Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

OLEH :
PUTU CHRISNA DEWI
15E11398

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLSI SOSIAL

A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Dasar Isolasi Sosial
a. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan
gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan,
perpecahan) antara proses pikir, afek / emosi, kemauan dan psikomotor
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi;
asosiasi berbagi–bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, 2011).
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persiten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik pemikiran konkret, dan kesulitaan
dalam memproses informasi, hubungan interpersona, serta memecahkan
masalah kontak 14 – 1 menyajikan informasi mengenai bagaimana
skizofrenia memengaruhi induvidu dan masyarakat (Stuart, 2012)
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh induvidu
dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai
pernyataan negatif atau mengaancam (Damaiyanti, 2012).Isolasi sosial
adalah dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
(Yosep, 2007).Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Sutini, 2007).

Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari


interaksinya denganlingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
berbentang antara respons adaptif dengan maladaptif sebagai beriku:
(Yosep, 2007).
Respon Adaptif Respon Maladaptive
- Menyendiri - Merasa sendiri - Menarik diri
- Otonomi - Dependensi - Ketergantungan
- Berkerjasama - Curiga - Manipulasi
- Interdependen - Curiga
Gambar 2.1.Rentang Respon Isolasi Sosial

Menurut (Yosep dan Sutini, 2007) Rentang respon ada 2 yaitu:


1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma–norma sosial dan kebudayaan secara umum yang masih
berlaku di masyarakat dimana individu dalam menyelesaikan
masalahnya masih dalam batas – batas normal.
Respon adaptif meliputi :
a) Menyendiri (solitude)
Adalah respon yang dibutuhkan individu untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu
cara mengevalusi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
b) Otonomi
Adalah kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c) Kerjasama
Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain.
d) Interdependen
Adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respon Maladaptif.
Respon yang diberikan induvidu yang menyimpang dari norma
sosial. Yang termasuk norma maladaptif adalah:
a) Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b) Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c) Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai
obyek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
d) Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.
1) Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.
Menurut (Stuart dan Sundeen, 2007), belum ada seatu kesimpulan
yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi
hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara
lain:
1) Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui induvidu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi induvidu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuhan
pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapt mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak merasa diperlulakukan sebagai objek.
b) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingakan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadi gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma – norma yang salah
yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari likungan sosial.
c) Faktor biologis
Genitik merupakan salah satu faktor pendukung
gaangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil pelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8.

2) Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi :
a) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulakan isolasi sosial.
b) Stresor Biokimia
(1) Teori dopamine : kelebihan dopamin pada mesokortikal
dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
(2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam
darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena
salah satu kegiatan MAO adalaah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat
merupaakan indikasi terjadinya skizofrenia.
(3) Faktor endokrin : jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada klienskizofrenia. Demikian pula prolaktin
mengalami penurunan karena dihambat.

3) Tanda dan gejala


Menurut(Yosep, 2007) tanda dan gejala yang muncul pada
kerusakan interaksi sosial : menarik diri yaitu:
a) Data subyektif
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain, klien merasa tidak aman berada dengan orang lain,
respon verbal kurang dan singkat, klien mengatakan hubungan
yang tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan
lambat menghabiskan waktu, klien tidak mampu
berkonsentrasi atau membuat keputusan, klien merasa tidak
berguna, klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup, klien
merasa ditolak.
b) Data obyektif
Klien banyak diam dan tidak mau bicara, tidak mengikuti
kegiatan, banyak berdiam diri dikamar, klien menyendiri dan
tidak mau berinteraksi dengan orang terdekat, klien tampak
sedih ekspresi datar dan dangkal, kontak mata kurang, kurang
sepontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah
kuran berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitar, masukan makanan dan minuman
terganggu, retensi urin dan feses, aktifitas menurun, kurang
energi (tenaga), rendah diri.
2) Penatalaksanan Medis
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah:.
1) Terapi Kejang Listrik/Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi kejang listrik atau ECT adalah suatu jenis
pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik dengan tujuan
terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
2) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan
merupakan bagian pemting dalam proses terapiutik, upaya dalam
psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan
dan jujur kepada pasien.

3) Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas
yang sengaja dipilih dengan untuk memperbaiki, memperkuat dan
meningkatkan harga diri seseorang.
B. Tinjauan Teori Askep Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data perumusan
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial dan spritual (Direja, 2011).
1) Pengumpulan data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan
penanggung.
b) Alasan di rawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit
keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang
kerumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat
penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Pada faktor predisposisi dikaji tentang faktor-faktor pendukung
klien untuk mengalami kerusakan interaksi sosial menarik diri.
Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang membuat
klien mengalami kerusakan interaksi sosial menarik diri.
c) Pemeriksaan fisik
Pengukuran , tanda-tanda vital dan keluhan fisik.
d) Pengkajian psikososial
(1) Genogram
Informasi terakhir tentang hal ini berdasaarkan atas
penyelidikan sifat keturunan (Azizah 2011).

(2) Konsep diri (Suliswati, 2005).


(a) Body image (Gambaran Diri)
Merupakan sikap klien terhadap tubuhnya baik
disadari maupun tidak disadari yang meliputi ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
(b) Self ideal (Ideal Diri)
Merupakan persepsi klien tentang bagaimana ia
bertingkah laku berdasarkan standar pribadi gambaran
diri, aspirasi tujuan yang ingin dicapai.
(c) Harga diri
Merupakan pendapat klien tentang kesejahteraan atau
nilai yang telah dicapai dengan menganalisa berapa
banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
(d) Peran
Merupakan serangkaian pola tingkah laku yang
diharapkan oleh masyarakat yang dihubungkan
dengan fungsi klien dalam kelompok sosialnya.
(e) Identitas
Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri
yang tidak ada duanya dengan mensintesa semua
gambaran diri sebagai satu kesatuan utuh dan
perasaan berbeda dengan orang lain.

(3) Hubungan sosial


Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus
menyadari luasnya kehidupan klien, memahami
pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien,
mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan
klien. Berbagai faktor sosial budaya klien meliputi usia,
suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan sistem
keyakinan ( Azizah, 2011).
(4) Spritual
Keyakinan klien terhadap penyakitnya, agama dan
kegiatan ibadah.
e) Status mental
(1) Penampilan
Penampilan umum klien yang merupakan karakteristik
fisik klien yaitu penampilan, usia, cara berpakian,
kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah,
kontak mata, dilatasi, status gizi/ kesehatan umum
(Azizah, 2011).
(2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan,
cepat/lambat), Volume (keras/lembut), jumlah (sedikit,
membisu, ditekan), dan karakternya (gugup, kata-kata
bersambung, akses tidak wajar) (Azizah, 2011).
(3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu
dicatat dalam hal tingkat aktivitas (letargik,tegang,
gelisah, agitasi) jenis (tik, serangai, tremor) dan isyarat
tubuh/mannerisme yang tidak wajar (Azizah, 2011).
(4) Alam perasaan
Yang perlu di observasi antara lain : sedih, putus asa atau
perasaan gembira yang berlebih, ketakukan dan khawatir.
(5) Afek
Nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan
berlansung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis, seperti kebanggaan, kekecewaan.
(6) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat wawancara
seperti bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung,
kontak mata kurang, defensif atau curiga.
(7) Persepsi
(a) Jenis halusinasi
Pendengaran, penciuman, penglihatan, pengecapan,
perabaan, chanesthetic, kinesthetic.
(b) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami
adalah halusinasi dengar atau bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien bila halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi
penciuman, rasa apa yang dikecap, untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa yang dipermukaan
tubuh bila halusinasi perabaan.
(8) Proses pikir
Data yang perlu dikaji antara lain : pembicaraan yang
berbelit sampai tujuan (Sirkumstansial), pembicaraan
yang berbelit tidak sampai tujuan (Tangensial),
pembicaraan yang tidak ada hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat lain dimana klien tidak menyadari
(Asosiasi longgar), pembicaraan yang meloncat-loncat
(Flight of ideas), pembicaraan yang berhenti tiba-tiba
(Bloking).
(9) Isi Pikir
Mengacu pada apa yang dipikirkan klien. seperti obsesi,
waham, phobia, hipokondria, depersonalisasi.

(10) Tingkat Kesadaran


Observasi tingkat kesadaran klien seperti bingung, sedasi
atau stupor. Juga ditanyakan tentang orientasi terhadap
tempat, waktu dan orang.
(11) Memori
Data yang perlu dikaji antara lain daya ingat jangka
pendek, jangka panjang, daya ingat saat ini.
(12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain:
perhatian klien mudah berganti dari satu obyek ke obyek
lain tidak mampu berkonsentrasi tidak mampu berhitung.
(13) Kemampuan Penilaian
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain:
dapat mengambil keputusan yang sederhana, dengan
bantuan orang lain tidak mampu mengambil keputusan
atau selalu dibantu.
(14) Daya Tilik Diri
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain:
mengingkari penyakit yang diderita, menyalahkan hal-hal
diluar dirinya.
f) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara
lain: makan dan minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan,
kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah, mekanisme
koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
aspek medik.
a. Data Subyektif
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain,
klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, respon verbal
kurang dan singkat, klien mengatakan hubungan yang tidak berarti
dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat menghabiskan
waktu, klien tidak mampu berkonsentrasi atau membuat keputusan,
klien merasa tidak berguna, klien tidak yakin dapat melangsungkan
hidup, klien merasa ditolak.
b. Data Obyektif
Klien banyak diam dan tidak mau bicara, tidak mengikuti kegiatan,
banyak berdiam diri dikamar, klien menyendiri dan tidak mau
berinteraksi dengan orang terdekat, klien tampak sedih ekspresi datar
dan dangkal, kontak mata kurang, kurang sepontan, apatis (acuh
terhadap lingkungan), ekspresi wajah kuran berseri, tidak merawat diri
dan tidak memperhatikan kebersihan, mengisolasi diri, tidak atau
kurang sadar terhadap lingkungan sekitar, masukan makanan dan
minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktifitas menurun, kurang
energi (tenaga), rendah diri.
2) Daftar Masalah
Beberapa masalah keperawatan yang muncul dari data diatas
kemudian dapat dirumuskan masalah diantaranya yaitu:
a) Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
b) Isolasi sosial
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis

3) Pohon masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan
prinsip sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama,
penyebab dan akibat.

