Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak bisa bebas
dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan dan perasaan
bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu.Ia sanggup
menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh keyakinan diri dan dapat
memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya gangguan yang hebat pada
struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan emosinya
tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang
demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada orang yang mengalami
kesehatan mental yang buruk.
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan
industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka banyak
muncul masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder mental di kota-kota besar.
Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri
dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka itu mengalami
banyak frustasi, konflik-konflik terbuka/eksternal dan internal,ketegangan batin dan
menderita gangguan mental.
Untuk memahami tidaknya suatu ganguan mental tidak semudah mengenal
pada gangguan fisik. Banyak faktor yang mempengaruhi kesepakatan pengertian
terhadap gangguan mental ini. Selain karena faktor kultural yang mengartikan konsep
sehat dan sakit secara berbeda antara budaya satu dengan lainnya, juga faktor
individual yaitu presepsi dan perasaan yang sangat subjektif sifatnya. Namun
demikian, kita menyadari bahwa gangguan mental itu diakui masyarakat sama halnya
seperti gangguan fisik.
Peran serta masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai
subyek dan obyek diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan
dalam menjaga kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama
diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005).
Untuk itu disini saya akan membahas bagaimana kesehatan mental itu sendiri dan
upaya-upaya apa yang harus dilakukan.
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah definisi Kesehatan Mental?
2. Bagaimanakah etiologi kesehatan mental?
3. Bagaimanakah kelasifikasi kesehatan mental?
4. Bagaimanakah perencanaan pada klien dengan gangguankesehatan mental
5. Bagaimanakah penatalaksanaan pada klien dengan retardasi mental?
6. Bagaimana Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental
7. Bagaimana proses asuhan keperawatan klien dengan retardasi mental?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah sebagai penambah pengetahuan tentang Kesehatan Mental. Selain itu juga,
tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi Kesehatan Mental
2. Untuk mengetahui etiologi kesehatan mental
3. Untuk mengetahui kelasifikasi kesehatan mental
4. Untuk mengetahui perencanaan pada klien dengan gangguankesehatan mental
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan retardasi mental
6. Untuk mengetahui Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental
7. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan klien dengan retardasi mental

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kesehatan Mental
1. Definisi
Kesehatan mental merupakan keserasian atau kesesuaian antara seluruh
aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal
agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-
tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun
masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial.
Gangguan mental adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang
kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
Gangguan mental adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh
secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial,
dan bermanifestasi selama masa perkembangan. Keterbelakangan Mental
(Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya
kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul
sebelum usia 18 tahun.

2. Penyebab

Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari


berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan
tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang
yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan
jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001).
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya
gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002),
gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan
instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal

3
social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri,
tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak
terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan
mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat
dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan mental artinya bahwa
yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak
berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin,
keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan
kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian
orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan
sebagainya.
Sumber penyebab gangguan mental dipengaruhi oleh faktor-faktor pada
ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
1) Neuroanatomi
2) Neurofisiologi
3) Neurokimia
4) Tingkat kematangan dan perkembangan organik
5) Faktor-faktor pre dan peri – natal
b. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
1) Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus
(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
2) Peranan ayah
3) Persaingan antara saudara kandung
4) Inteligensi
5) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
6) Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa
salah
7) Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak
menentu
8) Keterampilan, bakat dan kreativitas
9) Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
10) Tingkat perkembangan emosi
c. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
1) Kestabilan keluarga

4
2) Pola mengasuh anak
3) Tingkat ekonomi
4) Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
5) Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
6) Pengaruh rasial dan keagamaan
7) Nilai-nilai

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut:

a. Ketegangan (tension),
Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan,
takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi
Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh
membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di
sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya
muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat
dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu,
melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut
orang lain.
c. Gangguan kemauan
Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau
memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi
Klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien
merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan
Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak
berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
e. Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas
genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa
yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak
bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007)

5
4. Klasifikasi

Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para


ahli berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim (1994) macam-
macam gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik dan
simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan
suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku
yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan
perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa
kanak dan remaja.
a. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu
bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.
Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan
patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).
Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap
akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang
bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati
biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”.
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam
perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah
hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997).
Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan
patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan
yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai
kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari
situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai.

6
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh
setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa
khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik
(Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau
tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat
ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi
rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi,
kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panic.
d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia)
dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan
inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan
kepribadian, neurosa dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak
tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan
kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau
obsesif-kompulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian
antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat.
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan
oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi
jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama
mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang
terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja,
tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian
otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang
menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya.
Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada
berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut
dan menahun.
f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah
(Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi
alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan
psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa

7
organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering
disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan
secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan
social.

5. Penatalaksanaan

a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas
mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat
psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti
obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain:
transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari,
2001).
b. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan
jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah
satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
c. Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik
dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang
darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT
sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan
perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar
norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. (Townsend alih
bahasa Daulima,2006).
d. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang
bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan
perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

8
6. Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental

Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan


jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat
pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
a. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah
mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan
kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum
mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja,
dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program
pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi
kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
a) Pendidikan menjadi orangtua
b) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Memantau dan menstimulasi perkembangan
d) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2) Pendidikan kesehatan mengatasi stress
a) Stress pekerjaan
b) Stress perkawinan
c) Stress sekolah
d) Stress pasca bencana
3) Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang
kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang
semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
a) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua
asuhbagi anak yatim piatu.
c) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
d) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh
tempat tinggal.

