Anda di halaman 1dari 11

Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan

Manajemen Asuransi Kesehatan


Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 13
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh


ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa
pelayanan kesehatan merupakan besaran dana yang harus disediakan agar dapat
memanfaatkan suatu pelayanan kesehatan, dimana dalam batasan tertentu
pemerintah juga turut bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu (Trisnantoro et al., 2009).
Pengesahan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) menyebabkan pembiayaan kesehatan di Indonesia yang menjadi salah satu
sub sistem dalam penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu
menyediakan dana kesehatan dalam jumlah cukup, teralokasi secara adil dan
termanfaatkan secara berhasil untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Depkes, 2009) mengalami suatu perubahan, yaitu setelah
sebelumnya memilih model sistem pembiayaan berupa kombinasi antara pajak,
anggaran Pemerintah Pusat dan Daerah, pembiayaan dari masyarakat (out of
pocket), asuransi komersial, jaminan perusahaan atau institusi lainnya akan
menuju ke arah sistem asuransi kesehatan sosial (Mukti dan Moertjahtjo, 2010).
Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku sekarang
mayoritas masih bersumber dari pajak yaitu pemerintah memiliki kontribusi
sebesar 54,4% dari total belanja kesehatan (% total health expenditure), bila
dibandingkan dengan negara – negara ASEAN, persentasenya hanya di bawah
Thailand sebesar 74,3%, namun di sisi lain pembiayaan kesehatan di Indonesia
tergolong rendah yaitu 2,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih di bawah
rekomendasi WHO yaitu sebesar 5% dari PDB (WHO, 2011).
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 14
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN


Belanja kesehatan Belanja kesehatan
terhadap % PDB pemerintah
Negara terhadap % total
belanja kesehatan

Malaysia 4,3 44,1


Thailand 4,1 74,3
Filipina 3,7 34,7
Indonesia 2,3 54,4
Vietnam 7,2 38,5
Laos 4,0 17,6
Kamboja 5,7 23,8
Sumber: (WHO, 2011)
Kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia saat ini menunjukkan
bahwa Pemerintah masih belum memberikan prioritas utama pada sektor
kesehatan (Trisnantoro dan Riyarto, 2009) Hal ini dapat dilihat dari alokasi
anggaran kesehatan selama 6 tahun terakhir yang menunjukkan kenaikan secara
bertahap dalam jumlah nominalnya, namun persentase jumlah APBN
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terhadap APBN nasional mengalami
penurunan.

Sumber: (Sedyaningsih, 2012)


Gambar 1. Tren Anggaran Kemenkes RI Tahun 2006 – 2012
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 15
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pada tahun 2009, sebanyak 30,1% penduduk Indonesia masih


mengeluarkan uang secara langsung (out of pocket) untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan (Tangcharoensathien et al., 2011), apabila pasien yang berobat tidak
mampu secara finansial harus menanggung biaya lebih dari 40% dari pengeluaran
rumah tangga akan menimbulkan pengeluaran katastropik yang berakibat
perekonomian rumah tangga menjadi tidak stabil dan dapat menuju arah
kemiskinan (Xu et al., 2003).
Salah satu tujuan reformasi kesehatan yaitu memberikan perlindungan
finansial berupa jaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan
tidak mampu (Mukti, 2009), maka untuk mewujudkannya sejak tahun 2005
Pemerintah melalui Kemenkes RI melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau lebih dikenal dengan Asuransi
Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (Askeskin). Kemudian tahun 2008 hingga
sekarang berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Program Jamkesmas, menurut (Siswanto, 2010) adalah model
pembiayaan yang mengarah ke kutub sosialisme dan merupakan contoh kebijakan
reformasi pembiayaan yang bersifat parsial, karena seharusnya dikembangkan
terlebih dahulu model asuransi wajib untuk seluruh penduduk, kemudian barulah
dapat dikembangkan social security for the poor (Jamkesmas).
Kebijakan program Jamkesmas dimaksudkan untuk menjaga
kesinambungan pelayananan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu
selama masa transisi pelaksanaan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN sampai
dengan penyelenggaraannya diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) (Kemenkes RI, 2011a). Jumlah sasaran peserta Jamkesmas tidak
mengalami perubahan yaitu sebesar 76,4 juta jiwa yang bersumber dari data BPS
tahun 2006. Peserta yang termasuk dalam program Jamkesmas adalah masyarakat
miskin dan orang yang tidak mampu serta peserta lainnya seperti penghuni panti
sosial, lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, korban bencana pasca
tanggap darurat yang iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 16
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pada tahun 2011, penduduk Indonesia yang telah mendapatkan jaminan


