Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sekarang teknologi telah berkembang kian

pesat. Teknologi diciptakan untuk mempermudah urusan manusia.

Berbagai macam jenis teknologi yang tidak terhitung jumlahnya, dapat kita

jumpai di zaman modern ini. Gadget ini dapat ditemui dimanapun, baik pada orang

dewasa maupun anak-anak.

Anak-anak kini telah menjadi konsumen aktif dimana banyak produk-produk

elektronik dan gadget yang menjadikan anak-anak sebagai target pasar mereka.

Beberapa tahun lalu gadget hanya banyak dipakai oleh para pebinis dan kalangan

menengah ke atas. Alasan mereka menggunakan gadget adalah untuk memudahkan

bisnis mereka. Namun pada zaman sekarang gadget tidak hanya dipakai oleh para

pebisnis saja, banyak para remaja bahkan anak-anak pun telah banyak menggunakan

gadget.

Dari segi psikologis, masa anak-anak adalah masa keemasan dimana aanak-anak

belajar mengetahui apa yang belum diketahui jika masa kanak-kanak sudah terkena

dampak negatif oleh gadget maka perkembangan anak pun akan terhambat khususnya

pada segi prestasi. Peran orang tua sangatlah penting dimasa teknologi yang modern

ini.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu penngertian jiwa?

2. Apa itu kesehatan jiwa?

3. Apa itu gangguan jiwa?

4. Bagaimana pengaruh gadget terhadap kesehatan jiwa anak?

5. Bagaimana dampak gadget pada perkembangan psikologi anak?

6. Sebutkan salah satu contoh kasus gangguan kesehatan jiwa anak?

7. Bagaimana pembahasan kasus gangguan kesehatan jiwa anak?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian jiwa

2. Untuk mengetahui kesehatan jiwa

3. untuk mengetahui gangguan jiwa

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh gadget terhadap kesehatan jiwa anak

5. Untuk mengetahui bagaimana dampak gadget padda perkembangan psikologi anak

6. Untuk mengetahui contoh kasus gangguan kesehatan jiwa anak

7. Untuk mengetahui pembahasan kasus gangguan kesehatan jiwa anak?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jiwa

Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya "benih kehidupan".
Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah
(immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan
kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa
dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan
bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. (Wikipedia.org).

Dikutip dari jurnal (Yusuf, 2015) mengungkapkan bahwa Jiwa adalah unsur
manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan manifestasinya sangat terkait pada
materi. Mahasiswa yang pertama kali mempelajari ilmu jiwa dan keperawatan jiwa
sering mengalami kesulitan dengan hal yang harus dipelajari, karena jiwa bersifat
abstrak dan tidak berwujud benda. Setiap manusia memiliki jiwa, tetapi ketika
ditanya, “Mana jiwamu?” hanya sebagian kecil yang dapat menunjukkan tempat
jiwanya. Hal ini karena jiwa memang bukan berupa benda, melainkan sebuah sistem
perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi, dan berbagai pengaruh lingkungan
sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah kejiwaan seseorang. Oleh karena itu,

3
untuk mempelajari ilmu jiwa dan keperawatannya, pelajarilah dari manifestasi jiwa
terkait pada materi yang dapat diamati berupa perilaku manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar
dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif,
karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Bagi
seorang kuli bangunan, kaki kejatuhan batu, tergencet, dan berdarah-darah adalah hal
biasa, karena hanya dengan sedikit dibersihkannya, kemudian disobekkan pakaian
kumalnya, lalu dibungkus, kemudian dapat melanjutkan pekerjaan lagi. Jiwa yang
sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada beberapa indikator
untuk menilai kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat
jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada
lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia.
Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas
dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada
padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat
mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh besar
kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama, dan sebagainya.

2.2 Pengertian Kesehatan Jiwa

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria


orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan


itu buruk. 2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.

3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.

4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling


memuaskan.

4
6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian


hari.

8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan


konstruktif

Batasan ini pun sulit dipenuhi, sehingga semua kriteria dapat dipertimbangkan
dalam menilai kesehatan jiwa. Dikutip dari beberapa sumber, orang yang sehat
jiwanya adalah orang yang sebagai berikut.

1. Melihat setiap hari adalah baik, tidak ada satu alasan sehingga pekerjaan
harus ditunda, karena setiap hari adalah baik.

2. Hari besok adalah hari yang baik.

3. Tahu apa yang diketahui dan tahu apa yang tidak diketahui.

4. Bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membuat lingkungan


menjadi lebih baik.

