MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu
di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari
17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
diperkirakan prevalensi akan terus meningkat hingga 46% pada tahun 2030 yaitu
mencapai 8 juta kasus (Mozaffarian et al, 2015). Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit jantung dan
pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun, setidaknya 15 dari 1000
Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke dua setelah jawa barat dengan jumlah
pada penduduk semua umur (Riskesdas, 2018). Estimasi jumlah penderita gagal
jantung di Kota Malang dengan jumlah penduduk sebesar 861. 414 jiwa dengan
prevalensi 1,5% didapatkan estimasi jumlah penderita gagal jantung sebesar 12.900
harapan hidup dan menjadi penyakit utama penyebab kematian (Bararah dan
Jauhar, 2013). Fitchet, et al (2011) membuktikan bahwa pasien gagal jantung
beresiko mengalami readmission dalam 30-45 hari setelah keluar dari rumah sakit.
Pasien gagal jantung yang sering kembali dirawat inap ulang di rumah sakit karena
pembatasan diet, melakukan aktifitas fisik yang berlebihan dan tidak dapat
rumah sakit, pelayanan di komunitas, dan pemberi asuhan (care giver) (Lin et al.,
rumah. Tujuan discharge planning antara lain menyiapkan pasien dan keluarga
secara fisik, psikologis dan sosial, meningkatkan kemandirian klien dan keluarga,
pasien pada sistem pelayanan yang lain, membantu pasien dan keluarga memiliki
partisipasi aktif dari pasien dan keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
dirancang untuk meningkatkan transfer informasi yang efektif dari petugas klinis
kepada pasien dan keluarga dengan tujuan mengurangi kejadian buruk saat di
rumah dan mencegah pasien masuk kembali ke rumah sakit (AHRQ, 2013). Strategi
pendekatan yang lain dalam pemulangan pasien, termasuk untuk pasien gagal
diharapkan dapat meningkatkan hasil dengan lebih meningkatkan peran pasien dan
keluarga dalam proses discharge planning.
instruksi yang buruk, informasi yang tidak memadai, kurangnya koordinasi di antara
anggota tim perawatan kesehatan, dan komunikasi yang buruk antara rumah sakit
dan masyarakat. Discharge planning telah dikembangkan dan dilihat sebagai cara
pasien gagal jantung di ruang rawat inap rumah sakit dr. Sopraoen Malang.
yang dilakukan discharge planning model IDEAL dengan pasien yang dilakukan
discharge planning model standar di ruang rawat inap Rumah Sakit dr. Supraoen
Malang?
dilakukan perencanaan model IDEAL dengan model standar di ruang rawat inap
penting, diantaranya:
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
tubuh. Gagal jantung bukan merupakan suatu penyakit melainkan sindroma yang
timbul oleh berbagai proses patofisiologi (Woods 2000). Gagal jantung bukan
merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri melainkan sebuah sindrom klinis
jaringan, dan penurunan toleransi aktivitas sehari- hari. Gejala utama pasien gagal
jantung yaitu nyeri dada dan sesak nafas. Nyeri dada timbul secara mendadak.
berakibat pada kematian sel jantung. Seseorang yang mengalami nyeri akan
dan tidurnya, pemenuhan individual, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat
harapan hidup. Gagal jantung adalah penyakit yang mengancam nyawa dan
secara global. Saat ini jumlah penderita gagal jantung di dunia diperkirakan
mencapai 26 juta jiwa (Ponikowski, 2014). Penanganan gagal jantung diperlukan
keterpaduan dari dokter, perawat, profesi kesehatan lain serta keterlibatan keluarga
sebagai support sistem secara komprehensif baik preventif promotif kuratif dan
2.1.2 Penyebab
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal. Secara umum
(DM) , Keracunan
2. Gangguan mekanis
aorta
( ASD VSD )
c. Hambatan pengisian ventrikel yaitu pada Stenosis mitral atau trikuspid
e. Aneurisma ventrikuler
metabolik tersebut tetap meningkat melebihi daya kerja jantung ,maka akan
terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi
ventrikel, atrium, dan sistem vena balik untuk jantung kiri maupun kanan.
