Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Farmasi Indonesia, November 2016, hal 139 - 149 Vol. 13 No.

2
ISSN: 1693-8615 EISSN : 2302-4291 Online : http://farmasiindonesia.setiabudi.ac.id/

Analisis Kesesuaian Biaya Riil Terhadap Tarif INA-CBGS Pada


Pengobatan Stroke Non Hemoragik Pasien JKN Rawat Inap
RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2015

Comformity Analysis of Real Cost to INA-CBG'S Cost in Non Hemorrhagic


Stroke Treatment Of Hospitalized JKN Patients at
Dr. Soehadi Prijonegoro Hospital Sragen 2015

Ari Dwidayati1, Tri Murti Andayani2, Chairun Wiedyaningsih2


1
Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi
2
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Jln. Letjen Sutoyo-Mojosongo Surakarta-57127, Indonesia
email : dwiariri90@gmail.com

Abstrak

Stroke termasuk salah satu penyakit degeneratif dan juga penyebab kematian nomor satu
di Indonesia. Pemberlakuan INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups) pada pembiayaan
rumah sakit bagi pasien stroke membutuhkan perencanaan pengobatan dan analisis biaya
karena stroke memerlukan biaya yang tinggi sehingga rumah sakit dapat melakukan
penghematan biaya dan diharapkan mampu menjadi solusi dalam pengendalian biaya pelayanan
kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengobatan pada pasien stroke non
hemoragik, kesesuaian antara biaya rill dengan tarif INA-CBGs dan faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya riil.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional, data diambil secara retrospektif dari
berkas klaim jaminan kesehatan nasional periode Januari-Juni 2015. Analisa deskriptif digunakan
untuk karakteristik pasien dan biaya rill, analisis data menggunakan one sample t test untuk
membandingkan biaya riil dengan tarif INA-CBGs, uji korelasi untuk mengetahui pengaruh faktor-
faktor yang mempengaruhi terhadap biaya riil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengobatan digunakan citicoline (35,31%),
clopidogrel (26,02%), amlodipin (7,06%), simvastatin (5,20%). Dari analisis one sample t-test
diperoleh pada pasien tingkat keparahan I kelas 3 didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp.
1.066.143,-, tingkat keparahan II kelas 3 Rp. 766.848,-, dan tingkat keparahan III kelas 3 Rp.
931.119,-. Faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya riil adalah diagnosis sekunder, tingkat
keparahan, kelas perawatan dan LOS (Length of Stay).

Kata Kunci : Stroke non hemoragik, kesesuaian biaya, biaya riil, INA-CBGs.

Abstract
Stroke is one of the degenerative diseases and is also the number one cause of death in
Indonesia. Enforcement INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) on the financing of the
hospital for stroke patients in need of treatment planning and cost analysis for a costly stroke so
that the hospital can make cost savings and is expected to be a solution in controlling health care
costs. The purpose of this study was to determine treatment pattern of non-hemorrhagic stroke,
correlation between real cost to INA-CBG's cost, and factors affecting the real cost.
This study was an observational research, the data was taken retrospectively from the
document of national health insurance claim in January-June 2015 period. The descriptive
analysis is used for patient characteristic and real cost, the data analysis was conducted using
Ari Dwidayati J. Farmasi Indonesia~140

one sample t-test to compare the real cost and INA-CBG’s tariff, correlational test to find out the
factors affecting the real cost.
The results showned that treatment pattern were citicoline (35,31 %), clopidogrel (26,02 %),
amlodipin (7,06 %), simvastatin (5,20 %). Analysis using one sample t-test obtained severity I
treatment class 3 Rp. 1.066.143,-, severity II treatment class 3 Rp. 766.848,-, dan severity III
treatment class 3 Rp. 931.119,-. Factors that affect were secondary diagnosis, severity, treatment
class and LOS.

Keywords: non-hemorrhagic stroke, compliance cost, real cost, INA-CBG's.

PENDAHULUAN pembuluh darah tunggal (Adrian and


Pola makan merupakan salah satu Caplan, 2013).
perubahan gaya hidup masyarakat saat Pada data tahun 2008, di Amerika
ini. Di Indonesia, sebagian besar Serikat tercatat sekitar 700.000 individu
masyarakat cenderung menyukai terserang stroke dengan angka kematian
makanan siap saji, yang kandungan sebesar 150.000 setiap tahun, yang
gizinya tidak seimbang yang umumnya sebagian besar disebabkan oleh
mengandung lemak dan garam tinggi penyumbatan aliran darah. Menurut
dengan kandungan serat rendah. Pola WHO (2011), stroke merupakan
makan yang salah, dengan cepat penyebab kematian ketiga (10%) di
menimbulkan gizi lebih atau obesitas dan dunia setelah penyakit jantung koroner
berakibat timbulnya penyakit degeneratif (13%) dan kanker (12%). Menurut
seperti hipertensi, stroke, penyakit laporan statistik dari American Heart
jantung dan diabetes yang sering Association tahun 2011, stroke juga
menimpa kelompok usia produktif. penyebab kecacatan serius dan jangka
Menurut WHO (2011), stroke adalah panjang nomor satu di Amerika dan dua
manifestasi klinik dari gangguan fungsi pertiga stroke sekarang terjadi di negara-
serebral, baik lokal maupun menyeluruh, negara yang sedang berkembang (Roger
yang berlangsung dengan cepat, selama et al., 2011).
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan Di Indonesia, menurut Riset
maut, tanpa ditemukannya penyebab lain Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
selain gangguan vaskuler. Sesuai 2007, prevalensi stroke nasional sebesar
penyebabnya stroke dibagi menjadi dua 8,3% dan pada tahun 2013 tercatat
yaitu, stroke iskemik dan stroke terjadi peningkatan 12,1%. Di mana
pendarahan (Dipiro et al., 2008). Lebih pravalensi stroke pada kelompok usia 45
dari 80 % stroke asalnya iskemik dan sampai 54 tahun mencapai 15,9% dan
disebabkan oleh oklusi arteri trombotik meningkat menjadi 26,8% pada
atau tromboemboli. Tempat awal bekuan kelompok usia 55 sampai 64 tahun. Hal
yang paling sering meliputi arteri-arteri ini terjadi karena pertambahan usia yang
serebral ekstrakranial, jantung (fibrilasi menyebabkan penurunan fungsi tubuh
atrium, penyakit katup mitral, trombus termasuk fungsi pembuluh darah otak.
LV), arteri kecil menembus otak (stroke Pembuluh darah menjadi tidak elastis
lakunar), dan plak arkus aorta. Stroke terutama bagian endotel yang
iskemik biasanya muncul defisit mengalami penebalan pada bagian
neurologis fokal dalam distribusi intima, mengakibatkan lumen pembuluh
141~Vol. 13 No. 2 analisis kesesuaian biaya riil

darah semakin sempit dan berdampak sangat penting dilakukan suatu studi
pada penurunan aliran darah otak, tentang analisis biaya pasien stroke
sehingga kasus stroke memerlukan sehingga dapat mendukung pembuat
penanganan intensif dan edukasi dengan kebijakan kesehatan publik dalam
tujuan mengedepankan keselamatan pengembangan strategi manajemen
pasien (Yuniadi, 2010). stroke (Kang et al., 2011). Sistem
Peningkatan angka kematian pada pelayanan kesehatan sangat berkaitan
penderita stroke sangat bergantung pada erat dengan biaya pelayanan kesehatan.
terapi yang diberikan. Pola pengobatan Analisis biaya layanan kesehatan di
untuk manajemen stroke iskemik akut rumah sakit juga diperlukan untuk dapat
pada umumnya hanya 2 obat yang memberi informasi tentang total biaya
direkomendasikan dengan rekomendasi yang terjadi di rumah sakit dan sumber
Grade A yaitu injeksi intravena tissue pembiayaan beserta komponennya.
plasminogen activator (t-PA) dengan Pemerintah Indonesia
onset 3 jam dan aspirin dosis kecil menyelenggarakan program Jaminan
dengan onset 48 jam (Dipiro et al, 2005). Kesehatan Nasional oleh Badan
Jenis terapi obat yang digunakan juga Penyelenggara Jaminan Sosial
dipengaruhi oleh jenis tindakan yang Kesehatan, sebagai upaya memberikan
diberikan tenaga medis, keahlian tim perlindungan kesehatan kepada peserta
medis dalam mendiagnosis secara cepat untuk memperoleh manfaat
dan tepat, serta kepatuhan tenaga medis pemeliharaan kesehatan dan
terhadap clinical pathway sangat perlindungan dalam memenuhi
diharapkan. Implementasi clinical kebutuhan dasar kesehatan. Dalam
pathway sebagai pedoman dalam rumah implementasi Jaminan Kesehatan
sakit sangat perlu dalam penanganan Nasional (JKN) telah diatur pola
atau pemilihan terapi karena terapi yang pembayaran kepada fasilitas kesehatan
tidak tepat maka dapat menyebabkan tingkat lanjutan adalah dengan INA-
waktu tinggal di rumah sakit menjadi CBGs sesuai dengan Peraturan
lebih lama atau terjadinya komplikasi Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
yang lain sehingga biaya terapi menjadi Jaminan Kesehatan sebagaimana telah
meningkat, yang pada akhirnya akan diubah dengan Peraturan Presiden
terjadi pembengkakan biaya. Nomor 111 Tahun 2013 (Permenkes No.
Pengobatan penyakit yang kurang 27 tahun 2014).
efisien dan pelayanan yang tidak sesuai, Tarif INA-CBGs merupakan tarif
dapat menjadi keluhan utama pasien paket yang meliputi seluruh komponen
terhadap rumah sakit sehingga bisa sumber daya rumah sakit yang
mengurangi kualitas rumah sakit digunakan dalam pelayanan baik medis
tersebut. maupun non-medis. Di mana cara
Stroke merupakan penyakit yang pembayaran perawatan pasien
”mahal” karena penderita stroke sering berdasarkan diagnosis atau kasus yang
memerlukan perawatan lebih lanjut dan relatif sama. Dalam pembayaran
rehabilitasi jangka panjang. Besarnya menggunakan sistem INA-CBGs, baik
biaya pada penyakit stroke ini, maka rumah sakit maupun pihak pembayar
Ari Dwidayati J. Farmasi Indonesia~142