Risiko Gangguan
Persepsi Sensori Effect
Halusinasi

Isolasi Sosial Core Problem

Harga Diri Rendah


Kronik Cause
Gambar 2.2 Pohon masalah Isolasi sosial
Sumber : Damayanti 2007
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan dapat dirumuskan PE (Problem, Etiologi) keduanya
ada hubungan sebab akibat dan rumusan PES (Problem, Etiologi, simptom
atau gejala sebagai data penunjang). Adapun tipe-tipe diagnosanya yaitu :
Diagnosa aktual, diagnose risiko tinggi, diagnosa mungkin, dan masalah
kolaboratif. menurut ( Direja, 2011 ).
Dari pohon masalah diatas diagnosa yang muncul pada klien
dengan isolasi sosial yaitu :
a) Isolasi sosial
b) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronik
2. Perencanaan
Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan
khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada
penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat
dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari
diagnosa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang
perlu dicapai atau dimiliki klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan
khususnya dapat dibagi menjadi tiga aspek. (Stuart dan Laraia, 2001
dikutip dalam Direja, 2011), yaitu kemampuan kognitif yang
diperlakukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan,
kemampuan psikomotor yang di perlukan agar etiologi dapat terisi, dan
kemampuan efektif yang perlu di miliki agar klien percaya kepada
kemampuan menyelesaikan masalah:
1) Isolasi sosial
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain .
TUK :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana tindakan : Bina hubungan saling percaya
Rasional : Di harapkan klien lebih terbuka dengan perawat
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rencana tindakan :
(1) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
Rasional : Dapat membuka pikiran klien tentang penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul.
(2) Kaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
Rasional : Dapat mengetahui sejauh mana klien mengetahui
tentang prilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
(3) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
Rasional : Dengan memberikan pujian di harapkan klien
merasa bangga dan ingin mengingkatkan keberhasilannya.
c) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rencana tindakan :
(1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Dapat diketahui sejauh mana klien mengetahui
tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
(2) Diskusikan dengan klien manfaat berhubungan dengan orang
lain.
Rasional : Diharapkan klien akan termotivasi berhubungan
dengan orang lain.
(3) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Dapat membuka pikiran klien bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
d) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Rencana tindakan :
(1) Kaji kemampuan klien dapat membina hubungan dengan orang
lain.
Rasional : Dengan mengkaji pengetahuan klien dalam
membina hubungan dengan orang lain, maka dapat diketahui
sejauh mana klien mampu bergaul dengan orang lain.
(2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Diharapkan dapat meningkatkan keinginan klien
untuk bergaul dan tidak menarik diri.
(3) Rencanakan satu kegiatan yang dapat dilakukan klien bersama
klien lain.
Rasional : Diharapkan klien dapat berinteraksi dan bergaul
sehingga klien tidak menarik diri
(4) Motifasi klien selalu ikut dalam kegiatan yang ada di ruangan
setiap hari.
Rasional : diharapakan klien akan terlatih untuk berinteraksi
dengan orang lain.
(5) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
Rasional : Dengan memberikan reinforcement diharapkan
klien akan meras bangga dan ingin meningkatkan
keberhasilannya.
e) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
Rencana tindakan :
(1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Diharapkan klien akan lebih menyadari pentingnya
bergaul.
(2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Dapat melakukan penguatan tentang pentingnya
bergaul.
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
Rasional : Dengan memberikan pujian diharapkan klien
merasa bangga dan ingin meningkatkan keberhasilannya.
f) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
Rencana tindakan :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional : Diharapkan keluarga akan lebih terbuka dengan
perawat.
(2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang prilaku menarik
diri, penyebab prilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi
jika prilaku menarik diri tidak di tanggapi, cara keluarga
menghadapi klien menarik diri.
Rasional : Diharapakan keluarga mengerti bagaimana cara
menghadapi klien sehingga klien merasa diperhatikan dan
dihargai.
(3) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Rasional : Keluarga adalah orang yang paling dekat dengan
klien sehingga klien akan termotivasi dan berarti
berkomunikasi dengan orang lain.
(4) Anjurkan anggota keluarga untuk selalu rutin dan bergantian
mengunjungi klien minimal 1 x seminggu.
Rasional : Perhatian dari keluarga akan membantu
meningkatkan harga diri klien.
g) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Rencana tindakan :
(1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
minum obat
Rasional : Dapat memotivasi klien agar rajin minum obat
(2) Pantau klien saat penggunaan obat.
Rasional : Dengan memantau klien minum obat diharapkan
klien dapat minum obat secara teratur
(3) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter.
Rasional : Agar pasien mengetahui akibat dari putus obat jika
tidak ada konsultasi dengan dokter
(4) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Rasional : dengan rajin minum obat akan mempercepat proses
penyembuhan klien

