Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA GANGGUAN NEUROLOGI DENGAN STROKE ISKEMIK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Agatha Chelsea Soputan (18061064)

Ni Nyoman Myatryastuti (18061001)

Yasentha Olke Jeane Turangan (18061031)

Yulis Langgang (18061103)

Deviani Tregita Rasubala (18061106)

Vanesa Chrisanti Welang (17061141)

Abriyanti Alabimbang (18061073)

Christinia Lumenta (18061107)

FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan

disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi sereberum. Obstruksi dapat disebabkan

oleh bekuan (thrombus) yang terbentu didalam pembuluh darah otak atau

pembuluh darah organ distal. (Yasmara, 2016).

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang

terjadi akibat pembentukan thrombus. Resiko diatas 55 tahun wanita lebih tinggi

disbanding laki-laki. (Munir, 2015).

Stroke iskemik merupakan gangguan pada fungsi otak yang terjadi secara tiba-

tiba, yang dapat menyebabkan penuruna kesadaran ataupun penurunan fungsi

neurologi lainnya, yang terjadi lebih dari 24 jam dimana penyebabnya adalah

gangguan sirkulasi aliran darah ke otak. (Anurogo, 2014).

Jadi, stroke iskemik merupakan gangguan fungsi otak akibat obstruksi atau

bekuan arteri besar pada sirkulasi sereberum sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran atau fungsi neurologi lainnya yang beresiko lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pria.

2. Etiologi

Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan (trombotik atau embolik)

pembuluh darah arteri otak. Penyumbatan pembuluh darah dapat mengganggu

aliran darah ke bagian tertentu di otak, sehingga terjadi defisit neurologis yang

disebabkan oleh hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh bagian otak tersebut

(Winkler, 2008).
3. Patofisiologi
Terjadinya stroke iskemik akibat adanya thrombus dan embolus, dapat
menyebabkan pembuluh darah di otak menjadi tersumbat, akibatnya aliran darah
ke otak akan berkurang hingga terjadi hipoksemia pada otak bila Central Blood
Flow hanya 20% dan normal (ambang perfusi terjadi sekitar 50 ml/l00 gram
jaringan otak/menit).
Hipoksemia akan menimbulkan kematian sel-sel otak dan unsur - unsur
pendukungnya. Sesuai dengan teori Zium dan Choi (dalam Harsono, 1999)
dijelaskan bahwa daerah otak yang mengalami kematian atau infark akan
melepaskan glutamat dan radikal bebas dalam jumlah yang cukup
besar, glutamat akan merusak membrane sel otak, sebagai kompensasi ion calcium
masuk ke dalam sel, masuknya ion calcium ke dalam sel justru akan merangsang
pengeluaran glutamat. Sementara radikal bebas yang lepas akan membanjiri
membran neuron disekitar daerah intärk sarnpai terjadi juga perpindahan kalsium
kedalam sel (calcium influx).
Daerah otak yang mengalami iskemik dapat dibedakan atas bagian inti (core)
yaitu daerah terjadinya iskemik terberat dan berlokasi di sentral, daerah inti ini
bila dalam waktu singkat tidak langsung mendapat reperfusi dapat mengalami
nekrotik. Bagian luar daerah inti iskemik disebut dengan penumbra iskemik.
artinya sel - sel dan jaringan pendukung disekitar core belum mengalami nekrotik
walaupun tingkat iskemik yang dialami semakin ke perifer akan semakin ringan,
tapi fungsi - fungsinya sangat berkurang sehingga dapat menyebabkan terjadinya
defisit neurologik maksimal pada 24 jam pertama. Diluar daerah penumbra
iskemik, dikeliingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya aliran darah
kolateral (luxury perfusion area) (Rasyid, et al. 2007).
Dalam Price & Wilson (2006) dijelaskan bahwa setelah terjadi iskemik, maka
faktor mekanis dan kimiawi akan rnenyebabkan terjadinya kerusakan sekunder.
Faktor yang banyak menyebabkan cidera adalah:

a. Rusaknya sawar darah otak dan sawar darah cairan serebro spinal akibat zat
zat toksik.
b. Edema intestisium otak akibat meningkatnya permeabilitas vakuler di arteri
yang terkena.
c. Zona hiperperfusi sekitar jaringan iskemik yang dapat mengalirkan darah dan
mempercepat infark neuron yang mengalami iskemik.
d. Hilangnya autoregulasi otak schingga central blood flow tidak responsive
terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik. Hal ini sangat
berbahaya karena dapat meningkatkan terjadinya edema otak peningkatan
tekanan intra kranial dan kerusakan neuron akan menjadi semakin luas.

