Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. I DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA BERSIHAN


JALAN NAFAS PADA PASIEN DENGAN MASALAH STROKE
HEMORAGIK DI RUANG
ICU RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Peminatan ICU

Disusun Oleh :

Fairuz Herdian
A11701543

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
NY. I DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA BERSIHAN
JALAN NAFAS PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK DI
RUANG
ICU RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Telah disetujui dan dinyatakan telah memenuhi syarat


Pembimbing,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ...........................................................................................
B. Etiologi ................................................................................................
C. Batasan Karakteristik ...........................................................................
D. Fokus Pengkajian .................................................................................
E. Patofisiologi dan Pathway ...................................................................
F. Masalah Keperawatan Lain Yang Muncul ..........................................
G. Intervensi Keperawatan .......................................................................

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB III PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten (SDKI, 2017).
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan
dimana individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif
(Carpenito & Moyet, 2013)
Jadi, bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu masalah
keperawatan yang ditandai dengan ketidakmampuan batuk secara efektif
atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
pada pasien yang mengalami peradangan parenkim paru.

B. ETIOLOGI
Menurut SDKI (2017) penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif
antara lain.
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuscular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Efek agen farmakologis
10. Respon alergi
Situasional
1. Merokok pasif
2. Merokok aktif
3. Terpajan polutan

C. Batasan Karakteristik
1. Tanda gejala mayor
a) Objektif
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
- Kemonium dijalan napas (pada neonatus)
2. Tanda dan gejala minor
a) Subjektif
- Dispnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
b) Objektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas beubah

D. FOKUS PENGKAJIAN
1. Manifestasi klinis
- Kelemahan eksteritas
- Penurunan kesadaran
- Gangguan penglihatan
- Gangguan komunikasi
- Sakit kepala
- Gangguan keseimbangan
2. Pemeriksaan fisik
Tanda dan gejala
Kelumpuhan dengan otot yang lemah, penglihatan kabur, lemas atau
mati rasa, kesulitan menelan atau sakit kepala

3. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk
memastikan penyebab stroke ringan antara lain (Purwani, 2017).
A. Radiologi
a. Tomografi Scanning (CT-Scan)
CT-scan dapat menunjukkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, serta posisinyya secara pasti.
b. agnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar / luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
c. Electro Encephalogram (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
d. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler)
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
e. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara
spesifik, seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan
adanya aneurisme.
B. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita
anemia. Sedangkan Leukosit untuk melihat sistem imun
pasien, bila leukosit diatas batas normal, maka ada
penyakit infeksi yang menyerang pasien.
b. Tes Darah Koagulas
Tes darah ini terdiri dari Prothrombin Time, Parthial
Tromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) Dan agregasi trombosit. Keempat tes ini gunanya
untuk mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan pengumpalan bisa menyebabkan
perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien
sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah
seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun
bila sebelumnnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat
untuk meliihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c. Tes kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolestrol, asam urat, dll (Robinson, 2014).
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY KEPERAWATAN
1. PATOFISIOLOGI
Perdarahan intracerebral merupakan perdarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya robekan pembuluh darah yang ada didalam
jaringan otak. Perdarahan serebral ini dapat disebabkan karena ruptur
arteria serebri yang dapat dipermudah adanya hipertensi. Keluarnya
darah dari pembuluh darah didalam otak biasanya berakibat pada
jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari
pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan
vosopasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hmisfer otak lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis
yang meinjol pada erteri pada tempat yang lemah. Makin lama
aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan
aktivitas. Pada keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah
yang mengalir kealiran otak 58ml/menit per 100gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18ml/gr per 100gr jaringan otak
akan menjadi penghentian aktivitas listrik pada neuron tetapi struktur
sel masih baik, sehingga gejala ini masih reversebel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, ptak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2
terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak. Perdarahan
dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi
didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah keotak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwn, 2009).
2. PATHWAY

Trauma kepala, fraktur depresi tulang tengkorak, Hipertensi,


malformasi arteri venosa aneurisma, distrasia darah

Pecahnya pembuluh darah otak


(perdarahan intracranial)

Darah masuk kedalam jaringan otak

Penatalaksanaan: Darah membentuk massa


kraniotomi atau hematoma

Luka insisi pembedahan Penekanan pada jaringan otak

Sel melepaskan Peningkatan tekanan intrakranial


mediator nyeri

Gangguan aliran darah dan Fungi otak menurun


Implus kepusat nyeri Implus kepusat
oksigennyeri
ke otak
diotak (thalamus) diotak (thalamus)

Ketidakefektifan perfusi Kerusakan neuromotorik


Somasensori korteks otak: jaringan cerebral
nyeri dipersepsikan
Kelemahan otot progresif

Nyeri Akut
Hambatan mobilitas
fisik

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d secret berlebihan
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d Penurunan sirkulasi darah keotak
INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)


keperawatan(SDKI) (SLKI)

Setelah dilakukan tindakan Bersihan jalan napas tidak efektif


1 Bersihan jalan nafas
keperawatan 3x24 jam b.d sekresi yang tertahan
tidak efektif diharapkan masalah Managemen jalan napas
keperawatan bersihan jalan (I.01011)
napas tidak efektif dapat Observasi :
teratasi dengan kriteria - Monitor pola napas
bersihan jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha
(L.01001) : napas)
Indikator A T - Monitor sputum (jumlah,
Batuk efektif 2 4 warna, aroma)
Terapeutik :
Keterangan : - Pertahankan kepatenan jalan
1 : menurun napas
2 : cukup menurun - Posisikan semi fowler atau
3 : sedang fowler
4 : cukup meningkat - Berikan minum hangat
5 : meningkat - Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
Indikator A T
Produksi 2 4 - Ajarkan teknik batuk efektif.
sputum
Dispnea 2 4

Keterangan :
1 : meningkat
2 : cukup/ meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun

Indikator A T
Frekuensi 3 5
napas

Keterangan :
1 : memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik

Pemantauan neurologis
2 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan
(I.06197)
serebral tidak efektif keperawatan 2x24 jam
Observasi
b.d Penurunan diharapkan masalah
- Monitor tingkat orientasi
sirkulasi darah keperawatan Resiko perfusi
- Monitor tanda-tanda vital
keotak serebral tidak efektif teratasi - Monitor irama, gerakan
dengan kriteria motor,gaya berjalan, dan
Perfusi serebral (L.02014) propriosepsi
- Monitor adanya tremor
Indikator A T - Monitor keluhan sakit
kepala
Kognitif 2 4 - Monitor karakteristik
bicara : kelancaran,
Agitasi 2 4 kehadiran afasia, atau
kesulitan mencari kata

Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien rujukan dari Rumah sakit ibu dan anak Amanah Sumpiuh
dengan penurunan kesadaran, lemah ekstermitas kiri. Memiliki riwayat
hipertensi. Pasien terpasang sonde, suction, serta O2 NRM dengan
kecepatan 10 L/menit, dan pasien terpasang kateter. Setelah terpasang
monitor di ruang ICU diapatkan hasil pemeriksaan TD 159 mmHg, N 86
x/menit, SPo2 91%, dan RR 18 x/menit. Diagnosa medis Stroke Hemoragik.
Dengan Intervensi yang sudah diberikan berupa ROM untuk mengatasi
kelemahan gerak ekstermitas.
Hemiparase (kelemahan) dan hemiplegia (kelumpuhan) merupakan
salah satu bentuk deficit motorik. Hal ini disebabkan oleh gangguan motorik
neuron dengan karakteristik kehilangan kontrol gerakan volunteer (gerakan
sadar), gangguan gerakan, keterbatasan tonus otot, dan keterbatasan reflek.
Kelemahan otot merupakan dampak terbesar pada pasien stroke.
Guna mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, mobilitas
persendian, dan menstimulasi sirkulasi, maka diperlukan Range Of Motion
(ROM). Range Of Motion merupakan pergerakan persendian sesuai dengan
gerakan yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot baik
secara pasif maupun aktif (Winstein et al., 2016). Peningkatan angka
kejadian stroke dan kecacatan yang ditimbulkan dapat diatasi dengan Range
of Motion (ROM).
Menurut jurnal Susanti (2019) Range Of Motion memiliki pengaruh
terhadap rentang gerak responden bila dilakukan dengan frekuensi dua kali
sehari dalam enam hari dan dengan waktu 10-15 menit dalam sekali latihan
(Chaidir & Zuardi, 2014) Filantip (2015) . Penelitian juga membuktikan
bahwa latihan dua kali sehari dalam 6 hari dengan waktu 10-15 menit akan
berpengaruh terhadap rentang gerak responden.
Pada pasien Tn. S dengan risiko ketidakefektifan perfusi cerebral
bisa dilakukan dengan tindakan posisi head up. Posisi kepala yang paling
umum yaitu kepala dan tubuh ditinggikan 30 derajad agar dapat mengontrol
Tekanan Intra Kranial (TIK), yaitu menaikkan kepala dari tempat tidur
sekitar 30 derajat. Tujuan untuk menurunkan TIK, jika elevasi lebih tinggi
dari 30 derajat maka tekanan perfusi otak akan menurun. Dengan
menggunakan elevasi kepala untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan
otak, posisi kepala yang lebih tinggi dapat memfasilitasi peningkatan aliran
darah ke serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral
(Summers, dkk., 2009).
Sehubungan dengan diagnosa tersebut diatas inovasinya pada
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral tidak efektif yang sangat
besar kemungkinan akan terganggu dan diharapkan dengan perawatan
menggunakan posisi elevasi kepala dengan oksigenasi sehingga nilai saturasi
oksigen normal (95%-100%). Elevasi kepala berdasarkan pada respon
fisiologis merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan aliran darah ke
otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK. Peningkatan Tekanan Intra
Kranial adalah komplikasi serius karena penekanan pada pusat-pusat vital di
dalam otak (herniasi) dan dapat mengakibatkan kematian sel otak (Rosjidi,
2014). Elevasi kepala tidak boleh lebih dari 30°, dengan rasional
pencegahan peningkatan resiko penurunan tekanan perfusi serebral dan
selanjutnya dapat memperburuk iskemia serebral jika terdapat vasopasme
(Sunardi, 2011). Dengan memberikan tindakan mandiri keperawatan yaitu
menggunakan model elevasi kepala 30º dan sesuai anjuran dokter melalui
tindakan kolaborasi. Terlihat bahwa pasien merasa lebih nyaman dan dapat
beristirahat dengan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Penggaruh Latihan Range Of Motion pada
Ekstremitas Atas dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke RSSN Bukiinggi Tahun
2012. Jurnal Ilmu Kesehatan Afiyah. 1(1): 2-6.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi
11 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Susanti.,Bistara, Nobel. (2019). Pengaruh Range of Motion terhadap Kekuatan
Otot pada Pasien Stroke. Jurnal keehatan nasionl.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Winstein, C. J., Stein, J., Arena, R., Bates, B., Cherney, L. R., Cramer, S. C.
Zorowi, R. D. (2016). Guidelines for Adult Stroke Rehabilitation and
Recovery: A Guideline for Healthcare Professionals from the American
Heart Association/American Stroke Association.

Anda mungkin juga menyukai