Anda di halaman 1dari 67

MODUL

SANITASI TOTAL BERBASIS


MASYARAKAT (STBM)
(Mata Kuliah Pemberdayaan Masyarakat)

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SURABAYA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali
peserta agar dapat memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), dalam kaitannya dengan keberhasilan
pembangunan kesehatan manusia Indonesia.

STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di


Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan
perilaku. STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation
(CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan
sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk
mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air
besar di jamban yang saniter dan layak.

STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk
mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah
penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun
2015. Selanjutnya, pada tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia
telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025.

Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara
seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2)
peningkatan penyediaan sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif.
Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang
Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3)
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4)
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengelolaan Limbah Cair
Rumah Tangga (PLC-RT).

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 2


II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi
nasional STBM.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia.
2. Menjelaskan peran dan strategi STBM

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1: Arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di


Indonesia
a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi
b. Arah kebijakan dan strategi STBM.

B. Pokok Bahasan 2: Peran dan strategi STBM


a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C.
b. Strategi STBM.
c. Pemetaan peran dan tanggung jawab stakeholder di masing-masing
tingkatan.

IV. BAHAN BELAJAR


Bahan tayang (slide ppt), lcd projector, komputer/laptop, flipchart/papan tulis dan
spidol.

V. METODE PEMBELAJARAN
CTJ dan curah pendapat.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran
(T=2 jpl, P=0, PL=0) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan
meningkatkan partisipasi seluruh peserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan
sebagai berikut:

A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit)


1. Perkenalkan diri dan tawarkan untuk memulai dengan pencairan suasana.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan, metode dan waktu yang
digunakan untuk pembahasan,

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 3


3. Gali pendapat peserta tentang kebijakan STBM dan mendiskusikannya.
Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat
secara aktif,
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang kebijakan
STBM.

B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit)


1. Sampaikan pokok bahasan:
 Arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia
 Arah kebijakan strategi STBM
2. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan
peserta.
3. Berikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga
terjadi diskusi dan interaksi yang baik.

C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit):


1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan
fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari
peserta lain.
2. Minta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas
evaluasi yang telah disediakan.
3. Tutup sesi pembelajaran dengan menegaskan pentingnya kebijakan STBM
untuk pembangunan kesehatan dan pembangunan manusia Indonesia.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI


PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA

a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi


Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan
Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014
yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia
No.HK.03.01/160/1/2010 ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat
Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Adapun Misi Kemenkes adalah :

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 4


1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat
termasuk swasta dan masyarakat madani;
2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;
3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan
4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya
bidang air minum, hygiene dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi
Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak
47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan. Lebih lanjut
berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia, kurang dari 15% penduduk
Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun pada waktu-
waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare yaitu 423 per
seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar
Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui
pendekatan sanitasi total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan
pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan sektoral dengan penyediaan
subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya
perubahan perilaku hygienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan
sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan
perilaku hygienis.
Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led
Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten.
Pada tahun 2006, ujicoba ini telah berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air
besar sembarangan (open defecation free-ODF), sehingga pada tahun 2006,
pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci tangan pakai
sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun
2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
852/MENKES/SK/IX/2008.

b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah
perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan. Pendekatan STBM memiliki indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit
berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (SBS).

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 5


b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia
fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang
mencuci tangan dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

POKOK BAHASAN 2. PERAN DAN STRATEGI STBM


a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C
STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan
sanitasi di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup
bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis Lingkungan,
meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan komitmen
pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar yang layak dan
berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian
target pembangunan millennium (Millenium Development Goal), khususnya target
7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses
terhadap air bersih dan sanitasi pada ahun 2015. Komitmen pemerintah terkait
sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2025.
Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah:

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 6


Tabel 1: Tujuan MDG

b. Strategi STBM
Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 6 strategi, yaitu :

1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)


Prinsip :

 Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya


dalam meningkatkan perilaku higienis dan saniter.

Pokok Kegiatan :

 Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku


kepentingan lainnya secara berjenjang,
 Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah,
 Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta.

2. Peningkatan kebutuhan (demand creation)


Prinsip :

 Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk


mendukung terciptanya sanitasi total.

Pokok Kegiatan :

 Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan


dan pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan
 Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari
kebiasaan buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan
pemicuan perubahan perilaku komunitas,
 Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material
dan biaya sarana sanitasi yang sehat.
 Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 7


 Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total.

3. Peningkatan penyediaan suplai (supply improvement)


Prinsip :

 Meningkatkan kertersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan


kebutuhan masyarakat.

Pokok Kegiatan :

 Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana


sanitasi
 Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,
lembaga keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana
sanitasi
 Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi
untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.

4. Pengelolaan pengetahuan (knowledge management)


Prinsip :

 Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran sanitasi lokal

Pokok Kegiatan :

 Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi


 Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non
pemerintah dan swasta dalam peningkatan pengetahuan dan
pembelajaran sanitasi di Indonesia
 Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam kurikulum
pendidikan.

5. Pembiayaan
Prinsip :

 Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar

Pokok kegiatan :

 Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri


 Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong)
 Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal.

6. Pemantauan dan evaluasi

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 8


Prinsip :

 Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi

Pokok kegiatan :

 Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat


 Pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan dan
pengelolaan data
 Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari kegiatan-kegiatan
lain yang sejenis
 Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan
berjenjang.

Dari 6 (enam) strategi tersebut, 3 (tiga) strategi pertama merupakan strategi utama
dalam pelaksanaan STBM. Tiga strategi ini disebut Komponen Sanitasi Total.

c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder di Masing-Masing


Tingkatan
STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas
sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan
air minum dan sanitasi, sehingga keterpaduan dalam persiapan dan
pelaksanaan STBM dapat tercapai.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 9


Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 10
Tahapan pelaksanaan STBM terlihat pada bagan dibawah:

Tabel 2: Tahapan Pelaksanaan STBM


Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi
penyelenggaraan STBM di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah:

a. Advokasi kebijakan program, penggalian pendanaan, koordinasi


dan penyediaan bantuan teknis
b. Penyiapan NSPK, modulpelatihan, sistem monitoring dan
evaluasi

A. Advokasi program, pendanaan dan koordinasi


B. Menyapkan panel pelatih master STBM propinsi
C. Pemantauan dan fasilitasi pembelajaran
D. Bekerjasama dengan lembaga riset pasar untuk mengembangkan
strategi pemasaran &komunikasi perubahan perilaku

a. Mengelola dan memantau program


b. Advokasi dan komunikasi kepada Bupati/DPRD untk
pendanaan dan dukungan program.
c. Mengorganisir pelatihan fasilitator CLTS
d. Memfasilitasi wirausaha sanitasi melayani konsumen warga
ekonomi rendah.

a. Memicu masyarakat& melakukan


pendampingan tindak lanjut pasca pemicuan.
b. Memantauan , melaporkan data secara
regular ke kabupaten, verifikasi ODF.
c. Melakukan fasilitasi kepada masyarakat dalam
memilih teknologi sanitasi.
d. Melakukan fasilitasi di antara masyarakat
yang dipicu dan wirausaha sanitasi

Gambar 2: Tupoksi STBM


VIII. REFERENSI

1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, 2003.


2. Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL Kemenkes RI
3. Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat, Jakarta, 2008
4. Kementerian Kesehatan RI, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-
2014, Jakarta, 2010.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta, 2008
6. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025, Jakarta, 2005
7. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta, 2009
8. Update terkait STBM juga dapat diakses melalui www.stbm-indonesia.org

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 13


KONSEP DASAR STBM

POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM


a. Pengertian STBM
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Definisi Operasional STBM

 Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang
air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air
minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan
(v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
 Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas.
 Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana
buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.
 Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai
pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam rangka
menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan
berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian,
kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya.
 ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar
Sembarangan) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas
tidak buang air besar di sembarang tempat, tetapi di fasilitas jamban sehat.
 Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus
mata rantai penularan penyakit.
 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan secara benar
dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
 Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai
sabun yang dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran
pembuangan air limbah.
 Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) adalah
suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air
yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta
pengelolaan makanan yangaman di rumah tangga yang meliputi 5 (lima)
kunci keamanan pangan yakni: (i) menjaga kebersihan, (ii) memisahkan
pangan matang dan pangan mentah, (iii) memasak dengan benar, (iv)
menjaga pangan pada suhu aman, dan (v) menggunakan air dan bahan baku
yang aman.
 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah proses pengelolaan
sampah dengan aman pada tingkat rumah tangga dengan mengedepankan
prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang.Pengelolaan sampah
yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 14


pendaurulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang
tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah proses
pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan
penyakit berbasis lingkungan.
 Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
 Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk
meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis dan
saniter.
 Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan
mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan layanan
sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan
mengembangkan pasar sanitasi.
 Penciptaan lingkungan yangkondusif adalah menciptakan kondisi yang
mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan
kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antar pelaku STBM, termasuk
didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi
pendidikan, institusi keagamaan dan swasta.
 Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu
keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan
tinggi dan keterbatasan lahan.
 Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian
seperangkat indikator yang dijadikan standar.
 LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok
orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
 Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun
kelompok masyarakat, yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut.
 Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan
disepakati oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
 Pemicuan adalah upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat yang
higiene dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
partisipatory berprinsip pada pendekatan CLTS (Community-Led Total
Sanitation)
 Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan
intervensi pendekatan STBM dan dijadikan target antara karena untuk
mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan pencapaian kelima pilar STBM. Ada
3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM: (i) Minimal telah ada

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 15


intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan
tersebut; (ii) Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi
intervensi STBM seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (natural
leader) ataupun bentuk komite; (iii) Sebagai respon dari aksi intervensi STBM,
masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai
komitmen-komitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM, yang telah
disepakati bersama; misal: mencapai status SBS.
 Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar
Sembarangan) adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang
air besar di jamban sehat , yaitu, mencapai perubahan perilaku kolektif terkait
Pilar 1 dari 5 pilar STBM
 Desa/Kelurahan ODF ++, selain menyandang status ODF, 100% rumah
tangga memiliki dan menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah
terjadi perubahan perilaku untuk pilar lainnya seperti memiliki dan
menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100% rumah tangga
mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air minum rumah
tangga.
 Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status ODF++, 100%
rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair
domestik yang aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan
perilaku kolektif terkait seluruh Pilar 1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.
b. Tujuan STBM
Tujuan program STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan
mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
yang meliputi 3 komponen yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung,
peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan penyediaan sanitasi serta
pengembangan inovasi sesuai dengan konteks wilayah.

c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi


Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh
masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada
tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa mandi ke sungai dan buang
air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada masa itu,
masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalan-jalan kota atau air
tergenang untuk BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat
bahwa orang Indonesia terbiasa mandi 3 kali sehari, menggunakan bak,
menyabun, membilas dan mengeringkan badannya. Pada akhir tahun 1800an,
pemerintah Belanda sudah membuat sambungan air ke rumah-rumah di
kawasan komersial di Jakarta dan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) di Bandung pada tahun 1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantra
hygiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye untuk BAB di kakus.Dr.
Heydrick sendiri dikenal sebagai mantra kakus. Di tahun 1936, didirikanlah
sekolah mantra hygiene di Banyumas.Siswa mendapatkan pendidikan 18
bulan sebelum mereka diterjunkan ke kampugn-kampung untuk

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 16


mempromosikan hidup sehat dan melakukan upaya-upaya pencegahan
penyakit.

Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan


Jamban Keluarga (SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk
mendapatkan sumber daya manusia dalam melaksanakan program-program
tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan sekolah-sekolah kesehatan
lingkungan, yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan
(Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah melakukan beragam program
pembangunan sanitasi. Program-program tersebut umumnya dilakukan
dengan pendekatan keproyekan, sehingga faktor keberlanjutannya sangat
rendah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan rendahnya peningkatan
akses sanitasi masyarakat. Hasil studi ISSDP mencatat hanya 53% dari
masyarakat Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007,
sedangkan sisanya BAB di sembarang tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi
dengan tingginya angka diare dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan yang tidak bersih.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat
keberhasian yang ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan
pembangunan sanitasi, dari keproyekan menjadi keprograman. Pada tahun
2008, pemerintah mencanangkan program nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM).
Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan
saat ini terlihat pada tabel di bawah ini:

Program-program terdahulu
Kecenderungan saat ini
(biasanya Target Oriented)

Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan


Subsidi Solidaritas sosial
Model-model sarana disarankan Model-model sarana digagas dan
oleh pihak luar dikembangkan oleh masyarakat
Sasaran utama adalah kepala Sasaran utama adalah masyarakat desa
keluarga secara utuh
Top down (dari atas ke bawah) Bottom up (dari bawah ke atas)
Fokus pada: jumlah jamban Fokus pada: berhentinya BAB di
sembarang tempat
Pendekatannya bersifat ‘blue Pendekatannya lebih fleksibel.
print’

Tabel 3: Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 17


d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS)
yang telah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia.Sebelum
memahami konsep dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat
konsep CLTS.

CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan


mulai berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di
beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal
di negara tersebut. Salah satu negara bagian di India yaitu Provinsi
Maharasthra telah mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam program
pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation
Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan
Mongolia juga telah menerapkan CLTS.

Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih
dan sanitasi yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu
rekomendasi dari penilaian tersebut adalah perlunya mengembangkan sebuah
strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut subsidi pembangunan toilet.

Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur
(jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar jamban yang
nantinya akan dibangun oleh masyarakat.

Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan


masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak
memberikan subsidi sama sekali.

Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi


CLTS di Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di Indonesia
(Awakening).

Community lead tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal lain seperti
dalam pendidikan, pertanian, dan lain – lain, prinsip yang terpenting adalah:

 Inisiatif masyarakat
 Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara
kolektif adalah kunci utama.
 Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam
pendekatan ini.
 Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan
biasanya akan muncul “natural leader”.

Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu:

1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan)


2. Sharing (berbagi)

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 18


3. Method (metode)

Perilaku dan
kebiasaan

Berbagi Metode

Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS,
namun dari ketiganya yang paling penting adalah perubahan perilaku dan kebiasaan,
karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah
mencapai tahap “berbagi” dan sangat sulit untuk menerapkan metode yang tepat.

Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya
perubahan perilaku yang berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui
pemberdayaan masyarakat.

POKOK BAHASAN 2: KOMPONEN STBM

Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara ketiga komponen
pokok sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu, sebagai berikut:

1. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi


Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk
mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa:
 Pemicuan perubahan perilaku;
 Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara langsung;
 Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;
 Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;
 Memfasilitasi terbentuknya komite/tim kerja masyarakat;
 Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi melalui
mekanisme kompetisi dan benchmark kinerja daerah

2. Peningkatan Layanan Penyediaan/suplai Sanitasi

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 19


Peningkatan penyediaan sanitasi yang secara khusus diprioritaskan untuk
meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan
sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi
perdesaan, yaitu:

 Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan


terjangkau;
 Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan;
 Mengembangkan kapasitas pelaku pasar sanitasi termasuk wirausaha sanitasi
lokal;
 Mempromosikan pelaku usaha sanitasi dalam rangka memberikan akses pelaku
usaha sanitasi lokal ke potensi pasar (permintaan) sanitasi on site potensial.

3. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif.


Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun komitmen bersama untuk
melembagakan kegiatan pendekatan STBM yang diharapkan akan menghasilkan:

 Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk melaksanakan


pendekatan STBM menyediakan anggaran untuk penguatan intitusi:
 Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati,
Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain;
 Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi,
menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya
dari pemerintah maupun non-pemerintah;
 Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan kegiatan peningkatan kapasitas;
 Adanya sistem pemantauan hasil kinerja dan proses pengelolaan pembelajaran.

Komponen peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi dapat dilaksanakan


terlebih dulu untuk memberikan gambaran kepada masyarakat sasaran tentang
resiko hidup dilingkungan yang kumuh, seperti mudah tertular penyakit yang
disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak higienis, lingkungan yang kotor
dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya belajar anak
menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total
Sanitation (CLTS) yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara
kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan.

Peningkatan layanan penyediaan sanitasi dilakukan untuk mendekatkan pelayanan


jasa pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses oleh masyarakat,
menyediakan bebagai tipe sarana yang terjangkau oleh masyarakatdan opsi
keuangan khususnya skema pembayaran sehingga masyarakat yang kurang mampu
memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang sehat. Pendekatan ini dapat dilakukan
tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha sanitasi, namun juga
memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/opsi jenis sarana yang

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 20


dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen
pasar.Infomasi yang rinci, akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat
diperlukan untuk mendukung promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat
disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini dapat disebarluaskan melalui jejaring
pemasaran untuk menjaring konsumen.

Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila


mendapatkan dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi,
kebijakan, penganggaran dan pendekatan yang dikembangan.Bentuk upaya tersebut
adalah penciptaan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kedua komponen
berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan lingkungan yang
kondusif antara lain:

 Kebijakan,
 Kelembagaan,
 Metodologi pelaksanaan program,
 Kapasitas pelaksaan,
 Produk dan perangkat,
 Keuangan,
 Pelaksanaan dengan biaya yang efektif,
 Monitoring dan evaluasi

POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM


a. Pengertian
Lima Pilar STBM terdiri dari :

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)


Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang
mengalir.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
Suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air
yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta
pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga yang meliputi 6 prinsip
Higiene Sanitasi Pangan: (1) Pemilihan bahan makanan, (2) Penyimpanan
bahan makanan, (3) Pengolahan bahan makanan, (4) Penyimpanan makanan,
(5) Pengangkutan makanan, (6) Penyajian makanan.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Proses pengelolaan sampah yang aman pada tingkat rumah tangga dengan
mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang.
Pengelolaan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan,
pemrosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari material sampah dengan
cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 21


Proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan
penyakit berbasis lingkungan.

b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM


Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari
individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat.

c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM


Adanya lima pilar STBM akan membantu masyarakat untuk mencapai tingkat
higinitas yang paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan dan
kematian akibat sanitasi yang tidak sehat. Perubahan perilaku pada pilar pertama,
buang air besar pada tempat yang layak, merupakan pintu masuk bagi perilaku hidup
bersih dan sehat lainnya yang ada pada pilar 2, 3, 4 dan 5.

d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM


Dibaginya pelaksanaan STBM di bawah naungan lima pilar akan mempermudah
upaya mencapai tujuan akhir STBM, tidak hanya untuk meningkatkan akses sanitasi
masyarakat yang lebih baik tetapi juga merubah dan mempertahankan keberlanjutan
praktik-praktik budaya hidup bersih dan sehat. Sehingga dalam jangka panjang dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang
kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.

POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM

Prinsip-prinsip STBM adalah

a. Tanpa subsidi.
Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk
menyediakan sarana sanitasi dasarnya.
Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat.
Sekiranya individu masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar,
maka diharapkan adanya kepedulian dan kerjasama dengan anggota
masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi.
b. Masyarakat sebagai pemimpin
Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari masyarakat.
Fasilitator maupun wirausaha sanitasi hanya membantu memberikan masukan
dan pilihan-pilihan solusi kepada masyarakat untuk meningkatkan akses dan
kualitas hygiene dan sanitasinya. Semua kegiatan maupun pembangunan
sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat. Sehingga ikut campur pihak luar tidak
diharapkan dan tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya, biasanya akan tercipta
natural-natural leader di masyarakat.
c. Tidak menggurui/memaksa

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 22


STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui
dan memaksa mereka untuk mempraktikkan budaya hygiene dan sanitasi,
apalagi dengan memaksa mereka membeli jamban atau produk-produk STBM.

d. Totalitas seluruh komponen masyarakat


Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan-
perencanaan-pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan. Keputusan
masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci keberhasilan STBM.
Secara lebih rinci, keempat prinsip diatas bisa dipahami dari penjelasan antara
sistem kejar target/ proyek dengan STBM yang dapt dilihat pada tabel
dibawah:

Kriteria Sistem Kejar Target (Proyek) STBM

Input dari luar Subsidi benda-benda untuk Pemberdayaan masyarakat


masyarakat jamban
Model Model ditentukan Muncul inovasi lain dari
masyarakat.
Cakupan Sebagian Menyeluruh
Indikator Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan
keberhasilan BAB di sembarang tempat
Bahan yang Semen, porselen, batu bata, Bisa dimulai dengan bambu,
digunakan dan lain-lain kayu, dan lain-lain
Biaya Berkisar antara Rp. 500.000- Relatif lebih murah
1.000.000 per model
Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat
miskin
Waktu yang Seperti yang ditargetkan oleh Ditentukan oleh masyarakat
dibutuhkan proyek
Motivasi utama Subsidi / bantuan Harga diri
Model Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui
penyebaran hubungan persaudaraan,
perkawanan dan lain-lain
Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh masyarakat
Sanksi bila Tidak ada Disepakati oleh masyarakat.
melakukan BAB Contoh denda Rp. 1.000.000
sembarangan di desa Jombe, kecamatan
Turatea, kab. Jeneponto
Tipe monitoring Oleh proyek Oleh masyarakat (bisa
harian, bulanan, mingguan)

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 23


POKOK BAHASAN 5: PILAR PERUBAHAN PERILAKU
a. Tangga Sanitasi
Tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan
masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat
layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi
tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya
ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaannya, misalnya kebiasaaan BAB
atau CTPSnya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan.
Seringkali pemikiran masyarakat memandang sarana sanitasi seperti jamban adalah
sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk
membuatnya.Pemikiran ini sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk
membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan
masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap
berlanjut.
b. Tangga perubahan perilaku visi STBM

Langkah-langkah perkembangan visi STBM terkait dengan perubahan perilaku


hygiene dan sanitasi masyarakat (terlihat dalam gambar di bawah), belajar dari
pengalaman global, diketahui perilaku hygiene tidak dapat dipromosikan untuk
seluruh rumah tangga secara bersamaan.Promosi perubahan perilaku kolektif harus
berfokus pada satu atau dua perilaku yang berkaitan pada saat bersamaan.

