Anda di halaman 1dari 60

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Home Care Terhadap

Kemandirian (Activity Daily Living) ADL Pada Penderita Stroke Hemoragik

di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman Tahun 2023”.

Proposal skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk menyelesaikan Pendidikan SI Keperawatan STIKes Piala Sakti Pariaman.

Dalam proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak H.Syahrul, SKM, M.Kep selaku ketua STIKes Piala Sakti Pariaman

yang terus menjadi inspirasi dan memberi banyak motivasi baik dari segi

pemikiran maupun pengalaman yang baru kepada penulis.

2. Ibu Ns. Asfri Sri Rahmadeni,M.Kep selaku Sekretaris Program Studi

Pendidikan Ners STIKes Piala Sakti Pariaman.

3. Bapak H.Syahrul, SKM, M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Ns. Linda

Andrini, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II yang terus menginspirasi

dan memberi banyak motivasi dari segi pemikiran maupun pengalaman

yang baru kepada penulis.

4. Pimpinan Puskesmas Pariaman yang telah memberikan izin dalam

pengambilan data awal dalam penelitian.


5. Dosen dan Staf di STIKes Piala Sakti Pariaman yang telah memberikan

berbagai ilmu selama masa pendidikan untuk bekal penelitian.

6. Selanjutnya yang teristimewa kepada kedua orang tua, kakak dan teman-

teman saya yang telah memberikan dukungan dan arahan pada saya selama

saya menjalani masa pendidikan di keperawatan ini.

Semoga semua bimbingan, bantuan dan amal kebaikan yang telah

diberikan mendapat imbalan rahmat dan karunia dari Allah SWT. Akhir kata

peneliti mendo’akan kehadirat Allah SWT semoga bantuan yang telah diberikan

mendapat limpahan rahmat dan peneliti mengaharapkan agar skripsi ini dapat

bermanfaaat, tidak saja bagi penelititapi juga bagi semua pembaca serta dapat

digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan masa mendatang.

Pariaman, Juli 2023

Penulis

DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular meningkat lebih cepat dibandingkan penyakit

menular. Faktor paling dominan penyebab tingginya angka penyakit tidak

menular adalah pola hidup yang tidak sehat. Salah satu penyakit tidak

menular dengan angka kematian yang tinggi adalah stroke. Stroke

menunjukkan tanda dan gejala hilangnya fokus fungsi sistem saraf pusat yang

berkembang pesat (dalam hitungan detik atau menit). Gejala tersebut

berlangsung lebih dari 24 jam dan menyebabkan kecacatan fisik dan mental

serta kematian pada usia produktif dan lanjut usia (WHO, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2018

prevalensi stroke di dunia adalah 33 juta orang, dimana 16,9 juta orang

mengalami gejala stroke. Dari jumlah tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5

juta mengalami cacat. Secara keseluruhan, stroke merupakan penyebab

kematian kedua di negara maju, membunuh 4,5 juta orang setiap tahun.

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus menjadi

masalah global. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua dan

penyebab kecacatan nomor tiga di dunia. Menurut Organisasi Kesehatan

Dunia, stroke adalah suatu kondisi yang ditandai dengan defisit neurologis

fokal dan global, dapat menjadi parah dan berlangsung selama 24 jam atau

lebih, dapat menyebabkan kematian, dan tidak diketahui penyebab yang jelas

selain masalah pembuluh darah. Stroke disebabkan oleh pecahnya atau


penyumbatan pembuluh darah di otak, yang mengganggu aliran darah dan

mengakibatkan bagian otak tidak menerima oksigen. Hal ini menyebabkan

kematian sel atau jaringan di otak (WHO, 2020)

Menurut Organisasi Stroke Dunia 2022, akan ada 12.224.551 kasus

stroke baru dan 101.474.558 orang yang saat ini hidup dengan stroke setiap

tahunnya. Dengan kata lain, satu dari empat orang berusia 25 tahun akan

mengalami stroke seumur hidupnya. Kematian akibat stroke adalah

143.232.184. Antara tahun 1990 sampai 2019, stroke dan kematian

meningkat sebesar 70% dan 43% di negara berpenghasilan rendah dan

menengah.

Menurut data Riskesdas (2018), bahwa stroke merupakan penyebab

kematian nomor satu di Indonesia dengan prevalensi 8,3 per 1000 penduduk.

Bila tidak dilakukan upaya pencegahan atau penanggulangan stroke yang

lebih baik, maka jumlah penduduk stroke di Indonesia pada tahun 2020

diprediksikan akan mengalami peningkatan yaitu 2 kali lipat. Prevalensi

stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil

dan yang diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil.

Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara

(10,8%), diikuti Di Yogyakarta yaitu (10,3%). Bangka belitung dan DKI

Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis

nakes gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan yaitu (17,9%). Di

Yogyakarta yaitu (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur

sebesar 16 per mil.


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Barat, stroke menjadi 10

besar penyakit terbanyak di Indonesia pada tahun 2019, prevalensi kasus

stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0% dan

12,1% untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2018, prevalensi penyakit stroke di Sumatera Barat mengalami

kenaikkan sebanyak 3,4% dalam ruangan waktu 5 tahun terakhir, yaitu dari

7,5% di tahun 2013 menjadi 10,9% tahun 2018. Penyakit stroke merupakan

salah satu diantara 3 penyakit penyebab paling banyak kematian di provinsi

Sumatera Barat yaitu prevalensinya 12,2% yang diikuti penyakit gagal

jantung 1.2% dan jantung koroner 0,3%. Jumlah penderita Stroke di Provinsi

Sumatera Barat tahun 2018 sebanyak 8.557 kasus. Kasus terbanyak di kota

Padang sebanyak 1.893 kasus. Persentase penderita stroke di Sumatera Barat

sebesar 0,24% (Dinkes Sumbar, 2018).

Stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik

atau non hemoragik. Perdarahan intraserebral (ICH), atau lebih dikenal

sebagai stroke hemoragik, disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di

dalam otak. Kondisi ini menyebabkan gejala neurologis yang muncul tiba-

tiba dan sering diikuti dengan gejala sakit kepala hebat saat beraktivitas

akibat tekanan ruang atau peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Efek ini

menghasilkan kematian yang lebih tinggi pada stroke hemoragik daripada

stroke iskemik atau non hemoragik. Pada stroke hemoragik, gejala

peningkatan tekanan intrakranial mendominasi, membutuhkan perawatan

segera sebagai tindakan penyelamatan jiwa. Oleh karena itu, diagnosis stroke
hemoragik sangat penting untuk memastikan pengobatan yang efektif

(Setiawan, 2021).

Stroke atau kecelakaan serebrovaskular (CVA) adalah penyakit saraf

yang sering didiagnosis dan memerlukan penanganan yang cepat dan akurat.

Stroke adalah kelainan fungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba akibat

gangguan sirkulasi otak dan dapat terjadi pada siapa saja kapan saja

(Muttaqin, 2018). Beberapa masalah yang biasa terlihat setelah stroke antara

lain kelemahan pada kaki yang membuat sulit bergerak, kehilangan sensasi,

kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan orang lain, dan kesulitan

atau ketidakmampuan memahami kebutuhan sehari-hari seperti mandi,

berpakaian, buang air, sedang berjalan, dan memasak (Dharma, 2018).

Secara medis, stroke disebut cerebrovascular accident (CVA). Stroke

adalah penyakit saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak

yang berlangsung sekitar 24 jam atau lebih. Gejala klinis muncul secara tiba-

tiba dan bertahap, menyebabkan kerusakan otak akut, dan terjadi secara fokal

atau global. Berdasarkan penyebabnya, ada dua jenis stroke yaitu stroke

iskemik dan stroke hemoragik. Sekitar 87 persen orang mengalami stroke

iskemik, yaitu stroke yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah ke

otak, sedangkan sisanya menderita stroke hemoragik (Mozaffarian, 2019).

Pasien stroke yang mengalami perdarahan memerlukan bantuan untuk

mandi, buang air besar, buang air kecil, berpindah, menggunakan toilet,

bergerak, makan, kebersihan diri dan berpakaian. Menurut Harahap dan

Siringoringo (2016), bentuk kemandirian yang dapat dilakukan pada pasien


stroke non hemoragik adalah makan, kontinensia buang air kecil, kontinensia

buang air besar dan mobilitas, sedangkan bentuk kemandirian yang dapat

dilakukan secara mandiri adalah transfer, penggunaan toilet, berpakaian,

perawatan diri dan mandi.

Dalam penelitian Agustiyaningsih dkk. (2020), mereka menyatakan

bahwa pasien pulang masih memiliki kemampuan fisik yang tidak stabil,

sehingga seringkali keluarga memanjakan mereka dengan membantu mereka

dalam segala aktivitas fisik. Bantuan yang berlebihan membuat pasien

berbaring di tempat tidur yang panjang tanpa menunggu kondisinya

membaik, tubuh melemah tanpa terasa, mudah lelah dan gerakannya tampak

sulit karena anggota badan menjadi kaku. Bahwa hal itu mempengaruhi

perkembangan komplikasi penyakit lain, dan keluarga harus diberitahu.

Gangguan fungsional menyebabkan kecacatan seseorang, membuat

stroke tidak produktif. Seseorang yang menderita stroke menjadi semakin

tergantung pada orang lain untuk kehidupan sehari-hari (ADL), oleh karena

itu diperlukan pengobatan. Perawatan tersebut hanya memperbaiki saraf

motorik sehingga pasien tidak tergantung pada orang lain atau mengurangi

ketergantungan pasien pada orang lain untuk melakukan ADL.

Keadaan stroke dalam perjalanannya sangat beragam, bisa sembuh

total atau sembuh dengan luka ringan, sedang, dan berat. Penderita stroke

mungkin memiliki beberapa kecacatan, seperti gangguan kemampuan

komunikasi, ketidakmampuan untuk berjalan secara mandiri, gangguan

eliminasi, gangguan menelan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi dan


membantu aktivitas sehari-hari. Dari perspektif psikososial, hal ini membuat

pasien merasa lebih buruk, mudah sakit hati, dan cepat sadar diri. Sementara

itu, dari sudut pandang sosial ekonomi, stroke menyebabkan satu keluarga

tiba-tiba tidak berdaya, kehilangan peran, dan mengurangi produktivitas dan

kemampuan keuangan keluarga, yang memburuk hingga mempengaruhi.

status keluarga. anggota dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan dan

kesehatan (Irfan, 2018).

Sebagian besar penderita stroke hemoragik cenderung akan

mengalami gangguan mobilitas fisik, pasien stroke dengan gangguan

mobilisasi hanya berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena

keterbatasan tersebut yang menyebabkan munculnya masalah keperawatan

yaitu gangguan mobilitas fisik. Menurut PPNI, gangguan mobilitas fisik

adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri. Menurut PPNI, kriteria mayor untuk diagnosa keperawatan

gangguan mobilitas fisik adalah mengeluh sulit menggerakan ekstremitas,

kekuatan otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).

Home care/perawatan dirumah adalah pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan menyeluruh yang diberikan kepada individu,

keluarganya di tempat tinggal, dengan tujuan untuk meningkatkan,

mempertahankan, memulihkan kesehatan atau memaksimalkan kemandirian

dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan yang diberikan

disesuaikan dengan kebutuhan pasien/keluarga, direncanakan oleh penyedia


layanan, dan dikoordinasikan oleh staf yang diselenggarakan atas dasar

kesepakatan bersama (Akhmadi, 2019).

Mempertimbangkan aspek-aspek tersebut, home care sebagai

jembatan antara rumah sakit dan komunitas kesehatan harus berperan aktif

sebagai pendukung program pembangunan di masa depan, tidak melupakan

aspek sosial dan martabat moral etis menurut etika ketimuran. untuk eksis di

masyarakat. Berdasarkan pandangan saat ini, sudah tepat untuk membentuk

layanan home care. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang bersifat sosial,

namun tetap bernilai ekonomi, harus ditata dengan perencanaan yang baik

(Akhmadi, 2019).

Hasil penelitian Rini dan Alin (2018) pada pasien pasca stroke

menunjukkan bahwa mereka membutuhkan program pelayanan home care

yang diberikan oleh lembaga home care karena keluarga tidak dapat secara

mandiri melakukan rehabilitasi dan pasca stroke di rumah. dan karena

keterbatasan waktu. Pada pasien yang sedang mengikuti perawatan rumah

sakit, mereka setuju bahwa perawatan rumah tersedia dengan biaya lebih

rendah.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan kota Pariaman didapatkan

pada tahun 2021 terdapat 68 kasus dengan jumlah terbanyak 35 kasus di

Puskesmas Pariaman yang menderita stroke, sedangkan pada tahun 2022

terdapat 75 kasus dengan jumlah terbanyak 39 di Puskesmas Pariaman yang

menderita stroke. Berdasarkan dari survey awal yang peneliti lakukan pada

tanggal 21 Juni 2023 di Puskesmas Pariaman didapatkan bahwa dari Januari


s/d Desember tahun 2021 terdapat 35 kasus yang menderita Stroke.

Sedangkan pada tahun 2022 dari Januari s/d Desember terdapat 39 kasus yang

menderita Stroke. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengangkat kasus

stroke ini dikarenakan melihat dari penderita stroke yang mengalami

peningkatan setiap tahunnya dan tergolong penyakit yang beresiko tinggi.

Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh

Pelaksanaan Home Care Terhadap Kemandirian (Activity Daily Living) ADL

Pada Penderita Stroke Hemoragik di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman

Tahun 2023.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada

“Pengaruh pelaksanaan Home Care terhadap kemandirian (Aktivity Daily

Living) ADL pada penderita stroke hemoragik di Wilayah Kerja Puskesmas

Pariaman tahun 2023”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya pengaruh pelaksanaan home care

terhadap kemandirian (Activity Daily Living) ADL pada penderita

Stroke Hemoragik di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman tahun 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kemandirian (Activity Daily Living)

ADL pada penderita Stroke Hemoragik Sebelum diberikan


Pelaksanaan home care di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman

tahun 2023.

2. Untuk mengetahui tingkat kemandirian (Activity Daily Living)

ADL pada penderita Stroke Hemoragik Sesudah diberikan

Pelaksanaan home care di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman

tahun 2023.

3. Untuk mengetahui Pengaruh pelaksanaan home care terhadap

kemandirian (Activity Daily Living) ADL pada penderita Stroke

Hemoragik di Wilayah Kerja Puskesmas Pariaman tahun 2023.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai sarana bagi peneliti untuk melatih dan

mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis

dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis

melalui karya ilmiah seingga diperoleh suatu kesimpulan yang bersifat

teruji dan berguna.

1.4.2 Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan

pengetahuan kepada masyarakat dalam mengetahui pengaruh

pelaksanaan home care terhadap kemadirian ADL pada penderita

stroke hemoragik.
1.4.3 Bagi Puskesmas

Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dalam merawat

penderita stroke hemoragik di rumah sehingga dengan memberikan

perawatan yang baik dapat mencegah terjadinya serangan stroke

kembali dan dapat memberikan semangat hidup serta peningkatkan

mutu kehidupan penderita stroke di rumah dalam aktivitas sehari-hari.

1.4.4 Bagi Institusi Akademik

Dapat digunakan sebagai tambahan informasi di institusi

pendidikan dan serta hasil penelitian penelitian dapat menjadi

dasar/data pendukung untuk penelitian selanjutnya.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan perbanding atau rujukan dalam melakukan

penelitian lebih lanjut atau selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke Hemoragik

2.1.1 Definisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah di sekitar atau di dalam otak, sehingga suplai

darah ke jaringan otak akan tersumbat. Darah yang pecah bisa

membanjiri jaringan otak yang ada disekitarnya, sehingga fungsi otak

akan terganggu (Kanggeraldo, Sari, & Zul, 2018).

Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran

atau pecahnya pembuluh darah yang ada di dalam otak, sehingga darah

mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel di dalam otak.

Stroke hemoragik umumnya didahului oleh penyakit hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor resiko paling paling penting pada kejadian

stroke hemoragik baik laki-aku maupun perempuan. (Setiawan, 2021).

Stroke hemoragik merupakan stroke yang terjadi karena

pecahnya pemuluh darah, sehingga mengakibatkan darah di otak

mengalir ke rongga sekitar jaringan otak, seseorang yang menderita

stroke hemoragik akan mengalami penurunan kesadaran, karena

kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah ke otak tidak

terpenuhi akibat pecahnya pembuluh darah (Ainy & Nurlaily, 2021).


2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan

kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Bila perdarahan luas dan

secara mendadak sehingga daerah otak yang rusak cukup luas, maka

keadaan ini biasa disebut ensepaloragia (Junaidi, 2018).

Stroke perdarahan intraserebral (Intracerebral Hemorrhage,

ICH) atau yang biasa dikenal sebagai stroke hemoragik, yang

diakibatkan pecahnya pembuluh darah intraserebral. Kondisi tersebut

menimbulkan gejala neurologis yang berlaku secara mendadak dan

seringkali diikuti gejala nyeri kepala yang berat pada saat melakukan

aktivitas akibat efek desak ruang atau peningkatan tekanan

intrakranial (TIK). Efek ini menyebabkaab lebih tingi dibandingkan

stroke iskemik (Setiawan, 2021)

Perdarahan Intraserebral diakibatkan oleh pecahnya

pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh

darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Penyebab

Perdarahan Intraserebral biasanya karena hipertensi yang

berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dindingan pembuluh darah

dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor

pencetus lain adalah stresfisik, emosi, peningkatan tekanan darah


mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar

60-70% perdarahan intraserebral disebabkan oleh hipertensi.

Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan,

kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama

apabila perdarahannya luas (masif) (Setiawan, 2021).

2. Perdarahan Subarachnoid (PSA)

Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang

subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid

sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid

itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer). Penyebab yang paling

sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan

sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sekuler

congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatrogenic/obat

anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya trombositopenia,

leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (misaal vaskulitis, sifilis,

ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), serta trauma kepala

(Junaidi, 2018).

Sebagian kasus perdarahan subarachnoid terjadi tanpa sebab

dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik.

Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk,

batuk atau bensin yang terlalu keras, menerjan dan hubungan intim

(koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2018).


2.1.3 Etiologi

Terjadinya penyakit stroke hemoragik dapat melalui beberapa

mekanisme. Stroke hemoragik yang berkaitan dengan penyakit

hipertensi terjadi pada stoke bagian otak dalam yang diperdarahi olrh

penetrating artery seperti pada area ganglia basalis (50%), lobus

serebral (10% hingga 20%), talamus (15%), pons dan batang otak (10%

hingga 20%), dan serebelum (10%), stroke lobaris yang terjadi pada

pasien usia lanjut dikaitkan dengan cerebral amyloid angiopathy. Selain

diakibatkan oleh hipertensi, stroke hemoragik juga bisa diakibatkan

oleh tumor intrakranial, penyakit moya moya, gangguan pembekuan

darah, leukemia, serta diperngaruhi juga oleh usia, jenis kelamin,

ras/suku, dan faktor genetik (Setiawan, 2021).

Pada stroke hemoragik penyebab paling utama yaitu hipertensi.

Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya

pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Hal itu mengakibatkan

darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan

jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Ketika terjadi peningkatan

TIK maka terjadi ketidakefektifan perfusi serebral yang apabila terjadi

secara cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi

otak. Ketidakefektifan perfusi serebral dapat diatasi dengna memonitor

tekanan intrakranial yaitu dengan monitor status neurologis dengan

GCS, monitor tanda-tanda vital, baringkan klien dengan posisi

terlentang tanpa bantal, monitor asupan dan keluaran, anjurkan klien


menghindari batuk dan mengejan untuk menghindari terjadinya

perdarahan ulang.

2.1.4 Faktor Resiko

Menurut (Haryono & Sari Utami, 2019) banyak faktor yang dapat

meningkatkan resiko stroke yaitu :

1. Faktor resiko gaya hidup :

a. Kelebihan berat badan atau obesitas

b. Ketidakaktifan fisik

c. Minum berat atau pesta

d. Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan

metamfetamin

2. Faktor medis

a. Memiliki tekanan darah lebih tingi dari 120/80 mmHg

b. Merokok atau terpapar asap rokok bekas

c. Kolesterol tinggi

d. Diabetes

e. Apnea tidur obstruktif

f. Penyakit kardiovaskuler, termasuk gagal jantung, cacat jantuk,

infeksi jantung atau irama jantung yang tidak normal

g. Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan jantung

atau serangan iskemik transien.


3. Faktor-faktor lain terkait stroke hemoragik adalah;

a. Usia. Orang berusia 5 tahun atau lebih memiliki risiko stroke

yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.

b. Hormon. Penggunaan pil KB atau terapi hormone yang

termasuk estrogen, serta peningkatan kadar estrogen dari

kehamilan dan persalinan.

2.1.5 Mekanisme Klinis

Manifestasi klinis Stroke Hemoragik :

1. Tanda stroke hemoragik menurut (Setiyawan, Nurlely, & Hatati,

2019).

a. Sakit kepala hebat tiba-tiba

b. Kelemahan di lengan atau di kaki

c. Penurunan kesadaran

d. Kehilangan keterampilan motorik (gerak) halus

e. Kehilangan keseimbangan tubuh

2. Gejala stroke hemoragik menurut (Tarwoto, 2017) meliputi :

a. Kejang tanpa riwayat kejang sebelumnya

b. Mual dan muntah

c. Gangguan penglihatan

d. Kelumpuhan pada wajah atau separuh anggota tubuh

(hemiparise) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara

mendadak.

e. Kesulitan bicara (Afasia)


f. Bicara cadel atau pelo (Disatria)

g. Kesulitan menelan (Disfagia). Kesulitan menelan terjadi

karena kerusakan nervus cranial IX.

h. Kehilangan kesadaran

i. Vertiga, mual, muntah, nyeri kepala terjadi karena peningkatan

tekanan intrakranial, edema serebri.

2.1.6 Patofiologi

Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah

yang disertai ekstravasasi darah ke parenkim otak akibat penyebab

nontraumatis. Stroke perdarahan sering terjadi pada pembuluh darah

yang melemah. Penyebab kelemahan pembuluh darah tersering pada

stroke adalah aneurisma dan malaformasi arteriovenous (AVM).

Ekstravasasi darah ke parenkim otak ini berpotensi merusak jaringan

sekitar melalui kompresi jaringan akibat dari perluasan hematoma.

Faktor predisposisi dari stroke hemoragik yang sering terjadi

adalah peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah adalah

salah satu faktor hemodinamika kronis yang menyebabkan pembuluh

darah mengalami perubahan struktur atau kerusakan vaskular.

Perubahan struktur yang terjadi meliputi lapisan elastik eksternal dan

lapisan adventisia yang membuat pembuluh darah mendadak dapat

membuat pembuluh darah pecah.

Ekstravasasi darah ke parenkim otak bagian dalam

berlangsung selama beberapa jam dan jika jumlahnya besar akan


memengaruhi jaringan sekitarnya melalui peningkatan tekanan

intrakranial. Tekanan tersebut dapat menyebabkan hilangnya suplai

darah ke jaringan yang terkena dan pada akhirnya dapat menghasilkan

infark, selain itu, darah yang keluar selama ekstravasasi memiliki efek

toksik pada jaringan otak sehingga menyebabkan peradangan jaringan

otak. Peradangan jaringan otak ini berkontribusi terhadap cedera otak

sekunder setelahnya. Proses dan onset yang cepat pada stroke

perdarahan yang cepat, penanganan yang cepat dan menjadi hal yang

penting (Haryono & Sari Utami, 2019).

Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah

didalam otak sehingga darah menutupi atau menggenangi ruang-ruang

pada jaringan sel otak, dengan adanya darah yang menggenangi dan

menutupi ruang-ruang pada jaringan sel otak tersebut maka akan

menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan fungsi

kontrol pada otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar

pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemoragie) atau juga dapat

terjadi genangan darah masuk kedalam ruang disekitar otak

(subarachnoid hemoragik) dan bila terjadi stroke bisa sangat luas dan

fatal dan bahkan sampai berujung kematian. Biasanya keadaan yang

sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding

pembuluh darah akibat tertimbun plak atau arteriosclerosis bisa akan

lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi

(Setiawan, 2021).
2.1.7 Komplikasi stroke

Komplikasi stroke menurut (Mutiarasari, 2019) yaitu:

1. Hipoksi Serebral

Hipoksia merupakan keadaan dimana saturasi oksigen

dalam darah <96% selama 5 menit, keadaan ini sering muncul

setelah stroke.

2. Penurunan aliran darah serebral

Tergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

intregitas vascular.

3. Emboli Serebral

Dapat terjadi setelah infark atau fibrilasi atrium, atau dapat

terjadi akibat katup jantung buatan.

4. Disritmia

Dapat menyebabkan fluktasi curah jantung dan henti

trombotik lokal.

Sedangkan komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut

yaitu:

1. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan

biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia,

dekubitus, kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi,

inkontinensia urine dan bowl.

2. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas

litrik otak.
3. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri

kepala clauster.

4. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

2.2 Konsep Kemandirian (Activity Daily Living) ADL pada penderita stroke

2.2.1 Definisi Kemandirian

Mandiri merupakan sikap atau prilaku seseorang yang tidak

mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Mandiri ini merupakan bentuk prilaku dari manusia yang sudah

mampu melakukan segala sesuatunya dengan sendiri. Pada dasarnya

kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun

perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya

suatu perbuatan. Jadi semua bentuk dari perbuatan merupakan

cerminan dari sikap seseorang. Kemandirian merupakan suatu hal

yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap manusia agar

manusia tidak selalu bergantung kepada orang lain. Seseorang dapat

dikatakan telah mandiri apabila seseorang tersebut telah

menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa bergantung kepada

orang lain (Alhogbi, 2019).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Faktor faktor yang mempengaruhi kemandirian aktifitas daily

living diantaranya ada faktor usia, kondisi kesehatan, aktivitas fisik,

fungsi kognitif, dan dukungan keluarga (Alhogbi, 2019).


1. Usia

Semakin bertambah usia maka kemampuan fisik akan

semakin menurun sehingga akan berdampak kepada individu

dalam memenuhi kebutuhan aktivitas seharihari, sehingga

memerlukan bantuan dari orang lain baik secara parsial maupun

secara total sesuai dengan tingkat ketergantungannya.

2. Kondisi kesehatan

Semakin baik status kesehatan maka akan semakin kecil

tingkat ketergantungan yang dialami. Hal ini dikarenakan

kesehatan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi

dalam aktivitas sehari-hari.

3. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan kemandirian

dalam melakukan activity daily living. Semakin tinggi aktivitas

fisik yang dilakukan seseorang maka akan semakin tinggi

kemampuan kemandiriannya. Oleh karena itu seseorang harus

melakukan aktivitas secara mandiri dan meminimalisir bantuan

dari orang lain dengan latihan kebugaran secara teratur.

4. Fungsi kognitif

Seiring bertambahnya usia maka akan mengalami

perubahan fisik dan penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif

yang berat maka akan mengakibatkan ketergantungan yang berat,

jika mengalami penurunan fungsi kognitif yang ringan maka


tingkat ketergantungan seseorang akan ringan. Dengan demikian

yang perlu di perhatikan untuk menambah fungsi kognitif adalah

menjaga kesehata tubuh, tubuh yang tidak sehat akan

menyebabkam tingkat kemandirian akan menurun.

5. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan, sikap, tindakan, dan

penerimaan keluarga yang berfungsi terhadap amggota keluarga

lain yang selalu siap memberikan bantuan kapanpun diperlukan.

Dukungan keluarga mampu membuat keluarga berfungsi dengan

berbagai kepandaian dan akal.

2.2.3 Definisi Activity Daily Living (ADL)

Aktivitas sehari-hari/Activity daily living (ADL) adalah suatu

bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri yang meliputi mandi, makan, berpindah

dari satu tempat ke tempat lain, personal higieni, berjalan di

permukaan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol buang air

besar dan mengontrol buang air kecil (Sugiarto, 2019).

ADL adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan

setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.

Activity daily living merupakan keterampilan dasar dan tujuan

okupasional yang harus dimiliki setiap orang untuk merawat dirinya

secara mandiri yang dikerjakan oleh seseorang sehari-hari dengan


tujuan untuk memenuhi kebutuhan dengan peran sebagai pribadi

dalam keluarga atau masyarakat (Anggoman, 2019).

2.2.4 Jenis-jenis activity daily living

Jenis-jenis Activity Daily Living (Sugiarto, 2019) :

1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar

yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinyameliputi

berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga

yang memasukan kontinensi buang air besaar dan buang air kecil

dalam kategori ADL dasar ini.

2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan

penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari

seperti menyiapkan makanan, menggunakan telfon, menulis,

mengetik, mengelola uang kertas.

3. ADL vokasional,, yaitu ADL yang berhubungan dengan

pekerjaan atau kegiatan sekolah.

4. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi,

dan mengisi waktu luang.

2.2.5 Fungsi ADL

Fungsi ADL, menurut Yudhi (2018) adalah :

1. Mengembangkan keterampilan-keterampilan pokok untuk

memelihara dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi.

2. Untuk melengkapi tugas-tugas pokok secara efisien dalam kontak

sosial sehingga dapat diterima oleh keluarga.


3. Meningkatkan kemandirian.

2.2.6 Tujuan ADL

1. Seseorang mampu memelihara, mempertahankan, dan

memulihkan kembali secara mandiri.

2. Memberi kesempatan kepada individu untuk berperan serta dalam

kegiatan pencegahan terhadap gangguan kesehatan dirinya secara

mandiri.

3. Memberikan kenyamanan dalam hal meningkatkan penyembuhan

dengan mandiri.

4. Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyakit atau gejala-

gejala yang penting, untuk penyembuhan dan peningkatan

kemandirian pasien.

2.2.7 Pembagian Aktivitas sehari-hari (ADL)

1. Mandi

Memandikan pasien meupakan tindakan keperawatan yng

dilakukan pada pasien yang tidak mampu mandi secara mandiri

atau memerlukan bantuan (Irfan, 2018).

Akibat mandi yang tidak bersih yaitu gatal-gatal pada

badan, adanya daki pada badan, penyakit kulit seperti kudis dan

jerawat.

2. Berpakaian

Pada pasien stroke di anjurkan menggunakan atau

memakai pakaian yang mudah dipakai dan dilepas sendiri. Lebih


tepat adalah pakaian yang dapat dibuka dari depan pleh pasien

stroke (Vitahealth, 2004).

3. Kekamar kecil

Untuk kekamar kecil pasien dapat di bantu dengan cara

menggunakan alat bantu karena semakin banyak kegiatan harian

yang dapat dilakukan penderita stroke sejak awal, akan sangat

membantu rasa percaya dirinya supaya mengurangi bantuan

yang harus dilakukan oleh keluarga. Saat ini semakin banyak

tersedia alat bantu bagi penderita stroke (Vitahealth, 2004).

4. Buang air besar dan buang air kecil

Inkontinensia terjadi karena adanya kerusakan di bagian

otak yang mengatur buang air besar dan buang air kecil

mengalami kerusakan saat terserang stroke (Irfan, 2018).

Pasien yang belum bisa buang air besar perlu dilatih.

Waktu terbaik untuk melakukan ini adalah setelah makan pagi.

Tentu saja ini bukan aturan baku, sesuaikan pula dengan

kebiasaan buang air besar pasien sebelum terjadinya stroke. Diet

perlu perhatikan jika terjadi konstipasi (Vitahealth, 2004).

Biasanya, setelah seranagn stroke terjadi kegiatan yang

satu ini menjadi tidak terkontrol. Pada beberapa kasus, pasien

dipasangi kateter. Jika pasien belum sepenuhnya dapat

mengontrol urine yang keluar, pasien pria dapat diberikan

sebuah botol yang diletakkan di antara kaki atau menggunakan


popok sedangkan pasien wanita juga dapat menggunakan popok

khusus (Vitahealth, 2004).

5. Berpindah tempat (Mobilisasi)

Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak

bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

harus terpenuhi. Tujuan dari mobilisasi adalah memenuhi

kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktivitas hidup sehari-

hari dan aktivitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi

diri dari trauma), mempertahankan konsep diri,

mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal

(Irfan, 2018).

6. Makan dan Minum

Umumnya, menyantap makanan bukanlah suatu masalah

kecuali pasien sulit menelan. Jika hal ini terjadi, makanan dapat

terdorong ke paru-paru jika aktivitas makan tidak dibantu.

Karenanya, makanan yang disajikan sebaiknya tidak

memerlukan banyak kunyahan, tidak padat, dan berikan sedikit

demi sedikit. Jangan mberikan minuman yang terlalu panas dan

catatlah jumlah minuman yang dikonsumsi setiap hari. Jika otot-

otot wajah melemah, makanan dapat terkumpul di mulut dan

penting bagi orang yang menyuapi memastikan agar mulut

sudah kosong sebelum suapan berikutnya. Setelah ada makanan

di mulut, pipi pasien perlu dipijat agar makanan dapat terdorong


untuk ditelan. Pasien stroke biasanya memerlukan diet tertentu

untuk menjaga berat badan dan kadar kolesterol (Vitahealth,

2004).

2.2.8 Faktor – faktor yang mempengaruhi ADL

Menurut Hardywinoto, 2018 kemauan dan kemampuan untuk

melakukan activity of daily living tergantung pada beberapa faktor,

yaitu :

1. Umur dan perkembangan

Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang

secara perlahan-lahan berubah daari tergaantung menjadi

mandiri dalam melakukan activity of daily living.

2. Kesehatan fisiologis

Kesehaatan fisiologis seeorang dapat mempengaruhi

kemampuan partisipasi dalam activity of daily living. Gangguan

pada sistem ini misalnya karena penyakit atau trauma injuri

dapat mengganggu pemenuhan activity of daily living.

3. Fungsi kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang dalam melakukan activity of daily living. Fungsi

kognitif menunjukan proses menerima, mengorganisasikan dan

menginterprestasikaan sensor stimulus untuk berfikir dan

menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi

pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan


menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily

living.

4. Fungsi psikososial

Fungsi psikologis menunjukan kemampuan seseorang

untuk mengingat suatu hal yang lalu dan menampilkan

informaasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi

interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan

interpersonal. Gangguan pada interpersonal contohnya akibat

gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat

mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan.

Gangguaan interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan

interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan peran juga

dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily living.

5. Tingkat stress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhaadap

berbagai macam kebutuhan. Faktor yang dapat mmenyebabkan

stress, dapat timbul dari tubuh atau liingkungan atau dapat

mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat

berupa fisiologi seperti injuri atau psikologis seperti kehilangan.

6. Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu mahkluk hidup

mengatur lingkungan fisik disekitarnya dan membantu

homeostatis internal (keseimbangan dalam tubuh dan


lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sikardian,

berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaan irama sirkardian

membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperature

tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada

irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari

terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity of

daily living.

7. Status mental

Status metal menunjukan keadaan intelektual seseorang.

Keadaan status mental akan memberikan implikasi pada

pemenuhan kebutuhan dasar individu.

2.2.9 Cara pengukuran kemadirian ADL pada penderita stroke

1. Barthel Index

Indeks barthel (IB) Menurut Padila (2019) Indeks barthel

merupakan instrumen pengkajian yang berfungsi mengukur

kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas

serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai

kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami

gangguan keseimbangan dengan menggunakan 10 indikator,

yaitu :

Tabel 2.1 instrument pengkajian dengan indeks barthel.

No Aktivitas Kemampuan Skor

1 Makan Tidak mampu 0


Sebagian perlu bantuan 5

Mandiri 10

2 Mandi Tidak mampu 0

Sebagian perlu bantuan 5

Mandiri 10

3 Kebersihan diri Tidak Mampu 0

Perlu bantuan 5

Mandiri 10

4 Berpakaian Tergantung 0

Perlu bantuan 5

Mandiri 10

5 Buang air Besar Inkontenensia 0

Kadang-kadang Inkontenensia 5

Kontinensia 10

6 Buang air kecil Inkontenensia 0

Kadang-kadang Inkontenensia 5

Kontinensia 10

7 Penggunaan toilet Tergantung 0

Perlu bantuan sebagian 5

Mandiri 10

8 Transfer Tidak mampu 0

Perlu bantuan sebagian 5

Perlu bantuan 1 atau 2 orang 10

Mandiri 15
9 Mobilisasi Tidak mampu 0

Perlu bantuan sebagian 5

Perlu bantuan 1 orang 10

Mampu 15

10 Naik turun tangga Tidak mampu 0

Perlu bantuan 5

Mandiri 10

Nilai ADL

0-20 : Ketergantungan total

21-60 : Ketergantungan berat

61-90 : Ketergantungan sedang

91-99 : Ketergantungan ringan

100 : Mandiri

(Irfan, 2018)

Indeks Barthel mengukur kemandirian fungsional dalam

hal perawatan diri dan mobilitas. Mao et.al mengungkapkan bahwa

IB dapat digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan

fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan

keseimbangan, terutama pada pasien stroke (Sugiorto, 2018).

2.3 Konsep Pelaksanaan

2.3.1 Definisi Pelaksanaan


Pengertian Pelaksanaan berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan suatu

rancangan, keputusan dan sebagainya. Pelaksanaan adalah suatu

tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun

secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah

perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa

diartikan penerapan.

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang

dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan

yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala

kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan,

dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus

dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah

program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan

keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau

kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari

program yang ditetapkan semula.

Menurut Nurdin Usman, mengemukakan pendapatnya mengenai

pelaksanaan, yaitu bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya

mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi

suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pelaksanaan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang atau


badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai

tujuan yang diharapkan.

Menurut Westra pelaksanaan adalah sebagai usaha-usaha yang

dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan

yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala

kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang akan melaksanakan,

dimana tempat pelaksanaannya dan kapan waktu dimulainya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa pelaksanaan adalah aktivitas, aksi atau tindakan

yang dilakukan oleh seseorang atau badan secara berencana yang

tersusun secara matang, teratur dan terarah yang merupakan rangkaian

kegiatan tindak lanjut setelah kebijakan ditetapkan yang terdiri dari

pengambilan keputusan guna mencapai tujuan yang diharapkan.

2.4 Konsep Home Care

2.4.1 Definisi Home Care

Home care adalah komponen dari pelayanan kesehatan yang

komprehensif dimana pelayanan kesehatan disediakan untuk individu

dan keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan

mempromosikan, mempertahankan atau memaksimalkan level

kemandirian serta meminimalkan efek ketidakmampuan dan kesakitan

termasuk di dalamnya penyakit terminal. Definisi ini menggabungkna

komponen dari home care yang meliputi pasien, keluarga, pemberi

pelayanan profesional (multidisiplin) dan tujuannya, yaitu untuk


membantu pasien kembali pada level kesehatan optimum dan

kemandirian. Neis dan Mc. Ewen (2001) menyatakan home care

adalah system dimana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

diberikan di rumah kepada orang-orang cacat atau orang-orang yang

harus tinggal di rumah karena kondisi kesehatannya.

Menurut American Medical Association, home care merupakan

penyediaan peralatsn dan jasa pelayanan keperawatan kepada pasien

di ruamh yang bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan

secara maksimal tingkat kenyamanan dan kesehatan. Dalam kasusu

apapun, efektifitas perawatan berbearis rumah membutuhkan upaya

kolaboratif pasien, keluarga, dan profesional. Sedangkan Depertemen

kesehatan (2002) menyebutkan home care adalah pelayanan kesehatan

yang berkesinambungan dan komperhensif yang diberikan kepad

individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat

kemandiran dan meminimalkan akbat dari penyakit.

Menurut Direktorat Bima Pelayanan Keperawatan Departemen

Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar nasional 2007 tentang

home care : “Bukti kemandirian Perawat” menyebutkan bahwa

pelayanan keperawatan kesehatan di ruamh sebagai salah satu bentuk

praktik mandiri perawat. Pelayanan keperawatan di rumah merupakan

sintesi dan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dan

keterampilan teknis keperawatan klinik yang berasal dari spesialisasi


keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan kesehatan di ruamh

mencakup upaya untuk meyembuhkan, mempertahankan, memelihara

dan meningkatkan kesehatan fisik, mental atau emosi pasien.

Pelayanan diberikan di rumah dengan melibatkan pasien dan

keluarganya atau pemberi pelayanan yang lain.

Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari

perawatan jangka panjang (Long term care) yang dapat diberikan oleh

tenaga profesional maupun non profesional yang telah

mendapatkanpaltihan. Perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan

keperawatan yang dilakukan di rumah sakit yang sudah termasuk

dalam rencana pemulangan (discharge planning) dan dapat

dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat

komunitas dimana pasien berdara, atau tim keperawatan khusus yang

menangani perawatan di ruamh. Perawatan di rumah harus diberikan

sesuai dengan kebutuhan individu dan keluarga, direncanakan,

dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang

diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui pengaturan

berdasarkan perjanjian. Pelayanan home care merupakan suatu

komponen tentang keperawatan yang kesinambungan dan

komperhensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat

tinggal mereka, yang bertujuan untuk meningkatkan, mempetahankan

atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian

dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal.


2.4.2 Tujuan Home Care

Menurut Stanhope (1996), tujuan utama dari home care adalah

untuk mencegah terjadinya suatu penyakit dan meningkatkan

kesehatan pasien. Tujuan yang paling mendasar dari pelayanan home

care adalah untuk meningkatkan, mempertahankan atau

memaksimalkan tingkat kemadirian, dan meminimalkan akibat dari

penyakit untuk mencapai kemampuan individu secara optimal selama

mungkin yang dilakukan secara komperhensif dan berkesinambungan.

Secara khusus home care bertujuan untuk meningkatkan upaya

promotif, prefentif, kuaratif dan rehabilitative, mengurangi frekuensi

hospitalisasi, meningkatkan efisiensi waktu, baya, tenaga, dan pikiran.

Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Departemen

Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar nasional 2007 tentang

home care : “Bukti Kemandirian perawat” menyebutkan bahwa tujuan

khusus dari pelayanan kesehatan di rumah antara lain :

1. Terpenuhi kebutuhan dasar ( bio-psiko- sosial- spiritual ) secara

mandiri.

2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga dalam

pemeliharaan dan perawatan angota keluarga yang memiliki

masalah kesehatan.

3. Terpenuhinya kebutuhan pelayanan pelayanan keperawatan

kesehatan di rumah sesuai kebutuhan pasien.


2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Home Care

1. Kesiapan tenaga dan partisipasi masyarakat

2. Upaya promotif atau preventif

3. SDM perawat

4. Kebutuhan pasien

5. Kebutuhan pasien

6. Kependudukan

7. Dana

2.4.4 Manfaat Home Care

1. Bagi Klien dan Keluarga

a. Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan

biaya rawat inap yang makin mahal, karena dapat

mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan

konsumsi keluarga.

b. Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan

pada saat anggota keluarga ada yang sakit.

c. Merasa lebih nyaman karena dirumah sendiri

d. Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah,

sehingga tugas merawat orang sakit yang biasanya dilakukan

itu tethambat oleh karena itu kehadian perawat untuk

menggantikannya.

2. Bagi Perawat :
a. Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak

jenuh dengan lingkungan yang tetap sama.

b. Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan

baik, sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan sesuai

dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu

kepuasan kerja perawat akan meningkat.

c. Data dan minat pasien

3. Bagi Rumah Sakit :

a. Membuat rumah sakit tersebut menjadi lebih terkenal

dengan adanya pelayanan home care yang dilakukannya.

b. Untuk mengevaluasi dari segi pelayanan yang telah

dilakukan.

c. Untuk mempromosikan rumah sakit tersebut kepada

masyarakat.

2.4.5 Pasien Home care

Umumnya pasien home care adalah :

1. Penderita lanjut usia (lansia) yang tidak dirawat di Rumah Sakit

tapi masih memerlukan pelayanan kesehatan.

2. Bayi/anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan

pelayanan kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka

3. Pasien pasca rawat inap dari Rumah Sakit yang mempunyai

kondisi berat dengan nyeri kronik seperti pasien stroke, hepatitis

kronis, gagal ginjal, kanker stadium lanjut namun atas permintaan


keluarga pasien itu dibawa pulang untuk perawatan lanjut di

rumah.

4. Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah

dan secara medis tidak dapat disembuhkan lagi. Andaikata pasien

sudah tidak memiliki harapan untuk hidup maka Dokter biasanya

menyarankan agar pasien dirawat di rumah agar dekat dengan

keluarganya. Selain itu untuk membantu keluarga pasien untuk

menekan biaya Rumah Sakit dan biaya pengobatan.

5. Khusus untuk perawatan pasien kronis atau penyakit yang secara

medis tidak bisa disembuhkan lagi, perawatan home care

biasanya lebih fokus pada penanggulangan rasa

nyeri/ketidaknyamanan yang muncul akibat penyakit pasien.

Nyeri yang diderita ini dapat menyebabkan penurunan kualitas

hidup pasien.

2.4.6 Ruang lingkup Home care

Ruang lingkup pelayanan home care adalah:

1. Pelayanan medic

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan terapeutik

4. Pelayanan rehabilitasi medik dan keterapian fisik

5. Pelayanan informasi dan rujukan

6. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kesehatan

7. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan


8. Pelayanan perbantuan untuk kegiatan sosial. (Nuryandari.2004:73).

2.4.7 Prinsip home care

Agar pelayanan home care ini dapat berjalan dengan lancar

maka perlu diperhatikan beberapa prinsip dalam melakukan pelayanan

home care. Prinsip – prinsip terssebut diantaranya :

1. Pengelolaan pelayanan keperawatan kesehatan di rumah

dilaksanakan oleh perawat/TIM memiliki keahlian khusus bidang

tersebut.

2. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambilan keputusa

dalam praktik.

3. Mengumpulkan dan mencatat data dengan sistematis, akurat dan

komprehensif secara terus menerus .

4. Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan diagnosa

keperawatan.

5. Mengembngkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa

keperawatan yang dikaitkan dengan tindakan-tindakan pencegahan,

terapi dan pemulihan.

6. Memberikan pelayanan keperawatan dalam rangka menjaga

kwnyamanan, penyembuhan, peningkatan kesehatan dan pencegahan

komplikasi.

7. Mengevaluasi secara terus menerus respon pasien dan

keluarganya terhadap intervensi keperawatan.


8. Bertanggung jawab terhadap pasien dan keluarganya akan

pelayanan yang bermutu melalui manajemen kasus, rencana

penghentian asuhan keperawatan (discharga planning), dan

koordinasi dengan sumber-sumber di komunitas.

9. Memelihara hubungan diantara anggota tim untuk menjamin agar

kegiatan yang dilakukan anggota tim saling mendukung.

10. Mengembangkan kemampuan profesional dan berkontribusi pada

pertumbuhan kemampuan profesional tenaga yang lain.

11. Berpartisipasi dalam aktivitas riset untuk mengembangkan

pengetahuan pelayanan keperawatan kesehatan di rumah.

12. Menggunakan kode etik keperawatan dalam melaksanakan praktik

keperawatan.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan beberapa jurnal penelitian ilmiah yang telah

dipublikasikan menyatakan bahwa banyak faktor-faktor yang berhubungan

dengan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Secara

skematis dapat dilihat pada diagram berikut :

Kondisi sosial ekonomi

Dukungan keluarga
(home care)

Keagamaan

Umur

Status kesehatan
Kemandirian
Status gizi aktivitas daily
living
Kesehatan fisik dan psikis

Riwayat penyakit kronis

Immobilitas

Mudah jatuh

Depresi

Fungsi mental dan kognitif Gambar : 3.1 Kerangka Teoritis

Peran petugas Sumber : (Jonathan, 2015)


3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin

diteliti. (Nursalam, 2018). Kerangka konsep ini gunanya untuk

menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik

yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu / teori yang

dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan pustaka.

Adapun kerangka konsep yang penelitian ajukan adalah pada varibel

independen (variabel yang mempengaruhi) terdiri dari pelaksanaan home care

dan variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah kemandirian

aktivitas daily living. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah

ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

kemandirian
Pelaksanaan home care aktivitas daily
living

Gambar : 3.2 Kerangka Konsep


3.3 Hipotesa

Hipotesis merupakan dugaan sementara penelitian. Adapun hipotesis

yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh pelaksanaan home care terhadap kemandirian

(Activity Daily Living) ADL pada penderita stroke hemoragik.

Ha : Ada pengaruh pelaksanaan home care terhadap kemandirian

(Activity Daily Living) ADL pada penderita stroke hemoragik.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

Pre eksperimental dengan rancangan pretest-posttest design pada penderita

stroke hemoragik yaitu penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan

pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi.

Setelah ini diberikan intervensi kemudian dilakukan posttest. Perbedaan

kedua hasil pengukuran dianggap sebagai efek perlakuan (Saryono, 2011).

Pre test O1 -------- X -------- O2 Post test

Keterangan :

Pre O1 : Test pengukuran Kemandirian ADL sebelum diberikan

penatalaksanaan home care.

X : Perlakuan / penatalaksaan home care

Post O2 : Test pengukuran kemandirian ADL setelah diberikan

penatalaksaan home care.

4.2 Tempat dan Waktu Peneitian

4.2.1 Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Pusksmas Pariaman kota

pariaman.

4.2.2 Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada rentang bulan juli s/d

Agustus tahun 2023.


4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atau objek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita stroke Hemoragik

yang mengalami gangguan motorik dan pernah berobat di Puskesmas

Pariaman. Banyaknya penderita stroke pada bulan Januari sampai

bulam Mei tahun 2022 sebanyak 39 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2018). Dalam penelitian ini pengambilan sampel dengan

menggunakan teknik Total Sampling yaitu teknik penentuan sampel

bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,

2019). Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kcil,

kurang dari 40 orang atau penelitian yang ingin membuat generatif

dengan kesalahan yang sangat kecil. Diketahui jumlah populasi

sebanyak 39 orang dari total populasi. Besar sampel ditetapkan

sebanyak 39 orang. Adapun kriteria sampel pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Penderita stroke hemoragik yang bersedia menjadi

responden.

2) Penderita stroke hemoragik yang masih mengalami

gangguan kemandirian aktivitas sehari-hari.

b. Kriteria Ekslusi

1) Penderita stroke hemoragik yang tidak mengalami

gangguan motorik.

2) Penderita stroke hemoragik yang memiliki anggota

keluarga serumah dengan petugas kesehatan.

3) Responden pindah alamat.

4.4 Intrumen Penelitian

Intrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengisi kuisioner dan observasi. Dimana lembar kuisioner dianalisis

berdasarkan hasil jawaban yang benar.

4.5 Defenisi operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No Definisi Alat ukur Cara Hasil Skala
Variabel
Operasional Ukur ukur Ukur
1 Independen

Pelaksanaan suatu pelayanan - Lembar ---- Ratio


home care kesehatan secara checklist
komprehensif
yang diberikan
kepada klien
individu dan
atau keluarga di
tempat tinggal
mereka
2 Dependen

Kemandiria Kemampuan Kuisioner Angket Tingkat Ordinal


n aktivitas penderita pasca Indeks kemandirian:
daily living stroke untuk Barthel Ketergantungan
penuh:0-4
melakukan ADL
secara mandiri, Ketergantungan
yang meliputi berat (sangat
mandi, makan, tergantung):5-8
toileting,
kontinen, Ketergantungan
berpakaian, dan sedang: 9-11
berpindah.
Ketergantungan
ringan: 12-19

Mandiri : 20
( Jonathan
Gleadle/mao
2015

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan sumbernya data penelitian dapat dikelompokan dalam dua

jenis yaitu data primer dan data sekunder.

4.6.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer diambil dengan menggunakan Kuesioner

terpimpin untuk mengetahui kemandirian ADL dengan

menggunakan alat ukur Kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan

yang diajukan.
2. Data Sekunder

Data sekunder sebagai pendukung penelitian dimulai dari

data Puskesmas Pariaman, studi kepustakaan, dan data dari

internet serta media masa yang berhubungan dengan penelitian

ini.

4.7 Teknik Analisis Data

4.7.1 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan tindakan memperoleh

informasi yang dibutuhkan peneliti dari hasil pengolahan data.

Menurut Hidayat (2020) langkah-langkah pengolahan data adalah

sebagai berikut :

a. Editing (Pengecekan Data)

Editing merupakan pengecekan atau pengoreksian data

yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan

kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan

dilapangan dan bersifat koreksi.

b. Codding ( Pengkodean Data)

Codding merupakan memberikan kode data pada

kuesioner untuk mempermudah pengolahan data pada

komputer. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk

angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas

pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.


c. Proceessing ( Entri)

Processing atau Entri merupakan menggunakan aplikasi

SPPS pada sistem komputer untuk memasukan data yang

diperoleh.

d. Cleaning

Cleaning merupakan proses yang dilakukan untuk

memeriksa kesalahan dalam pengolahan data atau data yang

dimasukkan sudah sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak.

e. Tabulating (Pentabulasi Data)

Tabulating merupakan proses memasukan data dalam

bentuk tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai

dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi

diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisi univariat adalah analisa yang dilakukan pada

setiap variabel-variabel yang diteliti baik variabel independen

yaitu pelaksanaan home care, variabel dependen yaitu

kemandirian activity daily living (ADL) pada penderita

stroke hemoragik. Analisa ini bertujuan untuk menjelaskan

atau mendistribusikan masing-masing dari suatu variabel

penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari tiap


variabel yaitu variabel kemandirian ADL sebelum dan

sesudah dilakukan pelaksaan home care.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk

menguji hubungan antara masing-masing variabel bebas dan

variabel terikat dilakukan uji statistik analisa comparative

dengan uji pra syarat, yaitu uji distribusi normal, bila normal

uji menggunakan t test paired. Dan jika hasilnya distribusi

tidak normal maka dihitung menggunakan Wilcoson test

(Saryono, 2011). Rumus umum t-paired sample t-test :

t=d
Sd/√n

Keterangan :

d = selisih atau beda antara nilai pre dengan post

d = rata-rata beda antara nilai pre dengan post

Sd = simpangan baku dari d

n = banyakanya sample

Dalam penelitian ini di lakukan pada variabel

kemandirian ADL yang dilakukan dengan cara memberikan

praktek/penyuluhan tentang bagaiman cara melakukan

perawatan di rumah terhadap kemandirian ADL pada

penderita stroke hemoragik. Taraf signifikan (α = 0,05),

pedoman dalam menerima hipotesis : jika data probabilitas

(p) < 0,05 maka H0 ditolak dan terdapat pengaruh dari


pelaksanaan home care dan apabila nilai (p) ≥ 0,05 maka H0

gagal ditolak atau tidak adanya pengaruh dari pelaksaan

home care.

4.8 Etika Penelitian

Etika penelitian ini bertujuan untuk menjamin kerahasian identitas

responden, melindungi, dan menghormati hak responden dengan

digunakannya pernyataan persetujuan responden dalam mengikuti penelitian.

Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin

kepada institusi Sekolah Ilmu Kesehatan Piala Sakti untuk mendapatkan surat

perizinan penelitian. Kemudian peneliti menyerahkan surat izin tersebut

kepada instansi yang dituju untuk mendapatkan persetujuan melakukan

penelitian ditempat tersebut.

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden peneliti memberikan lembar persetujuan. Informed

Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak pasien.

Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent

teesebut antara lain : Partisipasi pasien, tujuan dilakukan tindakan, jenis


data yang dibutuhkan,komitmen, prosedur pelaksaan, potensial masalah

yang akan diteliti, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah

dihubungi dan lain-lain.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan meruapakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

Alhogbi, B. G. (2017). Literatur Review : Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kemandirian Lansia Dalam Melakukan Activity Daily Living.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 21–25.

http://www.elsevier.com/locate/scp

Ainy, R. E. N., & Nurlaily, A. P. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke

Hemoragik dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisiologi: Oksigenasi. Journal of

Advanced Nursing and Health Science, 2(1), 21-25,

https//jurnal.ukh.ac.id/index.php/KN/article/view/723/448

Akhmadi. 2019. Mengapa diperlukan home care?

(online).(http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/342-mengapa-

diperlukan-homecare.html. diakses 18 Oktober 2019)

Brunner & Suddart. (2018). Keperawatan medikal bedah. ed 8. Jakarta: EGC.

Dharma. K.K. (2018). Adaptasi Setelah Stroke: Menuju Kualitas Hidup yang

Lebih Baik. Yogyakarta: Deepublish

Dharmawan, D. (2019). Definisi Stroke. Jurnal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689-1699

Depkes RI, 2018 Profil Kesehatan

Harahap, S., & Siringoringo, E. (2016). Aktivitas Sehari-hari Pasien Stroke Non

Hemoragik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2016.

Hardywinoto, 2018. Panduan Gerontologi: Tinjauan Dari Berbagai Aspek. PT.

Cetakan Kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Haryono, R., & Sari Utami, M. P. (2019). Keperawatan medikal Bedah II.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Irfan, 2018. Panduan Praktis Pencegahan & Pengobatan Stroke. Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer

Jonathan, Gleadle, dkk. 2015. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta :

Erlangga.

Junaidi, I. 2018. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : Andi

Kanggeraldo, J., R. P., & Zu, M. I. (2018). Sistem Untuk Mendiagnosis Penyakit

Stroke Hemoragik dan Iskemik Menggunakan Metode Dempster Shafer.

Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem Dan Teknologi Informasi), 2(2), 498-505.

https://doi.org/10.29207/resti.v2i2.268

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

RI..

Lingga, L. (2013). All About Stroke: hidup sebelum dan pasca stroke. PT. Elex

Media Komputindo

Medical Recor Puskesmas Pariaman, 2021, 2022

Melcon, 2006. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga

Muttaqin, A. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and

Prevention. Jurnal Ilmiah Kedokteran Medika Tandukulo 1 , 60-73.


Ni’matuzaroh, & Prasetyaningrum, A. (2018). Observasi : Teori dan Aplikasi

Dalam Psikologi (R. AH (ed.); 1st ed.). https://books.google.co.id/books?

id=CMh9DwAAQBAJ&pg=PA176&dq=psikologi+perilaku+mandiri&hl=i

d&sa=X&ved=2ahUKEwjB9fbi_d3uAhUm7XMBHat5AsI4ChDoATAIeg

QIAhAC#v=onepage&q=psikologi perilaku mandiri&f=false

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Nursalam, 2018. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta:

Salemba Medika

Padila, (2019). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Nuha Medika. Yogyakarta.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2019. Laporan Kegiatan Kongres ICN,

(online). (http://www.inna-ppni.or.id/index.php?

name=News&file=print&sid=247). Diakses 14 Oktober 2019.

Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT.

Percetakan dan Penerbitan UNSOED.

Satyanegara. 2018. Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Setiadi, Anwar. 2018. Pandun Gerontologi. Jakarta : Gramedia

Setiawan, P. A. (2021). Diagnosa dan Tatalaksana Hemoragik. Jurnal Medika

Hutama , 1660-1665.

Sugiyono (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :

Alphabet.
Sugiarto, Andi (2019). Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Sehari-hari

Pada Landia Dip Andi Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan

Menggunakan Berg Balance Scale Dan indeks Barthel. Semarang: UNDIP.

Suwaryo PAW, Widodo WT, Setianingsih E. (2019). Faktor Risiko yang

Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan. Vol. 11, No. 4. p.

256-257.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian RI tahun 2018.

https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-

2018.pdf

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Laporan Riskesdas2018. Laporan Nasional

Riskesdas 2018, 614. Retrieved from

https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-dasar-riskesdas/

Vitahealth, 2004. Informasi Lengkap Tentang Penyakit Stroke dan

Pengobatannya dalam www.

Metris-community.com/penyakit-stroke/diakses pada tanggal 20 Desember

2012.

WHO (world health organization), 2019. Hipertension. Diunduh dari

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension. pada

tanggal 5 september 2020

World Health Organization (WHO). 2019. Heart Disease & Stroke Statistic.

Dallar. American Heart Associatine : Texas


WHO. (2020). South East Asian Region: Noncommunicable Diseases. Diakses 9

Maret, 2021.

WSO. (2019). Global Stroke Fact Sheet

Yunani, olang, J., & Winarto, E. (2022). Siriraj Stroke Score To Detected

Cerebrovascular Disease Hemorrhagic –Non Hemorrhagic. Jurnal Ilmiah

Indonesia , 1-7.

Anda mungkin juga menyukai