Disusun Oleh:
PROFESI NERS
Pembim Pembimbi
bing ng Lahan
Institusi
(Yepy
(Ns. Hesti
Lilla Riani, S.
Maria, Kep, Ners)
M.Kep)
NIPTT.
1026070319
NIDN. 9307201789
0709028 79
102
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hiv” tanpa
halangan apapun. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Profesi
Ners Departemen Keperawatan Anak.
Dalam penyusunan tugas ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
sehingga kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah
diberikan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Andi Surya Kurniawan, S.Kep., M.Kep. selaku Kaprodi Profesi Ners
2. Ns. Lilla Maria., M.Kep. selaku dosen penanggung jawab Profesi Ners
Departemen Keperawatan Anak dan dosen pembimbing kelompok 2 yang
telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyusun makalah.
Penyusun
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system
kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan
hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan
kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri,
jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai
infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.
1.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan
sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara
bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus
yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia
(Pustekkom, 2005).
1.3 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun,
juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini
tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri;
induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi
HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus
laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari
otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut,
sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun
pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir
gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama
fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak
pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan
gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait
HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan
perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi
aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir,
meskipun “ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV,
secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV
dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi
antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV
dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidakmampuan
untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara
klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada
infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik.
Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV
sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS
periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal.
Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat
menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
1.6 Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan
awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada
perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan
bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan
konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta
pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam
mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat
menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis
infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau
adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai
polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer
dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya)
diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan
dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan
dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada
tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial.
Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic
dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua
diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji
laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV
tampak dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun,
diagnosis HIV harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa
infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak
yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang
dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif
yang dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau
tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV.
Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki
antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi
diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada
serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody
spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi
seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody
itu sendiri.
1.7 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
• ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
• Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB
> 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan
yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain
yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai
kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
1.9 Penatalaksanaan
1) Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
1.10 Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda
supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa
bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada
jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden,
2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan
terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan
pneumonia interstisiel. Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC)
adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan
DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan
dan profilaksi pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah
infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi
disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif (IPV)
(Betz dan Sowden, 2002).
1.11 Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan
akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang
dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV
adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara
remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien
dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah
aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari
The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics
yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi
yang lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat
dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus
menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini
penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol
pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara
signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1
mengurangi penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan
zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu
kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus
(180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien
palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat
bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk
penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa
kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih
besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam
diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan
selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin
untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg
setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir).
Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai
pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang
mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir
sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan
ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk
menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya
anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang
tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup
penghindaran pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral
program yang mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa
perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa
pada remaja yang tgerinfeksi HIV-1
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HUMAN IMMUNIDEFICIENCY VIRUS (HIV)
2.1 Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal
jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia,
nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran,
delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan,
bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis
esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati,
mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang
belum terinfeksi HIV antara lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa
kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara
bersama secara bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan
spontan/normal sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan
(kontak sosial), berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin,
berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan bersama, gigitan
nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan memakai toilet
bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV
3.1 PENGKAJIAN
Terlampir
3.2 ANALISA DATA
Tanggal pengkajian : Senin, 17 Oktober 2022
No Data Masalah Etiologi
1 DS: Defisiensi Volume Penularan secara vertical
dari ibu dengan HIV
Ibu klien mengatakan Cairan ↓
anaknya tidak mau Pasien terinfeksi HIv
makan, mual + dan ↓
Imunitas tubuh
muntah + cuma minum menurun
air putih sedikit-sedikit ↓
Ibu klien mengatakan Tubuh rentan terhadap infeksi
anaknya diare dalam 2 ↓
hari terakhir, sehari Infeksi pada sistem
bisa 4 – 5 x dengan pencernaan
↓
konsistensi cair Diare kronis
DO:
↓
KU : lemah Output cairan meningkat
Klien tampak pucat ↓
Turgor kulit < 2 detik Turgor kulit ↓
Mukosa kering
Kongjungtiva anemis ↓
Membrane mukosa Defisiensi volume cairan
dan bibir kering
TTV :
-. Nadi : 68 x/menit
-. Suhu : 38,5 0C,
-. RR : 20x /m,
1 Defisiensi volume cairan b.d asupan cairan kurang, peningkatan suhu tubuh, dan
diare
2 Hipertermi b.d proses penyakit
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosis NOC NIC
1 Defisiensi volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam, Manajemen Cairan (4120)
b.d asupan cairan kurang, diharapkan masalah hipertermia dapat teratasi dengan Definisi : Meningkatkan keseimbangan cairan dan
peningkatan suhu tubuh, kriteria hasil: pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari tingkat
dan diare cairan tidak normal atau tidak diinginkan
Keseimbangan cairan (0601) Aktivitas-aktivitas
Definisi: Keseimbangan cairan didalam ruang intraseluler 1 Monitor status hidrasi (membrane mukosa,
dan ekstraselular tubuh turgor kulit)
Skala target outcome : dipertahankan pada 3, 2 Monitor nadi
ditingkatkan ke 4 3 Monitor suhu tubuh
1 : sangat tergangguu 4 Ajarkan ibu untuk memantau cairan dan
5 : tidak terganggu memberikan asupan nutrisi yang cukup
Indikator : 5 Kolaborasi terapi
(060116) Turgor kulit 1 2 3 4 5
(060117) Kelembaban 1 2 3 4 5
membrane mukosa
2 Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam, Perawatan Demam (3740)
penyakit diharapkan masalah hipertermia dapat teratasi dengan Definisi : Manajemen gejala dan kondisi terkait yang
kriteria hasil: berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
dimediasi oleh pirogen endogen
Termoregulasi (0800) Aktivitas-aktivitas
Definisi: Keseimbangan antara produk panas, 1 Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
mendapatkan panas dan kehilangan panas. 2 Monitor suhu kulit
Skala target outcome : dipertahankan pada 3 3 Monitor asupan cairan dan output cairan
ditingkatkan ke 5 4 Anjurkan kepada orangtua untuk
1 = Sangat terganggu memberikan selimut yang ringan pada anak
5 = Tidak terganggu ketika anak demam
Indikator :
5 Ajarkan ibu manajemen perawatan demam,
(080010) Berkeringat saat panas 1 2 3 4 5 seperti memantau demam anak, serta
(080012) Denyut nadi radial 1 2 3 4 5 kompres hangat
(080001) Peningkatan suhu kulit 1 2 3 4 5 6 Dorong konsumsi cairan
(080019) Hipertermia 1 2 3 4 5
7 Kolaborasi terapi
Keterangan :
Skala suhu:
1: > 39˚C
2: 38,5 oC – 38,9oC
3: 38 oC – 38,4 oC
4: 37,5 oC – 37,9oC
5: <37,5 oC
Skala nadi:
1: > 180x/menit
2: 150x/menit-179x/menit
3: 130x/menit – 149x/menit
4: 120x/menit – 129x/menit
5: <120x/menit
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam, Manajemen Nutrisi (1100)
nutrisi kurang dari diharapkan masalah hipertermia dapat teratasi dengan
Definisi : Menyediakan dan meningkatkan intake
kebutuhan tubuh kriteria hasil: nutrisi yang seimbang
berhubungan dengan Aktivitas-aktivitas
kekambuhan penyakit, Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1008) 1 Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
diare, kehilangan nafsu Definisi : Jumlah makanan dan caiiran yang masuk mengkonsumsi makan ( misalnya bersih,
makan kedalam tubuh lebih dari suatu perode 24 jam berventilasi, santai, dan bebas dari bau
menyengat
Skala target outcome : dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke 4
2 Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
perawatan mulut sebelum makan
1 = tidak adekuat
5 = sepenuhnya adekuat 3 Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi
tegak, jika memungkinkan
100801 Asupan makanan secara 1 2 3 4 5 4 Pastikan makanan disajkan dengan cara yang
oral menarik dan pada suhu yang paling cocok
100803 Asupan cairan secara oral 1 2 3 4 5 untuk konsumsi secara optimal
100804 Asupan cairan intravena 1 2 3 4 5 5 Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
favorit pasien sementara pasien berada
dirumah sakit
3.1 Implementasi dan Evaluasi
Tanggal 17 Oktober 2022
No Tanggal Jam Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
1 17-10-22 09.00 Defisiensi Volume 1. Memonitor status hidrasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan
Cairan b/d asupan (membran mukosa, turgor kulit) selama 1x7 jam: (17/10/2022, 13.00)
cairan kurang, 2. Memonitor nadi S:
peningkatan suhu 3. Memonitor suhu tubuh 1. Ibu klien mengatakan anaknya
tubuh dan diare 4. Mengajarkan ibu untuk masih belum mau makan
memantau cairan dan 2. Minum sudah cukup banyak
memberikan asupan nutrisi yang O:
cukup 1. KU: lemah
5. Mengkolaborasi terapi 2. Suhu: 37,6oC
3. Konjungtiva: anemis
4. Turgor kulit: <2 detik
5. Membran mukosa kering
A: Masalah defisiensi volume cairan
teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan:
1. Pantau status hidrasi
2. Pantau suhu dan ttv
3. Kolaborasi terapi
4. Ajarkan ibu memonitor output
cairan dan memberikan asupan
nutrisi yang cukup
2 17-10-22 09.00 Hipertemia b/d Proses 1. Memantau suhu tubuh dan TTV Setelah dilakukan asuhan keperawatan
Penyakit 2. Memonitor suhu kulit selama 1x7 jam: (17/10/2022, 13.00)
3. Memonitor asupan cairan dan S:
output cairan 1. Ibu klien mengatakan anaknya masih
4. Mendorong konsumsi cairan panas, namun sudah tidak sepanas
5. Mengkolaborasi terapi sebelumnya
O:
6. Mengajarkan ibu manajemen
1. KU: lemah
perawatan demam (memantau
2. Nadi: 138x/ menit
demam anak, hilang timbul,
3. Suhu: 37,6oC
kompres hangat) 4. Kulit teraba hangat
Suhu Awal Target Akhir
2 5 4
Nadi Awal Target Akhir
2 5 3
4.1 Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian
imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter
spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan
jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal
masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen
Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang,
hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai
nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2
bulan), parotitis, dan diare.
.
4.2 Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan
dalam tugas dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan
kedua, EGC, Jakarta.