap tiap jenis tanaman, tiap tanah dan tiap tipe iklim, dengan teknik bercocok tanam yang
sama.
Hasil uji tanah ini dipakai untuk: (1) menentukan jumlah hara yang tersedia bagi
tanaman, (2) memberi peringatan kepada petani tentang bahaya-bahaya yang mungkin akan
terjadi pada pertanamannya, baik bahaya defisiensi ataupun keracunan, (3) menjadi dasar
penetapan dosis pupuk, dan (4) memberikan perkiraan produksi akibat pemakaian dosis pupuk
tersebut sehingga memungkinkan dilakukannya evaluasi ekonomi, (5) membantu pemerintah
dalam menyusun kebijaksanaan antara lain dalam hal pengadaan dan penyebaran pupuk,
perencanaan wilayah, dan infrastruktur.

D. PERBAIKAN KESUBURAN TANAH


Winarso (2005) menjelaskan bahwa pengukuran kualitas tanah merupakan dasar untuk
penilaian keberlanjutan pengelolaan tanah yang dapat diandalkan untuk masa-masa yang akan
datang, karena dapat dipakai sebagai alat untuk menilai pengaruh pengelolaan lahan. Pada
umumnya proses degradasi tanah dalam sistem pertanian dapat disebabkan oleh erosi,
pemadatan, penurunan ketersediaan hara atau penurunan kesuburan, kehilangan bahan organik
tanah dan lain lain.
Urgensi peningkatan kesuburan tanah :
1. Perkembangan produksi dan konsumsi kayu.
2. Kendala status kesuburan tanah
3. Pertimbangan ekonomis
4. Pendayagunaan tanah bagi usaha tani
5. Pengikisan sub-soil
6. Pencemaran lingkungan
7. Bencana Alam
Aryantha (2002) menjelaskan ada tiga konsep untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu
yang berwawasan lingkungan atau berkelanjutan adalah Low External Input Agriculture
(LEIA) dan Low Ezternal Input Sustainable Agriculture (LEISA), dan pertanian modren yang
tergantung dengan bahan kimia adalah High External Input Agriculture (HEIA)
LEIA adalah sistem yang memanfaatkan sumberdaya lokal yang sangat intensif dengan
sedikit atau sama sekali tidak menggunakan masukan dari luar sehingga tidak terjadi kerusakan
sumberdaya alam. Pendauran hara di dalam usahatani dengan sumber-sumber yang berasal dari
luar usaha tani. Kegiatan ini berguna untuk menambahkan hara kepada tanah dari luar usaha
tani. Bahan-bahan yang digunakan: sampah, kompos, limbah, dll. Pendauran hara di dalam
usaha tani dengan sumber-sumber yang berasal dari usaha tani itu sendiri. Pendauran ini dapat
dilewatkan dengan ternak atau pengembalian sisa-sisa biomassa hasil panen. Cara ini tidak
menambahkan hara kepada tanah, tetapi hanya mengembalikan hara yang tidak terangkut ke
luar bersama dengan hasil panen . Pendauran hara di dalam petak pertanaman. Kegiatan ini
biasanya melibatkan tanaman legum (cover crop) untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan
N pada tanaman pokok.
HEIA adalah sistem pertanian yang menggunakan masukan dari luar (secara berlebihan).
Umumnya berupa bahan-bahan agrokimia konvensional yang memang disengaja dibuat untuk
input produksi. Sistem ini sangat tergantung senyawa kimia sintetis (pupuk, pestisida, zat
pengatur tumbuh). Dapat berpengaruh buruh pada keseimbangan lingkungan dan kesehatan
manusia
LEISA adalah Pertanian dengan masukan rendah tetapi mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya alam (tanah, air, tumbuhan dan hewan), manusia (tenaga, pengetahuan dan
keterampilan) yang tersedia ditempat dan layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil
secara sosial dan sesuai dengan budaya lokal. Ciri-ciri sitem ini (a) berusaha mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal dengan mengkombinasikan berbagai komponen sistem
usahatani (tanaman, hewan, tanah, air, iklim dan manusia) sehingga saling melengkapi dan
memberikan efek sinergi yang luar biasa,(b) berusaha mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lokal dengan mengkombinasikan berbagai komponen sistem usahatani (tanaman,
hewan, tanah, air, iklim dan manusia) sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi
yang luar biasa.
Prinsip dasar LEISA adalah menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan
tanaman, khususnya dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan kehidupan
mikroorganisme di dalam tanah (soil regenerator), mengoptimalkan ketersediaan dan
menyeimbangkan aliran unsur hara, khususnya melalui penambatan Nitrogen, pendaur ulangan
unsur hara dan

pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap,, meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi
matahari, udara dan air dengan pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pengendalian
erosi, saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumberdaya genetik yang mencakup
penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungisonal
tinggi .