5. Selalu dapat mengembangkan usahanya.

6. Selalu puas dengan hasil karyanya.

7. Dapat memperbaiki dirinya dan tidak menganggap dirinya selalu benar.

2.3 Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa menurut PPDGJ III ( Pedoman Penggolongan Diagnosis


Gangguan Jiwa) adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku,
biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu
tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010). Gangguan jiwa

5
merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui
dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya
ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).

Sumber penyebab gangguan jiwa manusia bereaksi secara keseluruhan—


somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus
diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi
yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi,


neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,
pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat
perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi
kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik,
maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah
yang berlebihan.

3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola


mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multiaksis, yang


menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan
(Katona, 2012). Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.

1. Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus
perhatian klinis.

6
2. Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.

3. Aksis 3 : kondisi medis secara umum.

4. Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.

5. Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ)


pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada
PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III
meliputi hal berikut.

1. F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental


simtomatik).

2. F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat


psikoaktif.

3. F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.

4. F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif)

5. F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan


terkait stres.

6. F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan


fisiologis dan faktor fisik.

7. F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.

8. F70 – F79 : retardasi mental.

9. F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.

10. F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan remaja.

7
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional
yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Untuk
skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat. Klasifikasi diagnosis
keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) ataupun NIC (Nursing
Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame Criteria). Untuk di Indonesia
menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai masalah keperawatan yang paling
sering terjadi di rumah sakit jiwa. Pada penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh
masalah keperawatan utama yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di
Indonesia, yaitu:

1. perilaku kekerasan;

2. halusinasi;

3. menarik diri;

4. waham;

5. bunuh diri;

6. defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas


sehari-hari, buang air);

7. harga diri rendah.

Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis


keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di
Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Perilaku kekerasan.

8
2. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan,
verbal).

3. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan,


pengecap, peraba, penciuman).

4. Gangguan proses pikir.

5. Kerusakan komunikasi verbal.

6. Risiko bunuh diri.

7. Isolasi sosial.

8. Kerusakan interaksi sosial.

9. Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).

10. Harga diri rendah kronis.

Dari seluruh klasifikasi diagnosis keperawatan yang paling sering ditemukan


di rumah sakit jiwa ini, telah dibuat standar rencana tindakan yang dapat digunakan
acuan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan jiwa..

2.4 Pengaruh Gadget Terhadap Kesehatan Jiwa Anak

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Pew Research Center, 92 persen
orang dewasa di Amerika Serikat memiliki ponsel dan 90 persen di antaranya tidak
pernah berada jauh dari ponsel mereka, sementara sepertiga dari angka tersebut, tidak
pernah mematikan ponselnya.

Semua ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang seolah tanpa
henti, yang kemudian merubah bagaimana hidup ini kini berjalan. Alhasil, semua
manusia di bumi, terlebih yang terkoneksi dengan internet, menjadi masyarakat yang
sulit terlepas dari smartphone-nya masing-masing. Padahal, sudah banyak penelitian

9
yang membahas mengenai bahaya smartphone tidak membuat seseorang yang
kecanduan menjadi kapok.

Pada mereka yang sudah dalam tahap mengkhawatirkan, biasanya akan


cenderung mengalami kegelisahan, kurang produktif dan sulit untuk fokus dengan hal
penting karena teralihkan perhatiannya pada layar ponsel. Adapun tiga gejala
gangguannya sebagai berikut.

1. Low bat anxiety atau gelisah ketika ponsel low bat

Menurut survei yang dilakukan perusahaan elektronik LG, 90 persen dari


2000 orang mengalami hal ini. Survei tersebut menemukan bahwa baterai low bat
memberikan ancaman tersendiri bagi mereka yang kecanduan smartphone. Mereka
yang menderita LBA sering kali mengalami serangan panik ketika baterai ponsel
mereka menunjukan angka kritis.

2. Phantom vibration syndrome

Di saat tubuh Anda gatal dan butuh untuk digaruk, Anda justru mengira
ponsel Anda tengah bergetar dan berusaha meraihnya. Waktu Anda sadari, apa yang
Anda pikir adalah getaran notifikasi, namun ternyata itu semua adalah perasaan Anda.
Gangguan ini juga disebut dengan nama ringxeity.

3. Nomophobia
Nomophobia adalah ketakutan jika berada jauh dari ponsel serta merasa
terganggu atau gelisah ketika jauh dari ponsel.

