Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

A. Definisi Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba,
dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi social atau menarik diri merupakan keadaan seorang individu
yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat&Akemat, 2011).
Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang
negatif atau keadaan yang mengancam (NANDA, 2007).

B. Etiologi
1.Faktor predisposisi
ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial
a.Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa
bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga
yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan
kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
b.Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
c.Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan
sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain
yang berkaitan dengan gangguan ini.

2. Faktor presipitasi
 Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dario berbagai stressor
antara lain:
a.Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya
stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b.Stressor psikologik
 Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan
hubungan (menarik diri)
c.Stressor intelektual
1)Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
3)Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
d.Stressor fisik
1)Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain
2)Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.

C.Tanda dan Gejala


Menurut Towsend.M.C dan Carpenito L.J Isolasi sosial: menarik diri
sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan
kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli
lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi uriendan feses, aktivitas
menurun, posisi baring seperti feses, menolak berhubungan dengan orang
lain.
1.Data Subyektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subyektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata- kata “tidak”,
“iya”, “tidak tahu”.
2.Data obyektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan
ditemukan: a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b.Menghindar dari orang lain (menyindir), klien tampak dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
c.Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/ perawat
d.Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e.Berdiam diri di kamar/ tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f.Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g.Tidak melakukan kegatan sehari-hari. Artinya perawatn diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h.Posisi janin pada saat tidur.

D.Rentang Respon

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi
sosial: 1. Respon adaptif
a.Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap termasuk respon adaptif.
b.Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang terjadi di lingkungannya.
c.Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
d.Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
e.Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2.Respon maladaptif
a.Adalah respon yang menyimpang dari norma social dan kehidupan di
suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif.
b.Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c.Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
d.Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan social secara
mendalam.
e.Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.

E.Mekanisme Koping
1.Curiga
2.Dependen 3.
Manipulatif 4.
Menarikdiri.

F.Penatalaksanaan
1.Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung.
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung.
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis.
2.Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
 jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3.Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a.   Activity Daily Living (ADL)
 Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1)Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2)Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3)Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4)Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5)Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6)Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7)Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8)Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b.Tingkah laku sosial
 Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1)Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2)Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3)Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4)Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).
5)Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6)Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
7)Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.

G. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian


1. MasalahKeperawatan
a.Resikoperubahanpersepsi - sensori : halusinasi
b. IsolasiSosial : menarikdiri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Data yang perlu dikaji
a. Resiko perubahan persepsi - sensori :
halusinasi Data Subjektif
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4) Klien merasa makan sesuatu
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6) Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar 
7) Klien ingin memukul/ melempar barang-
barang Data Objektif
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi Sosial : menarik diri
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya
berupa jawaban singkat ya atau tidak.
2) Data Obyektif
Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri di kamar dan banyak diam.
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1) Data subyektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri
hidup.

H.Diagnosa Keperawatan
1.Isolasi sosial : Menarik diri
2.Gangguan konsep diri : Harga diri rendah 3.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi.
I. Pohon Masalah
Resiko Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial DefisitPerawatanDiri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

J. StrategiPelaksanaan (SP) IsolasiSosial


Sppasien SpKeluarga
StrategiPelaksanaan 1 StrategiPelaksanaan 1
1.Mengidentifikasi penyebab isolasi 1.Diskusikan masalah yang
pasien : siapa yang serumah, dirasakan keluarga dalam
siapa yang dekat, yang tidak merawat pasien
dekat, dan apa sebabnya. 2.Jelaskan pengertian isolasi
2.Mendiskusikan dengan pasien sosial, tanda dan gejala serta
tentang keuntungan punya teman proses terjadinya isolasi sosial
dan bercakap-cakap (gunakan booklet)
3.Mendiskusikan dengan pasien 3.Jelaskan cara merawat pasien
tentang kerugian tidak punya dengan isolasi sosial
teman dan tidak bercakap-cakap. 4.Latih dua cara merawat : cara
4.Latih cara berkenalan dengan berkenalan, berbicara saat
pasien dan perawat atau tamu. melakukan kegiatan harian.
5.Masukan pada jadwal kegiatan 5.Ajurkan membantu pasien
untuk latihan berkenalan. sesuai jadwal dan memberikan
pujian saat besuk.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1.Evaluasi kegiatan berkenalan 1.Evaluasi kegiatan keluarga
(berapa orang beri pujian dalam merawat / melatih
2.Latih cara berbicara saat pasien berkenalan dan
melakukan kegiatan harian (latih berbicara saat melakukan
2 kegiatan) kegiatan harian. Beri pujian
3.Masukkan pada jadwal kegiatan 2.Jelaskan kegiatan rumah
untuk latihan berkenalan 2-3 tangga yang dapat melibatkan
orang pasien, perawat dan tamu, pasien berbicara (makan,
berbicara saat melakukan sholat bersama) di rumah
kegiatan harian. 3.Latih cara membimbing pasien
berbicara dan memberi pujian
4.Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besuk
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1.Evaluasi kegiatan latihan 1.Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan (berapa orang) dan dalam merawat/ melatih
bicara saat melakukan dua berkenalan, berbicara
kegiatan harian. Beri pujian. pasiensaat melakukan kegiatan
2.Latih cara berbicara saat harian. Beri pujian.
melakukan kegiatan harian (2 2.Jelaskan cara melatih pasien
kegiatan baru) melakukan termasuk minum
3.Masukan pada jadwal kegiatan obat ( discharge planning)
untuk latihan berkenalan 4-5 3.Menjelaskan follow up pasien
orang, berbicara saat melakukan setelah pulang
4 kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 4 StrategiPelaksanaan 4
1.Evaluasi kegiatan latihan 1.Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan, bicara saat dalam merawat / melatih pasien
melakukan empat kegiatan harian. berkenalan, berbicarasaat
Beri pujian melakukan kegiatan harian /
2.Latih cara bicara sosial : meminta RT, berbelanja. Beri pujian.
sesuatu, menjawab pertanyaan. 2.Jelaskan follow up ke RSJ/
3.Masukan pada jadwal kegiatan PKM, tanda kambuh dan
untuk latihan berkenalan >5 oang, rujukan.
orang baru, berbicara saat 3.Anjurkan membantu pasien
melakukan kegiatan harian dan sesuai jadwal kegiatan dan
sosialisasi. memberikan pujian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1.Evaluasi kegiatan latihan 1.Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan, bicara saat dalam merawat / melatih
melakukan kegiatan harian dan pasien berkenalan, berbicara
sosialisasi. Beri pujian saat melakukan kegiatan
2.Latih kegiatan harian harian. RT, berbelanja dan
3.Nilai kemampuan yang telah kegiatan lan dan follow up. Beri
mandiri pujian.
4.Nilai apakah isolasi sosial teratasi. 2.Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3.Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke RSJ /
PKM
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk
7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan
. Salemba Medika : Jakarta
Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.  Ed. 9 Surabaya:
 Airlangga University Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S. J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan) . Jakarta: EGC.
Rasmun, 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa
Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai