Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS PADA LANSIA

Oleh :
Ilmi Darmawan
NPM
19149011100029

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019
GASTRITIS

1.1 KONSEP TEORI LANSIA


1.1.1 Definisi
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) yang
dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).

Menua (Menjadi Tua) adalah : suatu proses menghilangnya perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constatinidies, 1994).

1.1.2 Batasan Usia Lanjut


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun
1.1.1.1 Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun
1.1.1.2 Usia tua (old), antara 75-90 tahun
1.1.1.3 Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun.

1.1.3 Proses Menua


Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah, yang
dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk
hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama
cepatnya. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho, 2000).
Menua ( menjadi tua : aging ) adalah suatu proses menghilangnya secara
pelahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo, 2000).
Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar. Hanya cepat lambatnya proses tersebut tergantung pada
masing-masing individu yang bersangkutan. Proses tersebut kemudian
menyebabkan berbagai perubahan anatomis dalam jaringan yang pada
akhirnya mempengaruhinya fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Nugroho, 2000).

Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu proses


yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan
sosislogis sepanjang hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan
antara lain:
1.1.3.1 Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Simmons cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005,
mengemukakan bahwa kemampuan lanjut usia untuk terus
menjalin interksi sosial merupakan kunci mempertahankan
status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan
tukar menukar.
1.1.3.2 Teori penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling
awal. Kemiskinan lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lanjut usia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari
pihak masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para lanjut
usia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan inetraksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas amupun kuantitas.

Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple


loss),yaitu :
1. Kehilangan peran (Loss of Roles)
2. Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and
Relationships).
3. Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social
Mores and Values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami
proses penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan
pribadi dan mempersiapkan diri mengahdapi kematiannya.

Pokok-pokok Disengagement Theory adalah :


1. Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi pada masa
pensiun. Pada wanita terjadi pada masa peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2. Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini,
karena lanjut usia dapat merasakan bahwa tekanan sosial
berkurang sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang
lebih luas.
3. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :
a. Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
b. Proses tak dapat dihindari
c. Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat

2.3.1.3 Teori Aktivitas (Activity Theory)


Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Hardywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang
sukses tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan
kepuasan dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan
aktivitas tersebut selama mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas
adalah :
1. Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lanjut usia di masyarakat
2. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang
lanjut usia. Penerapan teori aktivitas ini dalam penyusunan
kebijakan terhadap lanjut usia sangat positif, karena
memungkinkan para lanjut usia berintegrasi spenuhnya di
masyarakat.

2.3.1.4 Teori Kesinambungan (Continuity Theory)


Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia, dengan demikian pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan gambarnya kelak padasaat
ia menjadi lanjut usia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya
hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak
berubah,walaupun ia menjadi lanjut usia. Menurut teori
penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan
suatu pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori
kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak arah,
tergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status
kehidupannya. Pokok-pokok dari Continuity Theory :
1. Lanjut usia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus
aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan.
2. Peran lanjut usia yang hilang tak perlu diganti.
3. Lanjut usia dimungkinkan untuk memilih berbagai macam
cara adaptasi.

2.3.1.5 Teori Perkembangan (Development Theory)


Havighurst dan Duvall cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005
menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (Developmental
task) selama hidup yang hars dilaksanakan oleh lanjut usia,
yaitu:
1. Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis
2. Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan
3. Menemukan makna kehidupan
4. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7. Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
8. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)

Wiley cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005 menyusun stratifikasi lanjut


usia berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk
adanya perbedaan kapasitas, peran, kewajiban serta hak mereka
berdasarkan usia.
Menurut Stanley & Beare (2006) penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan
multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satus sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi
pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup
sempit, proses tersebut tidak tertandingi.

Kelanjutusiaan (aging) adalah proses alamiah yang dimulai sejak terjadi


pembuahan pada masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani siklus
kehidupan manusia yakni sebagai bayi, anak, rremaja, dewasa muda, usia
menengah, masa lanjut usia sampai orang tersebut meninggal secara
normal ataupun karena suatu penyakit.

Proses menjadi dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal


yang wajar. Hanya cepat lambatnya proses tersebut tergantung pada
masing-masing individu yang bersangkutan. Proses tersebut kemudian
menyebabkan berbagai perubahan anatomis dalam jaringan yang pada
akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Nugroho, 2000). Beberapa ahli berpendapat bahwa proses
yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis dan
sosiologis sepanjang hidup. Beberapa teori tentang proses penuaan antara
lain :

Proses menjadi tua ini disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3
fase yakni:
1. Fase regresif progresif : proses dimana tubuh mengalami
perkembangan yang sangat cepat, mulai dari bayi hingga dewasa
stabil.
2. Fase stabil : fase dimana tubuh tidak mengalami perubahan cepat,
biasanya terjadi pada masa dewasa awal.
3. Fase regresif : mekanisme pada fase ini lebih kearah kemunduran
yang dimulai dalam sel, komponen kecil dari tubuh manusia (Depkes,
2000).
1.4 Masalah Kesehatan Yang Mungkin Muncul Pada Lanjut Usia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan paa
dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.

Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia
agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang
seoptimal mungkin. Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia:
1.4.1 Immobility (Kurang Bergerak)
Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem
muskoloskeletal seperti terjadinya : Tulang kehilangan density
(cairan) dan makin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi
kaku, Pada otot terjadi atrofi serabut otot (sehingga seseorang
bergerak lamban, otot keram dan menjadi tremor).
Pada kurang gerak bisa juga disebabkan karena penyakit jantung dan
pembuluh darah (Biasanya terjadi tekanan darah tinggi).

1.4.2 Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh)
Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsi-fungsi
tubuh dan kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya aktivitas
hidupnya akan ikut terpengaruh, sehingga akan mengurangi kesigapan
seseorang.
Penyebab terjatuh pada lansia antara lain :
1. Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri).
2. Faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan).

Akibat dari terjatuh dapat menyebabkan cidera pada lansia sehingga


menimbulkan rasa sakit. Lansia yang pernah terjatuh akan merasa
takut untuk terjatuh lagi sehingga lansia tersebut menjadi takut untuk
berjalan dan membatasi pergerakannya.
1.4.3 Incontinence
Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK
atau keluarnya air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan
atau sosial. Untuk mengatasi masalah ini biasanya lansia akan
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi jumlah dan
frekuensi berkemih. Akibatnya lansia dapat terjadi kekurangan cairan
tubuh dan berkurangnya kemampuan kandung kemih yang justru akan
memperberat keluhan beser pada lansia.

1.4.4 Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual)


1. Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau
ingatan yang mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari.
Kejadian ini terjadi dengan capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih.
2. Usia 60-74 tahun sekitar 5% Lansia mengalami demensia
(Kepikunan)
3. Usia 85 tahun meningkat mendekati 50%.

1.4.5 Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh
juga menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang
bermacam-macam. Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa
terpengaruh terhadap infeksi yang terjadi pada lansia.

1.4.6 Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste,


Smell, Communication, Convalescence, Skin Integrity)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-
otot. Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan,
pendengaran dan komunikasi (berbicara).

1.4.7 Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB)


Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan
fisik pada lansia yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang
minum juga akibat pemberian obat-obat tertentu. Pada kasus
konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan maka akan
tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus yang
menyebabkan rasa sakit diperut.
1.4.8 Isolation (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri
serta akibat perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.

Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian


dari proses menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara
lain :
1. Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa
kesepian, gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah
dan menurunnya aktivitas, tidak adanya selera makan yang
mengakibatkan berat badan menurun, daya ingat berkurang, sulit
untuk memusatkan perhatian, kurangnya minat, hilangnya
kesenagnan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain,
merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan
mau bunuh diri.
2. Gangguan fisik: sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri
pinggang, gangguan pencernaan.

1.4.9 Inanition (Kurang Gizi)


Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia
dalam memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia
mengalami penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera.
Sedangkan penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia
hanya akan mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya
penyakit fisik, mental, gangguan tidur dan obat-obatan.