dan air, urine berkurang Backward Failure dan Forward Failure selalu
Gagal jantung akut terjadi mendadak dan cepat, biasa terjadi pada AMI,
krisis hipertensi, ditandai edema paru dan syok kardiogenik yang dapat
Gagal jantung kiri karena hipertensi, Coronary Arteri Disease (CAD) katub
mitral, aorta) ditandai Dyspneu D’effort, PND, orthopnu (sesak napas yang
timbul pada saat berbaring, terjadi karena peningkatan aliran balik darah ke
jantung kanan terjadi karena akibat gagal jantung kiri, gangguan katub
1. Kelas I : Tidak ada keterbatasan pada aktifitas biasa. tidak ada keletihan,
dispnea
dispnea
3. Klelas III : Adanya Keterbatasan aktifitas yang nyata pada saat aktifitas
Diagnosis gagal jantung bukanlah hal yang mudah, bahkan untuk tenaga
profesional yang terlatih. Hal ini dikarenakan tidak semua pasien gagal jantung
memiliki tanda dan gejala umum, bahkan ada beberapa pasien gagal jantung yang
dan informasi serta kombinasi dalam penilaian dan pengalaman klinis (Ponikowski,
2014)
penanganan dalam jangka waktu yang lama dan melibatkan satu atau lebih episode
perawatan di rumah sakit. Strategi baru diperlukan untuk monitor jangka panjang
dan manajemen pasien setelah keluar dari rumah sakit sehingga dapat
(Ponikowski, 2014).
Terdapat 3 komponen dasar yang harus ada pada untuk perawatan pasien
gagal jantung:
support.
2.2.1 Definisi
keperawatan yang berpusat pada keluarga dan tindakan promosi kesehatan serta
utama. Pertama, bahwa semua keluarga telah memiliki kekuatan dan mampu
2. Membangun daya tahan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan agar
mampu menjalani hidup dengan sukses tanpa kesulitan dan hambatan yang
berarti.
komponen utama pemberdayaan yang berasal dari pengamatan ilmiah dan sintesa
bahwa semua individu dan keluarga menyakini memiliki kekuatan dan kemampuan
merupakan proses membangun kekuatan dari kelemahan yang ada secara benar,
komponen ini merupakan bagian dari model intervensi keluarga. Komponen ketiga,
hasil pemberdayaan, kompenen ini terdiri dari perilaku yang diperkuat atau
motivasi instrinsik.
anggota keluarga.
sakit
(Penderita/klien).
kronis.
pilihan keperawatan.
11. Berikan penilaian yang tepat (reinforcemet positif) terhadap kemampuan dan
12. Perawat dapat melakukan promosi perawatan diri pada keluarga melalui
paradigma ini dikenalkan, memandang keluarga untuk dapat berperilaku dan mampu
merawat anggota keluarga yang sakit di dikte atau diarahkan sepenuhnya oleh
keyakinan yang digunakan adalah bahwa penyakit yang diderita anggota keluarga
banyak faktor dan dapat diselesaikan tidak hanya oleh intervensi keperawatan.
sebuah pilihan intervensi yang mempengaruhi kondisi anggota keluarga yang sakit,
mempertimbangkan hasil positif yang hendak dicapai oleh keluarga, sehingga perlu
lebih kuat (koping yang tepat), melalui pelatihan terhadap daya tahan dan
adaya juang menghadapi masalah (stressor).
1. Ketahanan Keluarga
Rice dan Tucker 1987 dalam Sunarti 2007, mengelompokan sumber daya
keluarga dalam tiga kelompok yaitu : sumber daya manusia, meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotor, serta sumber daya waktu. Sumber daya
ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, keuntungan pekerjaan dan kredit.
berpotensi menyebabkan stress dan krisis, termasuk dalam hal ini adalah
antara suami dan istri, interaksi antara orang tua dan anak, interaksi antara
adanya pesan yang tidak jelas atau pesan ganda, stereotipe, yaitu pemberian
6. Tipologi Keluarga
dan lebih berdaya, lebih percaya diri dibanding situasi sebelumnya. Pada
mengatasinya, maka saat anggota keluarga merasa percaya diri, kerja keras,
Sunarti,2007).
digunakan untuk keluarga inti dengan dua orang tua adalah delapan tahap
menggunakan sumber daya keluarga untuk mencapai hasil yang diinginkan. Model
CEM (Caregiver Empowerment Model) ini dapat digunakan untuk meningkatkan dan
terdiri dari;
3. Filial Value (Nilai Dasar), yang terdiri dari sikap tanggungjawab, rasa
5. Appraisal (Penilaian), proses menilai yang terdiri dari dua komponen hasil
kondisi sejahtera.
kapasitas untuk tumbuh dan menjadi lebih kompeten (Dunt & Trivette, 1996).
Process Model)
Empowerment Model) yang di kenalkan oleh Polly A. Hulme (1999), seperti yang
Tahap ini ditandai dengan keluarga sangat percaya dan sangat tergantung
dengan situasi perawatan yang dilakukan. Pada tahap ini perawat sangat
diagnosis awal dari kondisi kesehatan kronis atau selama dalam keadaan
sakitnya.
