KOTA MALANG
Oleh:
Nina Hidayatunnikmah
NIM. 120070500011036
MALANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing praktek dan pembimbing
akademik di Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang.
Mahasiswa
Nina Hidayatunnikmah
NIM. 120070500011036
Pembimbing Praktik
Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Puji dan syukur saya ucapkan Kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-
Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul Asuhan Kebidanan Pada Bayi
Kurang Bulan Usia 32 Hari Dengan HMD grade II. Asuhan kebidanan ini merupakan salah
satu tugas dalam rangkaian Pendidikan Profesi pada Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
2. Ibu Tri Novi Kurnia Wardani, S.ST., M.Kes, selaku pembimbing akademik Program
bimbingan serta dukungan kepada saya selama menjalani program pendidikan profesi.
3. Ibu Ninik Dwi. A,AMK selaku pembimbing di RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang telah
4. Seluruh staf di di RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang telah memberikan bimbingan serta
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan,
Saya sadari bahwa asuhan kebidanan ini masih kurang sempurna, maka dari itu saya
berharap kritik dan saran dari pembaca dan semoga bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan
pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat
terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan
pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma,
alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease
merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran
gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif
dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan
cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam
beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan
polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory
steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari
pelayanan NICU turun menjadi 1%. Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya
terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory
Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh
neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas
(SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa
saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung,
grunting, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap
kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema
sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan kebocoran kapiler.
Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan
pola retikulogranuler yang uniform, gambaran ground glass appearance dan air
2.2 INSIDENSI
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi
baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari
HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding terbalik dengan
umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia kehamilan
37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran
yang dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada
ibu diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu yang
lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. Pada
ibu.
2.3 ETIOLOGI
dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya
hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress
dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat
rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan
2.4 PATOFISIOLOGI
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan
baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien
karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi
sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan
dan protein masuk ke rongga laveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain
itu pada neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang
masih lemah.
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema
interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk
mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik
karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan
terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi
alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru
bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan tidak cukupnya
menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri
melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru
berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler
Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas
lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan
perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat
pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II
untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri
resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas
vaskuler, aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan
sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi
premature mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin
berkurang
PATHWAY
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya
baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60
x / menit).Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain.
Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres
pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap
oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan
pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada basis paru
Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi
peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan
Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan
oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada
progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi
dengan kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3
hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai
membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal
dalam 1 minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya
Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar
oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada
hari kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisema
bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (HMD berat).
2.6 DIAGNOSIS
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu
(>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam
pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus nspiratoir.
Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score
(derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress
nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam.
parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena
2.6.3 Laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak
menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas
darah awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan
2.6.4 Echocardiografi
derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan menyingkirkan
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil melalui
nasogastrik tube pada neonatus <>banyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %,
dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama
15 menit. Pembacaan :
· +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD
· +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua
deret.
· +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur
2.6.6 Amniosintesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari cairan amnion dengan melakukan
mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk melakukan test ini syaratnya
Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan,
pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada
bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang
kanan. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan
masing-masing lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri 2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut,
catat mana yang tenggelam, mana yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian,
yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan
perifer. Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil tersebut. Bila terapung, letakan potongan
tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru-paru
mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian yang
terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan
dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran rontgen dada dapat
identik dengan HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau
trakhea, dan apus buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya
netropenia
2.7.2 Transient Tachypnea of The Newborn
Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari RDS – hipoaerasi). Densitas
retikulogranular bilateral akan hilang bilang diberi ventilasi, sementara pada RDS gambaran
Terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler kasar difus, serta area
emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak granuler halus pada RDS. Paru-paru
biasanya hiperaerasi.
2.8 Pencegahan
yang tidak perlu, penaganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi,
prematur adalah, ibu yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu
keras selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini
ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang
merupakan penanda terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur,
oleh karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil dengan infeksi
Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar,
perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada cairan
terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan beratnya HMD.
2.8.2 Membantu pematangan paru
Cairan paru-paru fetus merupakan bagian yang penting dari cairan amnion. Insidensi
Menentukan ada tidaknya surfaktan pada cairan amnion dengan melakukan tes
kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat surfaktan yang membentuk buih yang stabil bila ada
dikocok 15 detik, diamkan 15 menit. Adanya cincin buih yang tidak terputus pada meniskus
pada tiga tabung pertama atau lebih berarti positif (paru-paru matur).
Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya
2.8.2.1 Corticosteroid
sebeum melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau kurang menurunkan insidensi,
mortalitas dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat diberikan secara intramuskular pada
wanita hamil yang kadar lecithin pada cairan amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru,
dan bagi yang direncanakan akan melahirkan 1 minggu kemudian, atau persalinan akan
produksi phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini membutuhkan waktu, karena itulah
efektifitas steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum melahirkan.
Efektifitasnya juga berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dan
efeknya hilang pada 7 -10 hari setelah pemberian. Keuntungan terbesar didapatkan bila
interval pemberian dengan kelahiran lebih dari 48 jam namun kurang dari 7 hari. Pemberian
steroid tidak mempengaruhi insidensi penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian
juga diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak disarankan
untuk diulang dalam jangka waktu 7 hari. Kontraindikasi pemberian steroid adalah ibu
preeklamsi, preterm prelabour rupture of the membran, dan chorioamnionitis dalam terapi
insidensi infeksi. Glukokortikoid prenatal dapat beraksi sinergis dengan terapi surfaktan
eksogen posnatal.
