Anda di halaman 1dari 29

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BEBAN FAMILY CAREGIVER

DALAM MERAWAT KELUARGA YANG STROKE DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KEDALOMAN TANGGAMUS
TAHUN 2023

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

INDRI ASMARANI

NPM. 2022206203180P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU (UMPRI)

LAMPUNG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian
dunia. Penyakit stroke menjadi penyebab kematian nomor 2 dan penyebab kecacatan
nomor 3 di dunia. (World Health Organization 2020)

Stroke menurut WHO adalah suatu kondisi yang di tandai dengan adanya
defisit neurologi baik fokal maupun global, dapat terjadi memberat dan berlangsung
selama 24jam atau lebih, yang dapat menyebabkan kematian dan tanpa di ketahui
penyebab lainnya selain adanya masalah di vaskuler. (P2PTM Kemenkes RI,2018)

Menurut data World Stroke Organization 2022 terdapat 12.224.551 kasus baru
setiap tahun dan 101.474.558 individu yang hidup sehat pernah mengalami stroke,
dengan kata lain 1 dari 4 individu yang berusia 25tahun pernah mengalami stroke
dalam hidupnya. Angka kematian akibat stroke sebanyak 6.552.724 orang dan
individu yang mengalami kecacatan akibat stroke sebanyak 143.232.184 dari tahun
1990- 2019. Terjadi peningkatan insiden stroke sebanyak 70% angka peningkatan
insiden stroke sebanyak 43% dan angka mortalitas sebanyak 143% dinegara yang
berpendapatan rendah dan menengah kebawah. (Feigin et al.2022)

Diindonesia stroke menjadi penyebab kematian utama, berdasarkan hasil


Riskesdas 2018 prevalensi stroke di Indonesia meningkat 7/1000 penduduk pada
tahun 2013 menjadi 10,9 /1000 pada tahun 2018. Dari sisi pembiayaan stroke
merupakan atau menjadi salah satu penyakit katastropik dengan pembiayaan terbesar
nomor 3 setelah jantung dan kanker yaitu 3,23 triliun rupiah pada tahun 2022, jumlah
ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2021 yaitu sebesar 1,91 triliun. (Dirjen
Yankes 2023)

Prevalensi kejadian stroke di Lampung berkisar antara 2,2-10,5%. Bandar


Lampung mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan kotamadya atau
kabupaten yang ada di Lampung, baik berdasarkan diagnosis maupun berdasarkan
gejala. ( Tuntun 2018, dikutip dalam Permatasari 2020)

Sedangkan di Tanggamus sendiri stroke merupakan penyakit tidak menular


dengan urutan ke 3 setelah PPOK dan HT. Persentase capaian deteksi dini PTM
prioritas dari Januari sampai Oktober 2023 adalah sebesar 84.3% penderita stroke
yang ada di Tanggamus. Terdapat 3 kecamatan dengan angka kejadian penyakit
stroke tertinggi di Tanggamus yaitu terdapat di Kedaloman dengn 352,4 jiwa, Talang
Padang 240,4 jiwa dan di Antar Brak terdapat 136,2 jiwa yang menderita penyakit
stroke. (DinKes Tanggamus, 2023)

Care giver adalah seseorang yang melakukan tindakan pengashan atau


pendampingan pada saat seseorang ( anggotakeluarga atau orang lain ) dengan kndisi
khusus memberikan bantuan kepada seseorang yang dirawat dirumah (home care) yan
disertai dengan ketergantungan dan seorang caregiver harus mampu megetahui
perkembanga dan kondisi pasien. (Retno Ardanari Agustin, 2022).

Kesiapan anggora keluarga untuk merawat pasien tentunya akanberdampak


terhadap kemempuan adaptasi anggota keluarga lainnya. Kesiapan untuk merawat
yang harus dilakukan meliputi seluhuh aspek kehidupan manusia (bio-psiko-sosial-
spiritual-kultural), terdiri dari ranah kognitif( pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotor (tindakan) sesuai kebutuhan pasien. (Retno Ardanari Agustin, 2022).

Faktor yang mempengaruhi beban Caregiver pada pasien stroke adalah faktor
usia, faktor jenis kelamin, faktor ras, faktor pendidikan, faktor pendapatan, faktor
pekerjaan, faktor kesehatan, faktor perkawinan. (Henriksson and Arestedt dikutip
dalam Desriani Saputri 2022).

NO JURNAL PENELITIAN SEBEUMNYA


1 Menurut Trianika dalam jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Juni 2023, terdapat
perbedaan skor antara kualitas hidup yang signifikan antara Caregiver dengan rendah
atau tingginya pendidikan sehingga diperlukan upaya pembinaan.
2 Menurut Dwi dan Ira dalam jurnal penelitian Psikologi 2022, adanya beban
psikologis dan finansial sehingga perlu adanya mekanisme koping adaptif dan
maladaptif.
3 Menurut Wulan Sari Purba dalam jurnal Keperawatan Priority 2023, adanya beban
ringan sedang yaitu status fungsional dengan ketergantungan sebanyak 51,9 %.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, salah satu penyebab beban dalam


hidup Caregiver adalah saat adanya anggota keluarga yang mengalami stroke. Karena
merawat Keluarga yang sakit Stroke, membutuhkan waktu yang lama untuk
rehabilitasi dan melakukan kontrol secara rutin ke Rumah Sakit, serta segala
kebutuhan sehari-hari keluarga yang sakit Stroke dibantu oleh Caregiver.

Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul”Faktor-


faktor Yang Berhubungan Dengan Beban Caregiver dalam Merawat Keluarga yang
Stroke di Desa Kedaloman.

B. Rumusan Masalah

Kejadian penyakit stroke di Indonesia terus meningkat. Hal ini tentunya akan
mempegarui beban Caregiver pada pasien stroke. Tingkat beban Caregiver akan
dipengaruhi oleh faktor- faktor antara lain adalah faktor usia, faktor jenis kelamin,
faktor ras, faktor pendidikan, faktor pendapatan, faktor pekerjaan, faktor kesehatan,
faktor perkawinan. (Henriksson and Arestedt dikutip dalam Desriani Saputri 2022).

Selain itu beban yang dialami oleh seorang caregiver adalah beban psikolgis
beban fisik, beban emosional dan sosial. Dimana dampak dari beban tersebut adalah
kelelahan, kecemasan bahkan depresi. Sehingga semakin tinggi beban yang dirasakan
oleh keluarga dalam merawat pasien stroke maka semakin berat depresi yang terjadi.
(Retno Ardanari Agustin, 2022).

Adapun intervensi yang diberikan perawat kepada caregiver seperti


psikoedukasi, intervensi dukungan(individu atau kelompok), maupun psikoterapi
(Agustina, 2018). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai faktor apa saja yang berhubungan dengan beban caregiver dalam merawat
pasien stroke di Desa Kedaloman.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu untuk


mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan beban caregiver
dalam merawat pasien stroke.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidenfitikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis


kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, perkawinan, hubungan
keluarga, kondisi post stroke, dan lama merawat pasien stroke

b. Mengidentifikasi tingkat beban caregiver pada pasien stroke.

c. Mengidentifikasi distribusi proporsi karakteristik responden dengan


beban caregiver.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan dalam


ilmu keperawatan dan dapat dijadikan sebagai informasi terbaru terkait faktor
yang mempengaruhi beban caregiver dalam merawat pasien stroke.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan


tentang beban caregiver, serta penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi
penelitian selanjutnya yang membahas topik yang sama.

3. Bagi Keluarga

Diharapakan hasil penelitian ini bermanfaat bagi keluarga agar bisa


menjadi pedoman untuk saling memberi dukungan dan menjalin komunikasi
sesama keluarga, juga dapat dipakai sebagai masukan untuk meningkatkan
pengetahuan, perilaku hidup sehat, dan status kesehatan yang dapat mencegah
dan mengurangi beban caregiver.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stroke

1. Pengertian stroke

Cerebrovaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya


pembuluh darah di otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi
neurologis. Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang di sebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu. (Hariyanto dan
Susilowati dalam Luluk widarti 2020)

Cedera cerebrovaskuler (CVA), stroke iskemik atau serangan otak


adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak akibat gangguan suplai darah
ke bagian otak. Dampaknya adalah gangguan suplai darah ke otak yang
menyebabkan hilangnya pergerakan, daya pikir, memori, kemampuan
berbicara, atau sensasi untuk sementara waktu atau permanen (Brunner and
Suddarth dalam Luluk widarti 2020)

2. Faktor Resiko Stroke

a. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah

Menurut Utami dalam (Esti & Johan, 2020) faktor yang dapat diubah
yaitu sebagai berikut:

1) Keturunan

Para ahli kesehatan meyakini hubungan antara resiko


strokedengan faktro keturunan, walaupun secara tidak
langsung. Resiko stroke meningkat pada seseorang dengan
riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga
stroke lebih cenderung menderita diabetes dan hipertensi. Hal
ini mendukung hipotesa bahwa peningkatan kejadian stroke
pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya
faktor resiko stroke.

2) Jenis Kelamin

Menurut studi kasus yang sering ditemukan, laki-laki


lebih beresiko terkena stroke tiga kali lipat dibanding wanita
namun, menurut laporan American Heart Association Satistics
Subcommittee and Stroke Statistics Subcommitte menyebutkan
bahwa kematian akibat stroke lebih banyak dijumai pada
wanita dari pada laki-laki.

3) Umur

Mayoritas stroke menyerang semua orang berusia diatas


50 tahun. Namun, dengan pola makan dan jenis makanan yang
ada sekarang ini tidak menutup kemungkinan stroke bisa
menyerang mereka yang berusia muda.

b. Faktor resiko yang dapat dirubah

Menurut Kemenkes RI 2018 faktor resiko stroke yang dapat dirubah


adalah :

1) Hipertensi

2) Diabetes Melitus

3) Merokok

4) Atrial Fibrilasi

5) Penyakit Jantung lainnya

6) Pasca Stroke

7) Dislipidemia

8) Konsumsi alkohol

9) Penyalahgunaan obat

10) Stenosis arteri karotis

11) Hiperfibrinogenemia

12) Hiperhomosisteinemia

13) Obesitas

14) Pemakaian kontrasepsi hormonal

15) Stres mental fisik

16) Migrain

17) Kurang aktivitas fisik

18) Sickle cell anemia


3. Etiologi

a. Trombosis serebal

Trombosis serebal merupakan pembentukan bekuan atau


gumpalan di arteri yang menyebabkan penyumbatan sehingga
menyebabkan terganggunya aliran darah ke otak. Hambatan aliran
darah ke otak menyebabkan jaringan otak kekurangan oksigen atau
hipoksia kemudian menjadi iskemik dan berakhir pada infark.

b. Emboli serebal

Emboli serebal merupakan benda asing yang berada pada


pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan konklusi atau
penyumbatan pada pembuluh darah otak. Sumber emboli diantaranya
adalah udara, tumor, lemak dan bakteri.

c. Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah otak akan menyebabkan penegakan,


pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, akibatnya
otak akan bergerak, jaringan otak internal tertekan sehingga
menyebabkan infak otak dan edema.

4. Manifestasi klinis

Serangan kecil atau serangan awal stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke akut gejala klinisnya meliputi :

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah ( hemiparesis) atau


hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral, artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensori
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun Flexi.

b. Gangguan sensibilitas pada suatu atau lebih pada anggota badan terjadi
karena adanya kerusakan sistem otonom dan gangguan saraf sensori.

c. Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)


terjadi karena akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan
batang otak atau terjadi gangguan metabolik otak akibat hipoksia.

d. Afasia (kesulitan dalam berbicara) Adalah defisit kemampuan


komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis memahami
bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara
primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke
dengan gangguan pada arteri middle setebal kiri. Afasia dibagi menjadi
3, yaitu afasia motorik, afasia sensorik dan afasia global. Afasia
motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area broca, yang terletak
pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami
lawan bicara tapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan
dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena
kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal.
Pada afasia sensorik pasien tidak mampu menerima stimulasi
pengenggaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan.
Sehingga respon pembicara pasien tidak nyambung atau inkohren.
Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima
maupun mengungkapkan pembicaraan.

e. Disatria (bicara cedal atau pelo) Merupakan kesulitan bicara terutama


dalam artikulasi sehingga ucapan menjadi tidak jelas. Namun demikian
pasien dapat memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun
membaca. Disatria terjadi karena kerusakan nervus kranial sehingga
terjadi kelemahan otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.

f. Gangguan penglihatan diplopia yaitu pasien dapat kehilangan


penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada
lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optic
pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan
karena kerusakan pada saraf kranial III, IV dan VI.

g. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus


kranial IX. Selama menelan lobus didorong oleh lidah dan gllotis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus.

h. Inkontinensia baik bowel ataupun bladder sering terjadi hal ini terjadi
karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.

i. Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala terjadi karena peningkatan


tekanan intrakranial, edema serebri.
5. Klasifikasi Stroke atau Penggolongan Stroke

Stroke dapat diklasifikasikan/digolongkan menjadi dua jenis, yaitu


stroke iskemik dan stroke hemoragik (Annisa et al., 2022 dalam
S.Lengga.,2023)

a. Stroke Iskemik

Stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan pada


pembuluh darah di otak oleh kolesterol atau lemak lain sehingga suplai
oksigen ke otak terhambat. Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi
akibat kematian jaringan otak karena gangguan aliran darah ke daerah
otak, yang disebabkan oleh tersumbatnya arteri serebral atau servikal.
Patologi utama Stroke iskemik adalah aterosklerosis pada pembuluh
darah besar dan stroke lacunar. Pada stroke iskemik dapat timbul
muntah, disfagia (kesulitan menelan), kebutaan monokuler,
afasia/gangguan bahasa, gangguan sensorik dan motorik, hilangnya
kesadaran, dan dapat mengganggu fungsi serebelar. Pada stroke
hemoragik dapat timbul berbagai manifestasi klinis, seperti nyeri
kepala, tekanan darah meningkat, muntah, kejang, lesu, penurunan
kesadaran, bradikardi, kaku leher, kelumpuhan, kelumpuhan lapang
pandang vertikal, penurunan kelopak mata dan pupil tidak reaktif.
Stroke iskemik terdiri dari 3 jenis yaitu:

1) Stroke Trombotik

Yaitu jenis stroke yang disebabkan terbentuknya


thrombus yang menyebabkan terjadinya penggumpalan.

2) Stroke Embolik

Yaitu jenis stroke yang disebabkan oleh karena


tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3) Hipoperfusion Sistemik

Yaitu jenis stroke yang disebabkan berkurangnya aliran


darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi karena adanya satu atau beberapa dari


pembuluh darah di otak yang melemah kemudian pecah sehingga
terjadinya perdarahan disekitar otak. Umumnya stroke hemoragik
didahului oleh adanya penyakit hipertensi. Hipertensi merupakan
faktor risiko yang potensial pada kejadian stroke karena hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak. Pecahnya
pembuluh darah otak akan mengakibatkan perdarahan otak (Annisa et
al., 2022 dalam S.Lengga. 2023). Stroke hemoragik juga dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik, usia, jenis kelamin, serta suku/ras.
Keluhan yang menjadi tanda klinis yang biasa muncul pada stroke
hemoragik adalah terjadinya defisit neurologis fokal dengan omset
mendadak, antara lain sakit kepala, muntah, kejang, tekanan darah
yang sangat tinggi, dan penurunan tingkat kesadaran. Gejala awal yang
paling sering dialami adalah sakit kepala. Pada semua pasien stroke
hemoragik, perlu dilakukan pemerikasaan umum neurologis, tingkat
kesadaran dan tanda-tanda vital sebagai satu bentuk penilaaian klinis.
Umumnya pada pasien stroke hemogenik memiliki keadaan lebih
buruk dibandingkan dengan pasien stroke iskemik. Stroke hemoragik
dapat dibagi menjadi dua jenis menurut letaknya, yaitu :

1) Hemorragik intraserebral

Yaitu perdarahan terjadi di dalam jaringan otak.


Pendarahan ini biasanya disebabkan hipertensi yang
menyebabkan terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah.

2) Hemorragik subaraknoid

Yaitu perdarahan terjadi di ruang subaraknoid (ruang


sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak)

Pada stroke hemoragik, penilaian klinis dapat dilakukan dengan


pemeriksaan fisik umum neurologis, pengukuran tanda vital, dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
pemeriksaan kepala, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), serta
ekstremitas. Untuk mencari edema tungkai yang diakibatkan trombosis
vena dapat dilakukan pemeriksaan ekstremitas. Untuk pemeriksaan
neurologis lainnya dapat dilakukan pemeriksaan refleks batang otak,
refleks fisiologis dan patologis serta nervus kranalis. Untuk
menentukan luas dan lokasi lesi, pemeriksaan neurologis dilakukan
dengan membandingkan semua sisi yaitu kanan- kiri, atas-bawah.
6. Pathway Stroke
B. Tinjauan Umum Tentang Caregiver

1. Pengertian Caregiver

Caregiver adalah seseorang yang melakukan tindakan pengasuhan atau


pendampingan pada seseorang (anggota keluarga atau orang lain) dengan
kondisi khusus. Seorang Caregiver tentunya akan melaksanakan tugasnya
sesuai dengan protap atau Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
ditunjukkan pada pasien. Apalagi bagi pasien yang masih menggunakan alat
bantu atau mengalami ketergantungan total. Memberikan bantuan kepada
pasien yang dirawat di rumah (home care) yang disertai dengan
ketergantungan, menuntut seseorang Caregiver harus mampu mengetahui
perkembangan kondisi pasiennya. Berapa pasien dengan diagnosis yang sama,
tidak selalu memberikan respon yang sama ( perhatikan konsep manusia
sebagai sistem terbuka). Kaji semua kebutuhan pasien, kemampuan yang
dimiliki dan tindakan yang sudah dilakukan oleh pasien/keluarga, dengan
demikian Caregiver menempatkan pasien sebagai manusia yang memiliki
kemampuan bertindak sesuai kapasitas masing-masing pasien (pasien sebagai
subjek). Selain itu Caregiver mendapatkan keuntungan dari kemampuan yang
dimiliki pasien tersebut, karena pasien menjadi lebih rileks, merasa dihargai
atau diakui kemampuannya, mudah beradaptasi dan bekerja sama dengan
kondisinya dan orang-orang yang terlibat dalam perawatannya. Jangan sampai
pasien merasa sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan karena
sedang sakit, pemenuhan kebutuhannya selalu dibantu orang lain atau
tergantung orang lain ( pasien hanya sebagai objek). Kondisi pasien seperti ini
akan menghambat proses adaptasi dan pemulihan, bahkan dapat semakin
memperburuk kondisi psikologis pasien. Semakin menurun psikologis
seseorang, akan mempengaruhi motivasi bertindak, menurunkan imunitas
tubuh, sehingga dapat menghambat proses terapi atau pemulihan yang dijalani.
(Retno Ardanari A.2022)

Caregiver adalah orang yang akan menjalankan tuntutan pekerjaan


yang dibebankan kepada dirinya untuk merawat atau mendampingi atau
mengasuh orang lain dengan keterbatasan atau kebutuhan khususnya. Seorang
Caregiver yang sedang fokus menjalankan tugasnya, sering mengabaikan
pemenuhan kebutuhannya pribadinya, kebutuhan biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan kultural atau dapat dikatakan sedang mengalami proses
kehilangan. Proses kehilangan tersebut biasanya akan dirasakan atau disadari
ketika mengalami tuntutan pekerjaan terus menerus sehingga mengalami
kelelahan dengan berbagai tanda dan gejalanya.

Caregiver yang merasakan mengalami kelelahan akan merasakan


kehilangan banyak waktu dan kesempatan untuk dirinya sendiri dan Caregiver
yang tidak mampu menyadari dan menyelesaikannya dapat berisiko
mengalami stress (depresi). Caregiver merasa lelah, putus asa, tidak mampu,
tidak berharga atau dihargai, tidak berhasil merawat pasien dan lainnya.
Sesuatu yang jarang dibahas adalah tentang bagaimana individu (pengasuh
keluarga) mengalami stres atau kelelahan yang mereka hadapi saat merawat
orang yang mereka cintai.

2. Family Caregiver

Pasien dengan penyakit kronis, penyakit terminal dan kondisi khusus


yang sudah diizinkan pulang untuk perawatan lanjutan dirumah, pasti
memerlukan seseorang yang siap untuk melanjutkan tugas tersebut, baik
sebagai formal Caregiver maupun informal Caregiver. Pasien yang diizinkan
pulang, pasti dengan segala pertimbangan yang sudah diperhitungkan oleh
Tim perawatan pasien difasilitas kesehatan, misalnya kondisi pasien maupun
dilakukan perawatan lanjutan dirumah dengan pertimbangan sosial ekonomi
(biaya yang harus dibayarkan, keterbatasan keluarga untuk mendampingi
dirumah sakit atau anggota keluarga lain dirumah yang juga harus dirawat),
psikologis (pasien merasa lebih nyaman dirawat dirumah) dan pertimbangan
lainnya.

Keinginan pasien melanjutkan perawatan dirumah (diizinkan oleh


runah sakit), mengharuskan anggota keluarga mampu dan mau memberikan
perawatan informal atau dukungan perawatan formal yang sudah diakses dan
terjangkau. Namun harus disadari bahwa calon Caregiver harus siap
melakukan pengasuhan yang merupakan tanggung jawab utama, dapat
menghabiskan waktu dan menimbulkan stress bagi dirinya sendiri. Tuntutan
pekerjaan pengasuhan juga berdampak terhadap aktivitas sehari-hari anggota
keluarga yang lain yang dituntut adaptasi terhadap perubahan tersebut.

Kesiapan anggota keluarga untuk merawat pasien tentunya akan


berdampak pada kemampuan adaptasi anggota keluarga lainnya. Jika
sebelumnya, masing-masing anggota keluarga terbiasa dengan aktivitas sehari-
hari sesuai peran dan tugasnya dirumah, tetapi dengan adanya pasien yang
menjalankan perawatan dirumah, mereka dituntut untuk menyesuaikan
aktifitasnya. Menyediakan tempat khusus dan alat- alat lainnya bagi pasien
(alat bantu), membatasi aktivitas yang dapat menggangu ketenangan dan
kenyamanan pasien (mengurangi volume radio, televisi, musik dan lain-lain),
mengubah atau mengurangi tingkat penerangan ruangan, menyediakan
makanan, menyediakan minuman sesuai kebutuhan pasien yang tentunya
berbeda dengan kebutuhan anggota keluarga lainnya, serta masih banyak lagi
penyesuaian atau adaptasi yang harus dilakukan. Kesiapan merawat yang
harus dilakukan dilakukan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia (bio-
psiko-sosio-spiritual-kultural), terdiri dari ranah kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotorik (tindakan) sesuai kebutuhan pasien.
Ketidakmampuan beradaptasi dengan keberadaan pasien di rumah
dapat menimbulkan berbagai masalah, baik untuk pasien, Caregiver maupun
anggota keluarga lainnya. Konflik psikologis antara anggota keluarga, merasa
diabaikan atau dinomorduakan, kecemburuan dapat menjadi masalah baru.
Kesiapan keluarga menerima kondisi pasien dengan perawatan lanjutan
dirumah sangat diperlukan. Keluarga perlu memahami kondisi pasien dan
kebutuhan yang harus dibantu selama dirawat dirumah. Supaya tidak muncul
kecemburuan yang dapat menjadi sumber stressok baru pasien maupun
anggota keluarga lainnya. Terlebih lagi jika Caregivernya adalah anggota
keluarga (family informal Caregiver) yang tidak memiliki layar belakang ilmu
keperawatan/kesehatan, tetapi hanya dibekali ilmu perawatan secara singkat
selama pasien dirawat dan ketika pasien akan pulang, pasti akan lebih
membutuhkan tuntutan kemampuan adaptasi yang cepat supaya dapat
menjalankan tambahan peran dan tugas baru ketika pasien pulang. Family
Caregiver membutuhkan kesiapan biologis, psikologis, sosial, ekonomi, dan
spiritual serta kultural.

Merawat pasien yang mengalami dimensia dapat merugikan pengasuh,


menyebabkan permusuhan, frustasi dan kebencian. Stress kronis dapat
berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan pengasuh informal
pasien demensia terkait dengan tuntutan luar biasa untuk merawat orang yang
dicintai (keluarga). Penelitian menunjukkan stres dan kelelahan merawat
penderita demensia terhadap kesehatan fisik dan psikologis pengasuh.
(Oluwaseyi Rachel Jomogbola, Christoper Solomon, Shanika L. Wilson,2018)

3. Jenis - Jenis Caregiver

a. Formal Caregiver

Formal Caregiver adalah mereka yang dilatih dalam melakukan


perawatan, seperti tenaga profesional yang disediakan rumah sakit,
psikiater hingga perawat

b. Informal Caregiver

Informal Caregiver adalah mereka yang memberikan perawatan


tanpa di latih. Seperti keluarga terdekat, sahabat, teman hingga
tetangga. (UPTD Puskesmas Takalala Tahun 2022)

4. Tugas Dan Fungsi Family Caregiver

a. Bantuan dengan ADL

Namun, sebagian besar, jika tidak semua, pengasuh keluarga


memberikan serangkaian dukungan penting dalam tugas-tugas rutin
kehidupan. Bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) dan
aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari (IADL), seperti mengelola
keuangan, mencuci, pekerjaan rumah tangga, pemeliharaan rumah,
pembayaran tagihan, transportasi, dan menyiapkan makanan,
merupakan tugas yang diharapkan dari pengasuh keluarga.

Lansia juga memerlukan bantuan dalam tugas perawatan diri,


seperti mandi, berdandan, menggunakan toilet, dan berpakaian. Hanya
kurang dari 20 persen pengasuh keluarga yang memberikan bantuan
dalam tugas perawatan diri setiap hari atau hampir setiap hari.
Pengasuh keluarga membantu penerima perawatan dengan manajemen
pengobatan dan janji temu dengan dokter.

b. Dukungan Emosional dan Sosial

Perubahan emosional pada penerima perawatan dapat


berkembang secara bertahap, seiring dengan meningkatnya kelemahan,
atau gejala penurunan kognitif mulai muncul. Oleh karena itu,
hubungan dengan pengasuh keluarga terkena dampaknya. Sebaliknya,
dampak emosional pada hubungan bisa berubah secara tiba-tiba jika
terjadi krisis kesehatan yang tidak terduga.

Memberikan dukungan emosional kepada individu lanjut usia


yang menderita stroke, misalnya, akan menjadi aspek peran
pengasuhan yang paling memakan waktu. Serangan depresi atau
kesedihan, perasaan tidak berharga, kesepian, kecemasan, dan
kekhawatiran pada lansia memerlukan dukungan emosional yang kuat.

c. Tugas Medis

Pengasuh keluarga akan melakukan tugas perawatan kesehatan


sederhana di rumah. Obat-obatan dapat diberikan tidak hanya secara
oral tetapi juga melalui patch, suntikan dan intravena. Jika penyakitnya
parah, pengasuh keluarga akan mengatur peralatan, seperti selang
makanan atau kateter.

Manajemen gejala dan pemantauan kondisi lansia adalah


tanggung jawab keluarga pengasuh. Pengasuh akan menangani
demam, dehidrasi, delirium, dan rejimen pengobatan yang kompleks.
Prosedur langsung, seperti pompa infus dan perawatan luka, juga
semakin banyak dilakukan oleh perawat keluarga.

d. Koordinasi Perawatan

Pengasuh keluarga akan membuat janji dengan dokter untuk


penerima perawatan lansia mereka . Pengasuh menemani senior ke
kantor dokter, berbicara dengan dokter dan memesan obat resep.
Mereka juga mengubah atau menangani asuransi kesehatan lansia.
Sebagai advokat, pengasuh keluarga bertanggung jawab untuk
mengidentifikasi dan menyediakan sumber daya untuk memfasilitasi
layanan kesehatan bagi lansia. Mereka mungkin berurusan dengan
calon pembayar, seperti Medicare, Medicaid, dan Medigap . Pengasuh
bahkan dapat membantu transisi lansia ke lingkungan perawatan baru,
seperti fasilitas tempat tinggal berbantuan.

e. Pengambilan Keputusan

Lansia dengan gangguan kognitif ringan memiliki kemampuan


mengungkapkan keinginannya. Ketika penurunan kognitif parah,
pengasuh keluarga akan bertanggung jawab untuk mengambil
keputusan atas nama lansia. Individu yang lemah mungkin
memerlukan bantuan dari pengasuh keluarga untuk melaksanakan
keputusan mereka.

Beberapa aspek mempengaruhi pengambilan keputusan. Hal ini


mencakup nilai, preferensi, kemampuan, tujuan, dan persepsi lansia
dan keluarga pengasuh. Pengasuh dan penerima perawatan mungkin
tidak selalu setuju. Untuk dukungan, kedua belah pihak dapat
menggunakan surat wasiat, surat kuasa, dan perjanjian perawatan
pribadi. (Aurora, St Charles, Bartelent, Carol Stream, IL. 2020)

5. Tipe-Tipe Family Caregiver

Menurut Setiawati (Dikutip dalam Desriani Saputri.2022) ada beberapa


macam tipe-tipe family caregiver , yaitu:

a. Caregiver Primer

Caregiver primer merupakan caregiver utama yangmemiliki


tingkatan tanggung jawab tertinggi mengenai perawatanserta
melakukan tugas besar dalam mengasuh penderita yang sakit.Caregiver
primer mengasuh anggota keluarganya yang sakitsendiri maupun
bersama dengan keluarga yang lain.

b. Caregiver Sekunder

Caregiver sekunder yakni seorang yang bertugas dalammenjaga


anggota keluarganya yang sakit dengan tingkatan yangsama dengan
caregiver primer namun memiliki tingkatan tanggungjawab yang
berbeda. Oleh sebab itu, caregiver sekunder tidakmemiliki kewajiban
buat pengambilan keputusan terpaut denganperawatan penderita.
Caregiver sekunder membagikan penjaannyadibantu oleh caregiver
primer.

c. Caregiver Tersier
Caregiver tersier merupakan seseorang yang memilikisedikit
tanggung jawab ataupun tidak mempunyai tanggung jawabsama sekali
dalam pengambilan keputusan terpaut perawatan penderita. Tugas
yang dilakukan oleh caregiver tersier sepertibelanja, berkebun dan
membayar tagihan. Caregiver tersier ini dapat melakukan perawatan
apabila caregiver keluarga yang lain tidak ada.

6. Beban Caregiver

Menurut Sukmarini (dikutip dalam Desriani Saputri,2022) beban


Caregiver terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Beban subjektif

Beban subjektif caregiver merupakan reaksi psikologisyang


dialami oleh caregiver sebagai akibat dari perannya dalammenjaga
penderita.

b. Beban objektif

Beban objektif caregiver ialah permasalahan instan


yangdialami oleh caregiver, seperti permasalahan dalam
keuangan,kendala pada kesehatan fisik, permasalahan dalam
pekerjaan,serta kegiatan sosial.

7. Faktor yang Mempengaruhi Beban Caregiver pada pasien Stroke

Menurut Henriksson & Arestedt dikutip dalam Desriani Saputri(2022),


ada dua faktor yang mempengaruhi beban caregiver pada pasien stroke.

NO Faktor Caregiver Faktor Pasien


1 Usia: Usia Pasien:
Caregiver keluarga yang mempunyai usia Usia pasien yang semakin tua
lebih tua akan memiliki tingkat stres yang dengan penyakitbstroke akan
lebih tinggi dalam merawat pasien stroke menambah tekanan dan beban pada
karena dukungan keluarga yang kurang. caregiver. Bertambahnya usia pasien
Sementara itu caregiver yang memiliki usia bisa menyebabkan kemunduran
lebih muda akan menerima tekanan yang psikologis sehingga pasien
lebih besar juga. membutuhkan tingkat pengasuhan
yang lebih tinggi.
2 Jenis Kelamin: Kondisi Stroke:
Jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap Saat penyakit pasien menurun
beban caregiver. Penelitian mengatakan dengan gejala tambahan, kehilangan
bahwa caregiver wanita mempunyai tingkat fungsi fisik, membutuhkan
beban yang lebih tinggi dibandingkan perawatan yang lebih banyak dan
caregiver laki-laki. Selain itu juga wanita tingkat stress caregiver
mempunyai tingkat depresi yang lebih tinggi semakin tinggi.
dan kepuasan hidup dengan tingkat yang
lebih rendah.
3 Ras: Lama Masa Rawat:
Penelitian mengatakan bahwa Ras Kaukasid Durasi caregiver merawat pasien
mempunyai tingkat beban caregiver yang berpengaruh
lebih tinggi dibandingkan dengan ras yang terhadap stres caregiver. Caregiver
lainnya. dapat mengalami stres lebih rendah
bila merawat pasien lebih dari 2 tahu

4 Tingkat Pendidikan:
Caregiver yang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah akan mengalami tingkat stress
yang tinggi pula. Akan tetapi ada penelitian
yang lain yang membuktikan bahwa
tidak ada hubungan antara tingkat Pendidikan
dengan tingkat beban pada caregiver.
5 Pendapatan:
Pendapatan dan status ekonomi mempunyai
hubungan dengan beban caregiver. Caregiver
dengan pendapatan yang kurang akan
mengalami permasalahan ekonomi yang
tinggi. Sehingga akan menyebabkan caregiver
mempunyai tingkat beban financial yang
lebih berat.

6 Status Pekerjaan:
Caregiver yang memiliki status pekerjaan
mengakibatkan caregiver harus membagi
waktu antara pekerjaan dengan kewajiban
dalam merawat pasien.
Caregiver yang bekerja serta merawat pasien
dalam aktivitas sehari-hari memiliki beban
caregiver yang lebih tinggi.

7 Status Kesehatan:
Status kesehatan memiliki efek pada persepsi
terkait dengan beban caregiver. Caregiver
dengan tingkat kesehatan yang buruk akan
mengalami beban caregiver yang tinggi dan
juga mengalami pmasalah pada fisik, religius,
maupun finansial yang lebih tinggi.

8 Status Perkawinan:
Status perkawinan dan komunikasi sesama
keluarga dapat mempengaruhi ketegangan.
Status pernikahan antara caregiver dengan
pasangannya akan berimbas pada beban
caregiver pula.
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Kerangka Konsep

Caregiver Formal

Caregiver Stroke

Caregiver Infromal Family


Caregiver

Faktor yang
mempengaruhi beban
caregiver

Beban caregiver keluarga pada A. Usia caregiver


lansia stroke B. Jenis kelamin
C. Pendidikan
M. Beban fisik D. Pekerjaan
N. Beban emosional E. Penghasilan
O. Beban ekonomi F. Perkawinan
P. Hubungan antara G. Hubungan
Q. pasien dan keluarga H. keluarga
I. Kondisi
J. pasien
K. Lama merawat
L. pasien

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti
2. Hipotesis
Dalam statistik, HA (Hipotesis Alternatif) adalah pernyataan yang
menyatakan adanya hubungan atau perbedaan yang signifikan antara variabel yang
diuji.

HA : Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang mempengaruhi


beban caregiver dalam merawat keluarga yang mengalami stroke.

Sedangkan HO (Hipotesis Nol) adalah pernyataan yang menyatakan tidak


adanya hubungan atau perbedaan yang signifikan antara variabel yang diuji.

HO : Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang mempengaruhi


beban caregiver dalam merawat keluarga yang stroke.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan dengan metode cross


sectional. Penelitian kuantitatif adalah pengumpulan data numerik terkait dengan
tingkat stres, tanggung jawab, dampak emosional, atau fisik yang dialami oleh para
caregiver dalam merawat pasien stroke. Metode ini dapat mengukur seberapa besar
beban yang dirasakan oleh caregiver berdasarkan kuesioner, skala penilaian, atau
pengukuran lainnya untuk menilai aspek-aspek tertentu dari beban tersebut.

Metode cross-sectional merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian di


mana data dikumpulkan dari sejumlah responden atau subjek pada satu waktu tertentu
tanpa melibatkan pengamatan terhadap perubahan subjek dari waktu ke waktu.
Pendekatan ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik, hubungan, atau
perbedaan antara variabel-variabel pada satu titik waktu dalam populasi yang berbeda
atau di antara kelompok yang berbeda.

Pengambilan sampel menggunakan teknik purpose sampling, sebanyak 100


Caregiver dengan kriteria inklusi merawat anggota keluarga yang sakit stroke minimal
3 bulan. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner data demografi (Ini berisi
pertanyaan-pertanyaan terkait informasi demografis seperti usia, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, dan informasi penting lainnya yang relevan
dengan penelitian) dan Zarit Burden Interview ( Formulir ini memiliki pertanyaan
yang dirancang untuk mengukur tingkat beban atau stres yang dirasakan oleh
caregiver, umumnya terkait dengan perawatan seseorang yang membutuhkan
perhatian intensif, seperti pasien stroke. Pertanyaan dapat berkisar dari dampak
emosional hingga fisik yang dirasakan oleh caregiver dalam situasi tertentu) dalam
bentuk form. Kuesioner data demografi dan Zarit Burden Interview biasanya disusun
dalam bentuk formulir yang memuat pertanyaan- pertanyaan terstruktur yang harus
diisi oleh responden.
C. Variabel Penelitian

1. Variabel independen

Variabel independen adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


atau memiliki hubungan dengan variabel yang diteliti tanpa dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Dalam konteks judul tersebut, variabel independen bisa
berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan,tingkat keparahan stroke,
hubungan keluarga, lama merawat, dukungan sosial, kondisi kesehatan
lainnya, dan faktor-faktor lain yang mungkin berperan dalam memengaruhi
beban caregiver.

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi fokus atau yang ingin
diprediksi dalam sebuah penelitian. Dalam kasus judul yang disebutkan
sebelumnya, variabel dependen adalah “beban caregiver dalam merawat
keluarga yang stroke.” Hal ini merupakan hasil atau reaksi yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang diselidiki (variabel independen), seperti usia, jenis
kelamin, atau dukungan sosial.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu penentuan mengenai wujud variabel yang


akan dikaji dalam suatu penelitian. Untuk mengkaji hipotesis, peneliti perlu
menentukan atau memastikan variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitian
ini. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap varibei-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan
instrumen alat ukur. Berdasarkan uraian diatas, maka definisi operasional dalam
penelitian ini adalah:

Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Variabel independen
Umur Caregiver keluarga Kuesioner Mengisi 1 = remaja akhir 17-25 Numerik
yang mempunyai kuesioner tahun
usia lebih tua akan
memiliki tingkat 2 = masa dewasa awal
stres yang lebih 26-35 tahun
tinggi dalam
merawat pasien 3 = masa dewasa akhir
stroke karena 36-45 tahun
dukungan keluarga
yang kurang. 4 = masa lansia awal
Sementara itu 46-55 tahun
caregiver yang
memiliki usia lebih 5 = masa lansia akhir
muda akan 56-65 tahun
menerima tekanan
yang lebih besar 6 = masa manula 65
juga. tahun keatas
Jenis Jenis kelamin Kuesioner Mengisi 1 = laki-laki Numerik
Kelamin mempunyai kuesioner
pengaruh terhadap 2 = perempuan
beban caregiver.
Penelitian
mengatakan bahwa
caregiver wanita
mempunyai tingkat
beban yang lebih
tinggi
dibandingkan
caregiver laki-laki.
Selain itu juga
wanita mempunyai
tingkat depresi
yang lebih tinggi
dan kepuasan
hidup dengan
tingkat yang lebih
rendah
Pendidikan Caregiver yang Kuesioner Mengisi 1 = SD Numerik
memiliki tingkat kuesioner
pendidikan yang 2 = SMP
rendah akan
mengalami tingkat 3 = SMA
stress yang tinggi
pula. Akan tetapi 4 = Perguruan Tingg
ada penelitian yang
lain yang
membuktikan
bahwa
tidak ada hubungan
antara tingkat
Pendidikan dengan
tingkat beban pada
caregiver.
Pekerjaan Caregiver yang Kuesioner Mengisi 1 = Bekerja Numerik
memiliki status kuesioner
pekerjaan 2 = Tidak Bekerja
mengakibatkan
caregiver harus
membagi waktu
antara pekerjaan
dengan kewajiban
dalam merawat
pasien.
Caregiver yang
bekerja serta
merawat pasien
dalam aktivitas
sehari-hari
memiliki beban
caregiver yang
lebih tinggi.
Penghasilan Pendapatan dan Kuesioner Mengisi 1 = <UMR Numerik
status ekonomi kuesioner
mempunyai 2 = >UMR
hubungan dengan
beban caregiver.
Caregiver dengan
pendapatan yang
kurang akan
mengalami
permasalahan
ekonomi yang
tinggi. Sehingga
akan menyebabkan
caregiver
mempunyai tingkat
beban financial
yang lebih berat.
Status Status perkawinan Kuesioner Mengisi 1 = Menikah Numerik
Perkawinan dan komunikasi kuesioner
sesama keluarga 2 = Belum Menikah
dapat
mempengaruhi 3 = Bercerai
ketegangan. Status
pernikahan antara
caregiver dengan
pasangannya akan
berimbas pada
beban caregiver
pula.
Lama Durasi caregiver Kuesioner Mengisi 1 = <2 tahun Numerik
Merawat merawat pasien kuesioner
berpengaruh 2 = >2 tahun
terhadap stres
caregiver.
Caregiver dapat
mengalami stres
lebih rendah bila
merawat pasien
lebih dari 2 tahu

Hubungan memberikan beban Kuesioner Mengisi 1 = Pasangan Numerik


emosional, fisik, kuesioner
dan mental yang 2 = Anak
signifikan bagi
caregiver. 3 = Orangtua

4 = Saudara

5 = Lainnya
Jenis Saat penyakit Kuesioner Mengisi 1 = Lumpuh total Numerik
Kelumpuha pasien menurun kuesioner
n dengan gejala 2 = Lumpuh Sebagai
tambahan,
kehilangan fungsi
fisik,
membutuhkan
perawatan yang
lebih banyak dan
tingkat stress
caregiver
semakin tinggi.

Variabel Dependen
Beban Fisik Kuesioner Mengisi Numerik
kuesioner
Beban Kuesioner Mengisi Numerik
Emosional kuesioner
Beban Kuesioner Mengisi Numerik
Ekonomi kuesioner
Beban sosial Kuesioner Mengisi Numerik
kuesioner
Hubungan Kuesioner Mengisi Numerik
keluarga kuesioner
dengan
pasien
(Desriani Saputri,2022)

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek/subjek penelitian. Populasi


dapat diartikan sebagai keseluruhan elemen dalam penelitian meliputi objek
dan subjek dengan ciri-ciri dan karakteristik tertentu. Jadi pada prinsipnya,
populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau
benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat secara terencana menjadi
tergat kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. (Nur Fadilah Amin, 2023)

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang merawat penderita


stroke minimal diatas 3 bulan yang tercatat dalam Puskesmas Kedaloman
Tanggamus.
2. Sampel

a. Besar Sampel

Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi


yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian.
Dengan kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi untuk
mewakili seluruh populasi. (Nur Fadilah Amin, 2023)

Sampel pada penelitian ini adalah keluarga yang merawat


penderita stroke minimal diatas 3 bulan yang tercatat dalam Puskesmas
Kedaloman Tanggamus.

b. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik prupose sampling. Sampling


Purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. (Sugiyono dalam Nur Fadilah Amin,2023).

Pada penelitian ini adalah Caregiver dengan kriteria inklusi


merawat anggota keluarga yang sakit stroke minimal 3 bulan.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedaloman


Tanggamus.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November – Desember 2023.

G. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018), Etika adalah ilmu atau pengetahuan yang


membahas manusia, terkait dengan perilakunya terhadap manusia lain atau sesama
manusia. Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek
penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut.
Secara garis besar dalam melaksanakan sebuah penelitian ada beberapa prinsip yang
harus dipegang teguh, yaitu :

1. Menghormati harkat martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk


mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
(informed concent), yaitu :

a. Penjelasan manfaat penelitian.


b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidak nyamanan yang
ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan


subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian


kapan saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi


yang diberikan oleh responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek peneliti (respect for privacy and
confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan


kebebasan individu dalam memberikan informasi. Oleh karena itu, peneliti
tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan
identitas subjek. Cukup menggunakan codding sebagai pengganti identitas
responden.

3. Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect for justicean


inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan


kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian
perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua
subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms


and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal


mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada
khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang
merugikan subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat
mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, Stress maupun
kematian subjek penelitian. Mengacu pada prinsip dasar penelitian tersebut,
maka setiap penelitian yang dilakukan oleh siapa saja termasuk para peneliti
kesehatan hendaknya :

a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani,


moral, kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab.
b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan,
kesejahteraan, martabat dan peradaban manusia, serta terhindar dari
segala sesuatu yang menimbulkan kerugian atau membahayakan
subjek penelitian atau masyarakat pada umumnya.

H. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Stephanus Eko Wahyudi,2016).
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dengan membagikan kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dengan melihat
data rekam medik pasien stroke di Puskesmas Kedaloman Tanggamus.

Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk


mengumpulkan data (Stephanus Eko Wahyudi,2016). Instrumen pengumpulan data
pada penelitian ini adalah lembar kuesioner yang dirancang sebagai pedoman
pengumpulan data penelitian.
Retno, Ardanari, Agistin. (2022). Caregiver: Stigma, Kelelahan dan Tuntutan. Yogyakarta:
Deepublish

Dr.Luluk Widarti, M.Kes. (2020). Perilaku Caring : Meningkatkan Kondisi Psikologis dan
Biologis Pasien Stroke. Yogyakarta: Deepublish

Lestari, Lonara, Lolo & Maria. Astrid. (2023). Stroke: Ungkapan Rasa Penderita Dan
Caregiver Stroke. Yogyakarta: Deepublish

P2PTM Kemenkes RI,2018, Apa Itu Stroke?

Feigin,V.L., Brainin, M., Norrving, B., Martins, S., Sacco, R. L., Hacke, W., Lindsay, P.
(2022). World Stroke Organization (WSO): Global Stroke Fact Sheet 2022. 17(x)
https://doi.org/10.1177/17474930211065917

Dirjen Yankes 2023 https://Yankes.Kemkes.go.id/read/1443/world-stroke-day-2023-greater-


than-stroke-kenali-dan-kendalikan-stroke
Tuntun, M. (2018). Difference Hemoglobin Levels, Value Of Hematocrit And Amount Of
Erythrocytes On Hemorrhagic Stroke And Non Hemorrhagic Stroke In RSUD Dr.H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Analisis Kesehatan, 7(2), 725 https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JANALISKES/article/download/1201/843
World Health Organization 2020 https://repo.undiksha.ac.id/13740/1/1918011042-BAB
%201%20PENDAHULUAN.pdf
Trianika. (2023). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 19(1), 36-43.
http://ejournal.unimugo.ac.id/JIKK/acticle/viewFile/1084/515
Dwi, & Ira. (2022). Pengalaman Caregiver Informal Dalam Merawat Lansia Pada Masa
Pandemi. Jurnal Penelitian Psikolog, Volume 9(2) 27-39
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/download/45573/38547

Purba, W. S. (2023). Hubungan Antara Status Fungsional Pasien Stroke Dengan Beban
Caregiver Keluarga. Jurnal Keperawatan Priority, 6(2).
http://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/jukep/article/download/4023/2537/15700

Henriksson, A., & Arestedt, K. Dalam Desriani, Saputri(2022) Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Beban Caregiver Dalam Merawat Lansia Stroke., 2022
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/22469/2/C051171322_skripsi_17-06-2022%201-2.pdf

Agustina, M. (2018). ‘Pengaruh terapi psikoedukasi terhadap beban caregiver dalam merawat
pasien stroke’. Jurnal edurance, 3(2), 278-283. doi: https://doi.org/10.22216/jen.v3i2.2741
Desriani Saputri. 2022. Faktor-faktor yang berhubungan dengan beban Caregiver dalam
merawat lansia stroke : a report from the American Heart Association Statistics Committee
and Stroke Statistics Subcommittee [published. American Heart Association , 119:e21– e181.
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/22469/2/C051171322_skripsi_17-06-2022%201-2.pdf

Kementerian Kesehatan RI 2018. Faktor Risiko Stroke yang Bisa diubah


https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/faktor-risiko-stroke-yang-bisa-diubah

Annisa et al., 2022 dalam S.Lengga. 2023. Klasifikasi Stroke


https://repository.stikespantiwaluya.ac.id/id/eprint/310/3/SKRIPSI%20FIKS%20_Sr.
%20Serafina_BAB%202.pdf

UPTD Puskesmas Takalala. Dinas Kesehatan Kabupaten Soppeng. Pelatihan Caregiver


Informal UPTD Puskesmas Takalala. 2022 https://pkm-takalala.soppeng.go.id/pelatihan-
caregiver-informal-uptd-puskesmas-takalala-tahun-2022/#:~:text=Caregiver%20formal
%20adalah%20mereka%20yang,sahabat%2C%20teman%2C%20hingga%20tetangga

Aurora, St Charles, Bartelent, Carol Stream, IL. Batavia. Assisting Hands Home Care. Apa
Tanggung Jawab Pengasuh Keluarga. 2020
https://assistinghands-com.translate.goog/47/illinois/batavia/blog/what-is-the-responsibility-
of-family-caregivers/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Oluwaseyi Rachel Jomogbola, Christoper Solomon, Shanika L. 2018. Wilson. Family as


Caregiver: Understanding Dementia and Family Relationship. Vol.2,. Issue.2., Article ID:
100007
https://www.researchgate.net/publication/362270700_Family_as_Caregiver_Understanding_
Dementia_and_Family_Relationship

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus. Persentase Capaian Deteksi Dini PTM . 2023

Nur Fadilah Amin, Sabaruddin Garancang,Kamaluddin Abunawas. Konsep umum populasi


dan sampel dalam penelitian. Jurnal Kajian Islam Kontemporer. Volume 14 , No. 1, Juni
2023 https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/download/10624/5947

Notoadmodjo,S .,( 2018). Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta: Rineka Cipta.

Stephanus Eko Wahyudi.(2016). Universitas Ciputra Surabaya Program Studi Informatika.


Metode Pengumpulan Data dalam Penelitian https://informatika.uc.ac.id/2016/02/2016-2-18-
metode-pengumpulan-data-dalam-penelitian/

Anda mungkin juga menyukai