Tahap ini terjadi sebagai akibat kondisi keluarga yang merasakan berat
kepercayaan atau kurang percaya diri, frustasi, tidak pasti karena keluarga
menjadi lebih percaya diri dan tegas. Keluarga sudah mulai kurang
keluarganya.
namun juga mampu menolong dirinya sendiri, berdaya dan mandiri dalam
keperawatan.
kesalahan medis dan cedera menjadi salah satu fokus dalam pelayanan kesehatan
tergantung pada penetapan pendekatan sistem yang melampaui rumah sakit untuk
pendekatan semacam itu adalah bermitra dengan pasien dan keluarga di semua
kemitraan ini dapat dicapai dalam pengaturan yang disorot oleh NPSF dalam hal ini
Tujuan dari sudut pandang ini ada dua. Yang pertama adalah membuat
keluarga untuk bekerja secara efektif dengan dokter selama kunjungan medis rawat
jalan. Dalam hal ini konteks keluarga akan didefinisikan secara luas untuk mencakup
dalamnya. Agar terbentuk interaksi yang produktif harus meliputi 3 area yaitu :
dukungan sosial pada penderita sakit jantung di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta.
Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa dukungan sosial yang berbentuk
sikap yang positif untuk membantu penyembuhan pada pasien khususnya pada
terdapat hubungan cukup kuat antara family empowerment dengan pola aktivitas
pasien gagal jantung yang dirawat di Ruang Penyakit Dalam Kelas 3 RSUD dr.
hubungan antara family empowerment dengan pola aktivitas pasien gagal jantung
dalam melakukan aktivitas yang toleran bagi tubuhnya selama menjalani perawatan
di rumah sakit.
Majid (2010) menjelaskan tentang analisis faktor- faktor yang berhubungan
dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit
Yogyakarta, salah satu faktor yang menyebabkan pasien rawat inap ulang adalah
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2016) menemukan bahwa ada
pembatasan aktivitas pada pasien gagal jantung di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga menentukan tentang program
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola aktivitas pasien. Keluarga
dalam laporan Institute of Medicine Crossing the Quality Chasm. Beberapa jalur
sementara yang lain dapat diterapkan di rumah. Berikut tabel hipotesis kontribusi
keluarga pada dimensi keselamatan dan kualitas kesehatan yang diuraikan secara
keputusan perawatan
memutuskan apa yang dibutuhkan oleh pasien yang mengalami pemindahan dari
satu level perawatan ke level yang lain termasuk di dalamnya perawatan dirumah,
rehabilitasi, rawat jalan, dan bantuan lainnya (Birjandi & Bragg, 2009). Discharge
planning dimulai segera setelah pasien masuk dan berlanjut sampai pasien
ditempatkan dilevel perawatan selanjutnya, hal ini karena pasien yang dipulangkan
dari rumah sakit belum pulih sepenuhnya, sehingga harus dipastikan bahwa
kolaborasi dari para professional pemberi asuhan dengan melibatkan pasien dan
keluarga melalui pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
lain: menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial,
berkelanjutan pada pasien, membantu rujukan pasien pada system pelayanan yang
lain, membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta
masyarakat.
individual dari pasien. Dampak lain dari discharge planning yang efektif di rumah
setelah pulang (Lin et al., 2012). Pemberian discharge planning juga bertujuan untuk
penting yang akan menjamin bahwa semua pesan yang disampaikan dapat
dipahami dan diterapkan oleh pasien dan keluarga. Nursalam (2018) menjelaskan
prinsip yang harus diperhatikan yaitu: pasien merupakan fokus dalam discharge
planning sehingga nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji, dievaluasi
dan dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang dari
sumberdaya yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang
disesuaikan dengan pengetahuan pasien dan keluarga serta sumber daya lain yang
planning yang berkualitas. Hal pertama adalah discharge planning harus mampu
penyakit). Hal ketiga dari discharge planning yang berkualitas adalah mampu
mengkoordinir berbagai profesi pemberi layanan kesehatan (perawat, dokter,
pemulangan pasien yang tidak efektif, misalnya sering kali terjadi pasien pulang dari
rumah sakit dengan membawa resep obat tanpa mengetahui dengan jelas obat apa
edukasi sehingga mereka pulang dari rumah sakit tanpa mengetahui dengan jelas
konsensus.
yang signifikan antara personil dan pelaksanaan discharge planning. Perawat yang
kali lebih baik untuk melaksanakan discharge planning dari pada perawat dengan
diberikan tanggung jawab oleh instansi yang bersangkutan dengan pasien dan
keluarga. Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa salah satu langkah-langkah
dokter dan disiplin ilmu lain yang mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat
dan disiplin ilmu lain merupakan salah satu bentuk keterlibatan dan partisipasi dari
persepsi yang baik tentang keterlibatan dan kolaborasi mempunyai kemungkinan 2,4
adalah proses untuk mempersiapkan pasien dan keluarga untuk perawatan lanjutan.
Tujuan discharge planning akan mudah tercapai apabila terjalin komunikasi yang
efektif dalam pemulangan, sehingga semua pesan dalam edukasi kesehatan yang
diberikan bisa dipahami dan diterapkan oleh pasien dan keluarga. Komunikasi
adalah sarana untuk menjalin hubungan dengan pasien, keluarga, tim kesehatan
komunikasi dengan baik, maka keberhasilan pelaksanaan pulang akan tercapai. Hail
kemungkinan 2,7 kali lebih baik untuk melaksanakan perencanaan (Rofi’i, 2011).
2.3.4.4 Waktu
waktu yang tersedia untuk discharge planning bervariasi pada tiap-tiap institusi yang
berbeda. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh perawat dalam discharge
planning pada pasien dengan perawatan akut adalah waktu dalam discharge
planning. Hasil penelitian oleh Rofi’i menunjukkan tidak ada perbedaan dalam
melaksanakan discharge planning antara perawat yang merasa memiliki waktu yang
cukup dengan perawat yang merasa memiliki waktu yang kurang dalam discharge
planning. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dijadikan referensi (Poglitsch,
Emery, dan Darragh, 2011) yang menunjukkan bahwa waktu sangat berpengaruh
secara rinci didasarkan pada kehidupan sehari-hari klien / keluarga, dan rencana
yang dibuat dalam rentang yang dapat diterima oleh klien (Tomura et al., 2011).
Diharapkan setelah pasien masuk ruang rawat inap perawat sudah mempersiapkan
kesepakatan yang akan dicapai dalam discharge planning. Komitmen perawat dalam
pejanjian dan konsensus memiliki kemungkinan 2,8 kali lebih baik untuk
discharge planning, dan saat hari pemulangan. Pada saat pengkajian awal, perawat
mengidentifikasi siapa yang akan menemani atau merawat pasien nanti pada saat di
rumah, sehingga mulai dirumah sakit sudah didapatkan kepastian kepada siapa saja
edukasi akan diberikan. Perawat menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk
menyampaikan apa yang ingin diketahui dengan menggunakan catatan dikertas
atau papan tulis bila ada. Informasikan langkah-langkah dalam perawatan kepada
dilakukan dan tujuan yang diharapkan. Perawat melibatkan pasien dan keluarga
dalam setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. Perawat menyiapkan ceklist
dan booklet yang akan diberikan kepada pasien saat pemulangan. Tahap
memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya tentang hal-
hal yang dibutuhkan saat perawatan di rumah. Perawat memberikan informasi yang
sudah dilist dan booklet yang sudah dipersiapkan. Menjelaskan kapan dan
konfirmasi tentang list pengobatan dengan pasien dan keluarga, memberikan surat
kontrol dan menjelaskan tempat dan waktu yang telah disepakati. Perawat
memberikan nama, no telephon yang dapat dihubungi bila ada masalah setelah
Perawat primer berperan sebagai penanggung jawab dalam discharge planning dan
memastikan bahwa pasien dan keluarga telah memahami apa yang disampaikan
menyebutkan tugas perawat primer dalam discharge planning antara lain: membuat
dirancang untuk meningkatkan transfer informasi yang efektif dari petugas klinis
kepada pasien dan keluarga dengan tujuan mengurangi kejadian buruk saat di
rumah dan mencegah pasien masuk kembali ke rumah sakit (AHRQ, 2013). Strategi
pendekatan yang lain dalam pemulangan pasien, termasuk untuk pasien asma.
process (Libatkan pasien dan keluarga sebagai mitra penuh dalam proses
keluarga yang akan menemani dan merawat pasien selama di rumah dan
2) Discuss with the patient and family five key areas to prevent problems at
home (Diskusikan dengan pasien dan keluarga lima area utama untuk
karpet, rokok, menghindari adanya kutu di tempat tidur atau sofa, bulu
kekambuhan.
Menjelaskan tanda dan gejala yang menjadi perhatian dan masalah yang
munculnya gejala dan tanda awal dari serangan asma, sehingga dapat
mencari bantuan. Tulis dan jelaskan nama dan nomor telephon yang bisa
mengerti apa yang terjadi pada pasien. Jika saat pasien pulang hasil
3) Educate the patient and family in plain language about the patient’s
throughout the hospital stay (Mendidik pasien dan keluarga dalam bahasa
Libatkan pasien dan keluarga pada saat operan perawat setiap shift
Periksalah dan jelaskan tentang obat setiap pemberian: untuk apa obat
Dorong partisipasi aktif pasien dan keluarga pada setiap tindakan yang
4) Assess how well doctors and nurses explain the diagnosis, condition, and
nextsteps in the patient’s care to the patient and family and use teach back
dirasakan oleh pasien sehingga terjalin komunikasi timbal balik yang tidak
monoton. Gunakan ceklist untuk menilai kesiapan pasien dan keluarga, dan
Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari input yaitu variable independent
variable dependen. Dalam penelitian ini pasien gagal jantung mengalami transisi
metode perawatan rawat inap menjadi pasien dengan rawat jalan. Pada saat
efektif.