tidak lagi merinci tagihan berdasarkan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro periode
rincian pelayanan yang diberikan, Januari-Juni 2015?.
melainkan hanya dengan menyampaikan Sedangkan tujuan penelitian ini
diagnosis keluar pasien dan prosedur. adalah (1) Mengetahui pola pengobatan
Adapun kode INA-CBGs untuk stroke penyakit stroke non hemoragik pada
non hemoragik rawat inap adalah G-4-14 pasien rawat inap JKN di RSUD dr.
(Permenkes No.27 tahun 2014). Soehadi Prijonegoro periode Januari-
Berdasarkan Permenkes No. 27 Juni 2015; (2) Untuk mengetahui
tahun 2014, RSUD dr. Soehadi kesesuaian biaya rill dengan tarif INA-
Prijonegoro merupakan rumah sakit CBGs dengan melihat perbedaan biaya
negeri kelas B dan masuk dalam riil pasien stroke non hemoragik di RSUD
regional 1. RSUD dr. Soehadi dr. Soehadi Prijonegoro periode Januari-
Prijonegoro hingga kini menjadi rumah Juni 2015 yang berstatus JKN dengan
sakit pilihan dan telah memiliki pasien pembiayaan kesehatan berdasarkan
dari berbagai daerah sekitar. Untuk itu INA-CBGs; dan (3) Untuk mengetahui
dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan faktor pasien; umur, jenis
pola pengobatan rumah sakit serta kelamin, diagnosis sekunder, tingkat
menganalisis model sistem pembayaran keparahan, kelas perawatan dan LOS
pelayanan kesehatan INA-CBGs (Lenght of stay) terhadap biaya rill pada
terhadap biaya rill pada terapi pasien rawat inap JKN penyakit stroke
pengobatan stroke non hemoragik dan non hemoragik di RSUD dr. Soehadi
mengindentifikasi faktor-faktor yang Prijonegoro periode Januari-Juni 2015.
mempengaruhi biaya terapi pasien
stroke non hemoragik di RSUD dr. METODE PENELITIAN
Soehadi Prijonegoro. Penelitian ini dilaksanakan dengan
Permasalahan yang dibahas dalam metode observasional menggunakan
penelitian ini meliputi: (1) Bagaimana rancangan penelitian cross sectional
pola pengobatan penyakit stroke non menurut perspektif rumah sakit.
hemoragik pada pasien rawat inap di Pengambilan data dilakukan secara
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro periode retrospektif yaitu melalui penelusuran
Januari-Juni 2015?; (2) Apakah terdapat catatan rekam medik pasien dan
perbedaan biaya pengobatan penyakit penelusuran data biaya pengobatan
stroke non hemoragik pasien rawat inap pasien stroke non hemoragik yang
JKN dengan besarnya pembiayaan menjalani rawat inap. Data penelitian ini
kesehatan berdasarkan INA-CBGs di diambil secara kuantitatif di RSUD dr.
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro periode Soehadi Prijonegoro.
Januari-Juni 2015?; (3) Apakah terdapat Populasi penelitian ini adalah data
hubungan faktor pasien; umur, jenis pasien rawat inap JKN dengan penyakit
kelamin, diagnosis sekunder, tingkat stroke non hemoragik di RSUD dr.
keparahan, kelas perawatan dan LOS Soehadi Prijonegoro periode Januari-
terhadap biaya rill pada pasien rawat Juni 2015.
inap JKN penyakit stroke non hemoragik Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah data pasien rawat
143~Vol. 13 No. 2 analisis kesesuaian biaya riil

inap JKN yang memenuhi kriteria inklusi: lebih tinggi (82,69%) terserang stroke
(1) Pasien penyakit stroke non non hemoragik dibanding dengan laki-
hemoragik yang menjalani rawat inap di laki (74,41%). Jenis kelamin perempuan
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro periode
di usia >55 tahun memiliki pravalensi
Januari-Juni 2015 berdasarkan kelas 1, 2
lebih tinggi dibandingkan perempuan di
dan 3 dengan kode INA-CBGs G-4-14-
I/II/III; (2) Pasien stroke non hemoragik usia <55 tahun.
dengan atau tanpa penyakit penyerta Karakteristik subyek berdasarkan
yang dirawat inap; dan (3) Pasien usia menunjukkan bahwa rentang usia
dengan jenis pembiayaan BPJS. >55 tahun pada tingkat keparahan I
Kriteria ekslusi yaitu apabila pasien didapatkan hasil tertinggi (75%). Hal ini
tersebut telah meninggal, data rekam dikarenakan faktor stroke akan
medik pasien yang tidak lengkap, dan
meningkat dua kali lipat setelah
pasien pulang paksa tidak diikutkan
mencapai usia 55 tahun.
dalam penelitian ini.
Alat yang digunakan adalah form Karakteristik Perawatan Pasien
yang telah disusun sesuai dengan Karakteristik perawatan pasien
kriteria penelitian, alat tulis dan alat dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1
hitung. menunjukkan pasien stroke non
Bahan yang digunakan adalah hemoragik kelas perawatan 3 sebanyak
seluruh berkas klaim pelayanan rawat (61,05%) lebih banyak dibandingkan
inap pasien stroke non hemoragik
kelas perawatan 1 (28,43%) dan kelas
dengan kode INA-CBG’s G-4-14-I, G-4-
perawatan 2 (10,52%). Hal ini
14-II dan G-4-14-III, dan rekam medik
(medical record) dan buku status pasien disebabkan karena pasien merupakan
JKN rawat inap dengan di RSUD dr. pasien BPJS PBI dan pasien BPJS non
Soehadi Prijonegoro periode Januari- PBI (pensiun dan petani).
Juni 2015. Data yang dicatat dalam Menurut Peraturan Menteri
lembar pengumpulan data meliputi : Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014
nomor rekam medik, identitas pasien
tentang Standar Tarif Pelayanan
(umur dan jenis kelamin), kelas
Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
perawatan, diagnosis masuk rumah sakit
(MRS) meliputi diagnosis utama, Program Jaminan Kesehatan, penyakit
komorbid, tanggal masuk rumah sakit stroke hemoragik dikelompokkan
(MRS), tanggal keluar rumah sakit kedalam sistem INA-CBG’s berdasarkan
(KRS), terapi obat, kondisi pada saat kelas perawatan dan tingkat keparahan
pasien keluar dari rumah sakit serta dibagi menjadi tiga kelompok kode
biaya pasien. diagnosis, yaitu G-4-14-I,G-4-14-I, dan
G-4-14-III dengan digit terakhir angka
HASIL DAN PEMBAHASAN
romawi dari kode INA-CBG’s sebagai
Karakteristik Demografi Pasien
Hasil penelitian menunjukkan jenis penunjuk tingkat keparahan dari penyakit
kelamin perempuan memiliki pravelensi tersebut.
Ari Dwidayati J. Farmasi Indonesia~144

Tabel 1. Karakteristik Perawatan Pasien dengan Kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III


kelas perawatan periode Januari-Juni 2015.
Karakteristik Kelompok Jumlah Persentase (%)
Kelas Kelas 1 27 28,43
Perawatan Kelas 2 10 10,52
Kelas 3 58 61,05
Total 95 100,00
Tingkat G-4-14-I 75 78,95
Keparahan G-4-14-II 16 16,84
G-4-14-III 4 4,21
Total 95 100,00
Jumlah Tanpa Diagnosis Sekunder 37 38,95
Diagnosis 1 Diagnosis Sekunder 42 44,21
Sekunder >1 Diagnosis Sekunder 16 16,84
Total 95 100,00

Hasil pada tabel 1 menunjukkan penyakit stroke untuk semua kode


pasien stroke non hemoragik tingkat diagnosis. Secara teoritis, hipertensi
keparahan I dengan jumlah pasien 75 adalah diagnosis sekunder yang paling
orang (78,95%) lebih banyak banyak terjadi pada stroke iskemik
dibandingkan dengan tingkat keparahan karena hipertensi dapat mengakibatkan
II dengan jumlah pasien 16 orang menyempitnya atau pecahnya pembuluh
(16,84%) dan tingkat keparahan III darah di otak dan apabila pembuluh
dengan jumlah pasien 4 orang (4,21%). darah di otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu sehingga
Karakteristik Diagnosis Sekunder sel-sel otak mengalami kematian (Alway
Tabel 2. Diagnosis Sekunder et al, 2012).
Diagnosis Jumlah Persentase Diagnosis sekunder yang terbesar
Sekunder Kejadian (%) kedua adalah non-insulin-dependent-
(n=49) diabetes melitus tanpa komplikasi
I1.0 28 57,14 (16,33%), hasil penelitian sesuai dengan
E11.9 8 16,33
penelitian yang dilakukan oleh Indrayani
I25.9 6 12,25
I4.8 4 8,16 (2013), diabetes melitus merupakan
I25.2 3 6,12 penyakit penyerta terbesar ketiga yang
I1.0= Essential Primary Hypertension, dapat menyebabkan stroke. Diabetes
E11.9= Type 2 Diabetes Melitus without Melitus merupakan salah satu faktor
Complications, I25.9= Chronic Ischaemic risiko terjadinya aterosklerosis dan
Heart Disease, unspecified, I4.8= Atrial memicu terjadinya keadaan sistem
Fibrillation and Flutter, I25.2= Old Myocardial
vaskula risasi yang patologis sebagai
Infarction
dasar terjadinya stroke non hemoragik
Hasil penelitian menunjukkan
(Antonios and Silliman, 2005).
bahwa hipertensi merupakan diagnosis
Diagnosis sekunder ketiga yaitu
sekunder yang paling banyak menyertai
penyakit jantung iskemis kronis
145~Vol. 13 No. 2 analisis kesesuaian biaya riil

(12,25%). Secara teoritis penyakit diagnosis sekunder lebih tinggi seperti


jantung iskemik kronik adalah keadaan hipertensi, penyakit jantung iskemik
berbagai etiologi, yang menyebabkan kronik, diabetes melitus sehingga
ketidakseimbangan antara suplai dan mempengaruhi pola pengobatan yang
kebutuhan oksigen miokard. Diagnosis diberikan oleh pasien dan membutuhkan
sekunder keempat yaitu Atrial waktu yang lebih lama untuk pasien
Firbrillation and Flutter (8,16%). Fibrilasi dirawat.
Atrium (Afib) adalah kelainan irama Pola Pengobatan Pasien Stroke Non
jantung yang disebabkan oleh masalah Hemoragik
dengan sistem lirik jantung. Aliran darah Tabel 3 menunjukkan persentase jenis
yang tidak teratur dapat mengakibatkan obat stroke non hemoragik yang
penggumpalan darah kecil sehingga digunakan oleh RSUD dr. Soehadi
terbentuk dalam bilik jantung ketika Prijonegoro. Jenis obat yang paling
terjadi atrial fibrilasi. Gumpalan ini dapat banyak digunakan pasien adalah
berjalan melalui aliran darah ke otak, citicoline (nootropik). Prinsip pemberian
menyebabkan stroke (Sulaiman, 2014). citicoline pada penanganan stroke
Dan diagnosis sekunder kelima yaitu Old adalah membatasi daerah yang rusak,
Myocardial Infarction (6,12%). meningkatkan aliran darah otak
Distribusi LOS (Length of stay)/ Lama mencegah terjadinya edema dan
rawat Inap Rumah Sakit memperbaiki aliran darah. Menurut
Hasil distribusi LOS menunjukkan Alvarez-Sabin dan Roman (2011)
untuk tingkat keparahan 1, rata-rata LOS citicoline adalah obat yang aman dan
pasien <10 hari, tingkat keparahan II dan disetujui di berbagai negara untuk
tingkat keparahan III kelas perawatan 3, pengobatan stroke iskemik akut.
rata-rata LOS >10 hari. Rata-rata LOS Citicoline merupakan golongan obat
dari penelitian ini tercatat ±10 hari. Hal neuroproktektif yang bersifat melindungi
ini rata-rata LOS rill pasien lebih besar otak selama stroke (Junaidi, 2004).
dari standar ketetapan paket INA-CBGs Persentase obat stroke non
(LOS <8,5 dan ≥8,5). Hal ini dikarenakan hemoragik kedua terbanyak yang
pasien yang menjalani perawatan adalah digunakan pasien adalah clopidogrel
pasien usia lanjut yang memiliki jumlah untuk terapi stroke iskemik,
Tabel 3. Deskripsi Terapi Pengobatan Stroke Non Hemoragik
Kelas Terapi Nama Obat Jumlah (n) %
Neuroprotektor Citicoline 95 35,31
Anti Agregasi Platelet Clopidogrel 70 26,02
Antihipertensi Amlodipin 19 7,06
Neuroprotektor Piracetam 18 6,70
Antidislipidemia Simvastatin 14 5,20
Antihipertensi Candesartan 13 4,83
Furosemide 12 4,46
Diuretik
Spironolakton 11 4,09
Antiangina Isosorbid dinitrat 9 3,35
Anti Agregasi Platelet Aspilet 8 2,98
Total 269 100,00
Ari Dwidayati J. Farmasi Indonesia~146

dimana obat ini bekerja dengan cara sebanyak 75 episode. Pada tingkat
mengurangi agregasi platelet, sehingga keparahan II kelas perawatan 1 dan
menghambat pembentukan trombus tingkat keparahan III kelas 2 terdapat
pada sirkulasi arteri. Clopidogrel selisih negatif. Selisih biaya dipengaruhi
diindikasikan untuk menurunkan oleh tingkat keparahan dan diagnosis
kejadian aterosklerotik (infark miokard, sekunder pasien sehingga biaya
stroke, dan kematian vaskuler) pada pengobatan pasien semakin besar.
pasien dengan riwayat asterosklerosis Pihak rumah sakit memberikan subsidi
yang ditandai dengan serangan stroke silang terhadap selisih negatif yang
yang baru terjadi (Ikawati, 2011). terdapat pada biaya pengobatan pasien,
Komponen Biaya Rawat Inap Pasien di mana total biaya rill yang melebihi
Stroke Non Hemoragik biaya paket INA-CBGs sehingga pihak
Berdasarkan penelitian diketahui rumah sakit tidak mengalami kerugian.
jenis komponen biaya yang mempunyai Data analisis one sample t test pada
alokasi dana terbesar selama perawatan tabel 5, nilai rata-rata untuk pasien
pasien stroke non hemoragik yaitu biaya tingkat keparahan I, II, dan III untuk
rawat inap, biaya obat/barang medis, semua kelas 3 diperoleh nilai (p=<0,05).
biaya tindakan medis, pemeriksaan Hal ini berarti rata-rata biaya riil
penunjang medik, IGD, dan biaya lain- pengobatan stroke non hemoragik
lain. menunjukkan adanya perbedaan
Kesesuaian Biaya Riil dengan Tarif bermakna antara biaya rill dengan tarif
INA-CBG’s INA-CBGs sehingga dapat disimpulkan
Tabel 4 menggambarkan analisis kesesuaian rata-rata biaya riil pasien
kesesuaian biaya riil dengan Tarif INA- stroke non hemoragik dengan tarif INA-
CBG’s pasien rawat inap JKN Stroke Non CBGs dapat dilihat pada tabel 5.
Hemoragik di RSUD dr. Soehadi Hasil yang diperolah menunjukkan
Prijonegoro periode Januari-Juni 2015. bahwa terdapat selisih positif antara
Besar selisih biaya diperoleh dari biaya riil terhadap tarif INA-CBGs,
pengurangan total tarif INA-CBG’s dimana pada tingkat keparahan I kelas 3
dengan total biaya rill pasien JKN Stroke didapatkan rata-rata selisih biaya
Non Hemoragik. sebesar Rp. 1.066.143,-, tingkat
keparahan II kelas 3 sebesar Rp.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui 766.848,-, dan tingkat keparahan III
terjadi selisih positif antara total biaya riil kelas 3 sebesar Rp. 931.119,-. Selisih
dengan total tarif INA-CBG’s pada pasien positif yang diperoleh bagi pihak rumah
dengan kode INA-CBG’s G-4-14-I/II/III. sakit merupakan bentuk keuntungan
Selisih yang paling besar terdapat pada pihak rumah sakit dalam mengelola dan
tingkat keparahan I (Rp. 71.818.829,-) memberikan terapi kepada pasien
dikarenakan episode perawatan secara efektif dan efisien.
147~Vol. 13 No. 2 analisis kesesuaian biaya riil

Tabel 4. Perbandingan rata-rata biaya Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs


Total Standar
Kelas Biaya Rerata Selisih Min Max Ρ
Biaya Deviasi
Tingkat Keparahan I

Biaya Rill 90.038.443 4.092.657 2.724.646 578.192 11.516.326


1 Biaya INA- 23.455.157 0,081
113.493.600 5.158.800 - -
CBGs -
Biaya Rill 21.929.712 3.654.952 2.360.265 1.735.590 8.028.347
2 Biaya INA- 4.601.088 0,462
26.530.800 4.421.800 -
CBGs - -
Biaya Rill 129.427.716 2.753.781 1.086.262 1.097.387 6.381.515
3 Biaya INA- 43.762.584 0,000
173.190.300 3.684.900 -
CBGs
Tingkat Keparahan II

Biaya Rill 43.134.145 10.783.536 7.528.731 4.227.278 20.184.231


1 Biaya INA- (-5.818.145) 0,725
37.316.000 9.329.000 -
CBGs - -
Biaya Rill 19.235.728 6.411.909 1.075.698 5.336.806 7.488.203
2 Biaya INA- 4.753.172 0,125
23.988.900 7.996.300 -
CBGs - -
Biaya Rill 37.925.273 4.213.919 2.225.011 2.400.721 9.779.953
3 Biaya INA- 22.047.172 0,011
59.972.400 6.663.600 -
CBGs - -
Tingkat Keparahan III

Biaya Rill 3.188.352 3.188.352 - 3.188.352 3.188.352 -


1 Biaya INA- 8.476.948
11.665.300 11.665.300 -
CBGs
Biaya Rill 11.118.284 11.118.284 - 11.118.284 11.118.284 -
2 Biaya INA- (-1.119.484)
9.998.800 9.998.800 -
CBGs
Biaya Rill 11.828.852 5.914.426 157.286 5.803.208 6.025.644
3 Biaya INA- 4.835.948 0,029
16.664.800 8.332.400
CBGs -

Tabel 5. Perbandingan rata-rata biaya rill dengan tarif INA-CBGs berdasarkan


analisis one sample t test.
Standar
Kelas Biaya Rerata p Selisih
Deviasi
Tingkat Keparahan I
Biaya Rill 4.092.657 2.724.646 0,000 1.066.143
3
Biaya INA-CBGs 5.158.800 - - -
Tingkat Keparahan II
Biaya Rill 3.654.952 2.360.265 0,011 766.848
3
Biaya INA-CBGs 4.421.800 - - -
Tingkat Keparahan III
Biaya Rill 2.753.781 1.086.262 0,029 931.119
3
Biaya INA-CBGs 3.684.900 -
Ari Dwidayati J. Farmasi Indonesia~148

Faktor yang Mempengaruhi Biaya Riil Tabel 6 menyajikan hasil analisis


Untuk mengetahui apakah umur, korelasi bivariat untuk mengetahui umur,
jenis kelamin, LOS, diagnosis sekunder, jenis kelamin, LOS, diagnosis sekunder,
tingkat keparahan dan kelas perawatan tingkat keparahan dan kelas perawatan
merupakan faktor yang mempengaruhi merupakan faktor yang mempengaruhi
biaya rill, maka dilakukan analisis biaya rill.
korelasi.
Tabel 6. Hasil analisis korelasi bivariat, faktor yang mempengaruhi biaya rill
pengobatan pasien dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III rawat inap pasien stroke
non hemoragik di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro periode Januari-Juni 2015
Biaya Rill
Faktor Karakter
n Rata-rata P
<55 Tahun 22 2.893.737 ± 1.563.365
Umur 0,121
>55 Tahun 73 4.166.634 ± 3.127.450
Total 95
Jenis Laki-laki 43 3.007.395 ± 1.292454
0,391
Kelamin Perempuan 52 4.104.070 ± 3.436.737
Total 95
<10 hari 50 2.507.256 ± 1.061.881
LOS 0,000
≥10 hari 45 5.388.082 ± 3.474.368
Total 95
Tanpa Diagnosis Sekunder 37 3.105.403 ± 1.883.722
Diagnosis
1 Diagnosis Sekunder 42 3.649.400 ± 1.924..180 0,002
Sekunder
>1 Diagnosis Sekunder 16 6.228.238 ± 5.103.897
Total 95
G-4-14-I 75 3.218.612 ± 1.896.422
Tingkat
G-4-14-II 16 6.268.447 ± 4.701.493 0,002
Keparahan
G-4-14-III 4 6.533.872 ± 3.316.700
Total 95
1 27 5.050.405 ± 4.301.456
Kelas
2 10 5.228.372 ± 3.053.518 0,000
Perawatan
3 58 3.089.342 ± 1.489.996
Total 95

