Anda di halaman 1dari 21

Makalah Pendidikan Budaya Anti Korupsi

“Nilai - Nilai Dan Prinsip Antikorupsi, Integritas dan Konflik


Kepentingan.”

Dosen pengampu : Iis Kurniati.,S.Pd.,M.Kes

Disusun oleh:

Kelompok 3 (2AD4)

Mira Laila Ramdaniah P17331122420

Muhammad Arif Tegar Prasetyo P17331122421

Saffanah Ghassani P17331122435

Silmi Zulfina Rizka P17331132443

JURUSAN GIZI

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang,
yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Nilai - Nilai Dan Prinsip Antikorupsi, Integritas dan Konflik
Kepentingan.” untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Budaya Anti
Korupsi

Kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Ibu Iis
Kurniati.,S.Pd.,M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan makalah ini.
Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami sajikan masih memiliki kekurangan, baik
dalam penyusunan, bahasa, maupun konten. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Masukan yang diberikan akan menjadi pedoman
berharga bagi kami agar dapat meningkatkan kualitas penulisan di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan dan manfaat bagi pembaca.
Terima kasih atas perhatian dan kerjasama yang diberikan.

Bandung, 17 Januari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................. 3
BAB I........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 5
1.3 Tujuan............................................................................................................... 5
BAB II.......................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN........................................................................................................... 6
2.1. Nilai-nilai dan Prinsip Anti Korupsi........................................................................6
2.2 Kode Etik Profesi Organisasi............................................................................. 13
2.3 Integritas dan Indikator Anti Korupsi...................................................................17
BAB III....................................................................................................................... 20
PENUTUP..................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................20
3.2 Saran..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 21

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi telah lama menjadi tumor dalam struktur sosial dan pemerintahan,
merugikan negara-negara di seluruh dunia. Pemberitaan korupsi yang merajalela di
berbagai tingkatan pemerintahan dan sektor swasta menjadi sinyal penting akan urgensi
pembahasan mengenai nilai-nilai dan prinsip antikorupsi. Nilai-nilai seperti keadilan,
keterbukaan, akuntabilitas, dan ketaatan pada hukum menjadi pilar utama dalam
membangun sistem yang dapat melawan dan mencegah korupsi. Permasalahan korupsi
tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga mencakup dimensi etika dan moralitas yang
melibatkan setiap warga negara.

Prinsip antikorupsi menjadi jalan keluar yang mendasar untuk menghadapi ancaman
korupsi yang merongrong keberlanjutan dan keadilan sosial. Semangat untuk melawan
korupsi harus menjadi dasar utama dalam perencanaan kebijakan dan pembentukan
struktur pemerintahan yang transparan. Pencegahan korupsi melalui perancangan kebijakan
yang meminimalkan celah untuk praktek korupsi menjadi langkah preventif yang diperlukan.
Sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi harus diimplementasikan sebagai bentuk keadilan
dan sebagai pendorong untuk mencegah tindakan serupa di masa depan.

Integritas, sebagai nilai fundamental, menjadi kunci dalam membentuk karakter dan
moralitas individu serta institusi. Kepemimpinan yang berintegritas adalah kunci dalam
membentuk budaya organisasi yang bersih dari korupsi. Penerapan prinsip transparansi dan
pembukaan informasi menjadi manifestasi dari integritas, menciptakan lingkungan yang
terbuka dan dapat dipercaya.

Dalam konteks konflik kepentingan, penerapan kode etik dan pedoman etika menjadi
langkah awal dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Pengungkapan
kepentingan secara transparan menjadi alat efektif untuk meminimalkan potensi konflik yang
dapat merugikan kebijakan dan keadilan. Kesemua nilai-nilai ini tidak hanya bersifat
simbolis, melainkan memiliki dampak langsung dalam menciptakan pemerintahan yang
bersih dan masyarakat yang adil. Oleh karena itu, penelitian dan pemahaman mendalam
mengenai nilai-nilai dan prinsip antikorupsi, integritas, dan penanganan konflik kepentingan
perlu menjadi fokus utama untuk membangun fondasi yang kokoh bagi pembangunan suatu
negara yang berkelanjutan dan bermoral.

4
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja bentuk dari nilai nilai anti korupsi?
2. Apa yang termasuk kedalam prinsip prinsip anti korupsi?
3. Apa arti dari kode etik profesi organisasi?
4. Bagaimana bentuk penerapan dari kode etik profesi organisasi?
5. Apa yang dimaksud dengan Integritas dan Indikator Anti Korupsi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bentuk dari nilai nilai anti korupsi.
2. Mengetahui prinsip prinsip anti korupsi.
3. Mengetahui arti dari kode etik profesi organisasi.
4. Mengetahui contoh dari kode etik profesi organisasi.
5. Mengetahui arti dari Integritas dan Indikator Anti Korupsi.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Nilai-nilai dan Prinsip Anti Korupsi


2.1.1. Nilai-nilai Anti Korupsi
2.1.1.1. Kejujuran
Kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan
tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi
kehidupan mahasiswa, tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya
dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan. Orang yang memiliki karakter jujur, setidaknya dicirikan dengan
tiga hal; (i) jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah
kebenaran dan kemaslahatan; (ii) jika berkata tidak berbohong/sesuai dengan
fakta (benar/apa adanya); (iii) adanya kesamaan antara yang dikatakan
dengan apa yang dilakukannya/konsisten antara perkataan dan perbuatan.
2.1.1.2 Kepedulian
Kepedulian adalah aspek dalam diri seseorang yang mencerminkan
sikap dan tindakan yang mengandung makna adanya perhatian, dan
tanggung jawab, serta nilai acuan dalam memperlakukan suatu objek tertentu
(Mesarovic Eduardus, 1974). Menurut Sugono definisi kata peduli adalah
mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan (Sugono : 2008).
Hoffman mengemukakan model kepedulian diawali dari informasi
pengetahuan; kecenderungan ingin melakukan sesuatu; perilaku dari individu
dan menghasilkan sesuatu bagi lingkungan (Micheal Hoffman, 1990).
Kepedulian lingkungan hidup menurut Hoffman, Frederich, dan Petry Jr,
memiliki tiga faktor potensial yang berperan menentukan kepedulian,
diantaranya: faktor kepribadian, demografi, dan nilai. Didukung oleh Lewin,
kepedulian adalah hasil kekuatan yang berasal dari lingkungan psikologis
yang akan mempengaruhi tingkah laku (Koeswara, 2002). Bisa dikatakan
bahwa kepedulian merupakan unsur psikologis dari kepribadian seseorang.
2.1.1.3. Kemandirian
Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita 2011) mendefinisikan otonomi
atau kemandirian dapat dipahami sebagai kemampuan untuk mengendalikan
dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta
berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan

6
keragu-raguan. Sementara menurut Suharnan (2012) kemandirian atau
perilaku mandiri adalah kecenderungan untuk menetapkan sendiri tindakan
(aktivitas) yang dilakukan dan tidak ditentukan oleh orang lain.
Suharnan (2011) menjelaskan ada empat karakteristik dari perilaku
mandiri. Pertama mengambil inisiatif untuk bertindak maksudnya orang
mandiri memiliki kecenderungan untuk mengambil inisiatif (prakarsa) sendiri
di dalam memikirkan sesuatu dan melaksanakan tindakan tanpa terlebih
dahulu harus diperintah, disuruh, diingatkan, atau dianjurkan orang lain.
Kedua mengendalikan aktivitas yang dilakukan maksudnya mampu
mengendalikan sendiri pikiran, tindakan dan aktivitas yang dilakukan tanpa
harus dipaksa atau ditekan oleh orang lain. Ketiga memberdayakan
kemampuan yang dimiliki. Maksudnya orang mandiri cenderung
mempercayai dan memanfaatkan secara maksimal kemampuan-kemampuan
yang dimiliki di dalam menjalankan tugas, mengambil keputusan atau
memecahkan masalah, tanpa berharap pada bantuan atau pertolongan orang
lain. Keempat menghargai hasil kerja sendiri. Maksudnya orang yang mandiri
tentu menghargai atau merasa puas apa yang telah dikerjakan atau
dihasilkan sendiri, termasuk karya-karya sederhana sekalipun.
2.1.1.4. Kedisiplinan
Kedisiplinan mempunyai artian patuh pada peraturan tanpa ada
tekanan dari luar, melainkan patuh karena adanya kesadaran dari dalam diri
sendiri (Tu’u, 2004). Kedua, menurut Charles (1985), kedisiplinan adalah
sebuah langkah yang diambil oleh pihak sekolah untuk memastikan
murid-murid mempunyai perilaku yang diterima di lingkungan sekolah. Hal ini
berarti kedisiplinan pada tata tertib merupakan hal utama yang diperlukan di
sekolah agar terlaksanakannya fungsi pendidikan nasional.
Kedisiplinan sebenarnya mempunyai tujuan yang mulia dan
kedisiplinan juga mendukung fungsi dari pendidikan nasional, tetapi setiap
individu mempunyai tingkat kedisiplinan yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut karena di dalam kedisiplinan terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor kedisiplinan menurut Tu’u (2004): (1)
Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting
bagi kebaikan dan keberhasilan diri; (2) Pengikutan dan ketaatan sebagai
langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur
perilaku individu; (3) Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,
membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang
ditentukan atau diajarkan; (4) Hukuman sebagai upaya penyadaran,

