Anda di halaman 1dari 2

Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 menunjukan bahwa stroke

membunuh satu orang setiap enam detik didunia. Dengan perkiraan setiap
tahun 15 juta orang menderita stroke dimana lima juta penderita mengalami
kematian dan lima juta penderita stroke lainnya mengalami kecacatan (World
Health Organization, 2018).

Untuk mengetahui kualitas hidup pasien paska stroke dapat dilakukan secara

multidimensi. Untuk menilai kualitas hidup pasien paska stroke, ditentukan dengan menilai 4

dimensi yakni fisik, fungsional, psikologis dan kesehatan sosial. Penilaian dimensi fisik dengan

melihat gejala-gejala terkait penyakitnya. Penilaian dimensi fungsional meliputi perawatan diri

sendiri, mobilitas, kemampuan mengerjakan pekerjaan rumah dan bekerja. Dimensi psikologis

meliputi fungsi kognitif dan emosi dan yang terakhir dimensi sosial yakni interaksi dengan

keluarga dan lingkungan (Mudaliar et al, 2018).

Studi-studi terkait kualitas hidup penderita paska stroke di Indonesia belum banyak

ditemukan. Prevalensi depresi paska stroke dibandingkan dengan depresi pada populasi umum

jauh lebih tinggi. Prevalensi depresi paska stroke berkisar 9-60%, insiden berkisar 23-40% sedangkan
berdasarkan data di rumah sakit berkisar 35-53% dan pada studi komunitas berkisar
9-23%. Angka kejadian depresinya meningkat seiring dengan peningkatan usia (Yuliana dkk,
2018). Penelitian Adawiyah dan kawan-kawan, mengfokuskan pada penderita stroke iskemik
diatas 8 hari perawatan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
berhubungan dengan domain lingkungan dan domain psikologis. Kecacatan fisik berhubungan
dengan domain fisik dan lingkungan (Adawiyah dkk, 2014).

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 di Nusa Tenggara Barat (NTB) jumlah

penderita stroke mencapai 8.3 per 1000 penduduk. Angka ini menurun dibandingkan tahun

2007 yang mencapai 12 per 1000 penduduk (Depkes, 2013). Tenaga kesehatan baik di NTB

dan daerah lain selama ini menfokuskan penatalaksanaan stroke untuk mencegah kecacatan

dan kematian. Paska perawatan, tenaga kesehatan jarang yang memperhatikan kualitas hidup

pasien. Di NTB belum ada penelitian-penelitian yang mengeksplorasi bagaimana kualitas

hidup pasien paska stroke. Untuk itu diperlukan penelitian untuk mengevaluasi kualitas hidup

pasien paska stroke sehingga dapat digunakan untuk pencegahan dan penatalaksanaan yang

lebih baik

Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik Pasca


Pelayanan Rehabilitasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
Stroke dianggap sebagai salah satu penyebab utama kecacatan dan
hilangnya kemandirian pada manusia. Hemi-paralisis, yang merupakan
kondisi umum setelah stroke, dapat menyebabkan keterbatasan berat
dalam ADL (Activity Daily Living) (Huang, Tuan, Li, & Hsu, 2021).
Penelitian berbasis rumah sakit dan komunitas secara konsisten
menunjukkan tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah di antara
penderita stroke (Mozaffarian et al., 2016). Sebagai kondisi
neurologis yang kompleks, stroke mempengaruhi kualitas hidup
seseorang, dan berdampak buruk pada kesehatan fisik, psikologis,
ekonomi, kesejahteraan sosial, hilangnya rasa identitas diri, dan
kemandirian (Skoglund, Westerlind, Persson, & Sunnerhagen, 2019),
(Win, Thein, Tun, & Myint, 2021). Pada akhirnya akan menghambat
proses rehabilitasi dan kesehatan secara keseluruhan, bahkan dapat
mengakibatkan kematian (Dewi, Arifin, & Ismail, 2020). Stroke dapat
menyebabkan kecacatan jangka panjang, sehingga banyak penderita
stroke bergantung pada pengasuh mereka untuk mendapatkan bantuan
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti berpakaian, mandi,
dan toileting, yang pastinya memberikan beban tambahan pada orang di
sekitar penderita stroke (Clarke & Forster, 2015). Mendapatkan
kembali fungsi motorik yang hilang sangat penting untuk pemulihan
pasca stroke. Beberapa protokol rehabilitasi tersedia untuk
pemulihan motorik pada orang dengan stroke. Namun, seringkali ada
batasan untuk pemulihan yang dapat dicapai dengan menggunakan
rehabilitasi yang ada (Greisberger, Aviv, Garbade, & Diermayr,
2016). Maka diperlukan berbagai alternatif model rehabilitasi
sebagai pilihan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Tujuan dari studi literatur ini untuk mengetahui bagaimana upaya
peningkatan kualitas hidup penderita stroke pada fase rehabilitasi.

Anda mungkin juga menyukai