2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi


TUM : Klien tidak mengalami halusinasinya.
TUK :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
(1) Rencana tindakan : Bina hubungan saling percaya
Rasional : Di harapkan klien lebih terbuka dengan perawat
(2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : ungkapkan perasaan klien kepada perawat sebagai
bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat.
b) Klien dapat mengenal halusinasinya
Rencana tindakan :
(1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Rasional : Mengurangi waktu kosong pada klien sehingga
dapat mengurangi frekuensi halusinasinya.
(2) Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/kanan/depan
seolah-olah ada teman bicara.
Rasional : Untuk mengetahui saat timbulnya halusinasi klien
(3) Bantu klien mengenal halusinasinya
Rasional : Agar klien dapat mengenal halusinasinya
(4) Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya
halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi
Rasional : Peran serta aktif sangat menentukan efektivitas
tindakan keperawatan yang dilakukan.
c) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Rencana tindakan :
(1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang akan dilakukan
jika terjadi halusinasi
Rasional : Tindakan yang biasanya dilakukan klien merupakan
upaya mengatasi halusinasi.
(2) Diskusika manfaat dan cara yang digunakan klien.
Rasional : Agar klien dapat menyebutkan tindakan yang
biasanya dilakukan oleh klien saat terjadi halusinasinya.
(3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol
timbulnya halusinasinya
Rasional : Agar klien dapat menyebutkan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya
(4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasi
secara bertahap
Rasional : Dengan halusinasi yang yang terkontrol oleh klien
maka risiko kekerasan tidak terjadi.
(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
Rasional : Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah
dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
(6) Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
Rasional : Agar klien dapat mengikuti terapi aktivitas
kelompok untuk mengisi waktu luangnya.
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
TUK :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana tindakan :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
therapeutik mengucapkan salam dan berjabat tangan
memperkenalkan diri tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan.
Rasional : Dengan membina hubungan saling percaya maka
klien terbuka dengan perawat.
(2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang
di miliki.
(3) Gali kemampuan klien berupa minat dan bakat yang dimiliki
klien.
Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh
klien merupakan kunci meningkatkan harga diri.
b) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Rencana tindakan :
(1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat digunakan
selama di rumah sakit.
Rasional : merupakan cara teknik pada klien dalam hal
mengungkapkan kemampuan dalam beraktivitas.
c) Klien dapat merencanakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Rencana tindakan :
(1) Diskusikan kemampuan yang masih bisa digunakan selama
sakit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Rasional : diharapkan bisa meningkatkan harga diri klien
karena klien merasa masih berharga.
(2) Rencanakan bersama klien aktivitas yang akan dilakukan
setiap hari sesuai kemampuannya.
Rasional : diharapkan klien memiliki aktivitas dan bisa
mengingkatkan harga dirinya.
(3) Beri reinforcement bila telah mampu melaksanakan sesuatu
yang direncanakan.
Rasional : Diharapkan klien akan berharga dan meningkatkan
harga diri klien.
d) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuannya.
Rencana tindakan :
(1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang
direncanakan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kreaktivitas serta
kemampuan klien.
e) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Rencana tindakan :
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : memberi pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan menarik diri. Diharapkan
keluarga lebih memperhatikan klien dan klien akan merasa
lebih diperhatikan.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan.Pada situasi nyata, seringkali implementasi jauh
berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yang biasa adalah rencana tindakan tertulis yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan
perawat jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah di rencanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan sudah
sesuai dan diutuhkan oleh klien saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikalyang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga
menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tindakan ada
hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform
consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilaksakan
dan peran serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan semua
tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons klien. (Direja, 2011).
Strategi pelaksaan Isolasi Sosial, SP1P : Mengidentifikasi penyebab isolasi
sosial pasien, brdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain, berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi
dengan orang lain, menganjurkan klien cara berkenalan dengan satu orang,
menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian. SP2P : Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberikan kesempatan kepada klien
mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang, membantu klien
memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. SP3P : Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberikan kesempatan kepada klien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih, menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian. SP1K :Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala isolasi sosial yang dialami klien berserta proses terjadi.
Menjelaskan cara – cara merawat klien dengan isolasi sosial. SP2K :
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
melatih keluarga mempraktekan cara merawat langsung kepada klien
isolasi sosial. SP3K : Membantu kluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge planing), menjelaskan follow up
klien setelah pulang (Damaiyanti,2012).
4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkepanjangan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan untuk secara
terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau evaluasi
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
diantaranya, sebagai berikut.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi
perilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan
kembali apa yang telah diajarkan atau member upan balik
sesuai dengan hasil observasi.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data yang dikontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut oleh perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa:
1) Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
2) Rencana modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah
dijalankan tetapi belum memuaskan.
3) Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak
belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa yang lama
dibatalkan.
4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang
baru.
Pada klien dengan kerusakan interaksi sosial: menarik diri,
evaluasi keperawatan yang diharapkan sebagai berikut:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri
3) Klien dapat mengenal keuntungan dan kerugian dari menarik diri
4) Klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
6) Klien mampu memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
Daftar Pustaka
Daimayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Keliat, B.A & Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Dalami, dkk. (2009).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
TIM
Suliswati.(2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Azizah, Lilik Ma’rifatul.2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai