Anda di halaman 1dari 5

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengumpulan data subyektif maupun obyektif pada gangguan system persarafan sehubungan
dengan spina bifida tergantung dari komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
spina bifida meliputi anamnesa, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesa
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi kesehatan,
diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan defisit neurologis. Keluhan
adanya lipoma pada lumbosakral merupakan tanda penting dari spina bifida.
2. Riwayat penyakit saat ini
Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan motorik (paralisis
motorik anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas inferior dan/atau gangguan
kandung kemih dan sfringter lambung. Keluhan adanyadeformitas kaki unilateral dan
kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Kaki kecil dapat terjadi ulkus trofik dan
pes kavus. Keadaan ini dapat disertai defisit sensorik, terutama pada distribusi L3 dan S1.
Keluhan gangguan sfringter kandung kemih ditemukan pada 25% bayi dengan keterlibatan
neurologis, menimbulkan inkontinensia urine, kemih menetes, dan infeksi saluran kemih
rekuren. Biasanya disertai pula dengan kelemahan sfringter ani dan gangguan sensorik daerah
perianal. Gangguan neurologis dapat berangsur-angsur memburuk, terutama selama
pertumbuhan massa remaja.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat pertumbuhan dan perkembangan
anak, riwayat pernahkah mengalami meningomielokel sebelumnya, riwayat infeksi ruang
subarakhnoid (terkadang juga meningitis kronis atau rekuren), riwayat tumor medulla
spinalis, poliomyelitis, cacat perkembangan tulang belakang, seperti diastematomielia dan
deformitas kaki.
4. Pengkajian psikososial
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai
respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua yaitu timbul
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal.
5. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS < 15) terutama
jika sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
b. B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas yang berat. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada kelainan.
c. B 2 (Blood)
Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan
adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
d. B3 (Brain)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama karena peningkatan CCS
mengakibatkan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan pada volume cairan serebrospinal
di sebabkan karena gangguan penyerapan atau produksi cairan yang berlebihan ( hidrosefalus
), mengakibatkan pengaruh peningkatan tekanan intrakarnial serta terjadi resiko herniasi.
e. B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi
dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfringter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukan kerusakann neurologis luas.
f. B5 (Bowel)
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji
sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis.
g. B6 (Bone)
Adanya deformitas pada kaki merupkan salah satu tanda penting spina bifida. Disfungsi motor
paling umum adalah kelemahan ekstremitas bawah. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi
dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralisis spastis dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat
6. Pemeriksaan diagnostik
Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang belakang, biasanya
terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah tulang yang besarnya bervariasi.
Adanya spinal dyspropism atau pelebaran tulang belakang merupakan tanda khas radiologi
pada lumbal (perkin, 1999).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik (proses pembedahan).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi luka post pembedahan.

3.3.Intervensi

1. Dx4. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik (proses pembedahan).


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 nyeri dapat

berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:
a. Anak tidak menangis

b. TTV normal.

Intervensi Rasional
a. Lakukan pendekatan pada klien a. Hubungan yang baik membuat
dan keluarga. klien dan keluarga kooperatif.
b. Kaji tingkat intensitas dan b. Tingkat intensitas nyeri dan
frekwensi nyeri. frekwensi menunjukkan skala
c. Atur posisi yang nyaman nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital. c. Untuk memberikan rasa nyaman
e. Melakukan kolaborasi dengan pada klen dan mengurangi
tim medis dalam pemberian nyeri.
analgesic d. Untuk mengetahui
perkembangan klien
e. Merupakan tindakan dependent
perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
2. Dx2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi luka post pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 di harapkan tidak

terjadi infeksi.

Kriteria hasil:
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan.

Intervensi Rasional
a. Observasi tanda-tanda vital. a. Untuk mendeteksi
b. Observasi tanda-tanda infeksi. secara dini gejala awal
c. Lakukan perawatan luka dengan infeksi.
teknik septic dan aseptic. b. Deteksi dini terhadap
d. Observasi luka insisi infeksi akan mudah di
sembuhkan.
c. Menurunkan terjadinya
infeksi dan penyebaran
bakteri.
d. Untuk mendeteksi
perkembangan luka.

Anda mungkin juga menyukai