A. Pembelajaran/Refleksi

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 24


 Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang
memfasilitasipenerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di
kabupaten/wilayah kerja peserta.
 Sepakatilah dengan peserta 3-4program/proyek pelaksana STBM yang akan
diambil pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami
program/proyek tersebut.
 Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan
didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang.
 Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek
yang menjadi pilihannya (selama 20 menit) dengan pokok-pokok kajian,
sebagai berikut:
 Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya
seperti itu?
 Kesinambungan Program (replikasi atau penyebar luasan ke wilayah lain)?
Dan kenapa kondisinya seperti itu?
 Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah
selesai menempelkannya di dinding atau kain rekat.
 Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing
kelompok mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 5 menit.
Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan
klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan diskusi.
 Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi
pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi
yang membahas mengenai “kenapa”, karena akan dibahas pada diskusi
selanjutnya.

Poin kunci untuk pemandu:

Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang pembelajaran penerapan


STBM:
1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan penerapan
STBM tidak berkesinambungan atau tidak di replikasi
2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai dan penerapan
STBM berkesinambungan atau akan menyebar ke wilayah lain.
B. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat
1. Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil diskusi
sebelumnya bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis, target tercapai dan
penerapan STBM berkesinambungan, dan b) pesimis, target sulit tercapai dan
penerapan STBM tidak berkesinambungan.
2. Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula untuk
mendiskusikan hal berikut selama 20 menit:
a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang optimis?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang pesimis?
3. Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan dengan warna
yang berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan faktor penghambat.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 25


4. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menyiapkan kain rekat dengan 2 kolom
terpisah dengan judul ”faktor pendukung” dan ”faktor penghambat” dalam kertas
meta plan panjang.
5. Mintalah salah satu kelompok untuk menempelkan terlebih dahulu jawaban faktor
pendukung. Kemudian kelompok lain menambahkan jika ada jawaban yang
berbeda. Lakukan hal yang sama untuk jawaban faktor penghambat.
6. Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika ada beberapa
jawaban yang kurang pas atau tidak jelas.

C. Penutup
1. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan)
tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat.
a. Komponen STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 60 menit.

Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:

1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai


komponen STBM. Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai
komponen STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.

Poin kunci untuk pemandu:

 Pilih peserta yang sudah mengenal 3 komponen STBM


 Giring diskusi untuk menyepakati 3 komponen STBM berikut:
Demand, Supply dan Enabling
 Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen
tersebut berdiri sendiri atau bagian dari dari salah komponen tersebut.

3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal


berikut dengan menggunakan hasil diskusi tentang factor pendukung dan
penghambat:
 Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan factor pendukung
dan mengatasi factor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan.
5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 komponen STBM
(demand, supply, enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada
kain rekat di 3 tempat berbeda yang berbentuk segitiga.

Ilustrasi:

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 26


6. Pemandu meminta kelompok untuk menempelkan kegiatan-kegiatan yang
sudah diidentifikasi per komponen. Mulailah dengan komponen demand,
mintalah peserta untuk mengidentifikasi kegiatan mana yang masuk
komponen demand, ingatkan peserta mengenai pengertian demand dari
diskusi sebelumnya.
7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen supply dan enabling.
8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang tepat.

Poin kunci untuk pemandu:

 Kegiatan Demand adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan


penumbuhan kebutuhan terhadap sanitasi (perubahan perilaku), misalnya:
pemicuan, promosi kesehatan dan sanitasi, pendampingan tindak lanjut, dll.
 Kegiatan Supply adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan
penyediaan layanan sanitasi (sanitation marketing), misalnya: memfasilitasi
pemilihan opsi teknologi jamban sehat, menciptakan wirausaha sanitasi,
menghubungkan masyarakat dengan wirausaha sanitasi, dll.
 Kegiatan Enabling adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penciptaan
dan penguatan lingkungan pendukung (dukungan dan keterlibatan para
pelaku), misalnya: advokasi kebijakan dan pendanaan, peningkatan
9. Jika sebagian
kapasitas komponen
(pelatihan, memiliki
fasilitasi kegiatanpemantauan,
pembelajaran), yang terbatas,
dll. pemandu dapat
meminta peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut,
atau pemandu dapat juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta
tanggapan dan konfirmasi peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan
penyimpulan) tentang kegiatan-kegiataan untuk 3 komponen STBM

b. Kaitan Tiga Komponen


Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.

Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:


1. Pemandu memulai sesi belajar dengan menanyakan apakah kegiatan-
kegiatan di masing-masing komponen dapat berdiri sendiri? Kenapa?
2. Mintalah 4-5 peserta untuk menanggapi dengan singkat (catatan untuk
pemandu: jika ada peserta yang menjawab bisa, biarkan jangan ditanggapi
dulu).
3. Ajaklah peserta untuk mengetes jawaban mereka dengan pertanyaan-
pertanyaan berikut:

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 27


 Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan masyarakat
terpicu, namun pada saat bersamaan Bupati meluncurkan program
bantuan jamban. Apakah upaya pemicuan akan berhasil?
 Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat
jamban sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau
harganya sangat mahal. Apakah upaya perubahan perilaku tidak
terhambat?
 Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk untuk mendukung
percepatan program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit dan belum
tersedia opsi teknologi jamban yang terjangkau. Apakah tujuan
programnya akan berhasil?
4. Dari hasil curah pendapat dengan 3 pertanyaan diatas, pemandu menanyakan
kembali, apakah peserta masih ragu bahwa 3 komponen STBM saling terkait
dan tidak dapat dipisahkan?
5. Tegaskan kembali keterkaitan komponen STBM dengan membuat tulisan
dalam kartu ke 3 komponen STBM dan menempelkan di kain dalam bentuk
segitiga besar.
6. Dari visualisasi ke 3 komponen tersebut, ajak peserta melakukan análisis
bersama:

o Komponen mana saja sudah dan belum dilaksanakan?

o Mengapa itu terjadi?

o Bagaimana seharusnya?

7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya.


8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa
dalam penerapan STBM ketiga komponen harus diterapkan secara
terintegrasi. Pemandu dapat memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang
menerapan ke 3 komponen STBM secara lengkap.
9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.

POKOK BAHASAN 1 : KONSEP DASAR PEMICUAN


a. Pengertian Pemicuan.
Pemicuan adalah kegiatan bersama masyarakat untuk memfasilitasi masyarakat
melakukan analisa terkait perilaku mereka dalam melakukan buang air besar.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 28


b. Maksud dan Tujuan Pemicuan
Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari
bahaya kebiasaan buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan
kebiasaan BABS, meskipun mereka hanya melakukan BABS satu hari saja, dan
sudah tiap hari.

Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar
sembarangan menjadi buang air besar di jamban yang hygiene dan layak.

Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai sulitnya


mengubah kebiasaan BABS karena beberapa alas an klise seperti: Kita ini orang
miskin dan tidak mampu untuk membangun jamban. Apakah anda bisa membantu
untuk membangun jamban? kami akan berhenti melakukan BABS secepatnya
dan kami akan segera membangun lubang dll. Oleh karena itu pemicuan
dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang sudah
terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk
menghentikan kebiasaan BABS.

c. Tahapan kegiatan Pemicuan


Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan
utama yaitu kegiatan pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan.
Penjelasan lebih detail akan dijabarkan pada pokok bahasan berikutnya.

POKOK BAHASAN 2: PRA PEMICUAN


a. Persiapan teknis dan logistik untuk menciptakan suasana yang kondusif
sebelum pemicuan.

Persiapan lapangan menjadi bagian yang terpisah dengan pesiapan


penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada
pemerintah daerah/desa/dusun yang akan digunakan sebagai lokasi praktek kerja
lapangan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama
kunjungan lapangan
Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah/desa/dusun antara
lain:

 Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta,


 Kegiatan dilapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui
perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah
praktek, produk yang akan diserah kepadapemerintah daerah/desa/dusun
untuk ditindak lanjuti.
 Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah/desa/dusun pada waktu
kegiatan dan tindak lanjutnya
 Logistik yang disediakan

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 29


b. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat
Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat, peserta hendaklah sudah memiliki
informasi dan data-data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat.
Untuk itu peserta pelatihan sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan)
maupun diskusi dengan masyarakat di lokasi pemicuan untuk mendapatkan
informasi. Beberapa informasi yang perlu dicari adalah:

 Jumlah KK / kependudukan dibedakan kaya, sedang, miskin


 Pendidikan dan pekerjaan masyarakat setempat
 Kondisi Geografis
 Kepemilikan jamban : cemplung terbuka, cemplung tertutup, leher
angsa
 Ada tidaknya aliran sungai, kolam, rawa
 Tradisi/ Budaya : karakter, tokoh masyarakat
 Ada tidaknya program sanitasi 3 tahun terakhir (proyek/pemberian
subsidi jamban)
c. Persiapan pemicuan: penyusunan jadwal, pemilihan lokasi, dll.
Pemicuan akan dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok akan terdiri
dari minimal 6 orang peserta. Sebelum melakukan pemicuan kelompok
hendaklah mempersiapkan diri dengan menyusun rencana kerja, menyusun
panduan dan berlatih.

Setiap kelompok hendaknya memiliki anggota dan pembagian tugas sebagai


berikut:

 Fasilitator Utama; yang menjadi motor utama proses fasilitasi, 1 orang


 Assisten Fasilitator: membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi
proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada
perkembangan situasi,
 Pencatat proses; bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan
dokumentasi /pelaporan program
 Penjaga alur proses fasilitasi; bertugas mengontrol agar proses sesuai
alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode
yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
 Penata Suasana/Pengaman; menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi,
misalnya dengan mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu
proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye
sanitasi, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, yel-
yel, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi
atau mengganggu proses, dsb.
Sebelum melakukan pemicuan di lapangan, kelompok bisa meminta wakil dari
komunitas atau panitia untuk menjelaskan lokasi praktek lapang dan gambaran
awal lokasi, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa,
kendaraan, alur perjalanan, dll.).

d. Instrumen pendukung untuk melaksanakan proses pemicuan di


komunitas

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 30


Dalam fasilitasi urutannya sebenarnya tidak dibakukan, namun pemetaan sosial
mesti dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di
lahan (halaman) terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano.

Di lokasi pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka ataupun tertutup, asal bisa
mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa dll yang bisa memicu
masyarakat untuk berubah. Di lokasi pemicuan akan dilakukan beberapa kegiatan
seperti mencari tinja, menghitung tinja, demonstrasi air yang terkena tinja, dll.
Untuk itu, perlu bagi peserta untuk mempersiapkan alat-alat pemicuan yang
dibutuhkan, seperti tepung, dedak, botol aqua, simulasi diagram F, sabun, ember
untuk air bersih, kertas metaplan, spidol, kertas potong, dan lem.

Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai


alat yang diperlukan sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan
pemicuan di kelompok.

POKOK BAHASAN 3: LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN


a. Alur penularan penyakit (diagram F)

Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di atas lima
tahun meninggal karena Diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30
detik ada satu anak yang meninggal karena Diare. Kematian Diare pada balita di
negara-negara berkembang mencapai 1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan
Diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
Akut).Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita meninggal karena diare.