1.4.10 Impecunity (Tidak Punya Uang)


Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah
tua maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia
berhenti dari pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan
berkurang. Lansia dapat menikmati masa tua dengan bahagia apabila :
1. Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2. Tempat yang layak untuk tinggal.
Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.
1.4.10.1 Iatrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan)
Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau
yang biasa disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang
banyak untuk tiap penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat
dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dari dokter
sehingga akan muncul penyakit baru dari akibat penggunaan obat-
obatan tersebut.

1.4.10.2 Insomnia (Gangguan Tidur)


Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk
mulai masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah
terbangun, sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila
sudah terbangun maka akan sulit untuk tidur kembali.

1.4.10.3 Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)


Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi
akibat terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses
menua mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat
terjadi akibat penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut,
penggunaan obat-obat tertentu dan status gizi yang buruk.

1.4.10.4 Impotence (Impotensi)


Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang
memuaskan yang terjadi paling sedikit tiga bulan. Impotensi ini dapat
disebabkan karena hambatan aliran darah yang menuju alat kelamin
sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah
(arteriosklerosis) baik proses menua ataupun adanya penyakit dan juga
berkurangnya sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin. Serta
berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan.
2.5 Konsep Dasar Gastritis
2.5.1. Deskripsi Penyakit
2.5.1.1. Pengertian
Gastritis adalah radang pada lambung yang sering terjadi akibat
kecerobohan dalam aturan makan, seperti makan terlalu banyak
atau makan dengan cepat, makan makanan yang merusak perut
karena  mengandung bumbu yang berlebihan, dan makan
makanan yang tercemar. (ENA, 2000;31)

Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa


lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. (Charlene J,
Reeves, 2001;138).

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat


bersifat akut, kronik difus dan lokal dan ada dua jenis gastritis
yang terjadi yaitu gastritis superfisial akut dan gastritis atropi
kronik (Brunner Suddarth, 2002; 1062).

Gastritis adalah proses infalamsi pada mukosa dan submukosa


lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling
sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya sering hanya
berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan hispatologi.
(Hirlan, 2006 ;337)
Gastritis dapat dibagi menjadi dua (Brunner & Suddart ,
2002:1062) yaitu :
1. Gastritis Akut
Adalah peradangan (inflamasi mukosa lambung) yang
diakibatkan diet yang sembrono, alkohol, aspirin, refluk,
empedu. Gastritis akut merupakan iritasi mukosa lambung
yang sering diakibatkan karena diet yang tidak teratur.
Dimana individu makan terlalu banyak atau terlalu cepat
atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau
mengandung mikroorganisme penyebab. Gastritis akut
merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak
dan dapat sembuh dengan sendirinya, merupakan respon
mukosa lambung terhadap berbagai iritasi lokal.
2. Gastritis Kronik
Adalah inflamasi yang lama yang disebabkan oleh ulkus
benigna, atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri
helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis Kronik dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Gastritis Kronik Tipe A >> Tipe A sering disebut dengan
Gastritis autoimun diakibatkan dari perubahan sel
pariental, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler.
Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus dan korpus
dari lambung.
b. Gastritis Kronik Tipe B >> Tipe B disebut juga gastritis
H.Pylori mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung
bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan
dengan bakteri H.pylori,  faktor diet seperti minum panas
atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol,
merokok, atau refluks  isi  usus kedalam lambung.