E. CACING SEBAGAI PENYUBUR TANAH


1. Pendalaman Solum Tanah Subur
Cacing tanah umum bersarang dan membawa makannnya ke dalam tanah kemudian
memakannya bersama dengan tanah yang bercampur kepadanya. Liang digali dengan cara
melumat tanah ke dalam mulutnya. Melalui aktifitas ini akan terjadi hal-hal berikut:
a. Perpindahan tanah lapisan bawah dan lapisan atas yang pad Lumbriscus terestris dan A.
Nocturna dapat mencapai hingga kedalaman 150-240 cm, malahan ada yang 2,7-5 m
tergantung pada tekstur tanahnya, semakin berliat semakin dangkal, dan sebaliknya semakin
berpasir semakin dalam. Umumnya linag ini dibuat secara vertikal dan bercabang secara
intensif di dekat permukaan tanah, dengan diameter lubang antara 3-12 mm. Adanya
eprpindahan tanah ini menyebabkan mienral tanah lapisan bawah yang tadinta tidak terjangkau
akar tanaman menjadi terjangkau.
b. Adanya liang-liang ini menyebabkan sistem aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik
sehingga ketersediaan oksigen baik untuk aktifitas mikrobia aerobik maupun untuk reaksi
oksidasi kimiawi tanah membaik, yang pad aakhirnya akan memperbaiki biologis dan kimiawi
tanah. Terowongan yang dibuat oleh Lumbriscus terestris dan A. Nocturna dapat mencapai
kedalaman 150-240 cm secara vertikal dan bercabang banyak di dekat permukaan tanah.
Dramida grandis dapat menggali terowongan hingga kedalaman 2,7-3,7 m sedangkan spesies
epigik seperti P. Hupeiensis hanya membuat sistem terowongan pada kedalaman 7,5-15 cm.
c. Adanya katifitas keluar masuknya liang yang membawa seresah serta adanya sekresi lendir
(mukus) yang menempel di dinding liangnya, seperti Lumbriscus terestris, A. longa dan A.
nocturna serta kotorannya (bunga tanah) yang keduanya dapat menjadi substrat bagi mikrobia
(terutama fungi) sehingga juga memperbaiki kesuburan biologis tanah. Kemudian bahan-bahan
organik (biotik dan abiotik) ini akan menjadi perekat butiran tanah yang mendorong granulasi
dan agregasi tanah, sehingga tanah lapisan bawah tidak saja menjadi lebih subur tetapi menjadi
lebih gembur. Sebagai hasil akhirnya solum tanah subur menjadi lebih dalam sehingga
perakaran tanaman juga kan menjadi lebih intensif.
2. Agregasi dan Struktur Tanah
Aktifitas cacing tanah yang mempengaruhi struktur tanah meliputi
a. Pencernaan tanah, perombakan bahan organik, pengadukannya dengan tanah dan produksi
kotorannya yang diletakkan di permukaantau di dalam tanah
b. Penggalian tanah dan transportasi tanah bawah ke atas atau sebaliknya
c. Selama proses 1 dan 2 juga terjadi pembenrukan agregat tanah tahan air, perbaikan status aerasi
tanah dan daya tanah memegang air
Perbaikan struktur tanah tersebut antara lain terlihat:
a. Adanya fakta bahwa kotoran cacing tanah yang mengandung sejumlah partikel pasir atau
kerikil yang lebih sedikit ketimbang tanah sekitarnya merupakan bukti kemampuan cacing
tanah dalam mencerna atau melumatkan partikel mineral menjadi lebih kecil.
b. Komponen pasir relatif terhadap debu dan liat pada 2 padang rumput yang banyak dihuni
cacing tanah meningkat dengan kedalaman tanah.
c. Butiran granit pada tanah bercacing tanah menjadi lebih kecil daripada tanah tanpa cacing
tanah
Agregat adalah bentuk penyatuan butiran mineral tanah baik akibat gaya fisik, kimiawi
maupun biologis sedemikian rupa sehingga tahan terhadap pembasah keringan, aliran
permukaan atau erosi dan pemadatan serta tetap lepas baik pada kondisi basah maupun kering.
Tanah yang beragregat baik akan beraerasi drainase baik pula sehingga berperan penting dalam
menjadikan tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman dan mikrobia tanah. Kotoran cacing
tanah mengandung agregat yang lebih stabil terhadap pembasahan daripada agregat tanah di
sekitarnya sehingga lebih meningkatkan erodibilitas tanah dan ketahanan tanah terhadap
erosifitas aliran permukaan (run off). Lebih stabilnya agregat bunga tanah disebabkan oleh:
a. Adanya sekresi internal yang menyemen partikel tanah pada saat melalui sistem pencernaan
cacing tanah
b. Adanya Ca humat yang disintesis dalam sistem pencernannya dari bahan organik sedang
melapuk lewat aktifitas kelenjar kalsiferus penghasil kalsium.
c. Adanya aktifitas bakteri penghasil bahan-bahan penyemen.
3. Bunga Tanah dan Ketersediaan Hara
Cacing tanah merupakan pemakan tanah dan bahan organik segar di pernukaan tanah,
masuk ke liangnya kemudian mengeluarkan kotorannya (bunga tanah) si permukaan tanah.
Aktifitas naik turunnya cacing ini berperan penting dalam pendistribusian dan penyampuran
bahan organik dalam solum tanah yang kemudian berpengaruh positif terhadap kesuburan
tanah baiks ecara fisik, kimiawi maupun biologis. Bentuk kotoran cacing bervariasi tergantung