Penyebab utama Diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi
E.coli.E. coli adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat
pencernaan binatang dan manusia.Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat
adanya kontaminasi adanya kotoran manusia dan hewan.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 31


Diagram penyebaran kuman diare biasa di sebut Diagram F. Diagram ini pertama
ditemukan oleh E.G. Wagner dan J.N Lanoix pada tahun 1958. Diagram F
menggambarkan bagaimana bakteri E.coli bisa masuk ke dalam mulut. Kotoran
manusia bisa masuk ke perut karena beberapa sebab antara lain melalui lalat. Lalat
sering mengerubungi kotoran manusia atau kotoran hewan, karenanya kaki dan
mulutnya bisa mengandung kuman penyakit dari kotoran itu.Makanan atau minuman
yang tidak ditutupi dengan rapat dapat terkena kuman penyakit Diare, jika ada lalat
yang menempel, atau terkena udara yang menerbangkan kuman penyakit.Kotoran
manusia yang mencemari lingkungan, dapat membuat air di dalam tanah
mengandung kuman, dan jika langsung diminum bisa berbahaya. Sehabis Buang Air
Besar/Buang Air Kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit Diare,
kalau kita memakan sesuatu yang kita pegang, kita akan terkena Diare.Perilaku
buang air besar sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu
penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun hujan E.coli dapat terbawa ke sumber-sumber
air misalnya ke sungai, danau, dan air bawah tanah.Jika sumber-sumber air ini tidak
diolah dengan baik maka E.coli akan masuk ke dalam makanan dan minuman kita.
Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke dalam mulut.

Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut?

1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran


manusia
2. Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum
3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan.
4. Mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting

Panduan melakukan demo alur kontaminasi (Diagram F) dan melakukan


blocking untuk memutus alur penularan penyakit, terlampir.

b. Alat-alat utama dalam penerapan penilaian kondisi desa secara partisipatif


Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah “pemicuan” setelah
sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk
memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat PRA
yang diperlukan, seperti:

 Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB


masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada
mobilisasi masyarakat)
 Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang
paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan
ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan
merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan
akan terpicu rasa malunya.
 Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat
bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 32


 Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk
melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang
lainnya
 Diskusi Kelompok Terfokus (FGD); bersama-sama dengan masyarakat
melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan
dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya
dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:
o FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di
sembarang tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya.
o FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain
Adapun alat PRA yang digunakan dalam proses monitoring, diantaranya:

 Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat


terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara tali
akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan
tindak lanjut masyarakat).
 Rating Scale atau Convenient, yang bertujuan untuk:
 Melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat
(bandingkan antara yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang
tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika sudah BAB di
tempat yang tetap dan tertutup).
 Mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi
yang dipunyai sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal
ini berkaitan dengan ladder sanitasi di masyarakat.
c. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan.
Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu
sehingga target utama yang diharapkan dari pendekatan STBM yaitu: merubah
perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di
sembarang tempat dapat tercapai.
Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan
perilaku sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang
o Perasaan takut sakit
o Perasaan takut berdosa
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang
digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.

Hal – hal yang harus


Alat yang digunakan
dipicu
Rasa jijik  Transect walk
 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci
muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci
makanan / beras, wudlu, dll
Rasa malu  Transect walk (mengelaborasi pelaku BAB sembarangan)
 FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD:

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 33


Hal – hal yang harus
Alat yang digunakan
dipicu
 Perhitungan jumlah tinja
 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan
didukung data puskesmas
 Alur kontaminasi
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang
relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena
merugikan manusia itu sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan
dengan masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.
Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga
faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah
terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan STBM tidak ada unsur subsidi
sama sekali.

Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan
alternatif solusi untuk mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut.

Hal-hal yang menjadi penghambat Solusi


pemicuan di masyarakat

Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan

Faktor gengsi; malu untuk Gali model-model jamban menurut masyarakat


membangun jamban yang sangat dan jangan memberikan 1 pilihan model jamban
sederhana (ingin jamban permanen)

Tidak ada tokoh panutan Munculkan natural leader, jangan mengajari dan
biarkan masyarakat mengerjakannya sendiri.

d. Yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan .


Dalam STBM, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan
dan tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat.
Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat “menolak” untuk
mengimplementasikan pendekatan STBM dalam komunitas mereka, namun peran fasilitator
sangat berpengaruh.Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari oleh fasilitator dan
beberapa hal yang sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi masyarakat. Misalnya:

JANGAN LAKUKAN LAKUKAN


Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada
subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat
bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi
jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan
proses.
Mengajari Memfasilitasi

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 34


JANGAN LAKUKAN LAKUKAN
Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa
kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan malu
dan mendorong orang dari BAB di sembarang
tempat menjadi BAB di tempat yang tetap dan
tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan
kepada orang perorangan alat untuk proses fasilitasi.

Menjadi pemimpin, mendominasi Fasilitator hanya menyampaikan “ pertanyaan


proses diskusi. (selalu menunjukkan sebagai pancingan” dan biarkan masyarakat
dan menyuruh masyarakat melakukan yang berbicara/diskusi lebih banyak.
ini dan itu pada saat fasilitasi). (masyarakat yang memimpin).
Memberitahukan apa yang baik dan apa Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
yang buruk
Langsung memberikan jawaban Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat
terhadap pertanyaan-pertanyaan kepada masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi
masyarakat bagaimana sebaiknya menurut bapak/ibu?”
Panduan simulasi Do and Don’t, terlampir.

POKOK BAHASAN 4: ALAT-ALAT/METODE CLTS

Pada bagian ini peserta akan mempraktikkan cara-cara menggunakan alat-alat


dan metode CLTS. Lihat panduan penggunaan.

POKOK BAHASAN 5: KEGIATAN PASKA PEMICUAN


a. Tangga sanitasi untuk 5 pilar STBM
Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan
sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat
sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek
kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.

Dalam CLTS, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana
sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap
selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya,
sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan.

Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah


bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk
membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat animo masyarakat
untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga
kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak
seharusnya tetap berlanjut.
Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 35


bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi
bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya
menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah
(landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat
orang tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman
dari terperosok kepada lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam
hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah bangunan
dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor
kenyamanan, psikologis dan estetika.
Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint
Monitoring Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat :


 Tidak mengkontaminasi badan air.
 Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
 Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau
serangga vektor lainnya termasuk binatang.
 Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
 Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna
Jamban di bawah ini adalah jamban/sarana sanitasi yang umumnya dikenal.

Tangga Perubahan Perilaku Pilar-Pilar STBM. Kondisi perilaku masyarakat


yang menjadi sasaran intervesi pelaksanaan STBM tentunya bereda satu
dengan yang lainnya.Kondisi yang sangat mempengaruhi STBM. Sasaran
perubahan perilaku dalam STBM ada 5 pilar perilaku yaitu :
 Menghentikan kebiasaan BAB sembarangan,
 Membiasakan cucitangan pakai sabun dengan air yang mengalir,
 Mengelola air minum dan makanan secara aman,
 Mengelola sampah rumah tangga secara aman
 Mengelola air limbah cair dengan aman.
Pencapaian masyarakat pada status sanitasi total adalah “ pada kondisi
masyarakat yang telah mencapai 5 pillar STBM. Status sanitasi total tentunya
tidak dicapai sekaligus, tapi memerlukan tahapan proses. Tangga perubahan
perilaku STBM berikut dapat menggambarkan proses pencapaian tahapan
status untuk mencapai suatu komunitas masyarakat yang telah bersanitasi
total

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 36


Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS
Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah:
 Semua masyarakat BAB hanya dijamban yang sehat dan buang
tinja/kotoran bayi hanya kejamban yang sehat ( termasuk di sekolah ),
 Tidak terlihat tinja/kotoran manusia dilingkungan sekitar,
 Ada penerapan sangsi, peratura tau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencagah kejadiaan BAB disembarang tempat,
 Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuata oleh masyarakat
untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat,
 Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total.

Desa/kelurahan mencapai status Sanitasi Total

Indikator untuk mencapai Sanitasi Total sebagai berikut :

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 37


Indikator
Indikator
Keberhasilan Indikator Keberhasilan
No. Pilar STBM Keberhas
terkait dengan terkait dengan akses
ilan
perilaku

1 Stop Buang Air Jumlah dan  Jumlah dan prosentase 100%


Besar prosentase rumah tangga menggu
Sembarangan penduduk tiak nakan jamban sehat
buang air besar
 Jumlah desa/kelurahan
sembarangan
dikabupaten /kota yang
mencapai Stop BABS/
ODF, dievaluasi setiap
tahun setelah deklarasi
ODF
2 Cuci tangan Setiap anggota  Jumlah dan prosentase 100%
pakai sabun keluarga cuci rumah tangga memiliki
tangan pakai sabun dan menggunakan sa
pada waktu kritis rana untuk melakukan
CTPS
 Setiap institusi pendi
dikan dan kesehatan
mempunyai sarana unt
uk melakukan CTPS

3 Pengelolaan air  Jumlah dan pro  Jumlah dan prosentase 100%


minum/ sentase rumah rumah tangga yang
makanan yang tangga yang me mempunyai sarana untuk
aman ( PAMM lakukan penge melakukan pengeloaan
lolaan aitr de air minum dengan aman,
RT )
ngan aman  Jumlah dan prosentase
 Jumlah dan pro rumah tangga yang
sentase rumah memiliki sarana untuk
tangga yang me melakukan pengeloaan
lakukan penge makanan dengan aman
lolaan makanan
dengan aman

4 Pengelolaan Setiap rumah Setiap rumah tangga dapat 100%


sampah rumah tangga melaku kan melakukan akses terhadap
tangga pengelolaan sarana pengelolaan
sampah dengan sampah
aman

5 Pengelolaan Jumlah dan Jumlah dan prosentase 100%


limba cair rimah prosentase rumah rumah tangga yang
tangga tangga yang mempunyai saran
mengelola limbah pengelolaa limbah cair
cait dengan aman yang aman

b. Penyediaan suplai sanitasi dan pemasaran sanitasi


Setelah masyarakat terpicu dan mau berubah, secara otomatis masyarakat
akan membutuhkan sarana sanitasi yang higyene dan layak. Perlu dicatat

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 38


bahwa tidak semua masyarakat memiliki akses dan kemampuan keuangan
untuk menyediakan sarana sanitasi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu,
setelah dilakukan pemicuan, wirausaha sanitasi diundang untuk menyediakan
opsi-opsi pilihan sarana sanitasi yang dibutuhkan masyarakat dengan proses
pembiayaan yang juga sesuai dengan kemampuan masyarakat. Keberadaan
wirausaha sanitasi akan mendekatkan suplai sanitasi kepada masyarakat dan
mempermudah perwujudan niat mereka untuk merubah perilaku.
c. Membangun komitmen masyarakat dengan menuangkan ke dalam RTL
Setelah dilakukan pemicuan, komitmen-komitmen masyarakat untuk berubah
harus dituliskan ke dalam metaplan atau dokumen lainnya untuk
mempermudah fasilitator mendampingi masyarakat mewujudkan
keinginannya, sekaligus untuk memonitor dan mengadvokasi mereka untuk
segera bertindak.
d. Pendampingan dan monitoring,
Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat
tentang komitmen yang telah dibangun melalui perubahan perilaku secara
kolektif yang diaplikasikan dengan upaya individu dalam upaya
mewujudkannya.Disamping itu, dalam keadaan tertentu masyarakat
membutuhkan mitra untuk melakukan dialog dalam upaya mencari solusi atas
permasalahan yang dihadapinya. Pada saat itu diperlukan pendampingan
untuk melakukan dialog dan mewujudkan komitmen masyarakat. Oleh karena
itu, fasilitator datang kembali untuk mendampingi masyarakat melakukan
monitoring terhadap progress dari rencana tindak lanjut yang mereka buat.

Pendampingan dilakukan berdasarkan komitmen dengan masyarakat dan


disesuaikan dengan proses alur pemberdayaan. Alur dan Proses
pendampingan masyarakat sebagai contoh untuk perubahan perilaku
menghilangkan Buang Air Besar Sembarangan (BABS):

Gambar 4: Alur dan Proses Pendampingan Masyarakat

Modul Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Page 39


Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai
sabun. Terutama ditujukan pada ibu-ibu dan anak-anak sekolah sebagai
kelompok sasaran sehingga kedua kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui
kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah. Pentahapan pendampingan dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang
diinginkan atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi
yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan
bahan perencanaan ke depan.

Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan
secara umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan
analisis data dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di
masing-masing tingkatan.

Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori
oleh masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader. yang muncul dan
organisasi masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian
tetap diharapkan peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ Sanitarian sebagai fasilitator dan
katalisator di tingkat kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring
kegiatan kesehatan lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM
sedang berjalan, fungsi monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya
tenaga Konsultan/Fasilitator di tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan
pembinaan, baik terhadap para petugas PUSKESMAS/Sanitarian maupun langsung kepada
masyarakat (natural leader/ organisasi masyarakat yang berperan aktif).

Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan monitoring program STBM seperti pada
gambar-6 berikut.
Tahap 1 2 3 4 5 6

Kabupaten/
Tingkatan Desa/ Kelurahan Kecamatan Provinsi Pusat
Kota

Dinas DInas
Pelaku Natural leader/ Kementerian
Fasilitator Staf Puskesmas Kesehatan Kesehatan
pemantauan Komite Kesehatan
Kabupaten/ Kota Provinsi

Workshop review
Konsolidasi data pembelajaran
Mengkompilasi melalui SMS tahunan dan analisis
update progress gateway komparatif Rakornas STBM:
Melalui pemicuan Analisis data: pencapaian hasil
pemicuan review tahunan dan
masyarakat ataupun Memantau perbaikan kegiatan antar kabupaten/
Memverifikasi klaim analisis komparatif
secara khusus ada perkembangan dan perencanaan kota
STBM dan pencapaian hasil
Aksi yang upaya untuk pemicuan di kedepan antar propinsi.
melaporkan hasil Disseminasi kepada
dilakukan melakukan masyarakat
verifikasi Feedback kepada lintas program Disseminasi kepada
pengumpulan data Permintaan verifikasi
Feedback temuan staf puskesmas terkait dan sektor lintas program
dasar STBM oleh STBM
Mengirim laporan AMPL terkait dan sektor
kabupaten/ kota Disseminasi kepada
pemantauan via lintas program Evaluasi tahunan AMPL
SMS kompetitif melalui
terkait dan sektor
AMPL media massa
(contoh J PIP)

Mencatat Konsolidasi untuk


Data dasar Pelaporan
kemajuan dan Penilaian pencapaian MDG.
STBM (misal bulanan.
memperbaharui Pelaporan kinerja per tahun Penilaian kinerja
melalui peta Pelaporan
Pelaporan sosial), berisi
dalam peta sosial bulanan.
tahunan (Benchmarking) per tahun
terhadap Verifikasi STBM. program sanitasi (Benchmarking)
akses sanitasi di Bahan untuk
perubahan yang kabupaten/kota program sanitasi
masyarakat publikasi
terjadi propinsi.

Gambar-6 Alur Pikir Tata Laksana Monitoring dan Pelaporan dari Masyarakat Hingga Tingkat Pusat
Tabel 6 Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM

Penanggung
Pelaku Peran
Jawab

Pusat  Melakukan pemantauan rutin terhadap Staf Depkes


pencapaian kinerja kabupaten/propinsi membidangi
terhadap program sanitasi yang berjalan Program STBM
 Memberikan umpan balik terhadap hasil
analisis data dan informasi monitoring
tersebut
 Melakukan sharing informasi antar
kabupaten/ propinsi
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi
terhadap propinsi dan kabupaten yang
telah mencapai ODF, hingga Sanitasi
Total (5 pilar)
Propinsi  Melakukan pemantauan rutin terhadap Staf Dinkes
pencapaian kinerja kabupaten terhadap membidangi
program sanitasi yang berjalan Program STBM
 Menganalisis data dan informasi hasil
monitoring, dan memberikan umpan
balik terhadap hasil analisis data dan
informasi monitoring tersebut
 Melakukan sharing informasi antar
kabupaten
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi
terhadap kabupaten yang telah
mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5
pilar)
Kabupaten  Merekam/entry data dan informasi hasil Staf Dinkes
monitoring kedalam database membidangi
 Melakukan pemantauan rutin terhadap Program STBM
indikator-indikator tertentu yang harus
dilakukan oleh tim kabupaten1
 Menganalisis data dan informasi hasil
monitoring
 Memberikan umpan balik terhadap hasil
analisis data dan informasi monitoring
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi
terhadap kecamatan yang telah
mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5
pilar)

Resource  Melakukan bimbingan kepada pelaku di Fasilitator


Agency (RA) kabupaten, kecamatan dan masyarakat Kabupaten
1
Lihat kerangka monitoring keluaran program STBM

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 44


Penanggung
Pelaku Peran
Jawab

dalam pelaksanaan monitoring keluaran


program STBM
 Membantu kecamatan dalam melakukan
pengumpulan data dan informasi
monitoring di tingkat masyarakat
 Membantu kabupaten dalam
menganalisis data dan informasi hasil
monitoring
 Memonitor keefektifan kegiatan Program
melalui sistem monitoring rutin
Kecamatan  Melakukan pengumpulan data dan Petugas
informasi monitoring di tingkat PUSKESMAS/
masyarakat Sanitarian
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi hasil
monitoring yang dilakukan oleh
masyarakat, sebelum dikirimkan ke
kabupaten untuk direkam/ di-entri dalam
database.
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi
terhadap komunitas yang telah
mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5
pilar)
Masyarakat Melakukan monitoring mandiri terhadap Natural leader/
hasil perkembangan kegiatan Program
STBM Organisasi
Masyarakat

1) Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat/ desa


Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator
monitoring yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu
sendiri, antara lain terkait:

1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat, yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan
menggunakan jamban sehat, memiliki dan menggunakan jamban tidak sehat,
jumlah masyarakat yang masih numpang ke jamban tetangga atau umum
dibedakan menurut jenis jamban sehat dan tidak sehat, dan terakhir masih BAB di
sembarang tempat; b) data akses awal jumlah keluarga (termasuk anggota

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 45


keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai sabun pada waktu-
waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola air
minumnya dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah
mengelola sampahnya dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang
telah mengelola limbah cair rumah tangganya dengan aman.
2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat,
Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada
penggunaan sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah
keluarga; c) peningkatan perubahan perilaku pilar lainnya.

3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi,


Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di
desa bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/atau ketrampilan membangun/
memperbaiki sarana jamban.

Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat
dilakukan di tingkat masyarakat.

Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan


Monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran
anak batita

Masyarakat Persiapan: Setiap saat ada


perubahan perilaku
 Pihak kabupaten/ kecamatan/ desa yang terjadi pada
menyediakan kertas spot berwarna
komunitas tersebut.
(merah, kuning, hijau), dengan yang
mudah terlihat dari jarak pandang
cukup jauh, misal: bentuk bulat
dengan diameter 15 cm; bentuk
bujursangkar dengan ukuran 15 cm X
15 cm.
 Menginformasikan penggunaan
kertas berwarna kepada masyarakat
setelah proses pemicuan awal atau
saat monitoring lanjutan. Kertas
merah (jamban numpang), kuning
(jamban blm sehat), hijau (jamban
sehat).
 Untuk aspek PHBS lain, seperti cuci
tangan, pengelolaan dan

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 46


Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan
penyimpanan air minum dan
makanan, pengelolaan limbah RT
dapat mengikuti pola monitoring
mandiri untuk perilaku BAB di
jamban. Untuk efektivitas monitoring
dapat menggunakan “kartu sehat”
Pelaksanaan monitoring:

 Masyarakat yang telah berupaya


berubah perilaku untuk tidak BAB di
sembarang tempat (termasuk
membuang kotoran anak batita tidak
sembarangan), menempelkan tanda
kertas spot di depan rumah mereka
pada tempat yang tampak dari
pandangan orang yang berdiri di
depan atau melalui rumah tersebut.
Warna yang ditempel sesuai kondisi
perkembangan upaya perubahan
perilaku mereka.
 Pada kertas tersebut dapat dituliskan
tanggal mereka melakukan
perubahan tersebut.
 Apabila pada keluarga tertentu ada
peningkatan perubahan perilaku
dengan ditandai perubahan warna
kertas spot yang ditempel. Tempel
warna baru diatas warna lama,
sehingga informasi warna awal masih
ada.
 Natural leader atau komite secara
berkala memperbaharui informasi
tersebut dalam peta masyarakat
(tanpa mengganggu informasi
baseline)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini


menggunakan pendekatan partisipatori dan mengangkat peran aktif masyarakat
untuk melakukan monitoring mandiri. Oleh karena itu, penting sekali bahwa
selama proses kegiatan STBM, fasilitator kabupaten membantu meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri melalui on the job
training.

2) Pelaksanaan monitoring di tingkat Puskesmas/ kecamatan


DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 47
Pelaksanaan monitoring di tingkat Puskesmas/ kecamatan akan lebih bertumpu
kepada mengumpulkan perkembangan informasi di tingkat desa dan menjaring
indikator monitoring yang terjadi di tingkat Puskemas/ kecamatan, antara lain
sebagai berikut:

Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan


1. Perekaman monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan
pembuangan kotoran anak batita (kemajuan pemicuan), perilaku cuci tangan
pakai sabun, serta pilar lainnya
Fasilitator pemicu Persiapan: Perekaman data dasar
(Kecamatan/ (baseline) di awal dan
Puskesmas)  Pihak kecamatan/ Puskesmas kemajuan hasil
menyiapkan dan memahami pengisian
pemicuan dilakukan
format monitoring perkembangan
perubahan perilaku pilar-pilar STBM bulanan (misal:
(pilar 1 hingga pilar 5). minggu ke-empat
setiap bulannya)

Contoh Pelaksanaan monitoring:

 Mengacu kepada peta sosial


masyarakat, informasi perkembangan
hasil pemicuan (akses masyarakat
kepada jamban) dipindahkan
kedalam format LB-1.
 Melakukan kunjungan ke rumah
tangga yang telah melakukan
perubahan (berdasarkan
perkembangan data pada peta sosial)
untuk mengamati kondisi dan
pemeliharaan jamban dan lingkungan
sekitarnya (lihat panduan transeck
walk).
Penting: Monitoring perkembangan
perubahan perilaku masyarakat
terkait kebiasaan BAB, sekaligus
sebagai kegiatan verifikasi ODF per
rumah tangga, yang digunakan
sebagai dasar verifikasi status ODF
suatu komunitas.

2. Monitoring status ODF yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi ODF)

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 48


Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan
Tim kecamatan Persiapan: Sebaiknya dilakukan
bersama begitu menerima
masyarakat.  Masyarakat melalui natural leader informasi dari
atau komite menginformasikan pihak
masyarakat
Puskesmas untuk dilakukan verifikasi
status ke-ODF-an mereka (akan lebih bersangkutan
baik bila penginformasian dilakukan
melalui surat pernyataan yang
diketahui oleh kepala desa).
 Tim kabupaten menyiapkan stiker
atau papan ODF.

Pelaksanaan monitoring:

 Tim kecamatan melakukan


pengecekan informasi total
masyarakat yang sudah berubah
perilakunya. Dengan alat bantu peta
sosial dan ceklist jamban, tim
mengunjungi rumah masyarakat dan
mencocokkan warna kertas spot
(kaitkan dengan proses monitoring
no.1).
Rekaman hasil verifikasi dicantumkan
dalam format LB-2.
 Tim melakukan penilaian terhadap
total akses masyarakat. Hasilnya
diinformasikan kepada masyarakat.
Bila telah mencapai 100% akses, tim
dapat menempelkan stiker atau
menempatkan papan ODF dengan
diisi tanggal kapan mereka mencapai
ODF dan verifikasi dilakukan.

3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa
STBM)
Tim kecamatan Persiapan: Begitu menerima
bersama informasi dari
masyarakat.  Masyarakat melalui natural leader masyarakat
atau komite menginformasikan pihak
bersangkutan
Puskesmas untuk dilakukan verifikasi
status ke-STBM-an mereka (akan
lebih baik bila penginformasian

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 49


Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan
dilakukan melalui surat pernyataan
yang diketahui oleh kepala desa).
 Tim kabupaten menyiapkan stiker
atau papan pencapaian Desa STBM.

Pelaksanaan monitoring:

 Tim kecamatan melakukan


pengecekan informasi total
masyarakat yang sudah berubah
perilakunya. Dengan alat bantu peta
sosial dan ceklist capaian 5 pilar
STBM, tim mengunjungi rumah
masyarakat dan mencocokkan warna
kertas spot (kaitkan dengan proses
monitoring no.1).
Rekaman hasil verifikasi dicantumkan
dalam format rekam pilar-1 sampai
pilar-5 STBM.
 Tim melakukan penilaian terhadap
total akses masyarakat. Hasilnya
diinformasikan kepada masyarakat.
Bila telah mencapai 100% akses
kelima pilar STBM, tim dapat
menempelkan stiker atau
menempatkan papan Desa STBM
dengan diisi tanggal kapan mereka
mencapai status tersebut dan
verifikasi dilakukan.
4. Investasi jamban oleh masyarakat
Fasilitator pemicu Persiapan:
(Kecamatan/
Puskesmas) Menyiapkan dan memahami cara
pengisian format LB-3.

Pelaksanaan:
 Kegiatan ini dapat dilaksanakan saat
fasilitator pemicu memperbaharui
(updating) informasi kemajuan
pemicuan.
 Pada saat kunjungan ke rumah
tangga, dapat menanyakan kepada
keluarga bersangkutan perkiraan
biaya untuk membangun jamban.

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 50


Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan
(untuk membantu dapat melakukan
perkiraan bahan yang digunakan dan
tenaga yang dikeluarkan)

5. Pendataan tukang terkait jasa dan layanan sanitasi


Fasilitator pemicu Persiapan:
bekerja sama
dengan Natural Menyiapkan dan memahami cara
pengisian format LT-3.
leader (NL)/ komite
Pelaksanaan:
 Pendataan awal tentang tukang yang
ada di komunitas/ desa tersebut
sebagai data dasar, dilakukan selang
1 – 2 minggu setelah pemicuan awal
 Pembaharuan pendataan tukang
dilakukan setiap 3 bulan, baik ada
pengurangan (karena pindah atau
bekerja diluar) atau penambahan
jumlah tukang
6. Monitoring mandiri terhadap dampak yang dirasakan
Masyarakat Persiapan: Minimal 6 bulan
bekerja sama setelah ODF
dengan pihak  Masyarakat membuat tulisan
gambaran kondisi masyarakat
Puskesmas/
sebelum intervensi (pemicuan awal)
kecamatan/ dilakukan
kabupaten

Pelaksanaan monitoring:

 Masyarakat membuat tulisan


perubahan kondisi masyarakat yang
dirasakan setelah intervensi
(pemicuan awal) dilakukan.
 Hasil tulisan masyarakat ini dapat
didokumentasi secara elektornik dan
dipublikasi dalam media daerah lokal
hingga situs AMPL.
Tim kecamatan Persiapan: Berkala per triwulan

 Membuat pemberitahuan kepada (pada pertemuan


setiap desa agar mempersiapkan regular yang ada di
hasil capaian kegiatan program kecamatan)
sanitasi di masing-masing wilayah
DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 51
Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan

Pelaksanaan monitoring:

 Kegiatan review dan sharing hasil


capaian program sanitasi dapat
dilakukan melalui forum komunikasi
tingkat kecamatan
 Kegiatan review dan sharing ini dapat
diikutkan/ dititipkan dalam kegiatan
rutin di tingkat kecamatan yang
meng-agenda-kan pertemuan
kemajuan desa.
7. Pendataan toko dan produsen produk sanitasi
Tim Puskesmas/ Persiapan: Pendataan dilakukan
kecamatan secara berkala per
 Menyiapkan dan memahami cara triwulan
pengisian format pendataan toko dan
produsen produk sanitasi

Pelaksanaan:

 Tim mengidentifikasi dan memetakan


toko bangunan dan produsen produk
sanitasi yang ada di wilayah kerja
Puskesmas/ kecamatan
bersangkutan
 Tim membagi tugas kunjungan ke
toko bangunan dan/atau produsen
produk sanitasi
 Petugas mewawancarai pemiliki toko
dan/atau produsen produk sanitasi
dan mengisi informasi yang dijaring
sesuai dengan format LT-2A dan 2B.

8. Pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building)


Tim Puskesmas/ Persiapan:
kecamatan
 Menyiapkan dan memahami cara
pengisian format pendataan kegiatan
peningkatan kapasitas (format LT-5)
9. Monitoring institusionalisasi sistem monitoring

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 52


Pelaku Cara pelaksanaan Waktu pelaksanaan
Tim Puskesmas/  Pihak Puskesmas/ kecamatan
mencatat dan mengkompilasi data
kecamatan
komunitas yang menggunakan peta
sosial atau instrumen lainnya dalam
memonitor pencapaian ODF dan
perilaku cuci tangan pakai sabun oleh
seluruh masyarakat

e. Promosi PHBS yang berkelanjutan.

Perubahan perilaku perlu terus dipromosikan agar masyarakat tetap


mempraktikkan budaya perilaku hidup bersih dan sehat. Biasanya setelah
masyarakat terbiasa, masyarakat akan otomatis berubah ke perilaku yang lebih
baik tersebut, namun dalam jangka panjang jika perubahan perilaku tidak terus
dipromosikan, maka sangat mungkin sekali masyarakat akan lupa dan kembali
ke praktik budaya hidup yang tidak sehat.

Promosi bisa dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui iklan, penyebaran
media komunikasi, ataupun melalui kegiatan-kegiatan formal dan informal di
masyarakat.

I. REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Dalam Negeri RI, Kurikulum
dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan, Jakarta, 2011

2. Kemenkes RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan, Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan: Buku Sisipan STBM, Jakarta, 2013.

II. LAMPIRAN

LEMBAR KERJA

a. Panduan Melakukan Demo Alur Kontaminasi (Diagram F)

TUJUAN : Peserta pelatihan diharapkan dapat:

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 53


 Mengidentifikasi penyakit-penyakit berbasis
lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku
masyarakat yang buruk, dampak serta upaya
pencegahannya.
 Gambaran bagaimana Tinja dapat masuk ke mulut
manusia
 Menggali alasan kenapa perilaku STBM belum
maksimal
WAKTU : 30 menit

METODE :  Demo alur kontaminasi (Diagram F)


 Diskusi interaktif (dapat dilakukan berkelompok)
ALAT/TOOLS/MEDIA : Kertas Plano, Spidol, Sticky Cloth, kertas metaplan,
gambar-gambar dalam Diagram F
HAND OUT : -

INDIKATOR : Setiap kelompok bisa menggunakan set gambar


PENCAPAIAN TUJUAN diagram F

PERSIAPAN PENTING : Set gambar Diagram F sudah disiapkan sejumlah


FASILITATOR kelompok diskusi

PROSES:

NO. LANG KAH OUTPUT WAKTU


1. Sampaikan salam pembuka dan yel-yel yang sudah Pokok 3’
disepakati di awal kemudian menjelaskan pokok Bahasan
Bahasan pada sesi ini. Sampaikan tujuan dari pokok dipahami oleh
bahasan, alokasi waktu dan metode yang akan peserta
digunakan.
2. Bagi peserta pelatihan ke dalam kelompok-kelompok Terbagi 2’
kecil misalnya; pembagian kelompok dapat dibagi kelompok
berdasarkan: diskusi
1) Kelompok Masyarakat Desa ODF
2) Kelompok Masyarakat Desa Non ODF
3) Sekolah dari lingkungan ODF
4) Sekolah dari lingkungan Non ODF
Catatan : Jika peserta masih belum mengenal STBM
sama sekali maka kelompok dibagi secara bebas.
3. Tanyakan kepada peserta “apakah salah-satu anggota Tergali akibat- 3’
keluarga pernah kena diare?” dan tanyakan “bagaimana akibat penyakit
perasaannya”?, dan “tindakan apa yang dilakukan diare.
anggota keluarga yang lain”?. Hal ini untuk
membangkitkan emosi (takut anaknya kena penyakit,
kehilangan anaknya karena tidak tertolong) agar lebih
peduli dengan keadaan lingkungannya, agar tidak
tercemar.

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 54


NO. LANG KAH OUTPUT WAKTU
4. Minta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan Peserta bisa 10’
alur penularan penyakit. menyusun
Diagram alur
Penjelasan awal; bagaimana kotoran manusia yang merupakan penularan
sumber penyakit (seperti: diare, kulit, pernafasan/ISPA, tipus, penyakit
penyakit mata, disentri, polio, kecacingan) dapat masuk ke
dalam mulut.
Tampilkan/gambar kotoran manusia di sebelah kiri dan gambar
mulut di sebelah ujung kanan.

Beberapa kelompok dapat dibekali dengan gambar-


gambar diagram F, sementara kelompok lain dapat
dibiarkan berdiskusi sesuai pengetahuan dan
pengamatan masing-masing, untuk kemudian
dituangkan dalam bentuk gambar. Hal ini nanti dapat
menjelaskan kepada peserta pelatihan bahwa tanpa
dibekali gambar-gambar (Diagram F), peserta dapat
menggambarkan Alur Kontaminasi.
5 Hasil diskusi dapat ditempel di dinding (sticky cloth, jika Hasil diskusi 10’
ada) dan masing-masing perwakilan kelompok tersampaikan
menjelaskan hasilnya (masing-masing selama 3 menit). kepada
Pada tahap ini fasilitator dapat membahas bagaimana kelompok lain
banyak jalur yang mungkin menjadikan tinja akhirnya
masuk ke mulut misalnya:
 Tinja dapat meresap ke sumber air sumur melalui
tanah
 BAB di sungai menyebabkan sumber air tercemar,
dipakai untuk mandi, gosok gigi, mencuci makanan
 Lalat yang membawa kotoran ke makanan
 Tangan setelah dipergunakan untuk cebok, tetapi
tidak CTPS
6 Fasilitator akan menggali kembali bagaimana caranya Terbangun 2’
agar tinja tidak masuk ke mulut (hal tersebut yang wacana
dinamakan pencegahan), agar penyakit-penyakit seperti memutus alur
Diare, ISPA, dan Cacingan dapat dicegah. Pencegahan penularan
tersebut akan dibahas pada pokok bahasan berikutnya. penyakit

b. Panduan Diskusi Kelompok Penggunaan Diagram F Untuk Memutus Alur Penularan


Penyakit

TUJUAN : Peserta dapat menjelaskan perilaku baik/cara pencegahan/


blocking untuk menghindari penyebaran penyakit.
WAKTU : 25 menit

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 55


METODE : Diskusi interaktif,
ALAT/TOOLS/MEDIA : Kertas Plano, Spidol, Sticky Cloth, kertas metaplan, Alur
Penularan Penyakit (hasil diskusi peserta)
HAND OUT : Diagram F dan Blocking-nya.
INDIKATOR : Diagram blocking yang dibuat peserta untuk memutus alur
PENCAPAIAN TUJUAN penularan penyakit
PERSIAPAN PENTING : Diagram F hasil diskusi kelompok sebagai acuan diskusi
FASILITATOR blocking

PROSES:

NO LANGKAH OUTPUT WAKTU


1. Pemandu menyambungkan pokok bahasan sesi ini dengan Peserta tahu bahwa 2’
sesi berikutnya. Sampaikan tujuan,waktu yang dibutuhkan sesi ini berhubungan
dan metode yang akan digunakan. erat dengan sesi
sebelumnya
2. Pemandu meminta peserta pelatihan (berdasarkan Teridentifikasi 5’
kelompok diskusi diagram F) untuk menambahkan gambar blocking dari
blocking/pencegahan pada gambar Diagram F yang telah masing-masing
dibuat sebelumnya. kelompok
3. Secara bergantian perwakilan setiap kelompok Hasil diskusi 9’
mempresentasikan hasil diskusinya (maksimal 3 menit). kelompok
Simpulkan bersama alur mana saja yang bisa diblocking. tersampaikan ke
Pada sesi ini fasilitator diharapkan lebih mengembangkan peserta lain
pertanyaan-pertanyaan sehingga dapat menggali
pengetahuan bloking lebih banyak dari peserta pelatihan
tanpa harus menggurui peserta.

4. Tanyakan kembali “jika masyarakat telah BAB di Jamban Peserta paham 5’


apakah masih mungkin tinja masuk ke mulut?” bahwa untuk
Kemungkinan jawabannya adalah: masih mungkin, jika; memutus alur
 Jarak lubang penampungan tinja dengan Jamban penularan penyakit
terlalu dekat, maka tinja dapat meresap melalui tanah tidak cukup hanya
ke sumber air (minimal jaraknya 10-15 meter, kecuali dengan BAB di
di daerah padas, tergantung lapangan/lingkungannya
jamban
atau telah menggunakan septic-tank yang betul-betul
kedap air).
 Melalui jari tangan, jika setelah cebok tidak Cuci
Tangan Pakai Sabun, maka Blocking kedua dengan
CTPS. Jari tangan yang terkena kotoran tinja harus
dicuci dengan air mengalir dan sabun sebelum kita
mengambil makanan (setelah BAB, setelah dari
kebon/sawah).
 Blocking/pencegahan ketiga adalah Mengelola
makanan dan minuman, misal dengan mencuci,
menutup makanan dan mencuci wadahnya, juga

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 56


NO LANGKAH OUTPUT WAKTU
memasak air untuk minum.

Catatan:
Yang paling penting dan mudah dilakukan adalah pencegahan melalui CTPS dan bagaimana upaya peserta
bersama-sama untuk berkomitment membentuk kebiasaan CTPS menjadi budaya sehari-hari dan ditularkan
kepada orang terdekatnya.
Cerita pengalaman di Jombang:
Fasilitator berkunjung ke sekolah dan bertanya apakah anak-anak melakukan CTPS di sekolah, di sekolah tersebut
ada fasilitas, dan para siswa sangat paham akan pentingnya CTPS, tetapi tidak ada sabun tersedia disana. Setelah
berdiskusi dengan gembira dan tanpa paksaan, para murid sepakat untuk iuran dan membeli sabun, kemudian
dipakai bersama-sama di sekolah mereka.Hal tersebut menjadi pembelajaran bahwa anak siswa SD-pun dapat
mandiri dan tidak perlu meminta dari sekolah/guru.
5 Penyegaran: Setelah sesi di atas, peserta pelatihan Peserta kembali 4’
umumnya mulai jenuh. Fasilitator diharapkan dapat Fresh
menghilangkan kejenuhan dengan cara memberikan acara
selingan PENYEGARAN (ice breaking). Bisa
menggunakan cara pada tabel di bawah
Tujuan:
 Menghilangkan kelelahan
 Membuat peserta kembali segar dan bersemangat untuk sesi selanjutnya
Metode:
Mendengarkan dan menyanyi bersama lagu CTPS dan teks lagu ditayangkan
melalui tulisan besar pada kertas plano atau melalui Power Point.
Catatan Fasilitator:
Metode ini juga dapat dikembangkan ketika pola pembelajaran CTPS kepada
anak-anak yang dapat dilakukan melalui lagu (dengan cara gembira dan ceria)
Langkah-langkah:
1. Fasilitator dapat memutar lagu CTPS yang diperdengarkan kepada
seluruh peserta pelatihan, ditayangkan bersama teks lagu tersebut
2. Peserta diminta untuk menghafalkan lagu tersebut, dan meminta peserta
untuk membuat kreasi lagu masing-masing terkait perilaku /kebiasaan
CTPS.
Contohnya: (disadur dari lagu ayo Tepuk Tangan)
Kalau kau mau sehat cuci tangan
Kalau kau mau sehat cuci Tangan
Cuci Tangan Pakai sabun dengan air mengalir
Cuci Tangan Pakai Sabun…!
Lagu tersebut dapat diajarkan dan dinyanyikan bersama-sama di kelas.

c. Panduan Simulasi Upper dan Lower dalam STBM

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 57


NO LANGKAH OUTPUT WAKT
. U
1. Ajak peserta menyepakati pengertian “upper” dan Kesepakatan pengertian 10’
“lower” “upper” dan “lower”
2. Bagi peserta menjadi 3 kelompok, masing-masing Peserta memahami 10’
kelompok akan membahas sedikitnya 5 point siapa konsep upper lower
yang dianggap upper dan lower (LP C.4.2)
3. Setelah mendiskusikan minta masing-masing Peserta mampu 10’
kelompok untuk mempresentasikan dan kelompok mengidentifikasi tingkatan
lain menanggapi atau memberi masukan /upper lower
4. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan Perubahan cara pandang 5’
CLTS cara pandang tersebut harus diubah sehingga peserta dalam
tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower pendekatan CLTS
berdasar pada
pemahaman upper lower
5. Setelah diskusi pleno 1 selesai minta kelompok yang Peserta memahami 10’
sama untuk membuat skenario melalui bahasa tubuh beberapa kegiatan dalam
(gesture) yang menggambarkan kegiatan top down, memfasilitasi
partisipatif dan friendly (LP C.4.3)
6. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan Peserta mampu 15’
skenarionya dan kelompok lain menjadi pengamat menampilkan gesture
7. Di setiap akhir penampilan, tanyakan pada kelompok Peserta mampu 15’
pengamat apa yang menjadi karakteristik bahasa mengidentifikasi gesture
tubuh yang ditampilkan yang ditampilkan
8. Pada diskusi pleno, tanyakan pada peserta bahasa Peserta dapat mengiden 5’
tubuh seperti apa yang sesuai dengan pendekatan tifikasi sikap dan
CLTS (berdasarkan pemahaman bahwa tidak ada kebiasaan mana yang
upper lower) paling sesuai dengan
CLTS serta merubah sikap
dan kebiasaan ketika
memfasilitasi komunitas

LP. C.4.2

Kelompok I
Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang
disebut “lower” dari sisi PERSONAL
Kelompok II
Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang
disebut “lower” dari sisi INSTITUSIONAL

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 58


Kelompok III
Diskusikan minimal 5 point siapa/apa saja yang disebut “upper” dan siapa/apa saja yang
disebut “lower” dari sisi PROFESIONAL
LP.C.4.3

KELOMPOK I
Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh)
yang menggambarkan sikap tubuh FRIENDLY (RAMAH)
KELOMPOK II
Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh)
yang menggambarkan sikap tubuh TOP DOWN
KELOMPOK III
Buatlah skenario dan peragakan fragmen (sandiwara tanpa kata-kata, hanya gerak tubuh)
yang menggambarkan sikap tubuh PARTISIPATIF

d. Panduan Bermain Peran dalam Demonstrasi Alat-Alat Utama CLTS

Panduan Bermain Peran dalam Demonstrasi Alat-Alat Utama CLTS


1. Mintalah sekitar 10 – 15 orang peserta (laki-laki dan perempuan) secara sukarela untuk
berperan sebagai warga masyarakat suatu dusun dan mereka rata-rata masih melakukan
praktek buang air besar sembarangan. Demo ini akan difasilitasi fasilitator pelatihan
(Pelatih).
2. Sebelum proses dimulai, mintalah kepada peserta yang lain untuk menyimak proses
simulasi dengan cermat, dan bila perlu mencatat langkah-langkahnya serta kata-kata kunci
penting dalam proses ini.
3. Demo dimulai dengan Pemetaan Sosial, sehingga tergambarkan: batas wilayah pemukiman
dan lahan pertanian/usaha, sebaran rumah warga, lokasi jamban dan BAB terbuka, akses
setiap rumah terhadap jamban atau lokasi BAB terbuka, lokasi dan jenis sumber air minum
dan air untuk keperluan rumah tangga lainnya, serta informasi lain yang relevan.
4. Lanjutkan dengan simulasi Transect dalam bentuk yang sederhana, dengan tekanan pada
kunjungan ke lokasi BAB terbuka, dan tekankan bahwa tidak seorang pun boleh menutup
hidungnya saat kunjungan ini.
5. Lanjutkanlah simulasi: Menghitung jumlah tinja (per hari, minggu, bulan, tahun), alur
kontaminasi (Diagram F), kontaminasi air bersih, kontaminasi air minum, dan gangguan
privacy pada perempuan serta pandangan agama tentang BAB terbuka.
6. Bangunlah suasana klimaks dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan bertingkat dalam
rangka mendorong perubahan:
“Bagaimana perasaan saudara-saudara hidup dengan suasana seperti ini? Apakah saudara-
saudara ingin berubah?”

Bilamana komunitas menyatakan tak akan berubah, kembangkan pertanyaan-


pertanyaan yang lebih tajam untuk memicu rasa malu –takut penyakit – rasa
bersalah, dst. Bila tetap tidak ada perubahan sikap, (ini upaya akhir) lanjutkan
dengan pernyataan: “Terima kasih atas pelajaran yang saudara-saudari berikan
kepada saya. Ini sangat berharga. Saya akan pulang, dan menuliskan pengalaman

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 59


ini kemudian menceritakannya kepada teman-teman saya di desa saya, bahwa
ternyata masyarakat disini masih senang berak di kebun/ sungai/ semak-semak.
Dan bila diijinkan, sayapun akan memuat cerita ini di surat kabar atau majalah”.
7. Bila ternyata masyarakat terlihat tergugah dan terpicu, lanjutkanlah dengan proses
memfasilitasi perencanaan oleh masyarakat, dengan pertanyaan-pertanyaan bertingkat:
o Siapa saja yang akan memulai perubahan? (semua orang yang mau berubahdicatat
dalam kertas.
o Dalam bentuk apa?
o Kapan dimulai? Kapan selesai?
o Kapan masyarakat mentargetkan komunitas ini bebas dari kebiasaan BAB di tempat
terbuka?
8. Tegaskanlah pada bagian akhir simulasi ini, bahwa perwakilan masyarakat (sekitar 6 orang
dari setiap dusun) akan diundang dalam lokakarya di kabupaten untuk membagikan
pengalamannya kepada peserta lokakarya. Simulasi berakhir.

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 60


PEMICUAN DI KOMUNITAS

POKOK BAHASAN 1: PERSIAPAN PEMICUAN DIMASYARAKAT


a. Persiapan Lapang
Persiapan lapang menjadi bagian yang terpisahkan dengan pesiapan
penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada
pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai lokasi praktek kerja lapangan
dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan
lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat.

Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah/desa/dusun antara lain:

 Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta,


 Kegiatan dilapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui
perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktek,
produk yang akan diserah kepada pemerintah daerah untuk ditindak lanjuti.
 Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak
lanjutnya
 Logistik yang disediakan

b. Pembentukan Kelompok Praktek Kerja Lapang / Tim Pemicu

 TUJUAN:
Tersusunnya kelompok-kelompok praktik lapangan yang komposisinya mencakup
seluruh komponen tim.

 WAKTU:
30 menit

 METODE:
Pemilihan demokratis.

 MATERI:
-----

 ALAT BANTU:
Kertas plano

 PROSES:
1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa akan dilaksanakan Praktek Kerja Lapang
Fasilitasi STBM di masyarakat. Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil
(catatan: untuk kepentingan praktek kerja lapang idealnya anggota kelompok
tidak lebih dari 6 orang) Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan
dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 61


(berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan
seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok memiliki kapasitas yang
berimbang.
2. Laksanakanlah proses pembentukan/pembagian kelompok, dengan cara
membentuk barisan memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang
disepakati. Penting untuk membagi peserta berdasar komposisi (gender) dan
unsur peserta. Misal, peserta dari bidang kesehatan mengambil tempat
dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur
teknis, bidang perenanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender,
sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu.
3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.

c. Penyiapan alat dan bahan


Setiap kelompok mempersiapkan alat dan bahan yang akan dibawa untuk PKL,
seperti dedak, tepung, kertas metaplan, spidol, air, sabun, dll.

d. Penyusunan Strategi/ Panduan Praktek Lapang dan Simulasi Kelompok


Setiap kelompok membuat panduan pemicuan di msyarakat dan melalukan
simulasi agar mereka bisa melakukan pemicuan di masyarakat. Berikut
penjelasan lebih rinci bagaimana membuat strategi panduan pemicuan
dimasyarakat.

 TUJUAN:
1. Tersusunnya panduan praktek lapang
2. Peserta siap memfasilitasi proses pemicuan STBM di masyarakat.

 WAKTU:
Maksimum 90 menit

 METODE:
Simulasi
Penugasan dan pendampingan.

 MATERI:
Komposisi tim dalam memfasilitasi CLTS di komunitas
Panduan Fasilitasi CLTS di Komunitas

 ALAT BANTU:
Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial
Kertas potong (metaplan)
Kertas plano
Spidol besar dan kecil
Flagband
Ember berisi air bersih
Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas)
Video camera
DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 62
 PROSES:

1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktek kerja lapang. Oleh


karena itu setiap kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan
dan berlatih bila perlu). Berikanlah gambaran tentang komposisi tim fasilitasi
yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas, sebagai
berikut:
o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama
proses fasilitasi, biasanya 1 orang
o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi
proses sesuai dengan kesepakatan awal atau
tergantung pada perkembangan situasi
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan
hasil untuk kepentingan dokumentasi/pelaporan
program
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol
agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara
mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang
disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu
dikoreksi.
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses
fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak
bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus
juga bisa mengajak mereka terlibat dalam
kampanye sanitasi, misalnya dengan: menyanyi
bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak
berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi
atau mengganggu proses, dsb.
2. Panitia menjelaskan lokasi praktek lapang dan gambaran awal jika tersedia,
rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan,
alur perjalanan, dll.)
3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan
dampingilah sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna
menghidari kesan upper-lower, bia perlu berpakaian seperti yang dikenakan
oleh masyarakat yang akan dikunjungi.
4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan bermain peran fasilitasi STBM di
masyarakat. Minta salah satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan
peserta lainnya sebagai masyarakat (10 – 15 orang).

 CATATAN PENTING:
Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan
sosial semestinya dilakukan pertama
Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun
hasilnya harus segera dipindahkan ke kertas plano

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 63


Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja,
dll. tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-
lokasi yang bisa mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.

POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN DI MASYARAKAT

 TUJUAN:
1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan
berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya
2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan
masalah sanitasi di komunitasnya
3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.

 WAKTU:
4 jam di masyarakat

 METODE:
Praktek Lapang:
Pemetaan
Transek
Fokus group discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut
untuk mendukung individu yang telah terpicu.
Alur kontaminasi
Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktek fasilitasi yang dilakukan peserta.

 MATERI:
- Buku catatan
- Alat dokumentasi seperti kamera
- Spidol
- Kertas flipchart

 ALAT BANTU:
- Tali rafia/plastik
- Powder/tepung berwarna : 3-4 warna

 PROSES:
Karena kegiatan praktek kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan
kegiatan riil (bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin
diminimalisir. Fungsi pelatih yang melakukan observasi dan asistensi adalah
menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan
optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para
peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 64


yang diharapkan namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga
(apalagi akan terus memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap
kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi
untuk kelompok tersebut.

 CATATAN PENTING:
Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12
orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan
akan dijemput (jam 09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi
sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh peserta
pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang
bersama. Wakil masyarakat a
kan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan.
Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas
(plano) sebagai bahan presentasi masyarakat.

POKOK BAHASAN 3: DISKUSI PLENO DENGAN MASYARAKAT

 TUJUAN:
1. Dipahaminya rencana kegiatan masyarakat oleh seluruh komponen tim
pemicuan.
2. Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan
yang mereka susun.
3. Disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian
rencana kegiatan masyarakat.

 WAKTU:
Maksimum 90 menit

 METODE:
Presentasi masyarakat
Diskusi pleno
Feedback progresif.

 MATERI:
Presentasi kondisi sanitasi saat ini dan rencana ke depan dari setiap komunitas.

 ALAT BANTU:
Sesuai keperluan.

 PROSES:
1. Jelaskanlah kepada seluruh partisipan tentang tujuan sesi ini, khususnya
tujuan 1 dan 3.Persilakanlah kepada wakil masyarakat yang akan memulai
presentasi untuk mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan
rencana mereka ke depan (waktu tersedia sekitar 15 menit untuk setiap

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 65


kelompok). Jika diperlukan berikan kesempatan kepada peserta yang telah
memfasilitasi kemarin untuk menambahkan.
2. Pada setiap akhir presentasi kelompok, lakukanlah penegasan-penegasan
untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak peserta
memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka
untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori
gerakan masyarakat, dll.
3. Pada akhir session berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun
komitmen bersama semua pihak dalam upaya pencapaian bebas dari BAB
terbuka di tingkat yang lebih luas.
Hasil pleno yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh
kelompok kepada pejabat yang berwenang didaerah untuk dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindak lanjuti
sesuai proses yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan
oleh masyarakat.

POKOK BAHASAN 4: LAPORAN HASILPEMICUAN

 TUJUAN:
1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktek lapang setiap kelompok
2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktek lapang setiap kelompok

 WAKTU:
Maksimum 60 menit

 METODE:
Diskusi kelompok

 MATERI:
Hasil praktek lapang.

 ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta

 PROSES:
1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan
dilakukan refleksi temuan praktek lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu
menyusun laporan yang menggambarkan proses dan hasil serta
pembelajaran yang diperoleh dari praktek lapang tersebut. Berikan
penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya.
Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan
tentang analisis yang bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud,
misalnya: analisa SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman).
2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya.
Fasilitator pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar
tugas benar-benar terselesaikan dengan baik.
DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 66
 CATATAN PENTING:
Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator
yang mendampingi dalam praktek lapang.

POKOK BAHASAN 5: EVALUASI HASIL PEMICUAN

Pembelajaran dan evaluasi dari Praktek Kerja Lapang (hasil pemicuan)

 TUJUAN:
1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses
memfasilitasi STBM selanjutnya
2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu
dikembangkan dalam rangka optimalisasi STBM

 WAKTU:
Maksimum 60 menit

 METODE:
Presentasi kelompok
Diskusi pleno
 MATERI:
Laporan praktek lapang masing-masing kelompok

 ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi

 PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang
tersedia untuk setiap kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi
dan 10 menit untuk diskusi penajaman)
2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan
tanya jawab pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh
(total 25 menit), lanjutkan sampai seluruh kelompok mempresentasikan
laporannya.
3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh,
khususnya tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya
dihindari’ serta ‘apa yang spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.

DRAFT Modul Pelatihan STBM untuk Dosen Page 67

Anda mungkin juga menyukai