METODE PENELITIAN
experiment dengan metode post test design yaitu penelitian dengan menentukan
Kelompok Eksperimen - XA OA
Kelompok Kontrol - XB OB
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan:
o = Pengukuran
4.2.1 Populasi
jantung yang dilakukan perawatan di rumah sakit Dr. Soepraoen Malang. Jumlah
populasi keluarga pasien gagal jantung di rumah sakit Dr. Soepraoen Malang
Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien gagal jantung yang di
ruang rawat di rumah sakit Dr. Soepraoen Malang dari bulan Februari sampai
4.2.2.1Kriteria Inklusi
1) Keluarga pasien gagal jantung yang dilakukan perawatan selama 3
hari
4.2.2.2Kriteria Eksklusi
1) Dirujuk ke rumah sakit lain sebelum 3 hari.
Variabel bebas dari penelitian ini adalah discard planning model ideal
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Soepraoen
Malang pada bulan Febuari - Maret 2020.
empowerment scale (FES) yang dimodifikasi oleh Singh, Nirbhay (1995). Karena
alat ini terbukti valid dan reliabilitas yang berguna pada pemberdayaan keluarga
tentang pemberdayaan dalam keluarga dalam sistem advokasi terdiri dari 9 item
(no 1-9), faktor 2 mengukur tentang pengetahuan keluarga yang terdiri dari 11
item (no 10-20), faktor 3 mengukur tentang kompetensi keluarga yang terdiri dari
8 item (no 21-28), dan faktor 4 mengukur tentang efikasi diri yang terdiri dari 6
item (no 29-34). Setiap item dinilai pada skala (1=Sangat tidak benar, hingga
sangat benar nilainya 5). Penilaiannya menggunakan rentang score yaitu 34-170.
Skor terendah yaitu 34 dan skor tertinggi 170. Nilai yang semakin tinggi
inklusi
4.9.1.1Analisis Univariat
pemberdayaan keluarga pasien gagal jantung di ruang rawat inap yang meliputi:
dengan pasien. Umur sebagai data numerik disajikan dalam mean (rerata) dan
simpang baku (standar deviasi). Karakter lain dari responden yang merupakan
data kategorik disajikan dalam bentuk tabel distribusi yang menampilkan jumlah
berdistribusi normal disajikan dalam tabel yang memuat rerata (mean) dan nilai
simpang baku (standar deviasi) dari nilai kepuasan yang didapatkan dalam
kuesioner.
4.9.1.2Analisis Bivariat
tergantung. Variable bebas yaitu discharge planning model ideal yang diukur
interval. Setiap item dinilai menggunakan skala likert pada setiap butir
34-170. Skor terendah yaitu 34 dan skor tertinggi 170. Nilai yang semakin tinggi
kepuasan pasien menunjukkan hasil > 0,05 pada semua sub kategori dukungan
keluarga dari kedua kelompok yang berarti sebaran data pada penelitian ini
pasien gagal jantung yang dilakukan perencanaan pulang model ideal dengan
model standar di ruang rawat inap rumah sakit Dr. Soepraoen Malang
adalah 95%, jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada
kedua kelompok di ruang rawat inap rumah sakit Dr. Soepraoen Malang.
Hasil analisis bivariat disajikan dalam bentuk tabel terbuka yang memuat
nilai signifikansi hasil hitung (nilai p), rerata (mean), nilai simpang baku (standar
etika penelitian.
Didalam penelitian ini tidak ada resiko yang fatal pada pasien atau
BAB 5
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jenis kunjungan pasien asma.
Data akan disajikan dalam table distribusi sesuai dengan skala pengukuran yang
dilakukan pada setiap karakterik responden. Tabel 5.1 dan 5.2 akan menyajikan
(tahun)
Perlakuan 38,77 (16,249) 28,95-48,59
Kontrol 48,27 (11,244) 40,72-55,83
Dari table 5.1 didapatkan data bahwa umur responden dalam penelitian
ini rata-rata adalah 38,77 tahun pada kelompok perlakuan dan 48,27 tahun pada
kelompok kontrol.