2.9 Terapi
Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paru-
paru, asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder. Beratnya
HMD akan berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi
Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah untuk
Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten
setelah ventilasi dan kompresi yang adekuat. Dosis pertama dapat diberikan
intratrachea atau intravena, 1 dosis lagi diberikan intravena bila bayi tetap bradikardi,
dosis ketiga dapat diberikan sebesar 100 microgram/kg bila situasi sangat buruk.
membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk terapi penyelamatan RDS sudah
memperbaiki angka bertahan hidup dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru
konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan oksigenasi dan perbedaan oksigen
alveoli – arteri dalam 48 – 72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator,
surfaktan eksogen menurunkan insidensi BPD, namun tidak berpengaruh terhadap insidensi
Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa
jam kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan (terapi penyelamatan). Terapi profilaksis
lebih efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan
eksogen sebagai terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit
disertai angka bertahan hidup yang lebih baik. Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu
kehamilan harus diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa dimulai
24 jam pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2 dosis
atau lebih memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal. Pantau radiologi, BGA, dan
pulse oxymetri.
Ada 4 surfaktan yang memiliki lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari binatang
adalah Curosurf, diekstrak dari paru-paru babi, diberikan 1,25-2,5 ml/kg, dan Survanta,
ekstrak dari paru-paru sapi dengan penambahan 3 jenis lipid (phosphatidylcholine, asam
palmitat, dan trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua surfaktan ini mengandung apoprotein SP-
B dan SP-C dengan proporsi yang berbeda dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A
dan SP-D tidak ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf merupakan
alveolus. ALEC (artificial lung expanding compound) merupakan gabungan DPPC and
Oksigen lembab hangat diberikan untuk menjaga agar kadar O2 arteri antara 55 – 70
mmHg dengan tanda vital yang stabil untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang
normal, sementara meminimalkan resiko intoksikasi oksigen. Bila oksigen arteri tak dapat
dipertahankan di atas 50 mmHg saat inspirasi oksigen dengan konsentrasi 70%, merupakan
Monitor frekuensi jantung dan nafas, PO2, PCO2, pH arteri, bikarbonat, elektrolit,
gula darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu tubuh, kadang diperlukan kateterisasi arteri
memantau oksigenasi arteri. Namun yang terbaik tetaplah analisa gas darah karena dapat
memberi informasi berkelanjutan serta tidak invasif, memungkinkan deteksi dini komplikasi
seperti pneumotoraks, juga merefleksikan respon bayi terhadap berbagai prosedur seperti
intubasi endotrakhea, suction, dan pemberian surfaktan. PaO2 harus dijaga antara 50 – 80
Kateter radioopak harus selalu digunakan dan posisinya diperiksa melalui foto
rontgen setelah pemasangan. Ujung dari kateter arteri umbilikalis harus berada di atas
bifurkasio aorta atau di atas aksis celiaca (T6 – T10). Penempatan harus dilakukan oleh
orang yang ahli. Kateter harus diangkat segera setelah tidak ada indikasi untuk penggunaan
lebih lanjut, yaitu saat PaO2 stabil dan Fraction of Inspiratory O2 (FIO2) kurang dari 40 %.
adalah bagian yang penting dari penanganan, bila diberikan ventilasi buatan maka hal – hal
tersebut harus dilakukan. Darah diabil dari arteri umbilikal atau perifer. Arteri temporalis
merupakan kontra indikasi karena menimbulkan emboli cerebral retrograd. PO2 jaringan
harus selalu dipantau dari elektroda yang ditempatka di kulit atau pulse oximetry (saturasi
oksigen). Darah kapiler tidak berguna untuk menentukan PO2 tapi dapat digunakan untuk
Kalori dan cairan diberikan secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus
glukosa 10% dan cairan melalui vena perifer sebanyak 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian
tambahkan elektrolit, volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-150 ml/kg/24 jam.
Cairan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Pemberian nutrisi oral dapat dimulai segera setelah bayi secara klinis stabil dan distres
nafas mereda. ASI adalah pilihan terbaik untuk nutrisi enteral yang minimal, serta dapt
(FRC) melalui perbaikan alveoli yang kolaps, menstabilkan rongga udara, mencegahnya
kolaps selama ekspirasi. CPAP diindikasikan untuk bayi dengan RDS PaO2 50%.
Pemakainan secara nasopharyngeal atau endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil,
harus diberikan ventilasi mekanik bila oksigenasi tidak dapat dipertahankan. Pada bayi
dengan berat lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP nasopharyngeal
selama beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator. Meski demikian observasi
harus tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa diteruskan bila bayi menunjukan usaha
CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal ini
menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski penyebabnya belum
hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya berkurang sekitar usia 72 jam, dan
penggunaan CPAP pada bayi dapat dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila
dengan CPAP tekanan oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah
Bayi dengan HMD berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya apnea
2. Kolaps cardiorespirasi
BAB III
A. Data Subyektif
1. Biodata
kesehatan klien.
2. Riwayat Antenatal
neonatorum
janin
3. Riwayat Intranatal
mengetahui kesesuaian
maturitas janin
mengetahui adanya
janin
baru lahir
B. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
BB : 2500 g-4000 g
TB : 48 cm-52 cm
Inspeksi
Palpasi
carotis.
umbilikus
Auskultasi
b. Pemeriksaan Penunjang
Langkah ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada pasien.
Kebutuhan : kebutuhan yang diberikan sesuai masalah yang ada dan tidak
Langkah ini diambil berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan
V. Intervensi
Merencanakan asuhan secara menyeluruh yang akan diberikan kepada klien sesuai
dengan diagnosa/masalah.
Kriteria :
VI.Implementasi
VII. Evaluasi
mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilakukan sesuai kriteria hasil yang
ditetapkan dan apakah perlu untuk melakukan asuhan lanjutan atau tidak.