Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DASAR DOSEN PEMULA

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA PALANG MERAH REMAJA (PMR) PADA


PERTOLONGAN PERTAMA TERHADAP PENANGANAN SINKOP

TIM PENYUSUN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO


FEBRUARI 2022

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syncope adalah hilangnya kesadaran dan kontrol otot dalam beberapa
detik hingga beberapa menit yang menyebabkan seseorang jatuh pingsan
(Nugroho, 2017). Syncope adalah suatu kehilangan kesadaran sesaat akibat
hipoperfusi serebral global yang ditandai dengan onset (kejadian) yang cepat,
jangka waktu pendek, dan recovery penuh secara spontan (Septiana, dkk,
2017).
Syncope merupakan suatu keadaan hilangnya kesadaran dan kekuatan
tubuh seorang individu yang terjadi secara mendadak, serta disertai dengan
pemulihan kondisi individu tersebut (Febrina V, dkk, 2017). Syncope adalah
kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral global transien
dikarakteristik dengan onset cepat, durasi yang pendek dan pemulihan
spontan. Kehilangan kesadaran karena penurunan aliran darah ke sistem
aktivasi retrikular dan tidak membutuhkan terapi listrik atau kimia untuk kembali
normal (Haykal, 2018).
Menurut Worth Health Organization (2017), kejadian sinkop di dunia
diperkirakan sebanyak 12 juta kasus setiap tahunnya dan bisa menyebabkan
terjadi henti napas dan henti jantung bahkan kematian. Menurut European
society of cardiologi (ESC, 2018), di Amerika 3% dari kunjungan pasien di unit
gawat darurat disebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang
datang ke rumah sakit. Angka frekuensi dalam 3 tahun terakhir diperkirakan
34%.
Menurut Kemenkes R1 (2017) sebanyak 35% siswa di Indonesia pernah
mengalami kejadian sinkop saat melakukan aktifitas sekolah. Sedangkan
menurut Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo jumlah kasus sinkop di Gorontalo
pada tahun 2019 yang terjadi di sekolah sekitar 30% secara umum baik saat
upacara bendera maupun karena penyakit bawaan. Sinkop yang terjadi di
sekolah termasuk kedalam sinkop neurokardiogenik dicirikan dengam pingsan
yang berulang dan ditimbulkan pada suasana panas atau ramai, kelelahan,
nyeri hebat, lapar, berdiri terlalu lama dan keadaan emosi atau stress ataupun

1
mengikuti kegiatan olahraga yang rutin dilaksanakan. (Setianingsi et al,2020).
Berdasarkan jurnal penelitian oleh (Derma Yahya Wiharyo, dkk. 2018) di
di SMAN 5 Jember tahun (2018) menyatakan Penanganan sinkop pada Tim
PMR SMAN 5 Jember sebelum diberikan pelatihan manajemen sinkop
menunjukkan bahwa penanganan sinkop kategori paling banyak adalah cukup
sebanyak 22 responden (55,0%), sedangkan setelah diberikan pelatihan
manajemen sinkop menunjukkan bahwa paling banyak adalah ada peningkatan
pada nilai 22 sebanyak 25 responden (62,5%). Ada pengaruh yang signifikan
pada penanganan sinkop setelah di uji dengan uji Wilcoxon menunjukkan
bahwa dari 40 responden diperoleh hasil Z yang didapat sebesar - 5,139
dengan P Value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar .000 dimana keputusan
hipotesis H1 diterima yang berarti ada Pengaruh Pelatihan Manajemen Sinkop
terhadap Penanganan Sinkop di SMAN5 Jember.
Berdasarkan jurnal penelitian oleh (Wiranda Mokoagow,dkk. 2020) di
MAN 1 Kotamobagu tahun (2020) menyatakan terdapat pengetahuan siswa
dengan penanganan pertama pada siswa sinkop di kelas XI MAN 1
Kotamobagu responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 28 orang
(34,6%) dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 53 orang (65,4%).
Jadi diketahui responden dengan pengetahuan baik lebih besar yaitu 53 orang
(65,4%). Sikap siswa dengan penanganan pertama siswa sinkop di kelas XI
MAN 1 Kotamobagu responden dengan sikap yang kurang baik sebanyak 35
orang (43,2%) dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 46 orang
(56,8%). Jadi diketahui bahwa responden yang memiliki sikap yang baik lebih
besar yaitu, 46 orang (56,8%). Penanganan pertama pada siswa sinkop di
kelas XI MAN 1 Kotamobagu responden dengan penanganan kurang baik
sebanyak 25 orang (30,9%) dan responden dengan penanganan baik sebanyak
56 orang (69,1%). Jadi diketahui bahwa responden dengan penanganan baik
lebih besar yaitu, 56 orang (69,1%). Hubungan pengetahuan dengan
penanganan pertama pada siswa sinkop di kelas XI MAN 1 Kotamobagu
berdasarkan hasil tabulasi silang di dapatkan nilai or 3,818 artinya pengetahuan
yang baik memiliki peluang 3,81 kali lebih baik dalam melakukan penanganan

2
pertama pada pasien sinkop dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang
baik. Hasil uji chi square di dapatkan nilai p-value= <0,05% yaitu 0,014 yang
artinya Ha diterima dan Ho di tolak.
Berdasarkan jurnal penelitian oleh (Taufiqoh Rizqi Agustini, dkk. 2020) di
di Man 1 Surakarta tahun (2020) menyatakan Karakteristik responden pada
penelitian ini berdasarkan jenis kelamin paling banyak yaitu perempuan dengan
28 responden (87,5%) dan laki-laki sebanyak 4 responden (12,5%), untuk usia
pada penelitian ini adalah 16,63 dengan usia termuda 15 tahun dan usia tertua
17 tahun, sedangkan untuk lama keanggotaan PMR pada penelitian ini paling
banyak yaitu 1 tahun dengan 25 responden (78,1%) sedangkan 2 tahun
sebanyak 7 responden (21,9%). Rerata tingkat kesiapan pertolongan pertama
syncope sebelum dilakukan pendidikan kesehatan yaitu siap dengan 18
responden (56,3%) sedangkan tidak siap sebanyak 14 responden (43,8%).
Rerata tingkat kesiapan pertolongan pertama syncope sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan adalah semua remaja siap dengan 32 responden
(100%). Pemberian pendidikan kesehatan dengan metode peer group pada
siswa Palang Merah Remaja di MAN 1 Surakarta mempengaruhi perubahan
perilaku baik persepsi maupun pengetahuan siswa yang mendorong siswa
menerima tindakan yang diajarkan lalu terbentuknya kesiapan terhadap
pertolongan pertama syncope.
Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1
Telaga Biru tanggal 16 Februari 2022, dari wawancara dengan guru sebagai
pengurus Palang Merah Remaja (PMR) menyatakan bahwa di sekolah ini baru
dilakukan pelantikan pengurus dan anggota baru dari Palang Merah Remaja
(PMR) dan belum adanya pelatihan sehingga pengurus dan anggota baru yang
dilantik belum mendapatkan pengetahuan khusus mengenai Palang Merah
Remaja (PMR).
Dari hasil wawancara dengan pengurus Palang Merah Remaja (PMR)
SMA Negeri 1 Telaga Biru didapatkan informasi bahwa terdapat 3-4 orang
siswa yang mengalami syncope pada saat upacara rutin hari senin. Dari hasil
wawancara penyebab syncope dikarenakan tidak sarapan saat akan upacara

3
dan terlalu lama berdiri di bawah terik sinar matahari. Jika ada siswa yang
mengalami sinkop pada saat upacara, langsung dilakukan evakuasi oleh
teman-teman yang berada disampingnya dan mengantarnya ke UKS.
Selanjutnya siswa yang mengalami syncope akan ditangani oleh guru yang
berjaga di UKS. Saat berada di UKS, siswa yang mengalami syncope akan
ditangani dengan cara melepas sabuk, membaringkan di tempat tidur,
melonggarkan pakaian dan memberikan wewangian seperti minyak kayu
putih. Setelah itu, bila siswa yang mengalami syncope sudah sadar akan
diberikan minum air putih. Penanganan syncope di SMA Negeri I Telaga Biru
yang belum sesuai dengan SOP/Standart dan pemberian kurikulum tentang
syncope yang kurang maksimal menimbulkan kurangnya pengetahuan anggota
PMR dan berdampak pada tingkat kesiapan penangan pertama syncope yang
terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
Tingkat pengetahuan siswa Palang Merah Remaja (PMR) dalam pertolongan
pertama terhadap penanganan sinkop di SMA Negeri 1 Telaga Biru
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Tingkat
pengetahuan siswa Palang Merah Remaja (PMR) dalam pertolongan pertama
terhadap penanganan sinkop di SMA Negeri 1 Telaga Biru
1.4 Luaran (Ouput)
1. Laporan penelitian ini mengenai Tingkat pengetahuan siswa Palang Merah
Remaja (PMR) dalam pertolongan pertama terhadap penanganan sinkop di
SMA Negeri 1 Telaga Biru
2. Publikasi ilmiah di Jurnal Nasional yang memiliki international standard
serial number (ISSN) versi cetak, dan versi Open Journal System (OJS -
EISSN)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu” dan ini terjadi setelah
orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terhadap objek terjadi mulai panca indra manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada
waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian presepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003)
dalam Wawan dan Dewi (2018).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Notoadmodjo (2014) (dalam Maransisca, 2019) membagi pengetahuan
menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu merupakan aktifitas mengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Hal ini berarti mengingat kembali sesuatu atau semua materi
yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu
menjadi paling rendah dari pengetahuan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan suatu objek yang
diketahui dengan benar dan memiliki kemampuan untuk menafsirkan
secara benar. Seseorang yang telah memahami suatu objek makan akan
mudah menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkan objek yang
telah dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
dalam situasi kondisi yang nyata.