Tabel 6 menunjukkan faktor-faktor umur dan jenis kelamin memiliki nilai p >
yang mempengaruhi biaya rill adalah 0,05 yang artinya tidak terdapat
LOS, diagnosis sekunder, tingkat hubungan yang signifikan antara jenis
keparahan dan kelas perawatan, kelamin dan umur terhadap biaya rill.
dimana nilai p < 0,05 yang artinya
bahwa ada korelasi bermakna antara KESIMPULAN
LOS, diagnosis sekunder, tingkat Kesimpulan dari penelitian ini
keparahan dan kelas perawatan adalah (1) Pola pengobatan pasien
terhadap biaya rill. Sedangkan faktor JKN rawat inap penyakit stroke non
149~Vol. 13 No. 2 analisis kesesuaian biaya riil

hemoragik yang banyak digunakan Alway, D., & Cole, J. W. (2012). Esensial
yaitu citicoline sebesar 35,31% sebagai Stroke Untuk Layanan Primer.
Neuroprotektor, clopidogrel sebesar penerjemah; Jonathan, Indra,
editor. Jakarta: Penerbit Buku
26,02% yang merupakan anti agregasi
Kedokteran EGC.
platelet, amlodipin sebesar 7,06%
sebagai antihipertensi, simvastatin Antonios N, Silliman S, 2005. Diabetes
sebesar 5,20% sebagai antidislipidemia Melitus. Northeast Florida
; (2) Terdapat ketidaksesuaian antara Medicine Spring.Diunduh dari
biaya riil dengan tarif INA-CBG’s pada www.DCMsonline.org.tanggal 2
April 2014
tingkat keparahan I kelas 3 didapatkan
rata-rata selisih biaya sebesar Rp. Dipiro, J.T., et al. 2008.
1.066.143,-, tingkat keparahan II kelas Pharmacotherapy. 7th Edition.
3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp. New York: Appleton andLange.
766.848,-, dan tingkat keparahan III Ikawati Z. 2011. Farmakoterapi
kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Penyakit Sistem Saraf Pusat.
Rp. 931.119,-, yang artinya diperoleh Yogyakarta: Bursa Ilmu. hlm 145-
selisih positif, di mana biaya rill lebih 169.
rendah dibandingkan tarif INA-CBGs;
Junaidi, Iskandar. 2004. Panduan
(3) Adanya hubungan faktor diagnosis
Praktis Pencegahan dan
sekunder, kelas perawatan, tingkat Pengobatan Stroke.Jakarta: PT
keparahan dan LOS terhadap biaya riil Bhuana Ilmu Populer.
pada pasien JKN rawat inap penyakit
stroke non hemoragik dengan kode Kang, H.-Y., Lim, S.-J., Suh, H. S., &
Liew, D. (2011). Estimating the
INA-CBG’s G-4-14 di RSUD dr.
lifetime economic burden of stroke
Soehadi Prijonegoro periode Januari- according to the age of onset in
Juni 2015 yaitu banyaknya diagnosis South Korea: a cost of illness
sekunder mengakibatkan tingkat study. BMC public health, 11, 646.
keparahan pasien semakin berat doi:10.1186/1471-2458-11-646.
dengan kelas perawatan yang rendah
Roger, V. L., Go, A. S., Lloyd-Jones, D.
menyebabkan LOS pasien juga M., Adams, R. J., Berry, J. D.,
semakin panjang yang dapat Brown, T. M., Carnethon, M. R., et
meningkatkan total biaya riil pasien. al. (2011). Heart Disease And
Stroke Statistics--2011 update: a
DAFTAR PUSTAKA report from the American Heart
Association. Circulation, 123(4).
Adrian J., Caplan L. 2013. Stroke
Essensial edisi kedua. Jakarta: World Health Organization. (2011).
PT. Indeks Permata Puri Media. Global Atlas on Cardiovascular
Disease Prevention And Control.
Alvarez-Sabin, J., dan Roman, G.J., Policies, Strategies and
2011, Citicoline in Vascular Interventions. Iraq.
Cognitive Impairment and
Vascular Dementia After Stroke, Yuniadi, Y. (2010). Intervensi Stroke.
American Heart Association. Kardiologi Indonesia, 31(31), 153-
155.

Anda mungkin juga menyukai