Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien

mungkin akan merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Adapun kerusakan interaksi

sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan kemunikasi dengan orang lain

karena merasa kehilangan hubungan keakraban dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan

secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak

ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Direja, 2011).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena

orang lain mengatakan sikap yang negatif dan mengancam (Kusumawati & Hartono,

2010).

2. Etiologi

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.Menurut Stuart dan

Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan

yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi

antara lain yaitu:

1. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

6
7

a) Faktor perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu

dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman

bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,

kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya

diri dan dapat mengembangkan tingkah laku cuiga pada orang lain maupun

lingkungan dikemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa

ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.

Kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses pertumbuhan

dan perkembangan individu mulai bayi sampai usia lanjut. Untuk mengembangkan

hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan diharapkan dapat dilalui.

Tugas-tugas hubungan sosial menurut tahap perkembangan:

1). Bayi

Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhii

kebutuhannya. Bayi menggunakan komunikasi yang sederhana untuk

memenuhi kebutuhannya misalnya menangis. Respons ibu atau pengasuh

terhadap kebutuhan bayi, harus sesuai dengan harapannya agar bayi

berkembang rasa percaya diri terhadap lingkungan dan orang lain.

Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi tergantung pada orang lain akan

mengakibatkan rasa tidak percaya terhadap diri sendiri, orang lain dan menarik

diri (Haber dkk 1987 dalam Riyadi & Purwanto, 2009).

2). Pra sekolah

Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar

lingkungan keluarga. Anak menggunakan kemampuan yang telah dimiliki


8

untuk berhubungan dengan lingkungan diluar rumah. Dalam hal ini anak

membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian

pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan

dasar rasa otonomi anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan

hubungan interpersonal.

Kegagalan anak dalam berhunbungan dengan lingkungan disertai

respons keluarga yang negatif akan menyebablan anak menjadi tidak mampu

mengontrol diri, tidak mandiri, pesimis dan takut perilakunya salah.

3). Anak usia sekolah

Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan

sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama, kompetisi, dan

kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan

dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa di luar keluarga

merupakan sumber penting pada anak.

Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman sekolah, kurang

dukungan guru dan pembatasan dari orang tua mengakibatkan frustasi terhadap

kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri.

4). Remaja

Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman

sebaya, lebih memperhatikan hubungan dengan lawan jenis. Hubungan dengan

teman sangat tergantung, sedangkan hubungan dengan orang tua mulai

independen.

Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya

dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas,

ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.


9

5). Dewasa muda

Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen

dengan orang tua dan teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan

dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain, seperti: memilih

pekerjaan, memilih karier, melangsungkan perkawinan.

Kegagalan individu dalam melanjutkan kuliah, pekerjaan, perkawinan

akan mengakibatkan indidvidu menghindari hubungan intim, menjauhi orang

lain dan merasa putus asa.

6). Dewasa Tengah

Individu pada usia dewasa ini, mengalami penurunan ketergantungan

pada orang tua, telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya

individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang

tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat

menguji kemampuan hubungan onterdependen.

Kegagalan dalam tugas perkembangan ini akan menyebabkan

produktovitas dan kreativitas berkurang, individu hanya perhatian terhadap diri

sendiri dan kurang perhatian terhadap orang lain.

7). Dewasa Lanjut

Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan fisik, kegiatan

pekerjaan, pasangan hidup, anggota keluarga. Individu memerlukan dukungan

orang lain dalam menghadapi kehilangan.

b) Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkandiri dari lingkungan merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan berhubungan.Dapat juga disebabkan oleh karena


10

norma-norma yang salah yang dianutoleh satu keluarga, seperti anggota tidak

produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

c) Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya

gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah

otak.Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota

keluarganya ada yang menderita skizofrenia.Klien skizofrenia yang mengalami

masalah dalam hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi,

pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan struktur

limbik.

2. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal

maupun eksternal meliputi:

a) Stresor sosial budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti

perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh,

dirawat di rumah sakit atau dipenjara.

b) Stresor psikologi

Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan

individu untuk berhubungan dengan orang lain (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala isolasi sosial menurut Trimelia (2011) adalah sebagai berikut:

1. Gejala subjektif

a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.


11

c) Klien merasa bosan.

d) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

e) Klien merasa tidak berguna.

2. Gejala objektif

a) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan.

b) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.

c) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri.

d) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun.

e) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara berulang-

ulang.

f) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan).

g) Ekspresi wajah tidak berseri.

h) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri .

i) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.

j) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

4. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerja sama Ketergantungan Narsisme
Interdependen
12

1. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih

dapat diterima oleh norma- norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum

berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang respon ini meliputi:

a) Solitude (menyendiri)

Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah

dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk

menentukan langkah-langkah selanjutnya.

b) Otonomi

Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,

perasaan dalam berhubungan sosial.

c) Mutualisme (bekerja sama)

Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu

untuk saling memberi dan menerima.

d) Interdependen (saling ketergantungan)

Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain

dalam rangka membina hubungan interpersonal.

2. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku

dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:

a) Kesepian, adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari

lingkungannya, merasa takut dan cemas.

b) Menarik diri, adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan

dengan orang lain.


13

c) Ketergantungan (dependen), akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan

rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini

orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah

pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri

atau tujuan, bukan pada orang lain.

d) Manipulasi, adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan

terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung

berorientasi pada diri sendiri.

e) Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu

belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.

f) Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha

untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya

egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya

(Trimelia, 2011).

5. Akibat

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau

isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien

dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan

kecemasan (Prabowo, 2014).

Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan

berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur,

mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan

kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan

tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga

berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk, 2009).
14

6. Mekanisme Koping

Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang

merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering

digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi (Damaiyanti & Iskandar,

2012).

1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.

2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara

sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.

3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya

kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau

bertentangan antara sikap dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul menurut Prabowo (2014) yaitu:

1. Perilaku curiga : regresi, represi.

2. Perilaku dependen: regresi.

3. Perilaku manipulatif: regresi, represi.

4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi.

7. Penatalaksanaan

Dalami, dkk (2009) menyatakan bahwa isolasi sosial termasuk dalam kelompok

penyakit skizofrenia tak tergolongkan, maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa

dilakukan adalah:

1. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan

menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri

dan kanan).Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30
15

detik dengan tujuan terapeutik.Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan

terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

2. Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses

terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan

tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien

apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara

verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.

3. Terapi Okupasi

Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam

melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk

memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang (Prabowo,

2014).

8. Pohon Masalah

Skema 1 pohon masalah

Resiko gangguan persepsi


sensori: halusinasi

Effect

Isolasi sosial: menarik diri

Core problem

Gangguan konsep diri: harga


diri rendah

Causa
(Nihayati, dkk, 2015)
16

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Subjektif

1) Klien menjawab dengansingkat “Ya”, “Tidak”, “Tidak tahu”.

2) Pasien tidak menjawab sama sekali.

b. Data Objektif

1) Apatis, ekspresi sedih, afek datar.

2) Menghindar orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang

lain.

3) Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan

orang lain.

4) Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.

5) Berdiam diri di kamar.

6) Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau

pergi saat diajak bercakap-cakap.

c. Faktor predisposisi

Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubunga sosial yaitu:

1). Faktor Perkembangan

Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan

yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan

mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anak yang kurangnya kasih

sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dari orang tua akan memberikan

rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya.


17

2). Faktor biologis

Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan

sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbik diduga

menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia terdapat gambaran struktur

otak yang abnormal: otak atropi, perubahan ukuran dan bentuk sel limbic dan

daerah kortikal.

3). Faktor sosial budaya

Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat

menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada pasien lansia, cacat,

dan penyakit kronis yang diasingkan dari lingkungan.

d. Faktor presipitasi

1). Stresor sosial budaya

Adalah stress yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat.

Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan

berhubungan dengan orang lain dan cara berprilaku.

2.) Stresor psikologis

Adalah stress yang disebabkan karena kecemasan yang

berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan

mengatasinya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut: (Nihayati, dkk, 2015)

1) Resiko perubahan sensori persepsi halusinasi berhubungan dengan menarik diri

2) Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah


18

3. Rencana Intervensi Keperawatan

Tindakan keperawatan:

1) Tujuan:

Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut:

a. Membinan hubungan saling percaya.

b. Menyadari penyebab isolasi sosial.

c. Berinteraksi dengan orang lain.

2) Tindakan

a. Membina hubungan saling percaya

a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.

b) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkannama dan panggilan yang

anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.

c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.

d) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang anda akan lakukan bersama pasien,

berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana,

e) Jelaskan bahwa anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi.

f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.

g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial

a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.

b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan

orang lain.

c) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul karab

dengan mereka.
19

d) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul

dengan orang lain.

e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.

c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

a) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.

b) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.

c) Berikan kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang

lain yang dilakukan dihadapan anda.

d) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota

keluarga

e) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi

dengan dua, tiga, empat orang, dan seterusnya.

f) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.

g) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan

orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau

kegagalannya. Beri dorongan terus- menerus agar pasien tetap semangat

meningkatkan interaksinya (Nihayati, 2015).


20

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, dkk. (2009). asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Yogyakarta:Trans
Info Media

Damaiyanti., & Iskandar. (2012). Asuhan keperawatan jiwa. Bandung: Refika Adimata

Direja, A. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Keliat, B.A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (basic course).
Jakarta: EGC

Keliat, B.A & Pawirowiyono, A. (2014). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok Ed2.
Jakarta: EGC

Kusumawati., & Halton. (2012). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC

Nihayati, H.E., Rizky, F., & Yusuf. (2015). Buku ajar kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Prabowo, E. (2014). Konsep dan aplikasi asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: Nuha Medika

Stuart, G. (2007). Buku saku keperawatan jiwa edisi 5. Jakarta : EGC

Trimelia. (2011). Asuhan keperawatan klien halusinasi. Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai