B. Etiologi
1.Faktor predisposisi
ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial
a.Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa
bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga
yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan
kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
b.Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
c.Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan
sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain
yang berkaitan dengan gangguan ini.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dario berbagai stressor
antara lain:
a.Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya
stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b.Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan
hubungan (menarik diri)
c.Stressor intelektual
1)Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
3)Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
d.Stressor fisik
1)Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain
2)Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
D.Rentang Respon
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi
sosial: 1. Respon adaptif
a.Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap termasuk respon adaptif.
b.Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang terjadi di lingkungannya.
c.Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
d.Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
e.Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2.Respon maladaptif
a.Adalah respon yang menyimpang dari norma social dan kehidupan di
suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif.
b.Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c.Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
d.Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan social secara
mendalam.
e.Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
E.Mekanisme Koping
1.Curiga
2.Dependen 3.
Manipulatif 4.
Menarikdiri.
F.Penatalaksanaan
1.Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung.
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung.
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis.
2.Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3.Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1)Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2)Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3)Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4)Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5)Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6)Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7)Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8)Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b.Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1)Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2)Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3)Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4)Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).
5)Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6)Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
7)Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.
H.Diagnosa Keperawatan
1.Isolasi sosial : Menarik diri
2.Gangguan konsep diri : Harga diri rendah 3.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi.
I. Pohon Masalah
Resiko Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi