Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP LANSIA

DISERTAI PENYAKIT HIPERTENSI


STASE KEPERAWATAN GERONTIK

NAMA : BAHRUL HIDAYAT S.Kep


NPM : 1914901110028

PROGRAM STUDI TAHAP PROFESI NERS-A


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI PADA LANSIA
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, dimana manusia tersebut
pastinya akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun mental. Proses
penuaan merupakan proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi,
kemampuan badan dan jiwa (Setiati dkk, 2000 dalam Dwiyanti dan Fitri, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan manusia terdiri dari serangkaian proses perubahan
yang rumit dan panjang sejak pembuahan ovum oleh sperma dan berlanjut sampai
berakhirnya kehidupan. Secara garis besar, perkembangan manusia terdiri dari
beberapa tahap, yaitu kehidupan sebelum lahir, saat bayi, masa kanak – kanak,
remaja, dewasa, dan lanjut usia (lansia).

Menjadi tua (menua) merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan


untuk memperbaiki diri secara perlahan – lahan dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Menurut WHO, lansia dikelompokan menjadi 4 kelompok
yaitu :
a. Usia Pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun.
b. Lansia (elderly) : usia 60 – 74 tahun.
c. Lansia tua (old) : usia 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun.
Departemen Kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut :
A. Virilitas (prasenium) : Masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun).
b. Usia lanjut dini (senescen) : Kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60 – 64).
c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : Usia
di atas 65 tahun.
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan
lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia
biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi
secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya
(Fatimah, 2010).

2. Teori – teori Penuaan


Menua merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies
secara progresif seiring waktu sehingga menghasilkan perubahan yang menyebabkan
disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu.
Terdapat tiga dasar fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai teori
menua, yaitu :
a. Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama.
b. Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies.
c. Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau
dicegah.
Beberapa teori penuaan yang diketahui dijelaskan berikut ini :
i. a. Teori Berdasarkan Sistem Organ
Teori berdasarkan sistem organ (organ sistem – based theory) ini berdasarkan atas
dugaan adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh yang akan
menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut adalah sistem endokrin
dan sistem imun. Pada proses penuaan, kelenjar timus mengecil yang menurunkan
fungsi imun. Penurunan fungsi imun menimbulkan peningkatan insidensi penyakit
infeksi pada lansia. Dapat dikatakan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan
peningkatan insidensi penyakit.
b. Teori Kekebalan Tubuh
Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) ini memandang proses penuaan terjadi
akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak
dapat lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, sel mutan, ataupun sel
asing. Hal ini terjadi karena hormon – hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar
timus yang mengontrol sistem kekebalan tubuh telah menghilang seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Teori Kekebalan
Teori kekebalan (autoimmunity) ini menekankan bahwa tubuh lansia yang
mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan sel
tidak normal, dan muncul antibodi yang menyerang keduanya yang pada akhirnya
menyerang jaringan itu sendiri. Mutasi yang berulang atau perubahan protein
pascatranslasi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat
menyebabkan sel imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi
dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang menguatkan teori ini
adalah bertambahnya kasus penyakit degenerative pada orang berusia lanjut.
d. Teori Fisiologik
Sebagai contoh, teori adaptasi stres (stress adaptation theory) menjelaskan
proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari
dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik, maupun sosial.
e. Teori Psikososial
Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin lebih memperhatikan dirinya
maupun arti hidupnya, dan kurang memperhatikan peristiwa atau isu – isu yang
sedang terjadi.
f. Teori Kontinuitas
Gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori aktivitas. Perubahan diri lansia
dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya. Seseorang yang sebelumnya sukses, pada
usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta tetap memelihara
identitas dan kekuatan egonya karena memiliki tipe kepribadian yang aktif dalam
kegiatan sosial.
g. Teori Sosiologik
Teori perubahan sosial yang menerangkan menurunnya sumber daya dan
meningkatnya ketergantungan, mengakibatkan keadaan sosial yang tidak merata
dan menurunnya sistem penunjang sosial.
h. Teori pelepasan ikatan (disengagement theory) menjelaskan bahwa pada usia
lanjut terjadi penurunan partisipasi ke dalam masyarakat karena terjadi proses
pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan – pelan dari kehidupan
sosialnya. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses pelepasan ikatan
memungkinkan seseorang untuk lepas dari tanggung jawab pekerjaan dan tidak
perlu mengejar peran lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Teori
mendapat banyak kritikan dari berbagai ilmuwan sosial.
i. Teori Aktivitas
Berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, teori aktivitas ini menjelaskan bahwa
lansia yang sukses merupakan lansia yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan
sosial. Jika sebelumnya seseorang sangat aktif, maka pada saat usia lanjut ia akan
tetap memelihara keaktifannya seperti peran dalam keluarga dan masyarakat
dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, karena ia tetap merasa dirinya
berarti dan puas di hari tuanya. Bila lansia kehilangn peran dan tanggung jawab
di masyarakat atau keluarga, maka ia harus segera terlibat dalam kegiatan lain
seperti klub atau organisasi yang sesuai dengan bidang atau minatnya.
j. Teori Penuaan Ditinjau dari Sudut Biologis
1) Teori error catastrophe
Kesalahan susunan asam amino dalam protein tubuh mempengaruhi sifat
khusus enzim untuk sintesis protein, sehingga terjadi kerusakan sel dan
mempercepat kematian sel.
a) Teori pesan yang berlebih – lebihan (redundant message)
Manusia memiliki DNA yang berisi pesan yang berulang – ulang atau
berlebih – lebihan yang menimbulkan proses penuaan.
b) Teori imunologi
Teori ini menekankan bahwa lansia mengalami pengurangan kemampuan
mengenali diri sendiri dan sel – sel asing atau pengganggu, sehingga
tubuh tidak dapat membedakan sel – sel normal dan tidak normal, dan
akibatnya antibodi menyerang kedua jenis sel tersebut sehingga muncul
penyakit – penyakit degeneratif (Fatimah, 2010).

3. Perubahan Fisiologis pada Lansia


Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan
usianya. Penurunan fungsi ini tentunya akan menurunkan kemampuan lansia
tersebut untuk menanggapi datangnya rangsangan baik di luar tubuh maupun dari
dalam tubuh lansia itu sendiri. Perubahan fungsi fisiologis yang terjadi pada lansia
pada dasarnya meliputi meliputi penurunan kemampuan sistem saraf, yaitu pada
indra penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Selanjutnya,
perubahan ini juga mengakibatkan penurunan sistem pendengaran, sistem syaraf,
sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem kardiovaskular, hingga penurunan
kemampuan muskuloskeletal (Fatimah, 2010).

4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pada Lansia


Menua atau menjadi tua merupakan proses yang akan dialami oleh semua orang dan
tidak dapat dihindari. Pada akhir abad yang lalu, disinyalir usia lansia semakin
banyak. Ada negara – negara yang mempunyai jumlah lansia di atas 10% dan
disebut dengan negara – negara berpopulasi lansia (aging populated countries). Di
Indonesia, kini populasi lansia rata – rata adalah 7,5% dari jumlah total penduduk
dan dalam waktu 20 tahun lagi jumlah lansia di Indonesia akan melebihi balita
(Menkokesra, 2008). Dalam dua dekade terakhir ini, terjadi peningkatan populasi
penduduk lansia di Indonesia dari 4, 48% pada tahun 1971 (5,3 juta jiwa) menjadi
9,77% pada tahun 2010 (23,9 juta jiwa). Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan
terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11, 34% atau sekitar 28,8 juta jiwa
(Makmur Sanusi, 2006). Peningkatan jumlah lansia tersebut akan membawa dampak
yang lebih besar, lebih serius, dan lebih kompleks apabila tidak diikuti dengan
pemenuhan kebutuhan dasar bagi lansia – lansia tersebut. Oleh karena itu diperlukan
ilmu dan pengetahuan mengenai kebutuhan – kebutuhan dasar lansia agar orang –
orang tua dapat terhindar dari segala masalah – masalah fisik, psikologis, maupun
sosial.
5. Penyakit yang Sering Muncul Saat Memasuki Usia Lansia
Pada proses penuaan, kelenjar timus mengecil yang menurunkan fungsi imun.
Penurunan fungsi imun menimbulkan peningkatan insidensi penyakit infeksi pada
lansia. Dapat dikatakan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan
insidensi penyakit. Hal tersebut bisa di ikuti dari gaya hidup yang kurang baik
karena tidak menjaga pola makanyang akan memumculkan penyakit yang sering
terjadi pada lansia salah satunya adalah Hipertensi.
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Jantung Manusia


a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri
pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas : pembuluh darah besar.
2) Bawah : diafragma.
3) Setiap sisi : paru.
4) Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis.
b. Arteri
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung
ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm (1 inci) memiliki banyak sekali
cabang yang pada gilirannya terbagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu
arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai
jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi
arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri
ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis yang terdiri dari
3 lapisan yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah
dan terdiri dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya
elastis dan termasuk otot polos.
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur  yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin,
2006).
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh
darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang.
Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
d.   Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung
dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang
membuka pembuluh darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari
suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil
hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat
makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan
vena.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe
ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan
jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai
organ, terutama dalam vili usus.

f.   Vena dan venul


Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara
sempurna satu sama lain. (Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat
tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan
vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut
venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor
kecuali vena pulmonalis,  mempunyai  dinding tipis, mempunyai katup-katup
sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

C. Definisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin,
2015).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,2013).

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg,


hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi
berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan
peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik
(Smith Tom, 2011).

D. Klasifikasi
1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolik 91-94 mmHg.
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
2. Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
a. Diastolik
1) < 85 mmHg                 : Tekanan darah normal.
2) 85 – 99                        : Tekanan darah normal tinggi.
3) 90 -104                        : Hipertensi ringan.
4) 105 – 114                    : Hipertensi sedang.
5) >115                            : Hipertensi berat.
b. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
1) < 140 mmHg               : Tekanan darah normal.
2) 140 – 159                    : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi.
3)    > 160                           : Hipertensi sistolik teriisolasi.
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau
progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan
organ target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera
dalam kurun waktu menit/jam.
b.    Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya
gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya
gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu
diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun
waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat
(dalam hitungan jam sampai hari).

E. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport  Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah
e. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek
dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
f. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dan lain-lain.

F. Manisfestasi klinis
a.       Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
b.      Sakit kepala
c.       Pusing / migraine
d.      Rasa berat ditengkuk
e.       Penyempitan pembuluh darah
f.       Sukar tidur
g.      Lemah dan lelah
h.      Nokturia
i.      Azotemia
j.      Sulit bernafas saat beraktivitas

G. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional


pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis.
Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan
peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).

H. Patway
I. Komplikasi
Efek pada organ :
1. Otak
a. Pemekaran pembuluh darah
b. Kematian sel otak : stroke
c. pendarahan.
2. Ginjal
a. Malam banyak kencing
c. Kerusakan sel ginjal
d. Gagal ginjal
e. Jantung
f. Membesar
g. Sesak nafas (dyspnoe)
h. Cepat lelah
i. Gagal Jantung

J. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1.   Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
2. Pemeriksaan lanjutan
a. VP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
K. Penatalaksaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
1. Terapi tanpa obat
a. Diet: diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah. Restriksi garam
secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/h
b. Penurunan berat badan
c. Menghentikan merokok
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita
a. Obat step 1 : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2 Dosis obat pertama dinaikkan  , Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
dan   Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

L. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan afterload
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

M. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian:
1. Identitas Pasien: Tn/Ny
2. Keluhan utama:merasakan nyeri kepala menjalar kebelakang leher daerah tengkuk
sampai ke pundak.
3. Riwayat kesehatan sekarang:Berapa lama rasa nyeri kepala telah dirasakan apakah
disertai terasa berat bagian tengkuk leher dan badan lemah
4. Masa lalu:Penyakit hipertensi telah ada
5. Keluarga:Keturunan penyakit yang berhubungan dengan jantung
6. Pemeriksaan Fisik:
Tampilan umum (inspeksi) :
a. Pasien tampak lemah, merasakan nyeri kepala bagian belakang tengkuk leher
samapai kepundak, gelisah
b. Sulit bernafas
c. Lemah badan
d. Tekanan darah > 140/100 mmHg

N. Pola Psikologis Kesehatan:


a. Istirahat/tidur: Terganggu
b. Nutrisi: Akibat memakan makanan yang menimbulkan tekanan darah tinggi
c. Eliminasi: Produksi urin meningkat karena pengaruh pengobatan yang mengandung
deuretik
d. Gerak dan aktivitas: kelemahan, kelelahan
e. Rasa nyaman: gelisah, lemah
O. Intervensi

1.Penurunan curah jantung b.d gangguan afterload 1.Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
Definisi
Ketidakadekuatan volume darah yang dipompa oleh
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Definisi:
Batasan karakteristik Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
1. Gangguan Frekuensi dan Irama Jantung menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
2. Gangguan Preload yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
3. Gangguan Afterload kerusakan sedemikian rupa dan berlangsung ≤6 bulan.
4. Gangguan kontraktilitas Batasan karakteristik:
5. Perilaku/Emosi 1.Peningkatan tekanan vaskuler serebral
c) Faktor yang berhubungan 2.Perubahan frekuensi pernapasan
1. Gangguan frekuensi atau irama jantung 3.Mengekspresikan perilaku misal gelisah, merengek,
2. Gangguan volume sekuncup menangis
3. Gangguan preload 4.Melaporkan nyeri secara verbal
4. Gangguan aferload
Faktor Berhubungan:
Gangguan kontraktifitas
1.Agen cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
NOC
NOC:
1. Status sirkulasi
2. Status cardopulmonary 1.Pain level
3. Tanda-tanda vital 2.Pain control
3.Comfort level
Kriteria hasil : Kriteria Hasil:
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
2. Rata-rata pernapasan, saturasi oksigen dalam batas 1.Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
normal menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
3. Tidak ada sianosis, retrakasi dinding dada nyeri, mencari bantuan)
4. Tidakadadistensi vena leher 2.Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan
5. AGD dalambatas normal manajemen nyeri
NIC 3.Mampu mengenali nyeri skala, intensitas, frekuensi dan
Vital sign Monitoring tanda nyeri
1. Pantau tanda vital (frekuensi jantung) 4.Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Evaluasi status mental (bingung, disorientasi) NIC:
3. Catat warna kulit dan adanya/kualitas nadi. Pain management
4. Auskultasi bunyi jantung (murmur) 1.Lakukan pengkajian nyeri secara komfrehensif
5. Pertahankan tirah baring termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kuslitas
dan faktor presipitasi.
2.Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
3.Pilih dan lakukan penanganan nyeri( farmakologis, non
farmakologis dan interpersonal)
4.Ajarkan tentang teknik non farmakologis
5.Kolaborasi pemberian analgesik.
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan 1. Defisien pengetahuan b.d kurang informasi
Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis Definisi
untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas Ketiadaan atau defisien pengetahuan kognitif yang
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin berkaitan dengan topik tertentu atau kemahiran.
dilakukan Batasan karakteristik
Batasan karakteristik 1. Ketidakakuratan mengikuti perintah
1. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 2. Ketidakakuratan melakukan tes
2. Dipsneu setelah beraktivitas 3. Perilaku tidak tepat
3. Keletihan 4. Kurang pengetahuan
4. Kelemahan Faktor yang berhubungan
5. Respons fekuensi jantung abnormal terhadap 2. Kurang informasi
aktivitas 3. Kurang minat untuk belajar
Faktor yang berhubungan 4. Kurang sumber pengetahuan
- Ketidakseimbangan anatara suplai dan kebutuhan 5. Keterangan yang salah dari orang lain
oksigen NOC
- Imobilitas 1. Knowledge: proses pengetahun
- Kelemahan 2. Knowledge: kesehatan diri
- Gaya hidup monoton Kriteria Hasil :
NOC 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahan tentang
1. IntoleranAktivitas penyakit, kondisis, prognosis dan program
2. Vital Sign pengobataan
3. Level kelelahan 2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar
Kriteria Hasil : 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa
a. Kekuatan otot pasien dalam rentang normal yang dijelaskan perawat
b. Pemeriksaan TTV dalam batas normal NIC
c. Pasien menyatakan siap melakukan aktivitas Proses Pengetahuan Tentang Penyakit
d. Pasien tidak menyatakan adanya kelelahan 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
NIC 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara
yang tepat
1. Catat irama jantung, TD dan nadi sebelum, selama 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
dan sesudah melakukan aktivitas. padapenyakit, dengan cara yang tepat
2. Anjurkan pasien lebih banyak beristirahat terlebih 4. Indentfikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
dahulu. 5. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
3. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap-tahap aktivitas atau proses pengontrolan penyakit.
yang boleh dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian Hari. 2019. Pelayanan Pemenuhan Kebutuhan Lansia Di Panti Pelayanan Sosial
Lanjut Usia (PPSLU) Sudagaran Banyumas. Skripsi. Institusi Agama Islam Negeri
Purwokerto
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Darmojo Boedi & H. Hadi Martono. (2006). Geriarti (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) (Edisi
5) .Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Deputi I [Menkokesra] Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat . Lansia Masa
Kini dan Mendatang. http://www.menkokesra.go.id. Diakses pada : 9 September 2017.
Dwiyanti dan Fitri. 2012. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada lansia dimensia oleh
keluarga. Jurnal Nursing Studies. Volume 1 : Halaman 175-182.
Fatimah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta : Penerbit Erlangga
Herdman, T Heather. 2018. NANDA-NIC-NIC. Jakarta. EGC.
Kusuma, 2015. NANDA-NIC-NIC. Yogyakarta. Info Medika.
Lee&Yeo. (2009). A Review of Elderly Injuries Seen in A Singapore Emergency
Department. Singapore: Singapore Med J.
Nasrin, Kodim. 2015. Indonesian Medical Iducation And Research Institute. Jakarta. RSCM.
Universitas Indonesia.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses,
dan Praktik (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Sorensen, Luckman. 2013. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Bina Pustaka
Suhartini, R. (2012).Diperoleh dari http://www.damandiri.or.id.
Sunusi M. (2006). Kebijakan Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Ditjen Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Jakarta.
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.
Tom, Smith Tom. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Tamher, S. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai