Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau
oleh masyarakat. Pelayanan Kesehatan merupakan bagian integral dari pelayanan
yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik yang
sehat maupun yang memiliki masalah kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. (Kemenkes, 2020)

Sinkop atau pingsan merupakan duduk perkara (masalah) yang tidak terlalu
berbahaya, tetapi pada sejumlah kasus yang bersangkutan menggunakan persoalan
kardiovaskuler yang mendasar serta memicu kematian secara mendadak. Jenis-
jenis sinkop antara lain yaitu sinkop vaskuler, sinkop kardiak, sinkop neurologis atau
serebvaskuler, sinkop metabolic dan sinkop situasional (Tobing 2019). Gejala awal
yang dialami sebelum mengalami sinkop atau pingsan adalah pusing, pengelihatan
kabur, perasaan seperti melayang, telinga berdeging, dan sensasi terbakar, sesak
nafas, kulit pucat da dingin kemudian pengelihatan menjadi kabur dan akan terjatuh
atau tergeletak. Kematian dapat terjadi akibat dari trauma gantung Ketika seseorang
tidak dapat memposisikan diri menjadi ke posisi hampit horizontal (Ricky, 2021)

Kejadian sinkop atau pingsan pada siswa di sekolah bisa terjadi sewaktu-waktu,
oleh karena itu sebaiknya siswa mampu menguasai penatalaksanaan melalui
pertolongan pertama. Berdasarkan penelitian European Society of Cardiologi (ESC,
2018), tepatnya di Amerika diperkirakan 3% pasien yang datang ke unit gawat
darurat disebabkan oleh sinkop atau pingsan serta 6% alasan seseorang masuk
rumah sakit. Diperkirakan frekuensi dalam 3 tahun belakangan 34% sinkop atau
pingsan rentan terjadi pada remaja yang beranjak dewasa, peristiwa sinkop atau
pingsan akan sering terjadi seiring bertambah nya usia. Zenit atau puncak
prevelensi terjadinya sinkop atau pingsan terjadi pada usia remaja 15-19 tahun yaitu
pada waktu usia sekolah. Sinkop atau pingsan dominan terjadi pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki kejadian sinkop atau pingsan 3% pada laki-laki dan
3,5% pada Wanita. Peristiwa sinkop atau pingsan terjadi 6,2/1000 pertahun. Catatan
kunjungan pasien sinkop atau pingsan yang di lakukan pada sebuah klinik rawat
jalan kardiologi menemukan prevalensi angka yang terjadi atas peristia sinkop atau
pingsan sebesar 9%. Jumlah kejadian sinkop atau pingsan pada anak berusia 5-14
tahun sebesar 4,14%, usia 15-44 tahun sebesar 44,8%,usia 45-64 tahun sebesar
31% serta usia yang sudah semakin tua 65 tahun keatas usia keatas menggunakan
prevalensi 20%. (Alimurdialis 2010 dalam mokagow, dkk 2020).

Di Tehran, dilihat dari data di klinik kardiologi rawat jalan dengan tinjauan catatan
pemeriksaan pasien yang datang untuk dirawat dari bulan maret hingga bulan
September 2007, tingkat kejadian sinkop atau pingsan keseluruhan ditemukan 9%.
Prevalensi spesifik angka usia tersebut adalah 4,14% pada usia 5-14 tahun, 31%
pada usia 15-44 tahun, 20-25% pada usia 65 tahun ke atas. (Sitorus & Girsang
2020)

Berdasarkan penelitian di Irlandia menyatakan bahwa pasien yang datang ke


rumah sakit dengan diagnosa sinkop murni adalah sebesar 1,1% dari seluruh
kunjungan ke instalasi emergensi atau gawat darurat . Menurut Kementrian
Kesehatan RI (2015) sinkop atau pingsan merupakan salah satu keadaan
kegawatdaruratan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) 3-5% dari
penerimaa n yang datang ke IGD adalah karena mengalami sinkop atau pingsan
dan menempati 1-3% jumlah dari semuan penerimaan pasien yang masuk ke
rumah sakit. 25% pasien yang mengalami sinkop atau pingsan dapat didiagnosis
setelah pemeriksaan fisik, sedangkan pada 40% pasien yang mengalami sinkop
atau pingsan tidak diketahui apa penyebabnya (Rachman, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kundre, tentang “Pengaruh
Pendidikan Kesehatan dan Simulasi Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan
Pertolongan Pertama Pada Siswa Yang Mengalami Sinkop di SMA 7 Manado”, dari
15 responden terdapat 10 responden memilii tingkat pengetahuan baik dengan
persentase 66,7%, 2 responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dengan
persentase 13,3%, dan 3 responden memiliki tingkat pengetahuan kurang dengan
persentase 20,0% (Kundre, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti, tentang “Sosialisasi


Penanganan Pertama Sinkop Terhadap Pengetahuan Murid SMP N 1 Kayen Kidul
Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Siswa Sekolah”, dari 30 responden
terdapat 23 responden memiliki tingkat pengetahuan kurang dengan persentase
76,7%, 7 responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dengan persentase 23,3%
(Damayanti, 2020).

Hasil penelitian (Sitorus & Girsang 2020) yang dilakukan di SMA Negeri 1 Deli
Tua didapatkan bahwa yang mampu melakukan pertolongan pertama pada siswa
yang mengalami sinkop hanya 2 orang. Berdasarkan studi pendahulan pada tanggal
09 November 2022 yang dilakukan dengan wawancara di SMA Negeri 1 Tigalingga
terhadap 10 orang siswa/i tentang kejadian sinkop atau pingsan dan penanganan
yang dapat di lakukan didapatkan bahwa tidak ada siswa yang tahu bagaimana cara
penanganan sinkop atau pingsan yang baik dan benar. Di studi pendahuluan ini juga
didaptkan bahwa di SMA Negeri 1Tigalingga sering terjadi sinkop atau pingsan pada
saat upacara penaikan bendera setiap hari senin maupun upcara hari hari besar
lainnya, biasanya pada upacara terdapat 2-5 siswa/i yang mengalami sinkop atau
pingsan.

Sinkop atau pingsan pada umumnya terjadi secara tiba-tiba. Sinkop dapat
diakibatkan karena seseorang terlalu lama berada dibawah sinar matahari. Gejala
ringan yang biasa terjadi pada seseorang yang mengalami sinkop ialah, kelelahan,
sakit kepala atau pusing, haus, sesak nafas. Sinkop juga bisa disebabkan panyakit
lain atau penyakit dalam yaitu emosi atau keterkejutan, juga karena penyakit kronis
lainnya. Sinkop atau pingsan biasanya terjadi dikalangan siswa remaja yang rutin
melakukan upacara penaikan bendera pada hari senin sepreti SD, SMP, dan SMA.
Pada penjelasan di atas telah di terangkan bahwa sinkop atau pingsan banyak
terjadi karna seseorang terlalu lama berada di bawah paparan sinar matahari oleh
sebab itu diperlukan pembekalan bagi setiap siswa untuk dapat menangi kasus
sinkop pada siswa lainnya. (Sukarta, 2008 dalam Tobing 2019).

Studi pendahauluan yang dilakukan melalui wawancara pada guru dan siswa
SMA Negeri 1 Tiga Lingga bahwa setiap upacara penaikan bendera hari senin ada
kurang lebih 100 orang siswa yang mengalami sinkop atau pingsan dalam enam
bulan dari Mei 2022 sampai November 2022. Informasi yang di dapat dari guru dan
siswa penyebab siswa mengalami sinkop atau pingsan antara lain siswa yang terlalu
lama terpapar sinar matahari saat upacara penaikan bendera setiap hari senin,
siswa belum sarapan saat berangkat ke sekolah, siswa mempunyai penyakit
kardiovascular (jantung lemah).

Dari hasil wawancara dengan guru Pembina UKS ada beberapa orang siswa
yang di tugaskan untuk menangani siswa yang mengalami sinkop atau pingsan di
sekolah setiap melakukan upacara penaikan bendera setiap hari senin. Tetapi siswa
yang di tugaskan belum pernah mendapatkan pelatihan pertolongan pertama
disekolah tersebut. Siswa hanya mendapat pengetahuan pertolongan pertama
dengan cara sederhana yaitu membaringkan siswa ditempat tidur, melonggarkan
baju yang di pakai siswa, mengoleskan minyak kayu putih, jika sudah siuman
memberikan air minum dan siswa yang mengalami sinkop atau pingsan di sarankan
untuk beristirahat.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


tentang, “Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa Remaja SMA Negeri 1 Tigalingga
Tentang Penanganan Sinkop”.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran Tingkat
Pengetahuan Siswa Tentang Penanganan Pertolongan Pertama pada Siswa/I yang
mengalami sinkop di SMA Negeri 1 Tiga Lingga.

3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahuai bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswa tentang


penanganan pertolongan pertama pada siiswa/I yang mengalami sinkop atau
pingsan di SMA Negeri 1 Tiga Lingga.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswa tentang


pertama pada siswa yang mengalami sinkop atau pingsan
b. Mengidentifikasi faktor-faktor pengetahuan berdasarkan jenis kelamin dan
sumber
informasi

4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Poltekkes Jurusan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi suatu referensi tambahan
yang bermanfaat khususnya bagi mahasiswa keperawatan serta dijadikan bahan
informasi bagi peneliti.

2. Bagi Peneliti Lanjutan


Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan untuk melaukan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan gambaran tingkat pengetahuan siswa tentang
penanganan sinkop atau pingsan, pada siswa yang mengalami sinkop.
3. Bagi siswa/i SMA Negeri 1 Tigalingga
Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan sumber daya
Kesehatan memberikan penanganan pertolongan pertama atau penanganan
dasar pada siswa/i yang mengalami sinkop atau pingsan.
4. Bagi Peneliti
Menjadi pengalaman berharga bagi peneliti dan dapat menambah wawasan
tentang sinkop atau pingsan dan pemberian bantuan hidup dasar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

A.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini


terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terhadap suatu obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga(Notoatmodjo, 2018).

A.2 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behaviour). Dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalan
domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Wawan dan Dewi, 2020)
1. Tahu(know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterpertasikan secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap suatu obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil sebenarnya. Aplikasi di sini dapat di
artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-
formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evalution)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang ada (Wawan dan Dewi 2020).

A.3 Cara memperoleh pengetahuan


Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan , bahkan mungkin sebelum
ada peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak
berhasil maka dicoba.Kemungkinan yang lain sampe masalah tersebut dapat
dipecahkan.
2. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetaahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai
prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang
yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan
kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang prnah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu (Wawan
dan Dewi 2020).

A.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan, pada umunya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan,
tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan banyak tantangan, sedangkan bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan keluarga.
c. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja, selain itu dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang akan lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya . Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa
(Wawan dan Dewi, 2020)
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
b. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap
dalam menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2020)
c. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif (Wawan dan Dewi, 2020) yaitu:
1) Baik : Hasil Presentasi 76% - 100%
2) Cukup : Hasil Presentasi 56% - 75%
3) Kurang : Hasil Presentasi <56%

Anda mungkin juga menyukai