Anda di halaman 1dari 40

Refrat

PENILAIAN DAN TATALAKSANA ANAK DIRUANG EMERGENSI

Oleh :

Ahmad Iqram Bin Mohamed Sufee Al Qasasy 1840312403


Zakya Amelia 1940312033
Aisa Mutiara Akbar 1840312759
M. Givanda Melky Pratama 1840312766
Wulan Dwi Yulistia 1840312710
Vicky Berlian Octaveantari 1840312671

Preseptor :
Dr. dr. Mayetti ,Sp.A(K)
dr. Indra Ihsan , Sp. A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB 1 2
PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat Penulisan 3
1.5 Metode Penulisan 3
BAB 2 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Penilaian awal anak di ruang emergensi 4
2.1.1 Pediatric Assessment Triangle 4
2.1.2 Primary survey 7
2.1.3 Secondary Survey 9
2.1.4 Tertiary Evaluation 11
2.2 Tatalaksana kegawatan anak di ruang emergensi 11
2.2.1 Tatalaksana pada anak dengan kepayahan bernapas. 11
2.2.2 Pemberian Terapi Cairan Pada Anak 20
2.2.3 Pemberian Terapi Pada Anak Dengan Kejang. 21

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emergensi anak atau kegawatdaruratan anak merupakan suatu kejadian
yang terjadi mendadak, tidak terduga dan tidak diharapkan pada anak, sehingga
memerlukan penanganan segera secara cepat, tepat dan terarah.1 Keterlambatan
atau kesalahan dalam diagnosis dan tatalaksana kondisi emergensi pada anak
dapat menyebabkan mortalitas maupun sekuele dikemudian hari. Hal inilah yang
mendasari pentingnya penilaian dan penanganan awal yang tepat pada emergensi
anak.2
Secara anatomi, fisiologi, patofisiologi penyakit, serta tumbuh kembang
pasien anak yang menderita sakit kritis tidaklah sama dengan pasien dewasa
karena anak bukanlah dewasa kecil. Anak sakit kritis adalah pasien yang datang
ke rumah sakit dengan kriteria triase gawat darurat dan gawat tidak darurat.
Keadaan gawat adalah keadaan yang mengancam jiwa sedangkan darurat adalah
keadaan yang memerlukan pertolongan segera.3
Berdasarkan data dari WHO tahun 2010, kematian anak di negara
berkembang terbanyak disebabkan oleh pneumonia, diare, dengue, malaria dan
campak yang disertai oleh sepsis bakterialis. 4 Berdasarkan data SKDI tahun 2012,
angka kematian anak (CMR) di Indonesia adalah sebesar 12,6/1000 dengan
jumlah populasi anak sebanyak 85 juta jiwa. Tingginya angka kematian anak
tersebut juga terbanyak disebabkan oleh penyakit infeksi hingga sepsis. 5 Untuk
menekan mortalitas dan morbiditas ini diperlukan suatu sistem pelayanan terpadu
yang dimulai dari instalasi emergensi sehingga seluruh anak yang mengalami
keadaan emergensi dan sakit kritis yang dirawat di rumah sakit, terlepas
bagaimana kondisinya, berhak memperoleh kualitas peleyanan yang optimal.3
Berbeda dengan penanganan dibidang lain, penanganan emergensi
memiliki tantangannya tersendiri. Tatalaksana pasien gawat dan berlomba dengan
waktu menuntut dokter harus berpikir dan bertindak cepat dalam menentukan
diagnosis dan tatalaksana. Namun demikian, harus dipastikan bahwa keputusan

3
penanganan yang diambil berdasarkan pada bukti ilmiah terkini sebagai landasan
evidence-based medicine.2 Oleh karena itu, penulis merasa perlu membahas
mengenai bagaimana penilaian dan tatalaksana anak di ruang emergensi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana cara penilaian kegawatdaruratan anak diruang emergensi?
2. Bagaimana tatalaksana anak diruang emergensi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penilaian serta tatalaksana anak diruang emergensi.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan penulis tentang cara penilaian
kegawatdaruratan anak di ruang emergensi.
2. Menambah pengetahuan penulis tentang tatalaksana anak di ruang
emergensi.
1.5 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
dirujuk dari berbagai literatur.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian awal anak di ruang emergensi


Dalam penanganan kegawat daruratan pada anak, prioritas utama dalam
penanganan gawat darurat adalah melakukan penilaian awal terhadap kondisi anak
yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan yang sesuai dengan kegawatan
yang di alami oleh anak. Penilaian kegawatdaruratan anak harus dilakukan secara
cepat, keterlambatan dalam penilaian dapat menimbulkan konsekuensi hidup atau
mati terhadap anak.6
Penilaian awal berbeda dengan diagnosis, dimana penilaian awal bertujuan
untuk mengidentifikasi kelainan anatomi dan fisiologis untuk menilai tingkat
keparahan pada anak dan menetukan kecepatan dan intensitas pengobatan awal.
Pada saat penilaian pemeriksaan penunjang dan laboratorium bukanlah hal yang
menentukan, akan tetapi fokus evaluasi dalam kegawatdaruratan anak bertujuan
untuk mencegah terjadinya gagal nafas, syok, ataupun insufisiensi
kardiopulmonar.6
Dalam beberapa tahun terakhir, di seluruh dunia penanganan kegawat
daruratan anak telah mengadopsi dengan menggunakan pendekatan sistematis
untuk evaluasi, yang meliputi empat komponen :6
1. Penilaian awal dengan “Pediatric Assessment triangle”
2. Primary survey
3. Secondary survey
4. Tertiary survey atau diagnosis
2.1.1 Pediatric Assessment Triangle
Merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien anak
dengan kondisi klinis mengancam jiwa, dan untuk memprioritaskan tatalaksana
awal berdasarkan kondisi anak. Pediatric assessment triangle terdiri dari 3
komponen yaitu:

5
2.1.1.1 Penampilan
Penilaian penampilan merupakan hal yang mendasar pada
kegawatdaruratan anak. Saat mengevaluasi penampilan, adalah menilai status
system saraf pusat dan interaksi pasien dengan lingkungannya.6 Penampilan
digambarkan dengan TICLS: Tone(tonus), interactiveness (interaksi),
Consolability (kenyamanan), Look or Gaze (tatapan), dan Speech or Cry
(ucapan atau menangis).7
Tabel 2.1 Karakteristik untuk evaluasi penampilan7
Karakteristik untuk mengevaluasi Apa yang harus dicari
Tonus Normal, flaccisitas, tidak ada gerakan,
berdiri atau duduk
Interaksi Seberapa waspada pasien? Apakah dia
mencoba memegang atau bermain
dengan benda saat diperiksa? Seberapa
kuat dia bereaksi terhadap rangsangan
lingkungan?
Kenyamanan Berapa dia menghibur dirinya dengan
pengasuh? Apakah dia tetap mudah
tersinggung meski ada pengasuh?
Tatapan Apakah dia memperbaiki
pandangannya? Apakah dia melihat kita
ketika kita berbicara dengannya?
Apakah tatapannya berkeliaran?
Berbicara atau menangis Apakah pasien menangis tidak sesuai
dengan situasi? Apakah itu kuat atau
lemah atau apakah dia hanya mengeluh?
Apakah ucapan tidak dapat dipahami?

2.1.1.2 Upaya Pernapasan


Upaya pernafasan memcermikan upaya anak untuk mengimbangi
kekurangan oksigen dan ventilasi. Dalam penilaian harus di amati gerakan dada
dan mendengarkan suara nafas tambahan yang menyertai pernafasan.6 Tanda-
tanda klinis seperti suara jalan napas abnormal seperti stridor, mendengus dan

6
mengi), posisi abnormal retraksi, atau nafas cuping hidung pada saat inspirasi
menentuan pekerjaan pernapasan yang abnormal atau meningkat.7
Tabel 2.2 Karakteristik untuk menilai upaya pernapasan7
Karakteristik untuk mengevaluasi Perhatikan
Suara Respirasi normal, stridor, gasping,
wheezing
Posisi Posisi yang dipilih secara bebas, posisi
tripod, penolakan posisi terlentang
Tanda-tanda kesulitan bernafas Regangan intercostal, napas cuping
hidung, disosiasi thoracoabdominal

2.1.1.3 Sirkulasi
Penilaian sirkulasi ketika tidak normal, hamper selalu bisa mengarah pada
masalah hemodinamik. Berdasarkan temuan yang didapatkan dari pediatric
assessment triangle, anak dapat di kelompokkan menjadi 7 keadaan yang
memiliki kondisi dan prioritas penatalaksanaan.6
Tabel 2.3 Kategori status pasien berdasarkan PET6
Penampilan Upaya Sirkulasi ke kulit Keadaan yang
pernapasa memungkinkan
n
Abnormal Normal Normal Disfungsi otak
primer atau
penyakit sistemik
Normal Abnormal Normal Kesulitan bernapas
Abnormal Abnormal Normal Insufisiensi
pernapasan
Normal Abnormal Abnormal Syok terkompensasi
Abnormal Normal Abnormal Syok tidak
terkompensasi
Abnormal Abnormal Abnormal Insufisiensi
kardiorespirasi
Normal Normal Normal Pasien stabil

7
Gambar 2.1 Pediatric Assessment Triangle 6
2.1.2 Primary survey
Merupakan penilaian awal secara menyeluruh yang dibagi menjadi 5
tahap. Dimana dalam penilaian seorang dokter harus melakukan pemeriksaan fisik
dan menggunakan alat pemeriksaan seperti pulse oximetri, stetoskop dan
tensimeter. Prioritas dalam penatalaksanaan gawat darurat adalah menyelesaikan
masalah yang ada pada pasien secara sistematis meskipun tim dari beberapa orang
dapat mengatasi beberapa bagian sekaligus, masalah yang di temukan harus di
selesaikan dalam urutan yang tetap untuk di lakukan evaluasi.6
2.1.2.1 Airway
Pada penilaian ini, yang menjadi prioritas penilaian adalah untuk melihat
apakah jalan nafas paten atau tidak. Jika tidak dapat dilakukan beberapa maneuver
jalan nafas, dan dilakukan pembedahan jika didapatkan kasus penyumbatan total
dari jalan nafas.6 Dengarkan suara nafas dan gerakan udara, jalan napas abnormal
yang dapat didengar suara gemericik, stridor, dan mengi menyarankan jalan napas
halangan. Rasakan gerakan udara di hidung dan mulut. Tanda - tanda klinis
obstruksi jalan nafas meliputi pernapasan kesulitan, ketidakmampuan untuk
berbicara atau bernapas, batuk diam, atau buruk pertukaran udara. Sangat penting
untuk menentukan apakah jalan napas itu dikelola dengan manuver sederhana,
atau tidak dapat dipelihara, membutuhkan intervensi lanjutan. Jika head tilt-chin

8
lift posisi dan pengisapan tidak menghilangkan tanda-tanda jalan napas obstruksi,
anak membutuhkan laringoskopi dan endotrakeal langsung intubasi.8