2.5.1.2. Etiologi
Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung pada
lambung kewalahan dan mengakibatkan rusak serta
meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat
mengakibatkan terjadinya gastritis (Donna D. 1995 ;1380)
antara lain :
1. Kelainan autoimun
Autoimun atrophik gastritis terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh menyerang sel – sel yang sehat yang berada dalam
dinding lambung. Ini mengakibatkan peradangan dan secara
bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan
kelenjar – kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu
produksi faktor intrinsik (sebuah zat yang membantu tubuh
mengabsorpsi vitamin B-12). Kekurangan Vitamin B-12 ini
dapat mengakibatkan pernicious anemia. Autoimun atrophik
gastritis terjadi terutama pada orang tua.
2. Stress fisik.
Stress fisik akibat  pembedahan besar, luka trauma, luka
bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga
borok serta pendarahan pada lambung.
3. Penggunaan kokain.
Penggunaan kokain dapat merusak dinding lambung dan
menyebabkan pendarahan.
4. Penggunaan alkohol secara berlebihan
Alkohol ini dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada
lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan
terhadap asam lambung walaupun dalam kondisi normal.
5. Pemakaian Obat penghilang nyeri secara terus – menerus
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti
aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan
peradangan pada lambung dengan cara mengurangi
prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi
jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
6. Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan.
Namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur
oral atau akibat makan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering
terjadi pada masa kanak – kanak dan dapat bertahan seumur
hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pyloriini
sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic
ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan
perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah
satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan
dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara
perlahan rusak. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat asam
lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang
dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau
dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko dari kanker lambung. Tapi sebagian
besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak
mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal
ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat
sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang
lain tidak.
7. Crohn’s disease
Penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan pada saluran
cerna, namun kadang – kadang dapat juga menyebabkan
peradangan pada dinding lambung.
8. Radiasi dan kemoterapi
Gastritis akibat terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual
dan heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar di belakang
tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan
kadang karena adanya tukak di lambung. Tukak bisa
menembus dinding lambung, sehingga isi lambung tumpah
kedalam rongga perut menyebabkan peritonitis (peradangan
lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut tampak kaku
dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat.
Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut
yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang
menuju ke usus dua belas jari, sehingga terjadi nyeri perut
dan muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung
lambung, sehingga bakteri bisa masuk ke dalam dinding
lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara
tiba-tiba.
9. Refluks usus lambung
Membaliknya makanan yang sudah masuk ke usus kembali
ke lambung. Keadaan ini tentu saja menggangu
keseimbangan asam lambung, sehingga lama – kelamaan bisa
menyebabkan gastritis.

2.5.2. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.

2.5.3. Tanda dan gejala


Manifestasi klinis pada gastritis akut dan gastritis kronik (Brunner &
Suddart,2002:1062) yaitu :
1. Gastritis akut :
a. Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium
b. Nausea
c. Kembung
d. Vomiting
e. Anoreksia
f. Rasa asam dimulut
g. Kolik
h. Diare
i. Pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena
j. Anemia pasca pendarahan.
2. Gastritis kronik :
a. Nyeri ulu hati
b. Anoreksia
c. Nausea
d. Bersendawa
e. Vomiting
f. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.

2.5.4. Pengkajian
Anamnesa, observasi, pengukuran, dokumentasi dan pemeriksaan fisik.
Metode pengkajian yang digunakan untuk mengoptimalkan hasil yang
diperoleh meliputi beberapa cara di antaranya head to toe, teknik
persistem, maupun berdasarkan atas Pengkajian dilakukan secara
komprehensif dengan berbagai metode pengkajian seperti kebutuhan
dasar manusia.
2.5.4.1. Identitas klien dan penanggung jawab
Pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien dan
penanggungjawabnya.
2.5.4.2. Keluhan utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasa nya sering
mengalami nyeri ulu hati atau nyeri pada epigastrium dan bisa
juga mengalami mual muntah ataupun anoreksia. Biasanya
dibawa kepelayanan kesehatan atau puskesmas.
2.5.4.3. Riwayat penyakit
Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik. Ini dapat dimengerti karena riwayat
kesehatan terutama berhubungan dengan gastritis sangat
membantu dalam menentukan diagnosa.
2.5.4.4. Data Bio-Psiko-Sosial-Spritual
Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan
berbagai metode yang valid selanjutnya dikelompokkan secara
umum menjadi data subjektif dan objektif.
2.5.4.5. Data subjektif
Adanya keluhan tentang penyakit gastritis. Seperti mengeluh
nyeri ulu hati atau nyeri epigastrium dan mengalami mual
muntah atau anoreksia Data objektif: factor pencetus gastritis
seperti : stress fisik, penggunaan kokain dapat merusak dinding
lambung dan menyebabkan pendarahan, penggunaan alkohol
secara berlebihan, ataupun infeksi bakteri.