7
mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada
perilaku yang sesuai dengan harapan.
2.1.1.5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008). Tanggung jawab adalah
menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu
disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa
perwujudan kesadaran akan kewajiban menerima dan menyelesaikan semua
masalah yang telah dilakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu
pengabdian dan pengorbanan. Maksudnya pengabdian adalah perbuatan
baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau satu ikatan dari semua itu
dilakukan dengan ikhlas.
2.1.1.6. Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur.
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan
tugas (belajar atau pekerjaan) dengan sebaik-baiknya (Mustari, 2011).
Sedangkan menurut Kesuma, dkk (2011) menyatakan bahwa kerja keras
adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan (tidak
pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan atau yang menjadi
tugasnya sampai tuntas.
Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, yang
dimaksud adalah mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk
kebaikan/ kemaslahatan manusia dan lingkungannya. Narwanti (2011) kerja
keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya. Indikator dari sikap kerja keras adalah menyelesaikan semua
tugas dengan baik dan tepat waktu, tidak putus asa dalam menghadapi
masalah dan aktif mengajukan pendapat saat pembelajaran.
2.1.1.7. Sederhana
Wijaya (2014: 117) mengungkapkan bahwa sederhana adalah
kebiasaan seseorang untuk berperilaku sesuai kebutuhan dan

8
kemampuannya. Sederhana dapat pula berarti tidak berlebihan atau tidak
mengandung unsur kemewahan. Kemendikbud (dalam Wibowo, 2013: 46)
mengungkapkan sederhana adalah bersahaja, sikap, dan perilaku yang tidak
berlebihan, tidak banyak seluk-beluk, tidak banyak pernik, lugas, dan apa
adanya, hemat sesuai kebutuhan, dan rendah hati. Sederhana adalah
kebiasaan atau perilaku sehari-hari yang dilakukan sesuai kebutuhan dan
kemampuan materi atau keuangan.
2.1.1.8. Keberanian
Menurut Mustari (2014, hal. 200-201) mendefinisikan pengertian
keberanian sebagai berikut: Keberanian adalah kemampuan untuk
menghadapi ketakutan, derita, risiko, bahaya, ketidaktentuan, atau intimidasi.
“Keberanian Fisik” adalah keberanian dalam menghadapi derita fisik,
kesukaran, kematian atau ancaman kematian, sementara “Keberanian Moral”
adalah kemampuan untuk bertindak secara benar walaupun banyak orang
yang tidak setuju, walaupun dapat bersifat memalukan, walaupun bersifat
skandal, atau tidak ada dukungan orang lain. Menurut Parera (1988, hal. 185)
dapat disimpulkan bahwa keberanian merupakan cara mengutarakan
pendapat secara baik berarti mengutarakan pendapat dalam konteks yang
masuk akal, hal ini terdapat dalam ungkapan bahasa yang dipergunakan.
2.1.1.9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah,
tidak memihak. Padmo Wahyono menyatakan bahwa keadilan adalah
masalah hidup dalam kaitannya dengan orang lain atau masalah hidup
berkelompok (Padmo Wahyono, 1992 130). Bagi Agustinus, hakikat keadilan
ialah adanya relasi yang tepat dan benar antara manusia dengan Tuhan, oleh
sebab itu keadilan adalah suatu yang paling hakiki dalam bernegara dan
keadilan itu hanya dapat terlaksana dalam kerajaan Ilahi yang merupakan
gudang dari keadilan.
Definisi yang diberikan pada keadilan berbunyi “justitia est contstans
et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi” (keadilan adalah
kecenderungan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang
apa yang menjadi haknya). Konsep justitia ini kemudian dianggap sebagai
sifat pembawaan atau sudah dengan sendirinya melekat pada setiap hukum.
2.1.2. Prinsip-prinsip Anti Korupsi
2.1.2.1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai aturan main

