BIDANG KEGIATAN :
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P)
DI SUSUN OLEH :
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
DAFTAR DIAGRAM …………………………………………………………….iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG …………………………………………………. 2
1.2. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………. 2
1.3. TUJUAN KHUSUS ……………………………………………………. 2
1.4. MANFAAT PENELITIAN …………………………………………….. 2
1.5. KEUTAMAAN PENELITIAN …………………………………………. 2
1.6. TEMUAN PENELITIAN ………………………………………………. 2
1.7. LUARAN PENELITIAN ……………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KAJIAN TEORI ILMIAH ………………………………………………. 3
2.2. ALUR PIKIR (STATE OF THE ART) ………………………………… 8
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1. ALAT DAN BAHAN ……………………………………………………. 9
3.2. PROSEDUR PENGABDIAN …………………………………………. 9
3.3. INDIKATOR CAPAIAN SETIAP TAHAPAN ………………………… 9
3.4. PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA …………………………… 10
3.5. CARA PENAFSIRAN DAN PENYIMPULAN HASIL PENGABDIAN 10
BAB IV PELAKSANAAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
4.1. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN …………………………………. 11
4.2. PEMBAHASAN ……………………..………………………………….. 11
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 GAMBARAN LOKASI PENGABDIAN …………………………..…… 13
5.2 PENGUJIAN PERSYARATAN/ANALISIS ……………………………. 14
5.3 PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 16
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN …………………………………………………………… 20
6.2 SARAN …………………………………………………………………… 20
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
iii
DAFTAR DIAGRAM
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil Uji Paired T-Test Sebelum dan Sesudah di Berikan Pelatihan
Pertolongan Pertama pada Sinkop
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penanganan yang dilakukan pada siswa yang mengalami sinkop ini
belum sesuai prosedur atau belum sesuai dengan penanganan menurut
teori dan hanya sekedarnya karena siswa PMR yang ada di SMA Negeri 1
Telaga Biru belum mengikuti pelatihan untuk penanganan korban sinkop
(pingsan).
Dari masalah yang di dapatkan, diharapkan siswa PMR (Palang Merah
Remaja) yang ada di SMA Negeri 1 Telaga Biru dapat memberikan
penanganan pada siswa yang mengalami sinkop atau pingsan sesuai
prosedur atau sesuai dengan penanganan menurut teori.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka didapatkan rumusan masalah yaitu
apakah siswa PMR dapat melakukan penanganan atau pertolongan
pertama pada siswa yang mengalami sinkop?
1.3. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apakah siswa PMR dapat melakukan penanganan atau
pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan agar dapat digunakan untuk menambah
wawasan, informasi dan pengetahuan tentang penanganan pada siswa
yang mengalami sinkop.
1.5. Keutamaan Penelitian
Dari penelitian ini yang diutamakan adalah pengetahuan dari siswa PMR
tentang penanganan pada siswa yang mengalami sinkop.
1.6. Temuan Penelitian
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan bahwa masih ada siswa PMR
yang belum mengetahui penanganan pada siswa yang mengalami sinkop.
1.7. Luaran Penelitian
Timbulnya motivasi dari siswa PMR untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang penanganan pada siswa yang mengalami sinkop.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Perawatan pada sinkop biasa adalah sebagai berikut:
a. Buka jalan napas, periksa pernapasan, dan berikan perawatan yang
sesuai
b. Naikkan tungkai korban 15-30 cm
c. Longgarkan pakaian yang ketat
d. Jika korban terjatuh, periksa adakah cedera
Cari pertolongan medis jika korban:
a. Mengalami episode pingsan berulang
b. Tidak secara cepat menjadi responsive
c. Menjadi tidak berrespon saat duduk atau berbaring
d. Pingsan tanpa alasan
2. Sinkop karena panas (Heat Exhaustion)
Sinkop jenis ini terjadi pada mereka yang sehat, namun karena bekerja atau
berkegiatan di tempat yang sangat panas sehingga pingsan. Biasanya
korban mula-mula merasakan jantung yang berdebar-debar, mual, muntah,
sakit kepala, kemudian pingsan. Keringat yang bercucuran pada orang
pingsan diudara yang sangat panas merupakan petunjuk yang akurat
Tindakan perawatannya adalah :
Bawa dan baringkan penderita di tempat yang teduh atau sejuk, lalu
lakukan pertolongan pada seperti pada pertolonga pingsan biasa. Beri
korban minum air garam dalam keadaan dingin Tindakan ini dilakukan saat
korban telah sadar kembali
3. Sinkop karena sengatan terik matahari (Heat Stroke)
Sinkop karena sengatan terik matahari merupakan keadaan yang lebih berat
dari pingsan karena heat exhaustion. Sengatan terik matahari terjadi karena
kontak langsung dengan matahari dalam jangka waktu yang lama, tubuh
bereaksi dengan mengeluarkan keringat banyak dalam waktu yang cukup
lama sehingga menyebabkan kelenjar keringat kelelahan dan tidak mampu
mengeluarkan keringat lagi. Hal ini berdampak panas yang mengenai tubuh
tidak dihambat oleh pengeluaran keringat yang telah berkurang sehingga
terjadi sinkop.
Gejala sengatan panas matahari biasanya didahului oleh keringat yang
mendadak menghilang. Lalu korban merasakan udara disekitarnya seolah-
4
olah menajdi sangat panas. Lama – kelamaan timbul rasa lemah, sakit
kepala, tidak dapat berjalan tegak, mengigau dan pingsan. Suhu badan
menjadi meningkat bisa mencapai 410C, muka korban dan pernapasannya
cepat.
Tindakan perawatannya adalah:
a. Tubuh korban harus segera didinginkan dengan membawanya ke
tempat yang teduh, banyak angin (kalau perlu pakai kipas angin atau di
ruangan ber-AC). Kompres kepalanya dengan air dingin atau es dalam
kantong
b. Jika memungkinkan, selubungi korban dengan sprei basah dan sesekali
menyiramkan air dingin sampai kulit kembali berwarna normal
c. Gosok atau pijatlah anggota badan kea rah jantung untuk memperlancar
peredaran darah
d. Usahakan agar korban tidak menggigil dengan jalan memijit-mijit kaki
dan tangannya
e. Setelah uhu badannya turun 380C, hentikan pengompresan dan bawa
korban ke rumah sakit
f. Korban memerlukan perawatan di rumah sakit karena penanganannya
membutuhkan waktu lebih dari satu hari
4. Sinkop karena kencing manis (Diabetes Mellitus)
Penderita penyakit kencing manis dapat mengalami sinkop karena dosis
insulin yang diberikan berlebihan sehingga glukosa sangat rendah. Dengan
demikian pasokan glukosa ke otak rendah atau karena zat keton dalam
darah sangat tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya para penderita kencing
manis selalu memberikan keterangan bahwa dirinya menderita diabetes.
Jika ia mendapat suntikan insulin, perlu juga disebutkan dosis dan jenis
insulin yang diberikan 26 sehingga apabila pingsan di jalan para penolong
dapat segera mengetahui penyebabnya.
Gejala kelebihan zat keton: akan terlihat kondisi penderita sangat sakit, kulit
kering, dan kemerahan. Penderita haus, tidak merasa lapar, napas bau
aseton, serta napasnya dalam dan cepat. Gejala kelebihan insulin: penderita
terlihat lemah dan pucat. Tidak haus namun merasa sangat lapar. Biasanya
napas tidak bau aseton dan napasnya normal/tidak cepat.
5
Tindakan perawatan untuk korban sinkop karena kelebihan zat insulin
adalah:
Korban ditolong seperti pada sinkop biasa. Ditambah beri asupan gula lewat
dubur. Jika sudah sadar berikan minuman yang mengandung banyak gula
sampai kondisinya pulih
Tindakan perawatan untuk korban sinkop karena kelebihan zat keton adalah:
a. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit sambil bandanya
diselimuti
b. Jika penolong ragu apakah karena kelebihan insulin atau zat keton,
maka berikan saja pertolongan dengan pemberina minum air gula
secukupnya
c. Dengan pemberian gula akan menolong penderita karena jika bukan
karena kelebihan insulin tidak merugikan, tetapi jika karena insulin
penderita akan segera pulih. Namun setelah itu, korban segera dibawa
ke rumah sakit
5. Sinkop karena keracunan
Tindakan perawatannya adalah:
Bersihkan saluran pernapasan korban dari lender, kotoran atau muntahan.
Dalam kasus keracunan, penolong jangan memberikan napas buatan
dengan cara mulut ke mulut karena bahay kontaminasi dari korban ke
penolong. Tetapi gunakan tindakan pertolongan pernapasan dengan cara
lain. Apabila racun tidak dapat dikenali, maka sementara berikan larutan
norit (larutan arang batok kelapa di dalam air), putih telur, susu, dan air
sebanyak- banyaknya untuk mengencerkan racun yang masuk dalam tubuh.
6. Sinkop karena minuman keras
Minuman keras misalnya yang beralkohol tinggi dapat membuat seseorang
jadi mabuk. Bahkan, jika mabuk berat dapat menyebabkan pingsan.
Tindakan perawatannya adalah: suruh korban tidur sampai pengaruh
alkoholnya hilang. Lamanya tidur dipengaruhi seberapa banyak minum
alcohol. Biasanya memerlukan 1-2 hari untuk tidur.
7. Sinkop karena perdarahan otak
Pingsan jenis ini biasanya karena tekanan darah mendadak tinggi dan
menyebabkan pembuluh darah otak pecah yang disebut stroke perdarahan.
Gejalanya adalah sakit kepala, mual, muntah, dan pingsan/koma. Setelah
6
sadar dapat mengalami gangguan pada beberapa bagian tubuhnya,
diantaranya sulit berbicara, kelumpuhan separuh badan, dan bisa timbul
kejang. Tindakan perawatannya adalah:
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit. Apabila masih sadar, dapat
diberi paracetamol atau sejenisnya sebagai pereda nyeri kepala.
8. Sinkop karena kesedihan
Kesedihan yang amat sangat dapat mengakibatkan seseorang menjadi labil
emosinya dan dapat memicu terjadinya pingsan.
Tindakan perawatannya adalah:
Lakukan seperti pada sinkop biasa. Kalau perlu berikan obat penenang
9. Sinkop karena cedera kepala
Korban dikatakan cedera atau gegar otak apabila muncul gejala mual,
muntah, dan penurunan kesadaran sampai koma setelah kepalanya
terbentur.
Tindakan perawatannya adalah:
a. Bersihkan mulut dan saluran pernapasan korban dari kotoran, lender,
ataupun muntahan
b. Lalu baringkan korban dengan kepala miring ke samping untuk
memudahkan muntahan keluar
c. Korban jangan sering diangkat atau dipindahkan
d. Bila ada perdarahb segera hentikan
e. Saat mengusung korban, perlakukan seperti penderita mengalami patah
tulang leher
f. Penderita yang sudah sadar, harus tetap berbaring dan dicegah agar
tidak gelisah
g. Setelah pertolongan dilakukan, segera bawa ke rumah sakit
10. Sinkop karena nyeri
Tindakan perawatannya adalah:
Jika tidak terjadi tanda-tanda shock, korban ditolong seperti pada
pertolongan sinkop biasa. Untuk menguranyi nyeri dapat diberikan obat
pereda nyeri.
7
2.2 Alur Pikir (State Of The Art)
Berdasarkan temuan yang ada dilapangan penanganan pada siswa yang
mengalami sinkop belum sesuai prosedur. Masalah di atas terjadi karena
siswa PMR yang ada di SMA Negeri 1 Telaga Biru belum mengikuti
pelatihan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop.
8
BAB III
METODE PELAKSANAAN
9
3.4 Pengumpulan dan Analisa Data
Data dikumpulkan menggunakan SOP, kemudian data dari hasil SOP
tersebut dianalisis menggunakan metode pre-test dan post-test. Setelah
dianalisis akan di dapatkan bagaimana keterampilan siswa PMR dalam
pertolongan pertama pada sinkop sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan.
10
BAB IV
PELAKSANAAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
4.2 Pembahasan
Program pelatihan ini diberikan berupa pemberian materi dan diskusi
tentang pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop pasca
mengikuti upacara yang di lakukan di sekolah , kegiatan ini telah diselenggarkan
dengan lancar. Kegiatan pelatihan ini mendapat sambutan yang sangat baik.
Selama pelaksanaan program pelatihan ini mulai tahap persiapan sampai
pelaksanaannya, dapat kami sampaikan temuan-temuan yang diperoleh
dilapangan yakni sebagai berikut:
11
1. Kehadiran masyarakat/siswa SMA Negeri 1 Telaga Biru dan mahasiswa
profesi ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Gorontalo.Selain itu, terdapat pula partisipasi dari ketua Pembina osis dan
ketua Pembina PMR yang berharap program pelatihan ini bisa bermanfaat
untuk siswa anggota PMR tersebut
2. Kegiatan pelatihan sinkop oleh siswa dinilai sangat bermanfaat karena
membahas mengenai Dampak Masalah sikop paska mengikuti upacara.
Berdasarkan hasil evaluasi yang kami dapatkan bahwa kegiatan pelatihan
ini berjalan dengan lancar dan antusias peserta menyimak dengan baik
pada saat diskusi dan simulasi penanganan sinkop. Setelah sesi diskusi
selesai dilanjutkan dengan simulasi penanganan sinkop dimana para
peserta, memprakterkan bagaimana cara penanganan sinkop. Sehingga
kedepannya diharapkan siswa mampu menanganinya sendiri terutama
siswa yang termasuk di anggota PMR.
12
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
5.2 PENGUJIAN PERSYARATAN/ANALISIS
1. KARAKTERISTIK RESPONDEN
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Diagram 5.1. Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Siswa PMR di SMA Negeri 1 Telaga Biru
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
15
Total 20 Orang
UMUR
12-16 Tahun 17-25 Tahun
18
Total 20 Orang
14
2. ANALISIS UNIVARIAT
a. Distribusi Responden Sebelum di Berikan Intervensi Pelatihan
Pertolongan Pertama pada Sinkop
Diagram 5.3. Diagram Distribusi Responden Sebelum di Berikan Intervensi
Pelatihan Pertolongan Pertama pada Sinkop
PRE TEST
BAIK KURANG
19
Total 20 Orang
POST TEST
BAIK KURANG
16
Total 20 Orang
15
Berdasarkan diagram 5.4 jumlah responden didapatkan lebih banyak
siswa yang baik dalam pelaksanaan pertolongan pertama pada sinkop yaitu
sebanyak 16 orang.
3. ANALISIS BIVARIAT
Tabel 5.1. Hasil Uji Paired T-Test Sebelum dan Sesudah di Berikan
Pelatihan Pertolongan Pertama pada Sinkop
Tingkat
N Mean Standar Deviasi Sig.(-2tailed)
Keterampilan
5.3 PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Sinkop Sebelum Diberikan
Intervensi
Dari hasil analisis di dapatkan responden yang kurang dalam
pelaksanaan pertolongan pertama pada sinkop sebanyak 19 siswa dan
responden yang baik dalam pelaksanaan pertolongan pertama pada sinkop
sebanyak 1 siswa.
Dari hasil observasi, didapatkan sebagian besar siswa PMR tidak
melakukan tindakan atau melakukan sebagian pada tindakan menekan dahi
korban, angkat sudut rahang bawah, periksa napas, lihat pergerakan dada,
raba nadi pada leher, menaikkan tungkai 15-30 cm. Ini terjadi karena siswa
PMR belum mengikuti pelatihan pertolongan pertama pada sinkop (sinkop).
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Nur Aulia Rizki
(2018), dimana pada keterampilan untuk perawatan untuk sinkop kurang,
dilihat dari keterampilan pada point 3,4,5,6,7,8,9 dan 10 pada SOP
16
perawatan sinkop. Data yang didapat dari di MI Plus Bunga Bangsa
menunjukkan bahwa kemampuan dalam tindakan keperawatan
memindahkan korban ke tempat yang aman, teduh, dan tidak berada dalam
keramaian, menekan dahi korban, mengangkat sudut rahang bawah korban,
memeriksan napas melalui hidung, melihat pergerakan dada, meraba nadi
yang ada pada leher, menaikkan tungkai korban 15-30 cm, melonggarkan
pakaian yang ketat dan memperhatikan cedera pada korban masih belum
sempurna. .
Menurut Wiranda M, dkk (2020) pengetahuan yang baik sangat
berpengaruh terhadap penanganan pertama yang tepat dan cepat. Siswa
yang berpengetahuan kurang dikarenakan siswa kurang paham tentang
sinkop, bagaimana resiko-resiko yang nanti akan terjadi apabila korban
sinkop tidak segera mendapat penanganan yang cepat dan tepat. Karena
kebanyakan orang menganggap bahwa sinkop itu hanya kejadian yang
biasa dan umum dialami setiap orang karena kelelahan dan telat makan,
padahal bisa saja sinkop itu adalah tanda-tanda dari sebuah penyakit
tertentu yang mungkin harus segera di tangani.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden yang masih kurang
dalam pertolongan pertama pada sinkop lebih banyak dari pada responden
yang baik dalam melakukan pertolongan pertama pada sinkop.
b. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Sinkop Sesudah Diberikan
Intervensi
Dari hasil analisis didapatkan responden yang baik dalam
pelaksanaan pertolongan pertama pada sinkop sebanyak 16 siswa dan
responden yang kurang dalam pelaksanaan pertolongan pertama pada
sinkop sebanyak 4 siswa.
Dari hasil observasi, setelah siswa PMR menerima pelatihan
pertolongan pertama pada sinkop (pingsan) mengalami peningkatan
tindakan ini adalah menekan dahi korban, angkat sudut rahang bawah,
periksa napas, lihat pergerakan dada, raba nadi pada leher, menaikkan
tungkai 15-30 cm. Siswa yang sebelumnya mendapatkan skor 1, setelah
mendapatkan pelatihan skornya meningkat 3 atau 4 dalam lembar observasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramadhanti (2017)
bahwa keterampilan melakukan pertolongan pertama korban pingsan
17
sebelum diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok audiovisual
sebagian besar responden berketerampilan kurang sebanyak 14 siswa dan
keterampilan cukup sebanyak 1 siswa. Setelah diberikan pendidikan
kesehatan pada kelompok audiovisual keterampilan baik meningkat menjadi
3 siswa dan keterampilan cukup menjadi 12 siswa. dapat diketahui bahwa
keterampilan melakukan pertolongan pertama korban pingsan sebelum
diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok simulasi sebagian besar
responden memiliki keterampilan kurang sebanyak 13 siswa dan
keterampilan cukup sebanyak 2 siswa. Keterampilan responden sesudah
diberikan pendidikan kesehatan dan simulasi untuk hasil penelitian (100%)
berada pada kategori baik.
Menurut Febrina dkk (2017) seseorang yang memiliki pengetahuan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam pemberian pertolongan
pertama dibandingkan dengan seseorang yang memberikan pertolongan
pertama tanpa adanya pengetahuan, dan jika pengetahuan ditambah
dengan latihan melalui praktek di lapangan maka nantinya tindakan
pertolongan pertama yang diberikan akan lebih baik lagi jika dibandingkan
seseorang yang hanya memiliki pengetahuan saja tanpa diiringi dengan
latihan melalui praktek di lapangan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa setelah mendapatkan pelatihan,
responden yang baik dalam pertolongan pertama pada sinkop lebih banyak
dari pada responden yang kurang dalam melak, .ukan pertolongan pertama
pada sinkop.
2. Analisis Bivariat
Pelatihan Pertolongan Pertama pada Sinkop Sebelum dan Sesudah di
Berikan Intervensi
Berdasarkan hasil uji paired t-test, pada penilaian pre-test di dapatkan
nilai mean 1,05 dengan standar deviasi 0,224, pada penilaian post-test
didapati nilai mean 1,80 dengan standar deviasi 0,410 sehingga didapatkan
nilai P-Value 0,000 dengan ɑ < 0,05.
Berdasarkan hasil di atas, sebelum diberikan pelatihan pertolongan
pertama pada sinkop, nilai yang di dapatkan masih di bawah. Setelah
diberikan pelatihan terdapat peningkatan nilai. Ini menunjukkan bahwa
18
terdapat signifikan perubahan dan peningkatan kemampuan siswa sebelum
dan sesudah diberikan pelatihan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kundre R & Mulyadi
(2018), dimana hasil menunjukkan tingkat pengetahuan dan keterampilan
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada siswa kelas X
SMA Negeri 7 Manado menggunakan uji bertanda Wilcoxon (Signed Rank
Test) di dapatkan hasil dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yang
menunjukkan hasil P-value 0,464 pada pengetahuan, p-value 0,001 pada
keterampilan. Dapat juga dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai rata-rata sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan nilai rata-
rata sesudah diberikan pendidikan kesehatan dimana nilai rata-rata sesudah
diberikan pendidikan kesehatan (10,87) lebih tinggi dibandingkan nilai rata-
rata sebelum diberikan pendidikan kesehatan(9,67) nilai rata-rata
keterampilan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan simulasi yaitu
(17,95) dan nilai rata-rata sesudah diberikan pendidikan kesehatan dan
simulasi yaitu (28,13).
Menurut Nirmalasari & Winarti (2020), adanya pelatihan pada
peningkatan keterampilan sangat berpengaruh, dimana pelatihan merupakan
proses pendidikan jangka pendek yang menyatukan pembelajaran secara
teori dan praktek, sehingga pelatihan merupakan faktor yang dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pelaksanaan keterampilan
seseorang harus mempunyai dasar yang telah didapat baik berupa informasi
ataupun berupa pelatihan. Pengembangan keterampilan harus dimulai dari
apa yang dikuasai seseorang, keterampilan yang belum dikuasainya. Hal ini
menyatakan bahwa pelatihan menjadi lebih efektif untuk meningkatkan
keterampilan yang sesungguhnya, hal ini tidak lepas dari pemberian
pelatihan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat signifikan perubahan
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hal ini dapat diketahui dari hasil
analisis, dimana nilai sebelum diberikan pelatihan tergolong masih rendah
dan masih banyak yang belum mampu melakukan tindakan dengan baik dan
benar. Berbeda dengan setelah diberikan pelatihan, terdapat peningkatan
pada nilai dan kemampuan siswa.
19
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
1. Pelatihan pertolongan pertama pada sinkop siswa PMR di SMA Negeri 1
Telaga Biru sebelum di berikan intervensi di dapatkan 19 responden yang
kurang dalam melakukan pertolongan pertama pada sinkop dan 1
responden baik dalam melakukan pertolongan pertama pada sinkop.
2. Pelatihan pertolongan pertama pada sinkop siswa PMR di SMA Negeri 1
Telaga Biru setelah diberikan intervensi di dapatkan 16 responden baik
dalam melakukan pertolongan perrtama pada sinkop dan 4 responden
yang masih kurang dalam melakukan pertolongan pertama pada sinkop.
3. Hasil uji paired t-test, pada penilaian pre-test di dapatkan nilai mean 1,05
dengan standar deviasi 0,224, pada penilaian post-test didapatkan nilai
mean 1,80 dengan standar deviasi 0,410 sehingga didapatkan nilai P-
Value 0,000 dengan ɑ < 0,05. Ini berarti sebelum diberikan pelatihan
pertolongan pertama pada sinkop, nilai yang di dapatkan siswa masih di
bawah. Setelah diberikan pelatihan terdapat peningkatan nilai. Ini
menunjukkan bahwa terdapat signifikan perubahan dan peningkatan
kemampuan siswa sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
6.2 SARAN
1. Bagi Sekolah
Kepada pihak sekolah di harapkan dapat memfasilitasi siswanya terutama
siswa PMR untuk mengikuti pelatihan-pelatihan untuk menambah wawasan
dan pengetahuan dari siswa-siswa tersebut.
2. Bagi Guru PMR
Kepada guru PMR di harapkan dapat membimbing siswa-siswa PMR untuk
memberikan pertolongan pertama secara tepat dan cepat sesuai dengan
standar operasional prosedur.
3. Bagi Siswa
Kepada siswa-siswa terutama siswa PMR dapat meningkatkan
keterampilannya dalam melakukan pertolongan dengan mengikuti
pelatihan-pelatihan yang ada.
20
DAFTAR PUSTAKA
Febrina, V., Semiarty, R., & Abdiana, A. (2017). Hubungan Pengetahuan Siswa
Palang Merah Remaja Dengan Tindakan Pertolongan Pertama Penderita
Sinkop Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Bukittinggi. Jurnal Kesehatan
Andalas, 6(2), 435-439.
Kundre, R., & Mulyadi, N. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dan Simulasi
Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Pertolongan Pertama Pada
Siswa Yang Mengalami Sinkop Di Sma 7 Manado. Jurnal Keperawatan,
6(2).
Mokoagow, W., Watung, G. I., & Sibua, S. (2020). Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Siswa Dengan Penanganan Pertama Pada Siswa Sinkop Di Kelas Ix
Man 1 Kotamobagu. Graha Medika Nursing Journal, 3(1), 10-17.
Nirmalasari, V., & Winarti, W. (2020). Pengaruh Pelatihan (Bhd) Terhadap
Pengetahuan Dan Keterampilan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(2), 115.
Nur, A. R. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Keterampilan
Perawatan Sinkop Dan Epistaksis Pada Siswa Di Mi Plus Bunga Bangsa
Dolopo Kabupaten Madiun (Doctoral Dissertation, Stikes Bhakti Husada
Mulia).
Ramadhanti putri (2017). Perbandingan pendidikan kesehatan metode
audiovisual dan simulasi terhadap keterampilan siswa melakukan
pertolongan pertama pada korban pingsan.
Tobing, Y. A. L. (2020). Gambaran Pengetahuan Siswatentang Penanganan
Pertolongan Pertama Pada Siswa/I Yang Mengalami Pingsan/Sinkop Di
Smp Negeri 1 Tanjung Morawa Tahun 2019.
Yahya Wiharyo, D. E. R. M. A. (2019). Pengaruh Pelatihan Manajemen Sinkop
Terhadap Penanganan Sinkop Pada Tim Pmr Di Sman 5 Jember (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Jember).
21
DOKUMENTASI
22
Observasi ruangan UKS
23
Pembukaan kegiatan pengabdian
24
Observasi pre test
Pemberian materi
25
26
Observasi Post Test
Foto Bersama
27
28