Sebagai sasaran utama penatalaksanaan stroke iskemik adalah path daerah


penumbra iskemik dengan tujuan segera di reperfusi hingga sel - sel otak dapat
berfungsi kembali, pulihnya fungsi neuron ini bisa terjadi setelah 2 minggu
serangan infark dan mencapai pemulihan sempurna pada minggu ke 8 (Harsono,
1999). Faktor yang mempengaruhi reversibilitas fungsi sel otak ini adalah waktu
reperfusinya, semakin cepat makin baik dan bahkan bila tidak terjadi reperfusi
daerah ini akan mengalami kematian secara perlahan - lahan, proses inilah yang
membuat harapan hidup pada stroke iskemik lebih baik dan ada stroke
hemorhagik, walaupun tingkat kecacatan justru akan lebih berat padastroke
iskemik akibat dan kerusakan neuron- neuron yang terkena iskemik, berbeda
dengan stroke hemorhagik yang akan mengalami resolusi dan meninggalkan
jaringan otak dalam kondisi utuh.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Wells, 2015 manifestasi klinis yang terjadi antara lain :
a. mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh,
b. ketidakmampuan untuk berbicara,
c. kehilangan penglihatan,
d. vertigo
e. sakit kepala

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu :
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada stroke dibedakan menjadi
komplikasi neurologis dan nonneurologis. Komplikasi neurologis yang
dapat terjadi di antaranya adalah edema otak, infark yang bertransformasi
menjadi perdarahan, vasospasme, hidrosefalus, dan kejang. Komplikasi
nonneurologis yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, hiperglikemia
reaktif, edema paru, kelainan jantung dan aritmia, syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), dan trombosis vena dalam.
b. Komplikasi Lanjutan
Pada fase lanjut, komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa hidrosefalus
obstruktif, akibat adanya sumbatan dalam darah. Bronkopneumonia, ulkus
dekubitus, serta depresi dapat terjadi akibat rawat inap yang cukup lama.
Kontraktur dan atrofi otot dapat terjadi akibat imobilisasi saat dirawat
ataupun saat di rumah.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Computerized Tomography Scan
Untuk menentukan perdarahan atau penyumbatan atau massa di dalam
otak. Di samping itu juga bisa untuk menentukan lokasi dan ukuran lesi.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menggunakan gelombang radio magnet untuk
menghasilkan gambaran detail dari otak pasien. MRI dapat mendeteksi
jaringan otak yang mengalami kerusakan akibat stroke iskemik dan
perdarahan otak. MRI juga dapat memberikan hasil gambar yang lebih
detail dibandingkan CT scan.
c. Carotis Doppler ultrasound
Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar detail aliran darah dalam pembuluh arteri karotis di leher dan
pemeriksaan ini juga dapat melihat apakah ada penyempitan atau penurunan
aliran darah terutama pada arteri karotis.
d. EKG
Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui adanya
aktivitas listrik pada jantung sehingga dapat mendeteksi adanya gangguan
irama jantung atau penyakit jantung coroner yang mungkin menyertai. dan
untuk mengevaluasi fungsi jantung sehingga dapat diketahui apakah adanya
gangguan pada jantung.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatkannya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler.
2) Respirator diberikan pada penderita stroke yang sangat berat untuk
mempertahankan pernapasan yang adekuat
3) Terapi psikis atau obat-obatan diberikan setelah serangan stroke yang
biasanya terjadi perubahan suasana hati (stress).

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mempertahankan saluran nafas yang pasien yaitu dilakukan
pengisapan lendir, oksigenasi.
2) Mengontrol tekanan darah
3) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a. Primer
 Airway
o Kaji kepatenan jalan nafas pasien, Kemampuan bicara verbal, bernafas
o Tanda obstruksi jalan nafas (snoring atau gurgling, Stridor, paradoxical
chest movements, Sianosis
o Kaji pergerakan dada
o Kaji sisa makanan, muntah, penumpukan saliva dalam mulut,
perdarahan
o Alat bantu jalan nafas jika diperlukanBreathing
 Breathing
o Kaji pengembangan paru
o Frekuensi nafas, pola nafas
o Kaji batuk
o Auskultasi: Ronchi atau wheezing
o Cek saturasi oksigen
o Cek analisa gas darah
o Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
 Circulation
o Palpasi nadi: kaji kekuatan, frekuensi dan irama
o Kaji capilary refill
o Kaji warna kulit
o Kaji temperatur
o Kontrol perdarahan yang mengancam kehidupan
 Disability
o Kaji tingkat kesadaran
o Kaji pupil (bentuk, ukuran, reaksi terhadap cahaya)
o Kaji adanya defisit neurologis
 Exposure
o Buka pakaian pasien, periksa cedera pada pasien
o Diduga cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
o Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien
o Perlu diperhatikan saat pemeriksaan exposure, hanya selama
pemeriksaan eksternal.
b. Sekunder
 Tanda vital
o TD
o Nadi
o Pernafasan
o Suhu
 Status neurologik
o GCS
o Pupil
o Fungsi serebri umum
o Fungsi serebri khusus
o Fungsi saraf kranial
o Fungsi motorik
o Fungsi sensorik
o Fungs serebelum,
o Refleks
o Rangsang meningeal
 Tanda & gejala Peningkatan TIK
c. Pengkajian Neurologis
d. Riwayat kesehatan
 Keluarga Utama dan Riwayat penyakit saat ini
Perubahan intelektual, gangguan memori, perubahan kepribadian, sakit kepala,
kejang, penurunan kesadaran, vertigo, gangguan penglihatan/ pendengaran,
kesulitan bicara, disfungsi bowel/ bladder, disfagia
 Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, stroke, jantung, DM, trauma kepala, riwayat pembedahan,
gangguan
 Riwayat Penyakit keluarga&riwayat sosial
Penyakit keturunan, Riwayat merokok, konsumsi alkohol, obat, eksposure zat
karsionogenik
e. Tingkat Kesadaran
f. Status mental
g. Saraf kranial
h. Fungsi sensorik
i. Fungsi motorik
j. Refleks
k. Rangsang meningeal

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret berlebih atau kekentalan mucus yang
abnormal
b. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang pemasukan
nutrisi
d. Resiko aspirasi
e. Resiko infeksi

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret berlebih atau kekentalan mucus yang
abnormal

 Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman
serta penggunaan otot aksesori.
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki,
mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.

 Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif, catat karakter,


jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis. efek infeksi dan/atau
tidak adekuat hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan
oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.

 Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan
latihan nafas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; penghisapan sesuai keperluan.
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi.Penghisapan dapat diperlukan bila
pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
 Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.

b. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru


 Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
 Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah untuk
dikeluarkan
 Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi.
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran
Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah untuk
dikeluarkan.

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang pemasukan


nutrisi
 Tanya jika pasien memiliki alergi makanan atau makanan yang disukai
Rasional: agar mengetahui makanan apa yang bisa diberikan pada pasien
 Monitor masukan kalori dan bb pasien rutin
Rasional: untuk memastikan keadekuatan dari nutrisi yang diberikan
 Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai kebutuhan nutrisi pasien
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Monitor tanda deficit nutrisi pada pasien
Rasional: untuk memudahkan evaluasi sejauh mana defisit nutrisi pada pasien
 Berikan perawatan mulut pada pasien sebelum makan
Rasional: Menurunkan rasa tidak enak dan meningkatkan keinginan makan.

d. Resiko aspirasi
 Kaji fungsi pencernaan
Rasional: untuk memonitor gerakan peristaltic usus dan distensi abdomen
 Posisikan kepala tempat tidur pasien menjadi 30 derajat
Rasional: untuk menghindari peningkatan asam lambung naik ke tenggorokan
(GERD)
 Pertahankan kepatenan dan fungsi dari alat bantu (nasogastric suction)
Rasional: untuk mencegah akumulasi cairan gastrik
 Berikan perawatan mulut
Rasional: untuk mencegah terkumpulnya bakteri pada mulut
 Pastikan bahwa endotrakeal dan manset trakeostomi dipompa
Rasional: untuk membatasi aspirasi dari sekresi orofaringeal
 Obati rasa mual dengan cepat; kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian
obat

e. Resiko infeksi
 Melakukan cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah merawat pasien
Rasional: agar mengurangi transmisi mikroorganisme
 Gunakan APD sesuai kebutuhan
Rasional: agar tindakan yang dilakukan steril
 Gunakan teknik aseptic saat melakukan tindakan yang bersifat memasukkan
benda asing ke dalam tubuh pasien
Rasional: untuk mempertahankan kesterilan prosedur
 Berikan perawatan mulut pada pasien dengan alat bantu napas atau pasien
yang tak sadar
Rasional: untuk mengurangi insiden dari infeksi nosokomial
 Beritahu dokter jika ditemukan tanda dan gejala infeksi
Rasional: agar diperiksa dan diberitahu tindak lanjut

DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2719/142500049.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://www.alodokter.com/stroke/diagnosis
https://id.scribd.com/doc/304937017/Askep-Stroke

CRITICAL CARE NURSING – DIAGNOSIS AND MANAGEMENT 7TH ED

https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88333

https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/97857

Anda mungkin juga menyukai