Dari tabel 5.2 didapatkan data bahwa bahwa responden dalam penelitian
ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 orang (75%)
besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (50%) dan paling sedikit
pasien dalam penelitian ini sebagian besar adalah anak pasien yaitu sebanyak
12 orang (50%) dan paling sedikit adalah menantu pasien dan orang tua pasien
terbuka dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas sebaran data. Tabel 5.3
akan menyajikan normalitas distribusi data yang akan dilanjutkan dengan tabel
p- value
Dukungan Keluarga
Perlakuan Kontrol
Dukungan Advokasi 0,395 0,384
Dukungan Pengetahuan 0,246 0,986
Dukungan Kompetensi 0,823 0,896
Dukungan Efikasi 0,787 0,660
Total 0,152 0,212
Dari tabel 5.3 didapatkan bahwa nilai p-Value pada semua sub item dan
total dukungan keluarga pada kedua kelompok > 0,05 yang artinya data
Perlakuan Kontrol
Dukungan Keluarga
Rerata (s.b) IK 95% Rerata (s.b) IK 95%
Dukungan Advokasi 32,92(4,870) 29,82-36,01 29,17(6,235) 25,20-33,13
Dukungan Pengetahuan 43,58(4,100) 40,98-46,19 31,92(6,788) 27,60-36,23
Dukungan Kompetensi 31,83(4,108) 29,22-34,44 23,50(7,243) 18,90-28,10
Dukungan Efikasi 24,83(3,326) 22,72-26,95 20,58(2,275) 19,14-22,03
133,17 123,51- 105,17 93,14-
Total
(15,201) 142,82 (18,930) 117,19
Dari table 5.4 didapatkan data bahwa nilai rerata dukungan keluarga pada
Kontrol
rerata dukungan keluarga menggunakan uji beda Independen T Test karena data
tabel 5.5
Perbedaan
(IK 95%)
Dukungan Advokasi
Perlakuan 32,92(4,870)
0,115 3,750
Kontrol 29,17(6,235)
Dukungan Pengetahuan
Perlakuan 43,58(4,100)
0,000 11,667
Kontrol 31,92(6,788)
Dukungan Kompetensi
Perlakuan 31,83(4,108)
0,002 8,333
Kontrol 23,50(7,243)
Dukungan Efikasi
Perlakuan 24,83(3,326)
0,001 4,250
Kontrol 20,58(2,275)
Total Dukungan Keluarga
Perlakuan 133,17(15,201) 0,001 28,000
Kontrol 105,17(18,930)
Dari tabel 5.5 didapatkan dukungan keluarga pada sub item Dukungan
perbedaan rata-rata sebesar 3,750 dengan p-value 0,115 > α: 0,05, sehingga
perlakuan memiliki perbedaan rata-rata sebesar 11,667 dengan p-value 0,000 <
kontrol.
perlakuan memiliki perbedaan rata-rata sebesar 8,333 dengan p-value 0,002 < α:
perlakuan memiliki perbedaan rata-rata sebesar 4,250 dengan p-value 0,001 < α:
value 0,001 < α: 0,05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang
BAB VI
PEMBAHASAN
Congestif Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu d
iagnosis kardiovaskuler yang paling cepat meningkat jumlahnya dan menjadi pen
yebab kematian nomer satu di Indonesia. Munculnya berbagai gejala klinis pada
pasien gagal jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan men
Pasien CHF akan mendapatkan terapi yang diberikan dirumah. Salah sat
u faktor pendukung keberhasilan suatu terapi adalah keterlibatan klien dan keluar
ga pada proses terapi (Brunner & Suddarth, 2009). Peran keluarga sangat pentin
rga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan pasien di ru
mah. Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat pasien di rumah (Hardiyanti, Usman & Yusuf, 201
5).
illiss & Davis, 1993 dalam Friedman, 2010). Pemberian discharge planning pada
pasien CHF yang dimaksud adalah sejak pasien baru masuk, menjalani perawat
eparahan (severity) dan resiko dirawat kembali ke rumah sakit (readmission) dala
m rentan waktu 30 hari setelah dirawat di Rumah Sakit (Ong et al., 2016).
Dalam penelitian ini telah diterapkan model IDEAL discharge palnning dal
sien dan keluarga dalam proses discharge planning. Berikut interpretasi hasil pen
epraoen Malang.
6.1.1 Family empowerment pada pasien gagal jantung yang dilakukan dischar
133,17. Nilai family empowerment penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal atau beberapa faktor. Caregiver Empowerment Model (CEM) dalam teorinya
pengasuhan), resources (sumber daya), filial value (nilai dasar), backround (latar
variabel tersebut dapat di tingkatkan dan dipengaruhi oleh beberapa hal terutama
pada variabel reources (sumber daya) dimana salah satu sumber keluarga
mempunyai nilai empowerment yang baik adalah dengan sumber daya keluarga
yang baik pula, selain itu terdapat filial value atau nilai dasar keluarga yang
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sumber daya keluarga dan
sekali, seseorang akan cenderung memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap
yang negatif. Pengetahuan keluarga dapat ditingkatkan melalui beberapa hal
bersifat dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
kualitas hidup optimum. Program discharge planning yang diberikan sejak pasien
Ketidak tahuan atau ketidak mampuan pasien dan keluarga menangani cara
2012).
dan berkualitas terdiri dari tiga hal mendasar yang harus diperhatikan. Hal
setelah pasien pulang serta yang ketiga adalah mampu mengkoordinir berbagai
konsensus.
dan sebagainya. Ciri dari disharge planning yang efektif dan berkualitas tersebut
salah satunya terdapat pada disharge planning model IDEAL dimana discharge
perencanaan pulang pasien yang terdiri dari Include, Discuss, Educate, Asess,
dan Listen. Keterlibatan pasien merupakan salah satu faktor/hal dasar yang
pada discharge planning model IDEAL, dimana dalam discharge planning model
IDEAL melibatkan pasien dan keluarga sebagai mitra penuh dalam proses
keluarga) merupakan hal yang penting, salah satu elemen model IDEAL adalah
Selain itu pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan mendasar
pada discharge planning yang efektif, karena pendidikan kesehatan atau promosi
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan
mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi dan sosial. Selain itu
juga bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan
yang kondusif bagi kesehatan (Nesi Novita, 2013). Pendidikan kesehatan juga
dilakukan pada model IDEAL ini, dimana pemberi discharge planning setelah
dan sebagainya yang tentunya juga melibatkan keluarga dan pasien didalamnya.
Selain itu terdapat asses atau menganalisa kembali hal-hal yang telah dilakukan
Dari hal tersebut kemungkinan besar nilai yang cukup tinggi pada
ngan p-value 0,115 > α: 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaa
untuk melakukan dukungan dan perlindungan kepada pasien yang meliputi inf
ormasi dan keputusan pasien untuk keselamatan pribadi dan sebagai prinsip fi
losofis yaitu sebagai pelindung otonomi pasien, bertindak atas nama pasien, d
reka yang lemah dan rentan terhadap masalah kesehatan menjadi fenomena
Dukungan advokasi keluarga pada pasien gagal jantung yang diberikan disch
arge planning standar maupun model IDEAL tidak berbeda secara signifikan,
hal ini disebabkan karena keluarga pasien tidak memahami beberapa prinsip
enjauhkan keluarga dari realita bahwa pasien dan keluraga berhak mengambil
wajiban pasien, hal ini menyebabkan keluarga tidak mampu berpikir secara si
stematis, taktis dan strategis dalam membantu pengambilan keputusan serta
mi, 2015).
value 0,000 < α: 0,05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang
gagal jantung, hal ini dikarenakan informasi yang diberikan tidak konsisten,
tentang segala hal yang terkait dalam pengelolaan pasien gagal jantung.
terkait cara merawat pasien gagal jantung di rumah pasca hospitalisasi secara
lengkap dan terperinci. Hal yang belum diketahui keluarga dijelaskan secara
rinci saat discharge planning berlangsung, selain itu keluarga aktif bertanya
dalam merawat pasien dengan gagal jantung yang dimiliki oleh keluarga
kesehatan selama tiga kali pasien dirawat. Sehingga discharge planning yang
pasien dan keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi efikasi yaitu pengetahuan, dimana pengetahuan
yang tinggi akan meningkatkan efikasi diri (Wantiyah, 2010). Ari Wahyuni
edukasi kesehatan dan diberikan tidak hanya satu kali namun terstruktur.
6.1.3 Analisis perbedaan family empowerment pada pasien gagal jantung yan
danya suatu model yang akan dijadikan pedoman dan rujukan saat melakuka
n pelayanan keperawatan. Suatu model akan berdampak positif dan baik bila
anaan discharge planing model IDEAL yang ditekankan pada aspek, sebagai
berikut:
6) Include the patient and family as full partners in the discharge planning
process (libatkan pasien dan keluarga sebagai mitra penuh dalam proses
rumah dan melibatkan mereka dalam komunikasi. Hal ini sesuai dengan
sumber yang tepat dalam memenuhi kebutuhan kesehatan. Selain itu hal ini
7) Discuss with the patient and family five key areas to prevent problems at
home (Diskusikan dengan pasien dan keluarga lima area utama untuk
8) Educate the patient and family in plain language about the patient’s
throughout the hospital stay (Mendidik pasien dan keluarga dalam bahasa
Periksalah dan jelaskan tentang obat setiap pemberian: untuk apa obat
Dorong partisipasi aktif pasien dan keluarga pada setiap tindakan yang
sakit.
9) Assess how well doctors and nurses explain the diagnosis, condition, and
nextsteps in the patient’s care to the patient and family and use teach back
(Menilai seberapa baik dokter dan perawat menjelaskan diagnosis, kondisi,
10) Listen to and honor the patient and family’s goals, preferences,
sehingga mereka dapat menyampaikan setiap saat pada waktu yang mereka
anggap memungkinkan.
mberikan edukasi dalam hal ini discharge planning diberikan secara terstruktur k
epada pasien dan keluarga sedini mungkin saat masuk rumah sakit dan menjadik
an.
wal mengenai edukasi apa saja yang dibutuhkan pasien. Setelah itu harus
edukasi baik disukusi dengan melibatkan pasien dan keluarga maupun diskusi
akan dipaparkan dalam discharge planning model IDEAL, hal ini membuktikan
Discharge planning model IDEAL yang dilakukan dalam penelitian ini terbukti dap
akan berdampak pada keberlanjutan pengelolaan yang baik pada pasien gagal ja
atau pola hidup yang lebih baik pada pasien dengan gagal jantung.
diterapkan menjadi standar perawatan pasien gagal jantung, namun hal ini tidak
sibukan perawat dan alasan keterbatasan lainnya. Dari hasil observasi di lapang
ndiri maupun kolaborasi serta dokumentasi dan administrasi pasien, dimana lebih
dimana sampel terdiagnosa CHF sangat jarang dijumpai sebagai diagnosa tun
ggal, sehingga hasil akhir tidak dapat digeneralisasi sebagai hasil data pasien
CHF murni.
olah dan diuji validitasnya, namun demikian masih terdapat bahasa yang kura
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
sumber daya keluarga yang baik pula dimana nilai dasar keluarga yang
serta diskusi tentang segala hal yang terkait dalam pengelolaan pasien gagal
jantung
model standar di ruang rawat inap Rumah Sakit dr. Soepraoen Malang
7.2 Saran
discharge planning model IDEAL sangat tepat untuk diterapkan di rumah sakit
karena dengan dilakukan discharge planning model IDEAL pada fase awal
pasien yang diketahui dengan gagal jantung dimungkinkan dapat membantu
kebutuhan pasien dan sering bertemu dengan tenaga kesehatan lain seperti
dokter, ahli gizi, apoteker dan yang lainnya sehingga dapat melakukan
pada keberlanjutan pengelolaan yang baik pada pasien gagal jantung di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Aria Wahyuni. 2015. Pemberdayaan dan Efikasi diri Pasien Penyakit Jantung
Koroner Melalui Edukasi Kesehatan Terstruktur. Jurnal Ipteks Terapan.
Volume 9 (28-39)
Colin,J et al. 2016.Optimising self-care support for people with heart failure and their
caregivers: development of the Rehabilitation Enablement in Chronic Heart
Failure (REACH-HF) intervention using intervention mapping. BMJ open
access.
Gibson CH. A. concept analysis of empowerment. J. Adv. Nurs. 1991; 16(3): 354-
361
Hadi Pratomo, 2016. Advokasi Konsep, Teknik dan Aplikasi di Bidang Kesehatan Ind
onesia, litbang.kemkes.go.id
Lin, C. J., Cheng, S. J., Shih, S. C., Chu, C. H., & Tjung, J. J. (2012). Discharge
Planning. International Journal Of Gerontology, 6(4), 237–240.
https://doi.org/10.1016/J.Ijge.2012.05.001
Morais GSN, Costa SFG, Fontes D, & Carneiro AD. Communication as a basic
instrument in providing humanized nursing care or the hospitalized patient.
Acta. Paul. Enferm. 2009; 22(3): 323-327
Nesi Novita, Y. F. (2013). Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan (Edisi I).
Jakarta: Salemba Medika.
Ponikoswki, P. 2014. Heart failure: preventing disease and death worldwide. ESC
Heart failure Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Sulastini dkk, Hubungan Family empowerment Dengan Pola Aktifitas Pada Pasien
Gagal Jantung Di Ruang Penyakit Dalam Kelas 3 Rsud Dr. Slamet Garut,
jurnal keperawatan aisyah, vol.5, no. 2, desember 2018
Shahram et al, 2017. The family centered empowerment program can relieve stress,
anxiety, and depression of heart failure patients’ family caregivers, World Famil
y Medicine/Middle East Journal of Family Medicine, Vol.15, Issue 10
Wahyuni, Rezkiki, 2017. Pemberdayaan dan Efikasi Diri Pasien Penyakit Jantung Ko
roner melalui Edukasi Kesehatan Terstruktur, ejournal.kopertis10.or.id
Wong SY, Lai AC, Martinson I, & Wong TKS. Effects of an education programme on
family participation of children with developmental disability. J. Intelect.
Disabil. 2006; 10(2): 165-189.