Anak bermain game. Seorang anak di Irlandia tak sadar telah menguras tabungan
sang ibu saat bermain game FIFA.

10
2.5 Dampak Gadget pada Perkembangan Psikologi Anak

Kebanyakan orang tua setuju bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan
anak-anak kita di depan layar, mereka semakin asyik, sebagai orang tua, saya benar-
benar dapat mengatakan bahwa ini terjadi pada anak saya. Anak-anak dapat dengan
cepat menjadi terlalu bersemangat melihat layar tanpa menyadarinya, yang mengarah
ke suasana hati yang lebih buruk, lebih banyak kecemasan, tingkat iritabilitas yang
lebih tinggi, dan perilaku yang buruk.

Banyak penelitian telah mengeksplorasi hubungan antara dampak penggunaan


gadget dan kesehatan mental pada anak-anak termasuk remaja, dan hasilnya jelas
menurut para ahli: Ketika penggunaan meningkat, begitu juga risiko masalah
kesehatan mental termasuk depresi, kecemasan, ADHD, gangguan suasana hati, dan
bunuh diri. Anak-anak yang menggunakan perangkat selama lebih dari 2 jam per hari
telah meningkatkan risiko depresi, dan risiko itu meningkat diiringi dengan akses
yang meningkat.

Selain itu, baru-baru ini mungkin bunda juga melihat berita mengenai video
dari pengeroyokan di Bandung, dimana dalam laga sepakbola Persib vs Persija yang
mengakibatkan seorang suporter dari persija tewas. Anda dapat membayangkan
bagaimana apabila video-video kekerasan pengeroyokan ini kemudian ditonton oleh
anak kita tentu tanpa disadari akan berdampak kepada perkembangan psikologis
mereka, dimana bisa tertanam dalam diri anak-anak tentang "rasa dendam" atau
"pelampiasan perasaan amarah". Pengeroyokan yang terjadi di Bandung yang
divisualisasikan melalui video hanyalah sebagian contoh kasus yang akan
mempengaruhi perkembangan mereka apabila si kecil menonton peristiwa
pengeroyokan tersebut.9

Tentu dilain sisi, seperti halnya untuk hasil sosial, beberapa penelitian telah
meneliti hubungan antara penggunaan internet anak-anak dan hasil psikologis.
Bahkan kita dapat menemukan hanya dua penelitian yang secara langsung membahas
hubungan ini. Satu ditemukan efek psikologis yang merugikan dari penggunaan

11
Internet juga gedget untuk remaja yaitu, kesepian dan depresi yang lebih besar
dengan penggunaan Internet berlebihan tetapi studi lanjutan menunjukkan bahwa efek
ini menghilang dengan pengalaman Internet.

2.6 Contoh Kasus

Bondowoso (ANTARA News) - Poli Jiwa RSUD dr Koesnadi Bondowoso,

Jawa Timur, dalam beberapa bulan terakhir merawat dua siswa yang kecanduan pada

penggunaan gawai dan laptop hingga menimbulkan guncangan jiwa.

"Kedua pasien itu terdiri atas satu siswa SMP dan satunya siswa SMA," kata dokter

spesialis jiwa RSUD Koesnadi dr Dewi Prisca Sembiring, Sp.Kj kepada wartawan di

Bondowoso, Kamis.

Ia menjelaskan bahwa tingkat kecanduan kedua anak itu sudah tergolong parah.

Bahkan salah satunya membentur-benturkan kepalanya ke tembok ketika sangat ingin

menggunakan gawai, namun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

Dewi meyakini banyak anak lainnya yang mengalami hal serupa, namun orang tua

mereka enggan membawa anaknya ke rumah sakit atau kurang menyadari tentang

masalah yang sedang dihadapi si anak.

12
2.7 Pembahasan Kasus

"Untuk masalah ini kami memang harus terus melakukan sosialisasi agar masyarakat

semakin tahu bahwa RSUD Bondowoso kini juga merawat pasien dengan masalah

kejiwaan. Masalah kejiwaan ini tidak identik dengan gila, tapi mereka yang

mengalami tekanan dan lainnya perlu perawatan dan tidak usah malu, termasuk kami

sosialisikan informasi bahwa pasien ini juga bisa di cover dengan BPJS," katanya.

Ia menjelaskan bahwa dari data yang dia kumpulkan, anak-anak yang kecanduan

gawai dan permainan (game) itu awalnya tidak disadari oleh orang tuanya. Orang tua

baru menyadari setelah si anak jarang masuk ke sekolah dan prestasi akademiknya

terus menurun.