5
4. Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk menggambarkan materi dan suatu
objek dalam komponen-komponen, dan berada dalam struktur organisasi
serta masih memiliki keterkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis mengacu pada kemampuan seseorang untuk menempatkan dan
menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk yang baru secara
keseluruhan. Hal ini berarti sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
formulasi baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berhubungan dengan kemampuan membenarkan atau menilai
suatu materi atau objek.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2014) (dalam Maransisca, 2019) terdapat
beberepa faktor yang mempengaruhi pengetahuann seseorang:
1. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang maka daya tangkap dan pola pikirnya akan
berkembang, sehinggah pengetahuan yang diperoleh semakin baik.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan tingkat dari pendidikan seseorang yang berbanding
lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, kurangnya tingkat
pendidikan seseorang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai baru yang di perkenalkan. Pendidikan terdiri dari:
a. Pendidikan Dasar (SD, SMP)
Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan selama 9 tahun pertama
yang melandasi jenjang pendidikan.
b. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan dasar yang dibagi
menjadi dua, yaitu: pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum di bagi kedalam

6
program yang sesuai dengan kebutuhan untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan menegah kejuruan berdasarkan
pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dunia industri,
tenaga kerja baik secara nasional maupun regional.
c. Perguruan tinggi
Perguruan tinggi merupakan pendidikan yang diselenggarakan oleh
akademik, institusi, sekolah tinggi dan universitas.
3. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin mempunyai keterkaitan langsung maupun tidak langsung
dengan tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. Dapat di
ketahui bahwa jenis kelamin laki-laki cenderung mempunyai pengetahuan
lebih baik dari pada perempuan.
2.2 Pertolongan Pertama
2.2.1 Definisi Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan, pengobatan dan
perawatan yang sifatnya darurat dan harus dilaksanakan dengan cepat, tepat
dan serasi ketika menangani korban kecelakaam atau bencana sebelum dirujuk
ke rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya yang memadai (Tim Bantuan
Medis Panacea, 2017).
Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian
usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam
rangka menyelamatkan pasien dari kematian (Annia Kissanti, 2017).
Pertolongan pertama dapat diartikan sebagai pemberian pertolongan,
perawatan atau pengobatan segera kepada penderita sakit atau cedera atau
kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar (Ajeng Kumoratih,
2017).
2.2.2 Sikap dan Perilaku Seorang Pelaku Pertolongan Pertama
Dalam hal ini, diperlukan sikap dan perilaku seorang pelaku pertolongan
pertama sebagai berikut :
1. Tetap tenang dan perhatikan situasi dan kondisi sekitar
2. Kumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cepat, jelas, dan lengkap

7
3. Lakukan penanganan sederhana dan tepat guna, sesuai prioritas dan jenis
cedera
4. Transportasikan korban ke sarana kesehatan untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut. (Tim Bantuan Medis Panacea, 2017).
2.2.3 Prinsip Pelaksanan Pertolongan Pertama
Pada setiap kecelakaan atau bencana selalu disertai situasi kekacauan
dan kepanikan di tempat kejadian, melibatkan korban yang jumlahnya mungkin
lebih dari satu dengan berbagai macam gangguan, seperti gangguan
pernapasan, gangguan kesadaraan, perdarahan dan trauma yang lain.
Seorang pelaku pertolongan pertama harus mampu menilai dan
menanggulangi hal-hal di atas sesuai dengan prioritas. Tindakan yang harus
dilakukan adalah menghilangkan kekacauan, menata tempat kejadian,
merencanakan tindakan dan melakukan prioritas korban (Tim Bantuan Medis
Panacea, 2017).
2.2.4 Langkah Pertama Pada Pertolongan
Dalam menghadapi dan menangani seseorang yang mendapat cedera
yanggawat, tiga hal yang sangan menentukan berikut ini perlu dipastikan
1. Pernapasan
Pastikanlah bahwa saluran pernapasan si korban tidak tersumbat oleh
lidahnya, lendir atau benda lainnya
2. Nafas
Pastikan si korban masih bernafas. Hal ini dapat di pastikan dengan
jalan menempatkan sebuah cermin atau mata pisau yang mengkilap di
depan mulut atau hidung si korban. Bila cermin atau mata pisau tersebut
berkabut, berarti si korban masih bernafas. Bila tidak, lakukanlah
pernafasan buatan.
3. Peredaran Darah
Pastikan bahwa nadi si korban masih berdenyut. Hal ini dapat Anda
pastikan dengan jalan menggenggam pergelangan tangan si korban dari
luar, di mana jari tengah Anda menekan urat nadi pada pergelangan tangan
tersebut. Atau, tekan-tekanlah ujung telunjuk Anda pada urat nadi di sudut

8
rahang bawah si korban (nadi karotis). Bila tidak, lakukanlah pembangkitan
fungsi jantung dengan cara kardio-pulmonar (jantung- paru-paru). Bila
sedang melakukan Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR), periksalah apa
ada perdarahan.
a. Bertindaklah dengan cepat bila si korban mengalami perdarahan berat
atau bila si korban telah menelan racun atau bila jantung atau
pernafasannya telah terhenti. Tiap detik adalah berharga.
b. Walaupun setiap orang yang cedera dapat diangkut dengan aman,
hendaknya diingat bahwa sangat penting juga untuk tidak mengangkut
korban yang mengalami cedera pada leher atau tulang punggungnya,
kecuali bila hal tersebut dipandang perlu untuk menghindarkan si korban
dari bahaya selanjutnya.
c. Karena keadaan darurat hidup atau mati yang muncul secara tiba-tiba
adalah jarang ditemukan, biasanya Anda dapat memberikan
pertolongan pertama dengan langkah berikut :
1) Biarkanlah si korban berbaring dengan tenang
2) Bila dia muntah-muntah dan bila tidak ada bahaya bahwa lehernya
patah, putarkan kepalanya ke satu sisi untuk menghindari
tersumbatnya saluran pernafasannya.
3) Usahakan agar badannya tetap hangat dengan jalan menutupnya
dengan selimut atau pakaian lainnya. Tetapi, si korban jangan sampai
kepanasan atau jangan memberikan panas buatan dari luar.
4) Suruhlah seseorang memanggil ambulans dan dokter, sementara
Anda memberikan pertolongan pertama. Dokter perlu diberitahu
tentang kesadaran korban, pertolongan yang telah diberikan kalau
sudah dilakukan dan minta sarannya mengenai apa yang sebaiknya
dilakukan sementara menunggu kedatangannya atau kedatangan
ambulans.
5) Periksalah si korban dengan hati-hati. Potonglah pakaiannya bila
perlu untuk mencegah pertambahan rasa sakit akibat gerakan
mendadak. Jangan tarik pakaian dari luka karena terbakar.

9
6) Tenangkanlah si korban dan cobalah menenangkan diri Anda sendiri.
Karena ketenangan Anda dapat menghilangkan rasa takut atau panik
dari si korban. Yakinkanlah si korban, bahwa semunya dapat diatasi.
7) Jangan paksakan korban yang tidak sadar atau setengah sadar untuk
minum air dapat masuk ke saluran pernafasannya dan menimbulkan
pencekikan di lehernya. Jangan berusaha membangunkan korban
yang tidak sadar dengan jalan memukul- mukul muka atau
menggoyang-goyangkan tubuhnya.
2.3 Palang Merah Remaja (PMR)
2.3.1 Definisi PMR
PMR adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja
PMI yang selanjutnya disebut anggota PMR. Terdapat di PMI cabang di
seluruh Indonesia, dengan anggota lebih dari 3 juta orang. Anggota PMR
merupakan salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
kemanusiaandi bidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan prinsip-
prinsip dasar gerakan palang merah internasional, serta mengembangkan
kapasitas organisasi PMI (Ferisa 2018).
2.3.2 Syarat-syarat Anggota PMR
1. Warga Negara Republik Indonesia
2. Berusia antara 7 tahun sampai dengan 21 tahun/ belum menikah
3. Dapat membaca dan menulis
4. Atas dasar kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun juga
5. Dapat persetujuan orang tua
6. Sebelum menjadi anggota remaja PMI penuh, bersedia mengikuti
pendidikan dan latihan dasar ke palang merahan.
7. Setalah resmi menjadi anggota Remaja PMI Penuh, bersedia
melaksanakan tugas ke palang merahan selaku anggota remaja secara
sukarela untuk itu ia harus memiliki Kartu Tanda Anggota Remaja PMI.
8. Permintaan menjadi anggota disampaikan secara kolektif kepada pengurus
Cabang PMI setempat melalui pembinaan PMR di sekolah masing-masing
bagi yang bersekolah. Bagi yang tidak bersekolah langsung menghubungi