2.5.5. Diagnosa dan Intervensi Asuhan Keperawatan


2.5.5.1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri.
Kriteria hasil : klien melaporkan terjadinya penurunan atau
hilangnya rasa nyeri.

Intervensi keperawatan :
1. Kaji tingkat skala nyeri
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Berikan istirahat dengan posisi penyembuhan semifowler.
4. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat
meningkatkan yang bertambah dengan posisi kerja asam
lambung
5. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi
6. Kolaborasi dan pemberian analgetik

Rasional :
1. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
2. Sebagai indicator untuk melanjutkan intervensi berikutnya.
3. Dengan posisi semifowler dapat menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi telentang
4. Menghilangkan rasa nyeri akut atau kronis dan menurunkan
kerja peristaltik usus.
5. Membantui mengurangi rasa nyeri
6. Mengurangi rasa nyeri dan mempermudah dalam
menentukanintervensi terapi lainnya.

Evaluasi :
1. Klien tidak tampak meringis menahan nyeri
2. Nyeri berkurang dengan skala nyeri 1-0
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Klien beristirahat dengan nyaman
5. Klien mampu melakukan napas dalam

2.5.5.2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai
rentang yang diharapkan individu.
Kriteria hasil : Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Berikan makanan sedikit tapi sering
2. Timbang BB klien
3. Catat status nutrisi klien meliputi turgor kulit,integritas
kulit, kemampuan menelan,adanya bising usus
4. Kaji pola diet klien yang disukai atau tidak disukai
5. Berikan makanan tinggi kalori

Rasional :
1. Meminimalkan anoreksia dan mengurangi iritasi gaster
2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat berguna dalam pengawasan keefektifan
obat,kemajuan penyembuhan.
4. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,meningkatkan
intake diet klien.
5. Untuk memenuhi kebutuhan kalori klien yang kurang dari
kebutuhan tubuh

Evaluasi :
1. Status nutrisi klien seimbang
2. Klien mengatakan nafsu makan bertambah
3. Berat badan dalam batas normal
4. Klien tidak mengalami mual dataupun muntah
5. Klien mengetahui tentang pemenuhan nutrisi yang seimbang

2.5.5.3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan


tidak cukup dan kehilangan cairan berlebih karena muntah.
Tujuan: Klien tidak mengalami mual, muntah yang berlebih dan
bising usus normal.
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1. Awasi karakteristik,warna,konsistensi,frekuensi dan jumlah
feses
2. Auskultasi bunyi usus
3. Awasi masukan dan keluaran cairan
4. Anjurkan masukan cairan 2500-3000ml perhari
5. Hindarkan makanan yang merangsang lambung

Rasional :
1. Untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
2. Untuk mengetahui jumlah bising usus permenit
3. Untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
4. Untuk mengurangi atau mengganti cairan yang hilang
5. Untuk mengurangi nyeri pada lambung

Evaluasi :
1. Klien tidak mengalami dehidrasi
2. Bising usus normal
3. Klien tidak mual,muntah
4. Terpenuhinya kekurangan volume cairan yang kurang
5. Tidak mengalami nyeri pada abdomen

2.5.5.4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status


Kesehatannya.
Tujuan: Mendemonstrasikan koping yang positif dan
mengungkapkan penurunan kecemasan.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengarkan semua keluhannya
3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4. Berikan dorongan spiritual

Rasional:
1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan
oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya
2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa
aman dalam segala hal tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga
mau bekejasama dalam perawatannya.
4. Segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan
penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya
yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Evaluasi:
1. Klien tidak tampak cemas
2. Klien mengungkapkan perasaan tidak cemas lagi
3. Klien mampu mengungkapkan gejala cemas
4. Klien mengetahui tentang perubahan penyakitnya

Anda mungkin juga menyukai