spesiesnya. Dan peranan bunga dalm memperbaiki kimiawi tanah dapat dulihat berdasrkan
sifat kimiawi seperti tertera pada tabel berikut ini:
Negara Habitat Bunga tanah (ton/ha)
Jerman Kebun 91,6
Padang rumput 91,4
Padang rumput 5-7,5
Hutan beeckwood 6,8
Tanah lempung 5,2
Tanah pasir 5,8
Inggris Padang rumput tua 18,8-40,4
Padang rumput tua 27,7
Padang rumput (per 18,7-40,3 (tebal 5
tahun) mm)
India Kebun (lempung 1,4-5
berpasir) 3,9-77,8
Padang rumput 0,47-1276
Bervariasi
Swiss Kebun 17,8- 81,2
Padang rumput 17,8- 81,0
Padang rumput 75-100
Mesir Delta sungai nil 268,2- 2600
Dari tabel di atas terlihat bahwa kadar N, C, P, Ca, Mg serta KTK, KB dan pH bunga
tanah selalu lebih tinggi daripada tanah lapisan 0,15 dan 20,40 cm di sekitarnya yang
menunjukkan pengaruh besarnya cacing tanah. Lebih tingginya pH bunga tanah daripada pH
tanah sekitarnya diperkirakan ada kaitannya dengan aksi kelenjar kalsiferous (penghasil Ca),
sekresi usus dan amonia dalam sistem pencernaan cacing tanah.
4. Cacing Sebagai Bioamelioran Tanah
Pemanfaatan cacing tanah sebagai bioamelioran (jasad hayati pembenah) tanah
mempunyai prospek yang baik, misalnya dalam pembukaan areal tergenang yang dikeringkan
(polder) untuk areal pertanian seperti di Belanda. Dalam kegiatan ini digunakan Ascaris
caliginosa dan Lumbriscus terestris dengan kerapatan 800 cacing/tanaman bebuahan dan
menyebabkan perakarannya menjadi lebih intensif. Pada tanah polder ini, cacing berkembang
cukup cepat, selama 3-4 tahun Ascaris caliginosa berkembang dari 4.664 menjadi 384.740 ekor
dan Ascaris chlorotica dari 2.558 menjadi 12.666 ekor.
Di Uzbekistan, cacing tanah telah diintroduksi untuk merangsang proses pembentukan
tanah pada areal yang baru dibuka dan berhasil dengan baik. Dalam proses pembentukan tanah
ini tidak semua cacing tanah dapat berperan baik misalnya Eisenia foetida merupakan spesies
penghasil komos atau pemakan pupuk kandang sehingga tidak mampu bertahan lama jika
diintroduksi ke lapangan. Peran cacing ini yang terlihat dalam waktu singkat lebih disebabkan
oleh dekomposisi cacing yang mati dibanding aktivitasnya.
Ameliorasi tanah dengan kotora cacing tanah dangat mempengaruhi struktur kesuburan
tanah. Umumnya kotoran cacing tanah ber-pH lebih tinggi dibanding tanah di sekitarnya, dari
18 lokasi pengamatan terlihat bahwa selisih pH keduanya adalah antara 0,1-1,0 unit pH
tergantung jenis tanahnya, yang melebar pada pH adak masam-masam dan menyempit pada
pH sekitar netral. Hal ini menunjukkan peran cacing tanah dalam meningkatkan pH tanah agak
masam-masam. Kotoran cacing juga lebih banyak N-total, N-nitrat, bahan organik, Mg-total,
Mg-tertukar, P-tersedia, basa-basa dan kadar air serta beragregat lebih banyak atau lebih stabil.
Ameliorasi tanah dengan kapur dapat menignkatkan populasi cacing tanah misalnya
dengan takaran 2,5 ton/ha pada tanah di Selandia Baru menyebabkan kenaikan 50% populasi
Ascaris caliginosa. Cacing tanah mampu memamah 5 ton seresah/ha, apabila 10 ekor
Lumbriscus terrestris dimasukkan ke dalam tanah populasinya meningkat menjadi 60 ekor/m2
dalam luasan 700 m2, maksimum pada areal sekitar 15 m dari titik inokulasi dan tetap tinggi
hingga area yang cukup jauh dari titik ini.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara dalam
keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik fisik, kimia dan biologi
tanah
2. Indikator kesuburan tanah meliputi:
a. kapasitas absorbsi
b. tingkat kejenuhan basa
c. kandungan liat
d. kandungan bahan organik
3. Kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap kesuburan tanah sesuai dengan kebutuhan tanah terhadap unsur hara tersebut
4. Peranan cacing sebagai penyubur tanah yaitu dengan cara cacing tanah bersarang dan
membawa makannnya ke dalam tanah kemudian memakannya bersama dengan tanah yang
bercampur kepadanya. Liang digali dengan cara melumat tanah ke dalam mulutnya.
5. Cara evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu melalui
pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara visual, analisa tanaman dan analisa tanah.
Analisa tanaman meliputi analisa serapan hara makro primer (N, P dan K) dan uji vegetatif
tanaman dengan melihat pertumbuhan tanaman. Sedangkan analisa tanah meliputi analisa
ketersediaan hara makro primer (N, P dan K) dalam tanah.
6. Cara memperbaiki kesuburan tanah yaitu melalui tiga konsep yang berwawasan lingkungan
atau berkelanjutan adalah Low External Input Agriculture (LEIA) dan Low Ezternal Input
Sustainable Agriculture (LEISA), dan pertanian modren yang tergantung dengan bahan kimia
adalah High External Input Agriculture (HEIA)

B. SARAN
1. Hendaknya manusia mulai menjaga kesuburan alami tanah, karena aktivitas manusia menjadi
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah
2. Petani dan pekerja pada bidang budidaya tanaman hendaknya memahami konsep dari
kesuburan tanah dan menerapkannya dalam pertanian atau budidaya tanaman.
3. Penggunaan pupuk kimia hendaknya mulai dikurangi, karena akan mempengaruhi komposisi
unsur hara tanah, akibatnya akan menjadi racun bagi tumbuhan pada tanah itu sendiri karena
hara tanah mulai tidak seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Jacob. 2008. Tanaman Dalam Mengevaluasi Status Kesuburan Tanah. Diambil
dari http://mursitoledi.multiply.com/journal/item/1/jurnal_ ilmu_kesuburan_tanah pada hari
Jumat, 4 Maret 2011
Anonim. 2008. Kesuburan Tanah. Diambil dari www.http://www.golden agro.net63.net pada hari Jumat,
4 Maret 2011
Dian Kusumanto. 2009. Memahami Konsep Kesuburan Tanah. Diambil
dari http://kebunaren.blogspot.com/ pada hari Jumat, 4 Maret 2011
Dwi Priyo Ariyanto. 2010. Pupuk Dan Pemupukan. Soil Science Department Faculty of Agriculture
Sebelas Maret University.
Foth, H. D., 1994. Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan: Adisoemarto. Jakarta: Erlangga.
Hardjowigeno. 1995. Ilmu Tanah. Diperoleh dari http://acehpedia.org/
Mengevaluasi_Status_Kesuburan_Tanah pada hari Jumat, 4 Maret 2011
Ida Nursanti dan Abdul Madjid Rohim. 2009. Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah. Program Studi
Ilmu Tanaman. Universitas Sriwijaya.
Kartasapoetra, A.G. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Prof.Dr.Ir.Soemarno,M.S. 2007. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.
Sutejo.M.M, 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tejoyuwono, Notohadiprawiro, dkk. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi
Pemupukan. Yogyakarta: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.

Disusun Oleh :

Ulfiyah 08304241006
Riza Sativani Hayati 08304241029
Sinta Herahmawati 08304241032
Titis Nindiasari A. 08304241036

Diposting oleh Riza Sativani di 17.06


Label: BIOLOGI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar !!!

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru » « Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

COUNTER

Music for download

Ada kesalahan di dalam gadget ini


<a href="http://www6.shoutmix.com/?oryza-sativa135rsh">View shoutbox</a>
ShoutMix chat widget

Free Blog Content

Recent Post
Labels
 ARTIKEL (16)
 BIOLOGI (45)
 BIOLOGY EDUCATION (22)
 EXPERIENCES (5)
 FILSAFAT ILMU (10)
 INFO TERKINI (1)
 KARYA TULIS (2)
 KKN PPL DELAYOTA 2011 (1)
 KUMPULAN SOAL BIOLOGI (1)
 LAPORAN PRAKTIKUM (3)
 Materi Mentoring (6)
 ORGANIZATION (1)
 RELIGI (2)
Blog Archive
 ► 2013 (2)

 ► 2012 (10)

 ▼ 2011 (40)
o ► Agustus (1)
o ► Juli (9)
o ▼ Juni (14)
 EXAMPLE OF LESSON PLAN 4
 EXAMPLE OF STUDENT WORKSHEET 3
 EXAMPLE OF LESSON PLAN 3
 EXAMPLE OF STUDENT WORKSHEET 2
 EXAMPLE OF LESSON PLAN 2
 EXAMPLE OF STUDENT WORKSHEET 1
 EXAMPLE OF LESSON PLAN I
 SEJARAH DAN MEDIA KULTUR JARINGAN
 MEKANISME ABSORBSI CALSIUM
 ADAPTASI MANUSIA TERHADAP KETINGGIAN
 BULETIN POLIO
 TEKNOLOGI BIOPORI SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI TIGA ...
 KESUBURAN TANAH
 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL INDONESIA
o ► Januari (16)

 ► 2010 (60)

 ► 2009 (4)

Pengikut
Recent Komen
About Me

Riza Sativani
Lihat profil lengkapku

Facebook Badge
Riza Sativani

Create Your Badge

Copyright © SATIVA. All rights reserved | Blogger templates created by Templates Block |
Wordpress theme by Umetered Linux Servers

Pengendalian Vegetasi
Tujuan dari pengendalian vegetasi ada 2 yaitu pertama, meningkatkan produksi hijauan pakan
persatuan luas lahan dan kedua, mempertahankan struktur savana agar dalam suksesinya tidak
berkembang menuju klimaks yang tidak sesuai sebagai daerah range.

Introduksi spesies rumput unggul dan leguminosa

Tindakan ini diperlukan guna :

1. Mengatasi diskontinyutas supali pakan bermutu sepanjang tahun.


2. Meningkatkan daya dukung pastura.
3. Memperbaiki status kesuburan tanah lewat simbiosa mutualisme antara akar legum dan
bakteri rhyzobium guna memfiksasi N bebas dari udara.
4. Mengontrol gulma.
5. Meningkatkan biodiversitas.

Beberapa jenis rumput seperti Brachiaria brizantha, B. decumbens, B. ruziniensis dan


Paspalum dilatatum adalah jenis rumput dengan produksi bahan kering yang tinggi 50-70 ton
bk/ha/tahun, tahan kering dan tahan penggembalaan berat. Sanches (1993) melaporkan bahwa
pasture Hetropogon contortus di Queensland Australia yang disisipi Stylosanthes humilis dapat
menghasilkan sapi dengan berat badan rata-rata 93 kg/m2 dengan kepadatan 0.74 ekor/ha. Pada
saat yang sama terdapat jumlah nitrogen yang dapat di fiksasi sebesar 150 – 1500 kg
N/ha/tahun.
Legum yang cocok untuk disebar di padang rumput adalah legum-legum yang mudah
membentuk simbiosa dengan bakteri rhyzobium dan memiliki daya persistensi yang tinggi.
Partridge (1999) dan Sutaryono & Partridge (2002) merekomendasikan beberapa spesies
terpilih yaitu Stylo verano dan Stylo semak, Cassia berdaun bulat pada tanah-tanah yang agak
masam dan Desmanthus pada tanah basa atau berbatu kapur seperti yang banyak mendominasi
tipe tanah di Timor Barat.

Pengontrolan Gulma

Mengontro l gulma penting untuk mencegah agar komunitas padang


pengembalaan tidak berubaha menjadi bentuk klimaks vegetasi yang tidak berguna. Upaya
semacam ini dapat dilakukan melaui cara-cara pengontrolan secara mekanis, kimiawi dan
biologis. Akan tetapi pilihan-pilihan itu dibatasi oleh biaya, tenaga kerja, keterampilan
peternak dan kegiatan lain di luar kepentingan peternakan. Sebagai misal, akhir-akhir ini gulma
Chromolaena odorata mulai menginvasi padang savana di Timor Barat (Mudita, 2000).

Pengendalian Kebakaran

Kehadiran a pi di padang penggembalaan tropika kering seperti di Timor


Barat umumnya karena 2 alasan yaitu sebagai gejala alami dan ulah manusia. Petani
menghadirkan api untuk berbagai keperluan. Api digunakan sebagai sarana pengelolaan
perladangan, subtitusi tenaga kerja di ladang, menstimulasi pertumbuhan rumput baru yang
segar dan palatabel, berburu dan untuk kesenangan. Tak jarang api juga merupakan bentuk
oernyataan adanya konflik komunal. Sepanjang kehadirannya dapat dikontrol maka api tidak
perlu dikhawatirkan. Pengendalian diperlukan ketika api mulai menimbulkan gejala entropi
lingkungan. Kehadiran api di savana kering diduga telah berkontribusi besar terhadap
perluasan lahan kritis yang ada. Untuk itu pengunaan api harus dikendalikan. Bentuk
pengendalian api seperti prescribed burning (Wright dn Bailey, 1982; Chandler et al., 1983)
dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan.

PEMBAHASAN
Padang penggembalaan (pasture) merupakan sumber penyediaan hijauan makanan ternak
secara langsung yang sangat ekonomis dan murah. Padang penggembalaan (pasture) adalah
tempat atau lahan yang terdiri dari rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang
tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak.
Padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan atau campuran
keduanya, dimana fungsi kacang-kacangan dalam padang penggembalaan adalah memberikan
nilai makanan yang lebih baik terutama berupa protein, phosphor dan kalium.
Fungsi padang penggembalaan adalah untuk menyediakan hijauan pakan bagi ternak
ruminansia yang paling murah, karena hanya membutuhkan tenaga kerja sedikit serta ternak
dapat memilih dan merenggut sendiri makanannya. Rumput dan legum yang ada di
dalam padang penggembalaan dapat memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini disebabkan,
rumput dan legum yang dimakan oleh ternak dikembalikan ke padang penggembalaan sebagai
kotoran yang menyuburkan dan menstabilkan produktivitasnya dari tanah itu sendiri.

Tipe Padang Penggembalaan (Pasture)


Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan utama, yaitu:

1. Padang Penggembalaan (Pasture) Alam ; merupakan padangan yang terdiri dari


tanaman dominan yang berupa rumput perennial, sedikit atau tidak ada sama sekali
belukar gulma (weed), tidak ada pohon, sering disebut padang penggembalaan
permanen, tidak ada campur tangan manusia terhadap susunan floranya, tetapi hanya
mengawasi ternak yang digembalakan.
2. Padang Penggembalaan (Pasture) Alam Yang Sudah Ditingkatkan ; merupakan
padangan yang terdiri dari spesies – spesies hijauan makanan ternak alami, namun
komposisi botaninya telah diubah oleh manusia sehingga didapat spesies hijauan yang
produktif dan menguntungkan dengan jalan mengatur pemotongan (defoliasi).
3. Padang Penggembalaan (Pasture) Buatan/Temporer) ; merupakan padangan yang
vegetasinya sudah dipilih/ditentukan dari varietas tanaman yang unggul. Tanaman
makanan ternak dalam padangan telah ditanam, disebar dan dikembangkan oleh
manusia. Padangan buatan/temporer dapat menjadi padangan permanen atau diseling
dengan tanaman pertanian.
4. Padang Penggembalaan (Pasture) Dengan Irigasi ; merupakan padangan yang biasanya
terdapat di daerah sepanjang sungai atau dekat sumber air. Penggembalaan dijalankan
setelah padangan menerima pengairan selama 2 sampai 4 hari.

Ciri – Ciri Padang Penggembalaan (Pasture) Yang Baik


Ciri-ciri padang penggembalaan (pasture) yang baik antara lain adalah sebagai berikut :

1. Produksi bahan kering tinggi;


2. Kandungan nutrisi tinggi, terutama kandungan protein kasar;
3. Tahan renggutan dan injakan serta tahan dari musim kemarau;
4. Mudah dalam pemeliharaan; Tingkat daya tumbuh cepat;
5. Nisbah daun dan batang tinggi;
6. Mudah dikembangkan bila dikombinasikan dengan tanaman legume;
7. Ekonomis dan mempunyai palatabilitas yang tinggi.

Faktor Yang Mempengaruhi Padang Penggembalaan (Pasture)


Air
Air yang terbatas mempengaruhi fotosintesis dan perluasan daun pada tanaman karena tekanan
air mempengaruhi pembukaan pada stomata perluasan sel. Air berfungsi untuk fotosintesis,
penguapan, pelarut zat hara dari atas ke daun. Jika ketersediaan air terpenuhi maka seluruh
proses metabolisme tubuh tanaman berlangsung, berakibat produksitanaman tinggi.
Intensitas Sinar
Intensitas sinar di bawah pohon atau tanaman pertanian tergantung pada bermacam-macam
tanaman, umur, dan jarak tanam, selain waktu penyinaran. Keadaan musim dan cuaca juga
berpengaruh terhadap intensitas sinar yang jatuh pada tanaman selain yang ada di bawah
tanaman utama.
Spesies
Kemampuan suatu tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan dan faktor genetik
berpengaruh pada produktivitas tanaman tersebut. Tanaman satu dengan tanaman lain
mempunyai tingkat adaptasi dan genetik yang berbeda-beda.
Temperatur
Tanaman memerlukan temperatur yang optimum untuk melakukan aktivitas fotosintesis.
Temperatur tanah berpengaruh terhadap proses biokimia dimana terjadi pelepasan nutrien
tanaman dan berpengaruh juga pada absorbsi air dan nutrien.
Curah Hujan
Curah hujan bverpengaruh pada produksi bahan kering yang dihasilkan oleh hijauan pakan.
Semakin tinggi curahn hujan maka produksi bahan keringnya akan semakin rendah.
Tanah
Tanah berfungsi sebagai mendukung pertumbuhan tanaman sebagai sumber hara dan mineral,
kesuburan tanah juga ditentukan oleh kelarutan zat hara, PH, kapasitas pertukaran kalori,
tekstur tanah dan jumlah zat organiknya.

Tata Laksana Padang Penggembalaan


Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk memenuhi
kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis
rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak). Tujuan utama dalam pembuatan padang
penggembalaan adalah menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas, efisien dan
tersedia secara kontinyu sepanjang tahun, disamping itu sebagai media intensifikasi kawin
alam. Untuk memenuhi tujuan di atas maka perlu memperhatikan Tata Laksana
Penggembalaan, karena cara menggembalakan ternak di daerah padang penggembalaan tidak
cukup hanya dengan memasukkan ternak kedalamnya.
Perbaikan Lahan
Syarat padang penggembalaan yang baik adalah produksi hijauan tinggi dan kualitasnya baik,
persistensi biasa ditanam dengan tanaman yang lain yang mudah dikembangbiakkan. Padang
penggembalaan yang baik memilik canopy yang tinggi yaitu 25 – 30 cm setelah dipotong. Biota
tanah sangat sensitif terhadap gangguan oleh adanya aktivitas manusia, sebagai contoh adanya
sistem pertanian yang intensif, karena intensifikasi pertanian menyebabkan berubahnya
beberapa proses dalam tanah. Kegiatan pertanian yang dimaksud antara lain adalah
penyiangan, pemupukan, pengapuran, pengairan dan penyemprotan herbisida dan insektisida.
Tujuan dari hal tersebut itu sendiri adalah untuk mempersiapkan kualitas padang
penggembalaan yang unggul.
Sistem Penanaman
Sistem penanaman hijauan makanan ternak disesuaikan dengan kondisi kemiringan tanah dan
kebiasaan masyarakat setempat. Namun sebagai alternatif dapat pula dilakukan dengan cara
lain yaitu sistem 3 (tiga) strata dan sabuk lereng.
1. Sistem Tiga Strata (STS)
Sistem tiga strata merupakan suatu pola tanam hijauan makanan ternak yang ditujukan untuk
menyediakan pakan sepanjang tahun yang terdiri dari 3 (tiga) strata.
Strata – 1 : Terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume herba/
menjalar (sentro, kalopo, kudzu, arachis, dsb.) yang
disediakan bagi ternak pada musim penghujan.

Strata – 2 : Terdiri dari tanaman legume perdu/ semak (alfalfa,


stylosanthes, desmodium rensonii, dsb.) yang disediakan
bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang
produksinya pada awal musim kemarau.
Strata – 3 : Terdiri dari legume pohon (gamal, lamtoro, kaliandra, turi,
acasia, sengon, waru, dsb.) yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai fungsi. Selain untuk pakan pada musim kemarau
panjang, tanaman tersebut juga dapat digunakan sebagai
tanaman pelindung dan pagar kebun HMT maupun kayu
bakar.
2. Sistem Sabuk Lereng
Sistem sabuk lereng dilaksanakan pada lahan yang memiliki kemiringan relatif tinggi. Pada
sistem ini perlu memperhatikan kaidah-kaidah konservasi karena merupakan upaya untuk
melestarikan tanah, air dan lingkungan. Sistem sabuk lereng merupakan kombinasi antara
penanaman legume pohon dan rumput, dimana legume pohon ditanam sebanyak 3 (tiga) baris
secara zig-zag, lahan berikutnya ditanami rumput. Hal ini dilakukan terus-menerus secara
berselang-seling. Semakin tinggi kemiringan lahan maka jarak tanam legume pohon semakin
rapat.
Renovasi Padang Penggembalaan
Pada umumnya untuk padang penggembalaan dengan system penggembalaan secara kontinyu
setelah 3 (tiga) tahun perlu diperbaharui. Untuk pembaharauan ini tanaman lama dibongkar,
tanah diolah kembali dan dilakukan penanaman yang baru. Sedangkan pada padang
penggembalaan bergilir jangka panjang (6 - 9 tahun) dapat dilakukan 2 - 3 kali renovasi.
Penentuan Daya/Kapasitas Tampung
Daya/kapasitas tampung (carrying capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk
menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang
digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk
menampung ternak per hektar. Menurut Parakkasi (1999) konsumsi bahan kering satu ekor sapi
per hari sbesar 3% dari bobot badan. Satu satuan ternak (ST) setara dengan satu ekor sapi
seberat 455 kg (Santosa, 1995). Semakin besar tingkat produksi hijauan per satuan luas lahan,
maka akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menampung sejumlah ternak. Pada
padang penggembalaan yang baik biasanya mampu menampung sebanyak 2,5 ekor
ternak/ha/th. Hal ini sesuai dengan pendapat Susetyo (1980) yang menyatakan beberapa
padang penggembalaan yang baik mempunyai kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST atau
satuan hektar lahan dapat menampung 2,5 ST/th.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kapasitas tampung menurut yaitu :

1. Penaksiran Kuantitas Produksi Hijauan ; umumnya dilakukan dengan metode cuplikan


dengan memakai frame berukuran 1 x 0,5 m dengan bentuk persegi panjang.
Pengambilan sampel dilapangan dilakukan secara acak. Hijauan yang terdapat di areal
frame dipotong lebih kurang 5 – 10 cm diatas permukaan tanah dan ditimbang beratnya.
2. Penentuan Proper Use Factor ; tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies
hijauan di padangan, tipe iklim setempat serta kondisi tanah padangannya. Dari hasil
perhitungan yang dilakukan proper use factor lahan penggembalaan Universitas
Tadulako didapatkan hasil 418,1 kg.
3. Menaksir Kebutuhan Luas Tanah per bulan ; penaksiran ini didasarkan pada
kemampuan ternak mengkonsumsi hijauan, kenutuhan satu ekor dalam satu bulan
memerlukan lahan lahan seluas 0,6458 ha/ekor artinya dengan luasan lahan yang telah
diukur lahan mampu mencukupi konsumsi hijauan selama satu bulan.
4. Menaksir Kebutuhan Luas Tanah per tahun ; suatu padangan memerlukan masa agar
hijauan yang telah dikonsumsi ternak tumbuh kembali dan siap untuk digembalai lagi,
masa ini disebut masa istirahat, dengan periode merumput selama 30 hari dan masa
istrahat lahan selama 70 hari maka kebutuhan lahan satu ekor ternak selama satu tahun
sekitar 2,15 ha/ekor.

Pemotongan Tahun Pertama


Pemotongan pada tahun pertama harus hati-hati, cukup dilakukan secara ringan atau tidak
dipotong sama sekali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan awal hijauan pada
penggembalaan bisa terjamin.
Apabila hijauan hendak dipotong, haruslah dilakukan dengan cara meninggalkan pangkal
batang ± 7,5 cm dari tanah, dimana hasil potongan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
silage atau hay.
Pemotongan Bergilir (Alternate Grazing) / Sistem Rotasi
Sistem ini biasanya dilakukan dengan cara membagi-bagi areal padang penggembalaan
menjadi petak-petak yang lebih sempit (paddock) sesuai dengan maksud peternak, sehubungan
dengan jumlah ternak yang digembalakan, pertumbuhan hijauan serta kelebatannya. Pada
umumnya padang penggembalaan itu dibagi menjadi dua atau empat areal.
Tidak Melakukan Penggembalaan Berat (Over-Grazing)
Pelaksanaan penggembalaan berat yang tidak terkontrol akan merugikan, akibat daya tampung
pada penggembalaan yang tak sesuai. Hal ini akan membawa akibat produksi berikutnya
rendah, pertumbuhan kembali lemah, yang akhirnya banyak tumbuh rumput liar (weed) bahkan
bisa menimbulkan erosi tanah.
Menghindari Defoliasi Yang Terlalu Ringan (Under-Grazing)
Praktek-praktek defoliasi semacam ini pun juga akan merugikan, maka hal tersebut harus
dihindarkan. Sebab hijauan menjadi terlalu tua, serat kasar tinggi dan kurang palatable dan nilai
gizinaa sangat rendah.
Pemagaran
Bagi padang penggembalaan pagar berfungsi sebagai alat pengaman yang membatasi ruang
gerak ternak agar ternak tidak keluar dari batas areal padang penggembalaan. Tiang penguat
dapat berupa besi atau kayu yang kuat disesuaikan dengan bahan yang ada di daerah setempat.
Jarak antara tiang penguat adalah 20 meter dengan tinggi 1,35 – 1,5 meter. Tiang semu berupa
pagar hidup (legume) dapat berupa tanaman gamal, turi, lamtoro dan lain-lain dengan jarak
tanam 1 meter. Tiang penguat dan tiang semu dihubungkan dengan kawat berduri yang
bersusun 2 (dua).

Anda mungkin juga menyukai