"Bahkan si anak sudah pada taraf tidak mau sekolah. Akhirnya dibawa ke poli jiwa.

Kami menemukan bahwa awalnya anak menjadi sangat dekat dengan gadget dan

laptop karena tugas-tugas sekolah. Waktu itu hampir semua tugas-tugas sekolah

menggunakan teknologi ini, sehingga si anak kemana-mana membawa laptop," kata

dr Dewi.

Menurut dia, hasil psikotest terhadap salah seorang anak menunjukkan bahwa pasien

itu telah mengidentifikasi dirinya sebagai pembunuh. Sementara orang yang paling

dibencinya adalah orang tuanya yang dianggap sebagai penghalang dirinya untuk

berhubungan dengan laptop dan gawai.

13
"Syukurlah dari penanganan yang kami lakukan hasilnya sudah mulai membaik.

Banyak metode yang kami lakukan untuk menangani pasien ini, termasuk terapi

realita. Saya ajak si anak untuk melihat pasien dengan gangguan jiwa akut atau

psikotik. Saya bilang pada anak itu, kalau kamu tidak mau melepaskan diri dari game,

lama-lama menjadi seperti mereka yang menderita psikotis itu. Dia kemudian terdiam

dan saya suruh peluk ibunya. Akhirnya pikiran dia tentang gadget atau laptop

berubah," katanya.

Ia menjelaskan kasus dua anak itu hendaknya menjadi peringatan bagi semua orang

tua dan semua pemangku kepentingan di sekolah agar anak-anak betul-betul

mendapatkan perhatian.

"Isilah keinginan anak-anak itu dengan hati kita bukan dengan gadget. Kita harus isi

hati anak-anak itu dengan yang nyata, yaitu kita sebagai orang tua, bukan dengan

yang tidak nyata di gadget," katanya.

Menurut dia, secara psikologis, anak-anak itu mencari kesenangan hati di perangkat

teknologi informasi karena tidak mendapatkan itu dari lingkungan sekitarnya,

khususnya orang tua.

Mengenai perawatan poli jiwa ini, pihaknya terus melakukan sosialisasi ke

masyarakat, termasuk melalui dokter-dokter umum dan para medis yang bertugas di

seluruh puskesmas di Bondowoso.

14
Pihaknya juga ada kerja sama dengan instansi lain, seperti Dinas Kesehatan dan

Dinas Sosial Pemkab Bondowoso. Pihaknya juga sudah menjalin kerja sama dengan

sekolah, meskipun belum semua untuk menangani masalah siswa yang bisa ditangani

oleh sekolah.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya "benih kehidupan".
Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah
(immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan
kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa
dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan
bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. (Wikipedia.org).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria


orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan


itu buruk. 2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.

3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.

4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling


memuaskan.

6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian


hari.

8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan


konstruktif

16
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III ( Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa) adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku,
biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu
tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010).

3.2 Saran

Disini kami mengangkat kasus anak yang kecanduan gawai, seharusnya disini
yang mengambil peran penting adalah orang tua dan keluarga yang harusnya lebih
tegas dan lebih bisa mengontrol perilaku dari anak tersebut. Contoh diajak bermain
diluar ruangan dan bersosialisasi bersama teman sebaya. Tidak terlalu memanjakan
anak dengan menuruti apa yang mereka inginkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://blogduniaanakindonesia.blogspot.com/2018/09/pengaruh-gadget-terhadap-
psikologi-anak.html?m=

Cahya, L. (2014). Ciri - ciri manusia sehat . Academia.edu,


https://www.academia.edu/23775067/Ciri-Ciri_Manusia_Sehat .

dkk, A. Y. (2015 ). Kesehatan Jiwa. Surabaya: Salemba Medika .

Encyclopædia Britannica. 2008. Retrieved November 12, 2008. (diakses dari


wikipedia pada 17 Januari 2019)

Depkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta: Depkes
RI.

https://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa (diakses pada 17 Januari 2019)

Iswandiari, Y. (2017, september 6). Bahaya Smartphone membuat gangguan mental .


hellosehat , pp. https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/bahaya-
smartphone-bikin-gangguan-mental/.

https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/bahaya-smartphone-bikin-
gangguan-mental/ Hati-hati, Penggunaan Smartphone Berlebihan Bisa Bikin
Gangguan Mental

Yuliati Iswandiari - 2017

18

Anda mungkin juga menyukai