9
baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada
level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga
(Bappenas : 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis,
masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang
digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan
cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability)
kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnick : 2005). Selain itu akuntabilitas
publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan
menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre :
2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang
memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja
(Prasojo : 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya,
antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas
keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas
politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat
diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan
pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas
kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang
dari sebuah kegiatan.
2.1.2.2. Transparansi
Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai
dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan
secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh
publik (Prasojo : 2007). Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus
kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk
yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena
kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang
sangat berharga bagi para mahasiswa untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggung jawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan :
2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu proses
penganggaran, proses penyusunan kegiatan, proses pembahasan, proses
pengawasan, dan proses evaluasi. Proses penganggaran bersifat bottom up,

10
mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan
penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Di dalam proses penyusunan
kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan
tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana,
mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan
teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses
pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan
berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah
proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang
penting adalah proses evaluasi. Proses evaluasi ini berlaku terhadap
penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik
dari setiap output kerja-kerja pembangunan.
2.1.2.3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam
bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran
ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas,
terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan
aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan
tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah
adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas
value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness
di dalam proses perencanaan pembangunan. Selain itu, sifat penting lainnya
adalah kejujuran. Kejujuran tersebut mengandung arti tidak adanya bias
perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja, yang berasal
dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran merupakan bagian pokok
dari prinsip fairness. Sifat yang terakhir dalam prinsip kewajaran adalah
informatif. Tujuan dari sifat ini adalah dapat tercapainya sistem informasi
pelaporan yang teratur dan informatif. Sifat informatif ini dijadikan sebagai

11
dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain
itu sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.
2.1.2.4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti
korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun
bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi,
undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun
lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para
pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif
apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan
korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas
pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung
oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan
tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan
kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi.
Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
2.1.2.5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat
betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini,
akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia,
self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa
partisipasi, evolusi dan reformasi.
Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap
kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan
kontrol kebijakan berupa oposisi yaitu mengontrol dengan menawarkan
alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. Sedangkan kontrol
kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan
yang dianggap tidak sesuai.
2.2. Kode Etik Profesi Organisasi

12
Kode etik merupakan gabungan dua kata yaitu “Kode” dan “Etik”. Di mana kata etik
sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos, yang berarti watak, adab, karakter, atau cara
hidup. Menurut Aristoteles, Ethos berkaitan erat dengan dengan komunikator, atau siapa
yang berbicara. Aristoteles menyimpulkan bahwa pidato yang disampaikan oleh seseorang
yang terpercaya akan lebih persuasif dibandingkan pidato seseorang yang kejujurannya
dipertanyakan. Logos berkaitan dengan apa yang dibicarakan (subjek). Dalam hal ini pidato
haruslah berisi kebenaran yang diperkuat dengan data-data, dan simpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan Phatos berkaitan dengan sisi emosi. Emosi dalam hal
ini adalah fitur-fitur lain yang mendukung si pembicara dan apa yang disampaikan. Seperti
latar belakang pembicara seorang public figure, personal branding, kerapihan, kecantikan,
kemampuan dalam meyakinkan, dan fitur lainnya.
Profesi secara etimologi berasal dari kata profession (inggris) yang berasal dari
bahasa latin profesus yang berarti “mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan”. Profesi
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, yang didapat
melalui pendidikan dan latihan tertentu, menurut persyaratan khusus memiliki tanggung
jawab dan kode etik tertentu. Pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya
karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan
profesinya. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan yang menuntut keahlian tertentu.
Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh
sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara
khusus (Musriadi, 2016:27-30).
Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang
menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan
karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. istilah profesi
merupakan simbol dari suatu jabatan yang mempunyai kekhususan. Kekhususan itu
merupakan kelengkapan belajar mengajar, atau keterampilan yang menggambarkan bahwa
seseorang melakukan tugas mengajar, yaitu membimbing manusia (musriadi, 2016:30).
Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki
suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Dikatakan ciri
khas oleh karena bidang tersebut diperoleh bukan secara kebetulan oleh sembarang orang,
serta diperoleh melalui suatu jalur khusus. Dalam prakteknya sebagai pekerjaan profesional
yang melayani masyarakat tentunya memerlukan satu wadah organisasi yang anggotanya
adalah orang-orang yang memiliki pekerjaan atau keahlian yang sejenis.
2.2.1. Contoh Kode Etik Profesi Organisasi
2.2.1.1. Kode Etik Profesi Guru

13
Pada dasarnya kode etik guru memiliki fungsi ganda yaitu sebagai
perlindungan, dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama
seperti apa yang dikemukakan oleh:
a. Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik
sebagai pendoman pelaksanakaan tugas professional dan pedoman bagi
masyarakat sebagai seorang profesional.
b. Biggs dan Blocher (1986 :10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu :
(1) melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, (2) mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, (3) melindungi para
praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
c. Oteng Sutiasna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan
teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung
dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
d. Sultan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi
kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain: (1) Agar guru terhindar dari
penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya; (2) Untuk mengatur
hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
(3) Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih
bertanggung jawab pada profesinya. (4) Pemberi arah dan petunjuk yang
benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan
tugas.
2.2.1.2. Organisasi Keguruan di Indonesia
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI
adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
tahun 1912 kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tahun 1932 (Pidarta, 2007: 298). Tujuan utama
pendirian PGRI adalah: Membela dan mempertahankan Republik
Indonesia (organisasi perjuangan); Memajukan pendidikan seluruh
rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi); Pendirian PGRI sama
dengan El: "education as public service, not commodity"; Membela
dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada
umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan
bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar atau

14
kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling
berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam
rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi atau perilaku
perubahan reorientasi pembelajaran di kelas. Menurut
Mangkoesapoetra, MGMP merupakan forum atau wadah profesional
guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah
kabupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah. Peranan MGMP
menurut pedoman MGMP (Depdiknas) yaitu: Mengakomodir aspirasi
dari, oleh, dan untuk anggota; Mengakomodasi aspirasi masyarakat
atau stakeholder dan siswa; Melaksanakan perubahan yang lebih
kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran; Mitra kerja Dinas
Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan.
3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
ISPI lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya
organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai
hal menyangkut komunikasi antar anggotanya. Keadaan seperti ini
berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta
17-19 Mei 1984. Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum
Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terealisasikan dalam bentuk
himpunan-himpunan. Yang telah ada himpunannya seperti Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
4. Kelompok Kerja Guru (KKG)
KKG sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus.
Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja
guru yang lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang
kelas dan mata pelajaran. Melalui KKG dapat dikembangkan
beberapa kemampuan dan keterampilan mengajar, seperti yang
diungkapkan Turney, bahwa keterampilan mengajar guru sangat
mempengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya;
keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi,
menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, memimpin diskusi
kelompok kecil dan perorangan.
5. Ikatan Guru Indonesia (IGI)
Ikatan Guru Indonesia adalah organisasi guru yang diinisiasi
tahun 2000 dengan nama Klub Guru Indonesia di bawah
kepemimpinan Ahmad Rizali. Klub Guru Indonesia secara resmi
berbadan hukum pada tanggal 26 November 2009 dengan keluarnya

15
Surat keputusan menteri hukum dan HAM Nomor AHU-125.AH.01.06
Tahun 2009. Pada surat keputusan tersebut, Klub Guru Indonesia
berubah nama menjadi Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan dipimpin oleh
ketua umum Satria Dharma dan sekretaris Jenderal Muhammad Ihsan
dari IGI wilayah Jawa timur serta ketua dewan pembina Indra Djati
Sidi dari wilayah Jawa barat. Pada tanggal 30-31 Januari 2016, Ikatan
Guru Indonesia melaksanakan kongres II di Makassar. Pada kongres
ini, Muhammad Ramli Rahim dari Sulawesi Selatan dan Mampuono
dari Jawa Tengah terpilih sebagai Ketua Umum dan Sekretaris
Jenderal IGI periode 2016-2021. Di bawah kepemimpinan Muhammad
Ramli Rahim dan Mampuono ini IGI mengalami perkembangan cukup
pesat dan berhasil mendirikan IGI wilayah di 34 provinsi, 1 wilayah
luar negeri, dan IGI daerah di 400 kota dan kabupaten di Indonesia.
Selain mengembangkan IGI di wilayah dan daerah, duet Muhammad
Ramli Rahim dan Mampuono tetap fokus pada peningkatan
kompetensi guru. Terkait peningkatan kompetensi guru ini, IGI
menyelenggarakan kegiatan workshop, diklat seminar, hingga
simposium. Pada 2016 silam, IGI pun mengembangkan seratus
organisasi guru mata pelajaran tingkat nasional yang disebut IGMP
atau Ikatan Guru Mata Pelajaran. Selain itu IGI sendiri
memperjuangkan mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru
Indonesia, serta turut secara aktif mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misi: Mewujudkan peningkatan mutu, profesionalisme, kesejahteraan,
perlindungan profesi guru, dan pengabdian kepada masyarakat.
6. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) mempunyai
sejarah panjang sejak dirintis pada tahun 1952 sampai sekarang.
Pada awalnya, organisasi ini dibentuk atas inisiatif para peserta
kongres Ma'arif se-indonesia, yang antara lain memberikan mandat
kepada Ma'arif cabang Surabaya untuk menyiapkan
pembentukannya. Pada tanggal 1 Mei 1958, Ma'arif cabang Surabaya
berhasil membentuk persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
cabang Surabaya yang sekaligus sebagai Kantor pusat organisasi
tersebut. Kemudian, berdasarkan hasil muktamar II PERGUNU,
kedudukan Kantor pusat dipindahkan ke Jakarta. Sebagai badan
otonom PERGUNU memiliki dasar organisasi sebagaimana
ditetapkan oleh organisasi induknya, Nahdlatul Ulama yakni beraqidah

16
Islam menurut faham Ahlussunnah Wal Jama'ah. Misi PERGUNU
antara lain (1) meningkatkan profesionalisme guru, (2)
mengembangkan sistem pendidikan nasional yang Islami, (3)
membangun masyarakat berpendidikan yang Islami, dan (4)
meningkatkan kesejahteraan guru agar dapat melaksanakan tugas
profesi secara baik (“Lebih Dekat”, 2017).
7. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI)
PGSI adalah organisasi profesi guru dan /atay serikat pekerja
profesi guru yang bersifat terbuka, independen, dan non partai politik.
Visi PGSI: Terwujudnya guru profesional yang mampu mendorong
sistem pendidikan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
8. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Semua ini bermula dari pertemuan dua belas organisasi guru
daerah, di hotel Bumi Wiyata Depok, 21-23 Januari 2011. Para guru
itu bersepakat untuk berhimpun dalam sebuah organisasi yang diberi
nama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
9. Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)
Federasi guru independen Indonesia disingkat FGII di
deklarasikan berdirinya pada tanggal 17 januari 2002 bertempat di
Tugu Proklamasi Jl. Pegangsaan timur, jakarta. Hadir dalam deklarasi
tersebut lebih kurang 300 orang guru dari Aceh, Padang, Lampung,
Banten, Jakarta Jawa barat, Jawa tengah, Jawa timur, dan Nusa
tenggara barat dengan menggunakan nama-nama organisasi atau
forum guru yang berbeda dari masing-masing daerah. Pernyataan
atas perbedaan-perbedaan itulah yang kemudian mendorong
terbentuknya organisasi guru dalam bentuk federasi.

2.3 Integritas dan Indikator Anti Korupsi


Integritas merupakan suatu kata yang digunakan untuk menyatakan utuhnya
sesuatu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integritas adalah mutu, sifat, atau
keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan
yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran. Integritas itu juga adalah wujud keutuhan
prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Integritas sendiri merupakan
bentuk dari sinkronisasi antara kode etik dan berbagai prinsip moral lainnya dengan
perbuatan.

17
Integritas sebagai suatu spesifikasi yang diperlukan dalam setiap profesi, atau
sekadar di dalam diri manusia. Karena terdapat keterkaitan antara cara bersikap atau
bentuk etika terhadap sikap yang ditunjukkan kepada orang lain, maupun ketika berhadapan
dengan sesuatu. Adapun integritas sendiri dijadikan suatu tolak ukur pada seorang pegawai
untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik yang diberikan.
Kejujuran sebagai salah satu bentuk integritas pada individu menjadi hal yang cukup
krusial. Di mana tanpa kejujuran sebagai fondasi, maka akan muncul berbagai masalah
yang merambat. Kejujuran yang perlu dijadikan sebagai dasar ini berkaitan dengan segala
profesi dan setiap pribadi manusia. Selain itu, kejujuran merupakan salah satu indikator anti
korupsi. Di mana, anti korupsi memiliki beberapa indikator, di antaranya:
1. Bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya
Sikap di atas merupakan salah satu bentuk etika yang diperlukan dalam
dunia kerja. Jujur atau bersikap lurus hati, teguh pendirian, tidak berbohong, dan
juga tidak curang. Jujur merupakan salah satu sikap yang sulit dikarenakan bentuk
normalisasi terhadap kebohongan yang sudah tertanam subur di dalam masyarakat.
Meski begitu, sebagai pelaku masyarakat, kejujuran harus tetap ditegakkan serta
ditegaskan.
2. Peduli
Menurut Wardhani (2010) kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan
individu untuk membantu orang lain. Lingkungan terdekat seorang individu yang
berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial kita. Kepedulian
berarti sikap memperhatikan sesuatu. Dengan demikian kepedulian sosial berarti
sikap memerhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota
masyarakat). Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan
orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian (Triatmini, 2011).
3. Mandiri
Tidak bergantung pada orang lain adalah salah satu yang mendukung sikap
seseorang untuk tetap teguh pada pendiriannya dan menjadi seseorang yang jujur.
Mandiri bukan berarti tidak membutuhkan bantuan siapapun. Akan tetapi,
kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri
dan tidak tergantung kepada orang lain. Kemandirian juga merupakan kemampuan
mengatur tingkah laku yang ditandai kebebasan, inisiatif, rasa percaya diri, kontrol
diri, ketegasan diri, serta tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
4. Disiplin
Bentuk disiplin ini tidak hanya sebatas mematuhi dan melanggar peraturan.
Akan tetapi, kedisiplinan terkait waktu, barang yang dipinjam, dan yang lainnya pun

18
termasuk ke dalam disiplin. Dalam dunia kerja, diperlukan sekali seseorang yang
memiliki tingkat kedisiplinan. Oleh karena itu, disiplin merupakan yang namun
terkadang maksud kita itu tidak tersampaikan.
5. Tanggung jawab
Pada dasarnya, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mengakui
kesalahannya. DI sisi lain, tidak jarang pula seseorang menjadi disalahkan karena
cerita atau framing yang terlanjur dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, sebagai
makhluk sosial, kita diharapkan memiliki atau setidaknya sudah menanamkan rasa
tanggung jawab dalam diri masing-masing.
6. Kerja Keras
Dalam melakukan suatu pekerjaan, seseorang kerap diminta untuk
mengerahkan seisi hatinya namun terkadang hasil dari pekerjaannya tersebut tidak
sesuai dengan ekspektasinya. Pada kondisi seperti itu, kerja keras yang sudah
dilakukan sering kali juga rasanya seperti mengkhianati hasil. Akan tetapi, sebagai
seorang pekerja maupun penggiat suatu profesi, hasil tidak hanya dibatasi pada
bentuk output dari usaha tersebut saja. Ada banyak hal yang bisa dipetik dari setiap
kerja keras yang sudah dilakukan.
7. Sederhana
Secara garis besar, sederhana berarti bersahaja, tidak dilebih-lebihkan, dan
tidak menunjukkan kemewahan. Sederhana merupakan aspek yang diperlukan agar
seseorang tidak menjadi pribadi yang rakus akan harta maupun kekuasaan. Dengan
rasa kesederhanaan atau perasaan cukup, seseorang akan lebih merasa bersyukur
atas apa yang sudah dimilikinya.
8. Berani
Berani menjadi salah satu aspek yang menaungi beberapa aspek lainnya
dalam bentuk indikator anti korupsi ini. Tanpa keberanian, seseorang bisa saja
memilih untuk berbohong agar posisinya di tempat kerja lebih aman. Di sisi lain,
bersama dengan keberanian, seseorang akan menemukan banyak hal, kesempatan,
dll.
9. Adil
Adil merupakan hal yang cukup sering dielu-elukan, baik di masyarakat
maupun konstitusi khusus seperti pemerintahan. Karena pada dasarnya bentuk
keadilan ini mulai menjadi sesuatu yang kabur baik di dalam masyarakat maupun
pemerintahan. Sampai-sampai, ada satu ungkapan yang cukup familiar terdengar,
yaitu terkait bagaimana hukum itu tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Dapat
disimpulkan dari analogi tersebut jika di Indonesia, sebuah hukum masih belum bisa
terlaksana hingga adil untuk seluruh masyarakat di dalamnya.

19
Bab 3
Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
Nilai nilai anti korupsi diperlukan untuk menahan lajunya alur korupsi. Begitupun
Prinsip anti korupsi menjadi jalan keluar yang mendasar untuk menghadapi ancaman
korupsi yang merongrong keberlanjutan dan keadilan sosial. Tak hanya itu pentingnya
penerapan kode etik dalam berorganisasi juga menjadi langkah awal dalam mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kepemimpinan yang berintegritas juga menjadi
kunci lain dalam membentuk budaya organisasi yang bersih dari korupsi.
Yang termasuk kedalam nilai nilai antikorupsi yakni Kejujuran, Kepedulian,
Kemandirian, Kedisiplinan, Tanggung Jawab, Kerja Keras, Sederhana, Keberanian dan
Keadilan. Sedangkan yang termasuk kedalam prinsip prinsip antikorupsi terdiri atas
Akuntabilitas yang berupa kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja, Transparansi
mengenai terbukanya semua proses kebijakan yang dilakukan, Kewajaran guna mencegah
terjadinya manipulasi, Kebijakan untuk mengatur tata interaksi, dan Kontrol Kebijakan
sebagai upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua
bentuk korupsi. Demikian mengenai Kode etik Organisasi merupakan watak, adab, karakter,
atau cara hidup suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian
khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Yang juga memerlukan
penerapan nilai dan prinsip anti korupsi. Contohnya pada kode etik profesi guru sebagai
pendoman pelaksanakaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang profesional. Sinkronisasi antara kode etik dan berbagai prinsip moral lainnya
disebut dengan Integritas. Salah satu bentuk integritas dari anti korupsi yakni kejujuran,
diikuti dengan indikator lainnya seperti tulus, dan dapat dipercaya, Peduli, Mandiri, Disiplin,
Tanggung jawab, Kerja Keras, sederhana, berani, dan adil.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari makalah Nilai nilai dan prinsip Antikorupsi, Integritas, dan
konflik kepentingan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
● Bagi penulis, makalah ini dapat menjadi pedoman untuk menambah ilmu serta
wawasan mengenai pentingnya penerapan Nilai nilai dan prinsip Antikorupsi,
Integritas, dan konflik kepentingan terutama di bidang profesi organisasi.
● Bagi pembaca, diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan terkait dengan Nilai nilai dan prinsip Antikorupsi, Integritas, dan konflik
kepentingan terutama di bidang profesi organisasi guna dapat diterapkan di
kehidupan bermasyarakat.

20
Daftar Pustaka

Kemendikbud, R. I. (2013). Buku Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi.


Pratiwi, R. S. (2022). Profesi, kode etik, organisasi, dan peran guru.
Saeful, A. (2021). Implementasi nilai kejujuran dalam pendidikan. Tarbawi: Jurnal pemikiran
dan Pendidikan Islam, 4(2), 124-142.
Sihombing, Joni Ciputra. (2022). INTEGRITAS MELEKAT PADA DIRI MANUSIA at
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-sidempuan/baca-artikel/14762/INTEGRITAS-
MELEKAT-PADA-DIRI-MANUSIA.html, diakses pada 25 Januari 2024.

21

Anda mungkin juga menyukai