kesehatan sebanyak 64,98%, sedangkan sisanya 35,02% (82 juta jiwa) belum
memiliki jaminan kesehatan (Kemenkes RI, 2012b).

Sumber: (Kemenkes RI, 2012b)


Gambar 2. Grafik Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2011
Manfaat yang disediakan bagi peserta sesuai dengan Peraturan Menkes RI
Nomor 903/MENKES/PER/V/2011 berupa pelayanan kesehatan komprehensif
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai dengan kebutuhan medis,
termasuk bagi penderita thalassaemia yang meliputi Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP) dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan (Faskes) pertama yaitu Puskesmas
dan jaringannya, Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) dilaksanakan di Puskesmas
perawatan, Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di Faskes lanjutan yaitu Rumah
Sakit (RS) dan Balai Kesehatan Masyarakat, Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
dilaksanakan di ruang perawatan RS kelas III. Disamping itu terdapat pula
pelayanan yang dibatasi (limitation) dan pelayanan yang tidak dijamin
(exclusion). Pemberian pelayanan kesehatan dilakukan secara terstruktur dan
berjenjang berdasarkan rujukan dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan
kendali mutu dan Faskes tidak diperbolehkan menarik iur biaya kepada peserta
Jamkesmas (Kemenkes RI, 2011a). Mekanisme pembayaran biaya pelayanan
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 17
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kesehatan di Faskes tingkat pertama dengan cara klaim sedangkan di Faskes


lanjutan dengan pola pembayaran INA Case Based Groups (INA-CBG’s).
Dana program Jamkesmas di pelayanan dasar bersumber dari APBN yang
dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan berbentuk belanja bantuan sosial dan
disalurkan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
Jakarta V ke rekening Kepala Dinas Kesehatan dengan status dana masyarakat
(sasaran), apabila digunakan oleh Puskesmas dan jaringannya maka status dana
menjadi pendapatan fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2011b).
Jamkesmas sebagai program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin
dan tidak mampu dengan peningkatan jumlah anggaran setiap tahunnya ternyata
belum mampu mendorong pesertanya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
secara optimal. Pada tingkat nasional, utilisasi Jamkesmas untuk pelayanan
persalinan oleh tenaga kesehatan, kunjungan ibu hamil dan kunjungan bayi baru
lahir tahun 2010 masih rendah (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Persentase ibu
hamil yang menggunakan Jamkesmas untuk pemeriksaan kehamilan (ANC) hanya
34,53% dan ibu hamil yang menggunakan Jamkesmas untuk pelayanan persalinan
oleh tenaga kesehatan hanya 23,97% (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Data dari
BPS dan SDKI tahun 2007 menunjukkan terjadinya disparitas angka kematian
bayi (AKB) antarprovinsi, yaitu provinsi Sulawesi Barat mencapai 74 kematian
per 1000 kelahiran hidup dengan provinsi D I Yogyakarta mencapai 19 kematian
per 1000 kelahiran hidup. Hal ini memperlihatkan angka AKB di provinsi
Sulawesi Barat hampir 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi D I
Yogyakarta (Bappenas, 2010).
Masih terjadinya ketidakmerataan dalam distribusi fasilitas kesehatan di
beberapa provinsi di Indonesia, sebagai contoh hanya terdapat 1 Puskesmas atau
Puskesmas Pembantu (Pustu) untuk melayani masyarakat di beberapa desa
berdampak pada tingginya biaya transportasi sehingga masyarakat kesulitan
dalam mengakses pelayanan kesehatan (Mukti, 2009).
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 18
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Sumber: (Ditjen BUK 2012a, diolah)


Gambar 3. Grafik Penyebaran Tempat Tidur Pasien di RS dan Puskesmas di Indonesia

Menurut data Ditjen BUK (2012b), kebutuhan tempat tidur (TT) di


Indonesia masih mengalami kekurangan sebanyak 100.000 TT, terdiri dari 64.139
TT kelas III dan 35.861 TT non kelas III. Grafik di atas menunjukkan kondisi
Indonesia saat ini mengalami ketidakmerataan dalam distribusi tempat tidur
pasien di RS dan Puskesmas. Sebanyak 12 provinsi mengalami kekurangan
33.811 TT. Provinsi Jawa Barat mengalami kekurangan TT paling banyak yaitu
sebesar 15.437 TT, sedangkan provinsi DKI Jakarta mengalami kelebihan sebesar
9.351 TT. Kondisi serupa juga terjadi pada kebutuhan tenaga kesehatan, yakni
sampai dengan tahun 2011 mengalami kekurangan tenaga kesehatan sebanyak
58.881 dengan distribusi yang tidak merata (Mukti, 2012). Ketidakmerataan
distribusi tenaga dan fasilitas kesehatan akan berdampak pada pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin dan efektivitas jaminan kesehatan nasional
(Trisnantoro, 2009).
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 19
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut: “Bagaimana gambaran equity pembiayaan program
Jamkesmas di Indonesia berdasarkan provinsi”?.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan equity pembiayaan dan
utilisasi pelayanan kesehatan oleh peserta program Jamkesmas di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu:
1. Bagi Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bahan pengambilan
keputusan dalam rangka meningkatkan efektivitas Program Jamkesmas,
yakni memberikan gambaran tingkat equity pembiayaan Jamkesmas.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan kesehatan masyarakat dibidang pembiayaan kesehatan.

E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu
sebagai berikut:

1. Liu et al. (2002) melakukan penelitian tentang equity dalam akses


pelayanan kesehatan untuk menilai reformasi asuransi kesehatan perkotaan
di Cina. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan survei tahunan di kota Zhenjiang tahun 1994 – 1996. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa model asuransi kesehatan terbaru lebih
menjamin equity dalam akses untuk mendapatkan pelayanan dasar pada
rawat jalan dibandingkan dengan model asuransi kesehatan sebelumnya
dan mampu mengalokasikan sumber daya kesehatan secara lebih efisien.
Persamaan penelitian yaitu menggunakan data sekunder (survei tahunan)
dan fokus penelitian pada equity dalam akses pelayanan kesehatan.
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 20
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Hidayat et al. (2004) melakukan penelitian tentang dampak asuransi


kesehatan wajib terhadap equity dalam akses ke pelayanan rawat jalan di
Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan sumber data dari IFLS 1997, proses penghitungannya
menggunakan software Stata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil (Askes) memiliki dampak
yang positif terhadap akses ke pelayanan rawat jalan di fasilitas kesehatan
pemerintah dan asuransi kesehatan untuk pegawai swasta memiliki
dampak positif terhadap akses ke pelayanan rawat jalan di fasilitas
kesehatan pemerintah maupun swasta. Penelitian ini menegaskan perlunya
perubahan kebijakan asuransi kesehatan yang sebelumnya hanya
memberikan subsidi kepada pemberi pelayanan kesehatan ke arah
perluasan cakupan asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin dengan
premi yang disubsidi oleh pemerintah. Persamaan penelitian yaitu sumber
data menggunakan data sekunder dan fokus penelitian pada equity dalam
akses ke pelayanan kesehatan.
3. Yu et al. (2008) melakukan penelitian tentang equity pembiayaan
kesehatan di Malaysia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan analisis crosssectional, menggunakan survei pengeluaran rumah
tangga Malaysia 1998/1999 dan software Stata untuk menilai
ketidakmerataan yang terjadi pada 5 sumber pembiayaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa equity pembiayaan kesehatan di Malaysia telah
dicapai oleh sumber pembiayaan kesehatan yang berasal dari pajak dengan
2 pihak pemberi pelayanan kesehatan (pemerintah dan swasta). Pelayanan
kesehatan publik yang disubsidi oleh pemerintah ternyata menciptakan
persaingan positif terhadap pelayanan kesehatan swasta terkait dengan
efisiensi dan penentuan tarif layanan. Persamaan penelitian yaitu
menggunakan data sekunder (survei rumah tangga) dan fokus penelitian
adalah equity pembiayaan kesehatan.
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 21
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4. (Hidayat, 2010) meneliti kebijakan asuransi kesehatan sosial untuk


memperoleh bukti – bukti empiris. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan melakukan analisis menggunakan data putaran kedua
Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (Sakerti). Hasil
penelitian membuktikan beberapa temuan yaitu program asuransi
kesehatan telah meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan oleh
masyarakat miskin, hal ini berarti kebijakan untuk meningkatkan akses
penduduk ke pelayanan kesehatan akan efektif bila difokuskan kepada
penduduk miskin. Ketidakpuasan peserta asuransi di provider publik
tercermin dari sikap mereka yang cenderung memilih provider swasta
daripada provider publik pada saat menggunakan pelayanan kesehatan,
upaya perbaikan kualitas pelayanan kesehatan pemerintah harus segera
dilakukan karena akan berdampak pada efektivitas program jaminan
kesehatan. Distribusi penggunaan rawat jalan di provider publik
terkonsentrasi pada penduduk miskin, sebaliknya di provider swasta
terkonsentrasi pada penduduk kaya. Persamaan penelitian yaitu
menggunakan data sekunder (survei rumah tangga) dan salah satu fokus
penelitiannya yaitu equity akses pelayanan kesehatan.
5. Harris et al. (2011) meneliti ketidakadilan dalam mengakses pelayanan
kesehatan di Afrika Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif menggunakan sumber data survei rumah tangga di Afrika
Selatan tahun 2008 dan analisis data dengan bantuan software Stata. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penduduk miskin Afrika Selatan yang
tinggal di pedesaan dan tidak memiliki asuransi kesehatan mengalami
ketidakadilan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Dampaknya bagi
kebijakan kesehatan adalah perlunya dilakukan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan pemerintah dan menciptakan
keadilan akses pada setiap tingkatan layanan kesehatan pemerintah untuk
mengurangi penggunaan pada layanan kesehatan swasta yang berpotensi
menimbulkan terjadinya pengeluaran katastropik. Persamaan penelitian
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 22
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

yaitu menggunakan data sekunder (survei rumah tangga) dan fokus


penelitian pada equity dalam akses pelayanan kesehatan.
Perbedaan dengan beberapa penelitian di atas adalah tahun data
sekunder yang digunakan yaitu Susenas 2011 dan data P2JK 2011, serta
proses penghitungan nilai indeks konsentrasi dengan menggunakan
software ADePT.
Minat Utama Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 23
Jurusan Ilmu Kesehatan
EKO RAHARJO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

Program Jamkesmas adalah suatu program bantuan sosial untuk


pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang
diselenggarakan secara nasional dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Depkes RI, 2008).
Program ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya yaitu
Asuransi Kesehatan Orang Miskin (Askeskin) dengan melakukan perubahan
pada aspek kepesertaan, penyelenggaraan, pelayanan dan pendanaan (Mukti
dan Moertjahtjo, 2010). Menurut Depkes (2008), tujuan penyelenggaraan
program Jamkesmas secara umum adalah meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu
agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan
efisien, sedangkan secara khusus bertujuan untuk meningkatkan cakupan
masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di
Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan terselenggaranya pengelolaan
keuangan yang transparan dan akuntabel.
Peserta program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu
serta peserta lainnya sejumlah 76,4 juta jiwa yang tidak memiliki jaminan
kesehatan dengan iuran dibayar oleh pemerintah (peserta tidak boleh dikenakan
iur biaya dengan alasan apapun) dan status kepesertaan harus ditetapkan sejak
awal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terdiri dari masyarakat
miskin dan tidak mampu yang ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota
mengacu pada data BPS 2008, gelandangan, pengemis, anak dan orang
terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas, peserta Program
Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas, masyarakat

Anda mungkin juga menyukai