9
4) Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang
dilakukan:
a) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
b) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa
menyakiti orang lain.
c) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada
diri seseorang.
5) Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan.
Oleh karena itu perlu dilakukan program :
a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang tanda-tanda bunuh diri.
b) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
b. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah
deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian
gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko
atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada
pencegahan sekunder adalah :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi
dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan
penemuan langsung.
2) Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada
semua pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
b) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian
keperawatan kesehatan jiwa.
c) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan
jiwa (di tempat– tempat umum)
d) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan
sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja
sama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat,
gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.

10
e) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain
yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang
dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
f) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga
agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya
tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak
lanjut.
g) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat
yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan
melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
h) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk
membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok ,
terapi keluarga dan terapi lingkungan.
i) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok
keluarga, atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan
kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait dengan
kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
j) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan
dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
k) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus
pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada
tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1) Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber
dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang
terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat
terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
b) Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
dalam penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2) Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga
dengan cara :

11
a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan
keluarga dan masyarakat.
c) Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien
produktif kembali.
d) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil
keputusan untuk dirinya.
3) Program sosialisasi
a) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b) Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari
[ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke
tempat rekreasi.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama,
majelis taklim, kegiatan adat)
4) Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam
masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program
mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap
pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai
pasien gangguan jiwa.
b) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang
berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa.

B. Konsep Keperawatan

1. Intervensi
a. Pembentukan kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b. Pembentukan kelompok pendukung seperti kelompok pengajian,kelompok
diskusi kesehatan jiwa.
c. Latihan kepemimpinan (mengadakan training motivasi)
d. Edukasi (penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan masalah)
e. Pembinaan keluarga sehat dan anggota keluarga resiko gangguan jiwa
membahas kasus terkait manajemen stress dan di diskusikan.

12
f. Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan Perawat
Puskesmas/Komunitas
g. Kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan Kabupaten berupa pengadaan
kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
h. Terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas
dalam.
i. Terapi komplementer berupa manajemen stress
j. Pemberian bimbingan keagamaan (spiritual)

2. Implementasi
a. Membentuk kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b. Membentuk kelompok pendukung seperti kelompok pengajian, kelompok
diskusi kesehatan jiwa.
c. Mengadakan latihan kepemimpinan (mengadakan training motivasi)
d. Melakukan Edukasi (penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan
masalah)
e. Mengadakan pembinaan keluarga sehat dan anggota keluarga resiko
gangguan jiwa membahas kasus terkait manajemen stress dan di diskusikan.
f. Melakukan Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan
Perawat Puskesmas/Komunitas
g. Melakukan kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan Kabupaten berupa
pengadaan kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan
kewirausaan
h. Melakukan terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi
nafas dalam.
i. Memberikan terapi komplementer berupa manajemen stress
j. Memberikan bimbingan keagamaan (spiritual)
3. Evaluasi
a. Warga mengikuti kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b. Warga mengikuti kelompok pengajian
c. Warga mengikuti training motivasi
d. Warga bisa menyebut bagaimana cara memecahkan masalah
e. warga aktif diskusi terkait kasus yang ada
f. warga terkontrol emosinya dengan kelompok diskusi tersebut
g. Masyarakat lebih mampu menghadapi kemungkinan masalah yang ada
warga terbuka wawasan dan peluang usaha untuk perbaikan ekonominya.
h. Warga merasa lebih tenang
i. Warga merasa lebih semangat

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan mental merupakan keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek
psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar
individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan
atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas
sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial
Gangguan mental adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis,
atau kimiawi.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar
pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan
dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Disini peran perawat kmunitas sebagai konselr sangat dibutuhkan. Konseling
adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis
atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk
meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual.

B. Saran
Kita sebagai perawat hendaknya menggunakan bahasa yang santung terhadap
pasien gangguan jiwa karena Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa
membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar.

DAFTAR PUSTAKA
14
Djamaludin. (2001). Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hawari, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : FKUI

Maramis, 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika

Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd.

R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika

Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Stuart, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 6. Jakarta : EGC

Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

KATA PENGANTAR

15
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul: “Asuhan Keperawatan
Kesehatan Mental.”
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Akper Pemda Kab.
Padang Pariaman. Saya sadar bahwa ma kalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna.
Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

Pariaman, November 2017


Penyusun

Kelompok. VII

DAFTAR ISI
i

16
KATA PENGANTAR ................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................. 2
C. Tujuan .................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kesehatan Mental .................................................. 3
1. Definisi Kesehatan Mental ................................ 3
2. etiologi kesehatan mental .................................. 3
3. kelasifikasi kesehatan mental ............................ 8
4. perencanaan....................................................... 5
5. penatalaksanaan ............................................... 6
6. Pelayanan Keperawatan Komunitas ................ 8
B. Asuhan keperawatan .............................................. 12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................. 14
B. Saran ........................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA

ii

17
MAKALAH DAN ASKEP

Asuhan keperawatan keluarga Dengan


kesehatan mental

Disusun Oleh :
Kelompok. VII

1. SISI RAHAYU
2. DOLA JUWITA. R
3. IHKSAN RANOY
4. YOLANDA VIOLETA
5. YOLANDA SOFIAH

DOSEN PEMBIMBING
DEBBY SILVIA, DEWI, M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN
PADANG PARIAMAN
TAHUN 2017

18
19

Anda mungkin juga menyukai