10
sekretaris Cabang/ Kepala Markas PMI Cabang di masing-masing tempat
tinggalnya. (Ferisa, 2018).
2.3.3 Tingkat PMR
Berikut ada 3 tingkatan PMR sesuai dengan jenjang pendidikan atau
usianya yang dikenal di Indonesia.
a. PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara atau sederajat usia
Sekolah Dasar (SD) dari usia 7-12 tahun
b. PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara atau sederajat usia
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dari usia 13-16 tahun.
c. PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA) dari usia 17-21 tahun. (Ferisa, 2018).
2.3.4 Tugas dan Peran PMR Yaitu :
1. Tugas PMR adalah :
a. Belajar dan berlatih untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan.
b. Menjadi suri teladan dalam kehidupan sehari-hari kepada remajayang
sebaya.
c. Memelihara kebersihan kesehatan pribadi dan lingkungan sekitar Ikut
serta dalam kegiatan meringankan penderitaan manusia akibat
kecelakaan, musibah atau bencana (Ferisa 2018).
2. Peran PMR :
a. Sebagai tenaga pembantu PMI dalam melaksanakan tugas
kemanusiaan, seperti P3K, kejadian musibah atau bencana di bidang
dapur Umum, pengungsian, pendampingan sementara dan evakuasi
korban.
b. Ikut membantu pemerintah dalam rangka Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) seperti penimbangan balita, peningkatan
gizi keluarga dan Kesejahteraan Masyarakat (KM) (Ferisa 2018).
2.3.5 Tujuan Palang Merah Remaja (PMR)
1. Membangun Manusia Seutunya
2. Mendidik dan melatih generasi muda dalam kegiatan dan sosial

11
3. Menumbuhkan sikap saling membantu
4. Menumbuhkan minat para remaja di bidang kemanusiaan dan social
5. Membina rasa solidaritas antara sesama manusia
6. Membantu Palang Merah Indonesia dalam segala kegiatan yang
dibutuhkan
7. Membantu mengembangkan potensi yang dimiliki para anggota
dalam melaksanakan segala kegiatan kemanusiaan (Octama, 2018)
2.3.6 Fungsi Palang Merah Remaja (PMR)
1. Penguatan kualitas remaja (anggota OMR) dan pembentukan karakter
2. PMR dapat mengenakkan anggotanya berbagai macam obat-obatan (yang
harus dan tidak harus menggunakan resep dokter) dan peralatan medis
lainnya.
3. Anggota PMR mampu memberikan pertolongan pertama pada orang lain
yang memerlukan penanganan medis dasar (Darurat Medis).
4. Anggota PMR mampu membantu meringankan tugas bapak atau ibu guru,
karena penanganan siswa yang sakit di sekolah bisa dilakukan oleh
anggota PMR dan siswa sendiri.
5. Anggota PMR meningkatkan keterampilan dan kedisiplinan serta ketulusan
dan kejujuran melalui kegiatan ekstra PMR ini.
6. Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untu
berperilak hidup sehat. (Octama, 2018).
3.4 Syncope
3.4.1 Defenisi Syncope
Syncope adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi
serebral global transien dikarakteristik dengan onset cepat, durasi yang
pendek dan pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran karena penurunan
aliran darah ke sistem aktivasi retrikular dan tidak membutuhkan terapi listrik
atau kimiauntuk kembali normal (Haykal, 2018).
Sinkop berasal dari kata Yunani yang terdiri dari kata syn dan koptein,
yang artinya memutuskan. Oleh sebab itu, definisi dari sinkop adalah
kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh yang tiba-tiba dan bersifat

12
sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan. Kehilangan
kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan aliran darah ke sistem aktivitas
retikuler yang berlokasi di batang otak dan akan membaik tanpa
membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik (dr. Hardisman, 2018)
3.4.2 Gejala Umum Syncope
Gejala yang timbul sebelum korban mengalami pingsan atau
syncopeadalah (Tim Bantuan Medis Panacea, 2017) :
1. Keringat dingin
2. Mual dan ingin muntah
3. Pusing dan mata berkunang-kunang
4. Telinga berdengung
5. Dada berdebar-debar
6. Kepala terasa ringan
3.4.3 Penyebab Syncope
Penyebab pingsan yang patut kita perhatikan di antaranya adalah
(AnniaKissanti, 2017) :
1. Gangguan tonus vaskular atau volume darah
2. Gangguan kardiovaskular
3. Penyakit serebrovaskular
4. Gangguan metabolik
5. Psikogenik
6. Kejang
Menurut Dewanto dkk (2019), Sinkop juga dapat dibagi menurut
etiologinya, yaitu :
1. Neutrally mediated syncopal syindrome, sinkop vasovagal, sinkop sinus
karotis, sinkop situasional (sinkop karena adanya perdarahan akut,
sinkop akibat batuk, bersin)
2. Disfungsi otonom, syndrome disfungsi otonom primer (disfungsi otonom
murni, atropi sistem multiple, penyakit perkinson dengan disfungsi
otonom)
3. Sinkop akibat aritmia jantung : disfungsi nodus SA, gangguan konduksi
atrioventrikular
4. Penyakit structural jantung atau kardio pulmoner

13
5. Serebrovaskuler (subclavian steal syndrome)
3.4.4 Manifestasi klinis sinkop
Menurut Sukanta (2017), gejala ringan yang sering terjadi pada
penderita sinkopadalah sebagai berikut :
1. Kelelahan yang menyeluruh
2. Sakit kepala atau pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Haus
5. Nafas sesak dan pendek
3.4.5 Jenis-jenis sinkop dan perawatannya
Menurut Iskandar (2017), jenis-jenis sinkop adalah sebagai berikut :
1. Sinkop biasa
Sinkop jenis ini biasanya terjadi pada mereka yang berdiri lama di
bawah terik matahari, kekurangan asupan makanan, tidak sarapan oagi
terlebih dahulu, atau pada orang-orang tua yang berdiri sesudah
berbaring lama di tempat tidur. Pingsan ini juga dapat terjadi karena
penyakit anemia (kurang darah), kelelahan, tekanan darah rendah
(hipotensi), ketakutan terhadapsesuatu, atau tidak tahan melihat darah.
Perawatan pada sinkop biasa menurut Thygerson (2017) adalah
sebagai berikut:
a. Buka jalan napas, periksa pernapasan, dan berikan perawatan yang
sesuai
b. Naikkan tungkai korban 15-30 cm
c. Longgarkan pakaian yang ketat
d. Jika korban terjatuh, periksa adakah cedera
Cari pertolongan medis jika korban:
a. Mengalami episode pingsan berulang
b. Tidak secara cepat menjadi responsive
c. Menjadi tidak berrespon saat duduk atau berbaring
d. Pingsan tanpa alasan
2. Sinkop karena panas (Heat Exhaustion)

14
Sinkop jenis ini terjadi pada mereka yang sehat, namun karena bekerja
atau berkegiatan di tempat yang sangat panas sehingga pingsan.
Biasanya korban mula-mula merasakan jantung yang berdebar-debar,
mual, muntah, sakit kepala, kemudian pingsan. Keringat yang
bercucuran pada orang pingsan diudara yang sangat panas merupakan
petunjuk yang akurat
Tindakan perawatannya adalah :
a. Bawa dan baringkan penderita di tempat yang teduh atau sejuk, lalu
lakukan pertolongan pada seperti pada pertolonga pingsan biasa.
Beri korban minum air garam dalam keadaan dingin
b. Tindakan ini dilakukan saat korban telah sadar kembali
3. Sinkop karena sengatan terik matahari (Heat Stroke)
Sinkop karena sengatan terik matahari merupakan keadaan yang lebih
berat dari pingsan karena heat exhaustion. Sengatan terik matahari
terjadi karena kontak langsung dengan matahari dalam jangka waktu
yang lama, tubuh bereaksi dengan mengeluarkan keringat banyak
dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan kelenjar keringat
kelelahan dan tidak mampu mengeluarkan keringat lagi. Hal ini
berdampak panas yang mengenai tubuh tidak dihambat oleh
pengeluaran keringat yang telah berkurang sehingga terjadi psinkop.
Gejala sengatan panas matahari biasanya didahului oleh keringat yang
mendadak menghilang lalu korban merasa udara disekitarnya seolah-
olah mendadak menjadi sangat panas. Lama kelamaa timbul rasa lelah,
sakit kepala, tidak dapat berjalantegak, menggigau dan pingsan. Suhu
badan meningkat mencapai 41°C. Muka korban dan pernapasannya
cepat
Tindakan perawatannya adalah :
a. Tubuh korban harus segera didinginkan dengan membawanya ke
tempat yang teduh, banyak angin (kalau perlu pakai kipas angin
atau di ruangan ber-AC). Kompres kepalanya dengan air dingin
atau es dalam kantong

15
b. Jika memungkinkan, selubungi korban dengan sprei basah dan
sesekali menyiramkan air dingin sampai kulit kembali berwarna
normal
c. Gosok atau pijatlah anggota badan kea rah jantung untuk
memperlancar peredaran darah
d. Usahakan agar korban tidak menggigil dengan jalan memijit-mijit
kaki dan tangannya
e. Setelah suhu badan turun 38°C, hentikan pengompresan dan bawa
korban ke rumah sakit
f. Korban memerlukan perawatan di rumah sakit karena
penanganannyamembutuhkan waktu lebih dari satu hari
3.4.6 Pencegahan Syncope
Jika ada riwayat pingsan yang episodik, hindari kegiatan yang dapat
mengakibatkan cedera seperti memanjat tangga, berenang, dan lain-lain.
Serta edukasi mengenai perubahan posisi yang baik membantu mencegah
timbulnya orthostatic syncope.
Ketika seseorang sudah mengalami gejala prodromal pingsan, segera
lakukan hal berikut untuk mencegah terjadinya pingsan (Tim Bantuan Medis
Panacea, 2017) :
1. Alihkan perhatian korban dari penyebab (panas, keramaian)
2. Longgarkan ikatan atau pakaian yang ketat terutama daerah leher dan
pinggang
3. Baringkan korban pada posisi supinasi supaya posisi kepala lebih
rendah, dengan cara kaki ditinggikan
4. Pastikan tidak ada gangguan airway dan sirkulasi
5. Jika tidak memungkinkan untuk berbaring, dudukan korban di kursi dan
minta dia untuk meletakkan kepalanya meringkuk di antara lutut.
6. Minta bernapas dalam.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian direncanakan dilaksanakan maksimal selama 2 minggu yaitu
pada tanggal 16 februari sampai 25 februari 2022 yang meliputi tahapan yang
diberikan dari Kemenristek dikti berupa persiapan, pengusulan, proses
penelitian, pengolahan data, dan penyusunan laporan, publikasi dan
pelaporan kemajuan. Lokasi penelitian pada penelitian ini di SMA Negeri I
Telaga Biru
3.2 DesainPenelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Jenis
penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan variabel dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini akan
menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuansiswa palang merah remaja
(PMR) dalam pertolongan pertama terhadap penanganan sinkop.

3.3 InformanPenelitian

Sampel penelitian ini siswa SMA Negeri I Telaga Biru yang menjadi
anggota PMR dan memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti.
Dengan teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah dengan Non
Probability Sampling dengan jenis Consecutive Sampling. Consecutive
Sampling yaitu sampel yang diambil adalah seluruh objek yang diamati dan
memenuhi kriteria pemilihan sampel.

17
3.4 Alur Penelitian

3.5 Pengumpulan data


a. Data Primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk
menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Data diperoleh dari
lembar kusioner.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh berupa jumlah masyrakat didesa pone serta sumber
yang sudah ada baik melalui penelusuran buku-buku dan internet.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data atau mengukur obyek dari suatu variabel penelitian.
Penelitian menggunakan lembar identitas responden, dan lembar kuesioner.
Lembar identitas responden digunakan untuk mencatat data identitas

18
responden meliputi : inisial nama, umur, jenis kelamin, untuk menggambarkan
karakteristik Responden..
2. Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.
3. Tugas Peneliti
a. Ketua
Ketua tim peneliti bekerja 20 jam/minggu sebagai Koordinator dan
Penganggung jawab seluruh proses dan kegiatan operasional penelitian,
kajian teori dan pustaka, review instrument penelitian dan penyusunan
laporan penelitian serta coordinator untuk uji coba instrument dan
pengumpulan data di lapangan.
b. Anggota Peneliti
Anggota tim bekerja 15 jam/minggu sebagai pengembangan intrumen dan
koordinasi uji lapangan, reviewer metodologi penelitian, khususnya teknik
pengambilan sampel penelitian.

19
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENEITIAN
4.1 Biaya
No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)
1 Bahan habis Pakai dan Peralatan Rp. 1.000.000
2 Perjalanan Rp. 1.000.000
3 Sewa Peralatan Rp. 500.000
4 Luaran Wajib Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 5.000.000

4.2 Jadwal Penelitian


N Bulan
Jenis Kegiatan
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Tahapan seleksi dan
pengumuman
proposal
2 Penyusunan
Instrument
Penelitian
3 Pengumpulan
Informasi Awal
Responden
4 Pengumpulan Data
Observasi,
Wawancara,Kuisione
r
5 Entry dan Cleaning
Data
6 Pengolahan dan
Analisis Data
7 Penyusunan laporan
hasil penelitian
8 Monitoring dan
evaluasi penelitian
9 Seminar Hasil
10 Laporan akhir

11 Publikasi ilmiah

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ajeng Kumoratih, M. (2017). Panduan Praktis P3K Pertolongan Pertama Pada


Kedaruratan. Surakarta: Mahkota Kita.
2. Derma. Y.W, M.Ali.H & Cahya. T. B. H. (2018). PENGARUH PELATIHAN
MANAJEMEN SINKOP TERHADAP PENANGANAN SINKOP PADA TIM PMR DI
SMAN 5 JEMBER
3. Dewanto, Suwono, Priyanto dan Turana, Yuda. 2019. Panduan Praktis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Syaraf. Jakarta: EGC.
4. Febrina, V., Semiarty, R., & Abdiana. (2017). Hubungan Pengetahuan Siswa
Palang Merah Remaja Dengan Tindakan Pertolongan Pertama Penderita Sinkop
di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Bukittinggi. Jurnal Kesehatan Andalas , 6(2).
5. Ferisa, dkk. (2018). Perwujud dan Prinsip Kemanusiaan Oleh Anggota Palang
Merah Remaja di SMA Negeri 1 Rembang Purbalinga Jawa Tengah. Jurnal
Citizenship, vol. 4 No. 1 Juli.
6. Haykal, dr Teuku Bob. 2018. “Sinkop”.Thesis. Universitas Sumatra Utara
7. Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia
8. Kissanti, A. (2017). Panduan Lengkap Pertolongan Pertama Pada Darurat Klinis.
Yogyakarta: Araska.
9. Maransisca. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Antibiotik
Dengan Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Anak Di Puskesmas Bareng
Kota Malang. Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi.
10. Notoatmodjo, 2003) dalam Wawan dan Dewi (2018)
11. Nugroho, P., C. D., & T. A. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap
Penanganan Pertama Siswa Syncope Di SMAN 1 Ngaglik Sleman Yogyakarta.
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, Vol. 4 (1).
12. Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
13. Octama. (2018). Pengaruh Intensitas Kegiatan Ekstrakulikuler Palang Merah
Remaja(PMR) Terhadap Perubahan Sikap Sosial Siswa. www. e-jurnal.com.
14. Rina, Kuder & Mulyadi. (2018). Prngaruh pendidikan kesehatan dan Simulasi
Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Pertolongan Pertama pada siswa yang
mengalami sinkop di SMA 7 Manado 2018.
15. Riskesdas, K. (2018). Hasil utama riset kesehatan dasar (RISKESDAS). Journal
of Physics A : Mathematical and theoretical, 44 (8), 1-200.
Https://doi.org/10.1088/1751-8113/8/085201
16. Septiana, W. (2017.). Perbedaan Pendidikan Kesehatan Metode Audiovisual Dan
Simulasi Terhadap Pengetahuan Siswa Melakukan Pertolongan Pertama Pada
Korban Pingsan.
17. Setianingsih, Faizah. M. N & Darwati, L. E. (2020). Study deskriptif sikap
menolong pada siswa yang mengalami sinkop. Jurnal Ners Widya Husada 7, 1
(1), 15-22.
18. Sukanta, Putu Oka. 2017. Pijat Akupresur Untuk Kesehatan. Jakarta: Penebar
Plus.

21
19. Taufiqoh. R. A, Erlina. W & Gatot. S. (2020). PENGARUH PENDIDIKAN
KESEHATAN DENGAN METODE PEER GROUPPADA SISWA PALANG MERAH
REMAJA TERHADAP TINGKAT KESIAPAN PENANGANAN PERTAMA
SYNCOPE DI MAN 1 SURAKARTA
20. Thygerson, Alton. 2017. Pertolongan Pertama. Jakarta: Erlangga.
21. Tim Bantuan Medis Panacea. (2017). Basic Life Support Buku Panduan Edisi 13.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
22. Tobing. Y. A. L. (1019). Gambaran pengetahuan siswa tentang penanganan
pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan/sinkop di SMP Negeri
1 Tanjung Morawa tahun 2019.
23. Wiranda. M, Grace. I. V. W & Siska. S. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN
DAN SIKAP SISWA DENGAN PENANGANAN PERTAMA PADA SISWA SINKOP
DI KELAS IX MAN 1 KOTAMOBAGU

22

Anda mungkin juga menyukai