2.1.2.2 Breathing
Penting untuk memastikan bahwa ventiasi pasien efektif dan memadai.
Sistem praktis untuk mengevaluasi ventilasi tidak stabil adalah jika:6
a. Apakah pasien bernafas atau tidak?
b. Berapa jumlah pernafasan permenit?
c. Apakah ada terlihat upaya nafas?
d. Bagaimana efektifitas pernafasannya?
Kecepatan pernapasan normal tergantung pada usia pasien. Takipnea
didefinisikan sebagai tingkat pernapasan yang lebih cepat daripada normal untuk
usia, sedangkan bradypnea adalah tingkat yang lebih lambat dari usia normal.
WHO telah menyarankan ambang batas usia spesifik untuk takipnea untuk anak-
anak hingga usia 5 tahun untuk mendiagnosis pneumonia. Apnea didefinisikan
sebagai penghentian pernapasan total selama 20 detik atau lebih. Auskultasi untuk
kecukupan pemasukan udara dan suara paru abnormal (krepitasi, ronki, mengi) di
atas garis midaxillary di kedua sisi. Upaya pernapasan yang meningkat dapat
bermanifestasi sebagai napas cuping, retraksi, penggunaan otot tambahan, atau
pernapasan yang tidak teratur. Retraksi dan stridor pertanda penyumbatan saluran
napas atas, retraksi dan weezing pertanda penyumbatan saluran saluran napas
bawah, retraksi dengan ronkhi pertanda penyakit perenkim pada paru. Saturasi O2
≥94% pada pulse oksimetri menunjukkan oksigenasi yang memadai. Namun,
harus diinterpretasikan bersama dengan kerja pernapasan. Seorang anak mungkin
dapat mempertahankan oksigenasi dengan meningkatkan laju pernapasan dan
kerja pernapasan, tetapi kelelahan dan memburuk dengan cepat. Pulse oksimetri
dapat menunjukkan SpO2 rendah abnormal di hadapan perfusi perifer yang buruk
(syok) atau SpO2 tinggi abnormal pada anak yang tertekan dapat dilihat pada
methemoglobinemia dan keracunan CO. Intervensi tambahan diperlukan jika
saturasi O2 <92% pada anak yang menerima 100% O2 dengan masker non-
rebreathing.8

9
2.1.2.3 Sirkulasi
Setelah menilai pernafasan dan menatalaksana jika ada gangguan,
selanjutnya dilakukan penilaian sirkulasi. Penilaian fungsi kardiovaskular meliputi
detak jantung dan ritme, tekanan darah, denyut nadi perifer dan sentral, waktu
pengisian kapiler, warna kulit, dan suhu.8
Denyut jantung bervariasi sesuai dengan usia anak, dan termasuk rentang
yang luas. Biasanya, detak jantung akan jauh lebih lambat pada anak yang sedang
tidur atau atletis. Takikardia adalah detak jantung yang lebih cepat dari yang
diperkirakan untuk usia anak, sedangkan bradikardia lebih lambat dari biasanya.
Tekanan darah bervariasi sesuai dengan usia. Hipotensi didefinisikan sebagai nilai
di bawah persentil kelima dari tekanan darah yang diharapkan untuk usia.
Hipotensi menunjukkan keadaan syok, baik karena perdarahan, sepsis, atau gagal
jantung. Penurunan yang diamati sebesar 10 mm Hg dalam TD sistolik dari awal
harus mendorong evaluasi serial untuk tanda-tanda syok tambahan. Jika detak
jantung terlalu cepat atau terlalu lambat, segera pasang anak ke monitor atau
dapatkan EKG, terutama yang memiliki tanda perfusi yang buruk.8
Berbagai gangguan irama, atau aritmia, dapat dikenali untuk memulai
intervensi yang tepat. Disritmia yang penting untuk dikenali adalah fibrilasi
ventrikel, takikardia ventrikel, aktivitas listrik tanpa denyut (PEA), asistol, dan
takikardia supraventrikular.8
2.1.2.4 Disability
Penilaian neurologis dilakukan setelah penilaian jalan napas, breathing,
sirkulasi telah selesai dinilai dan ditangani. Tidak ada masalah neurologis yang
menjadi prioritas sebelum penilaian ABC.9 Pada pediatric emergency, disability
mengarahkan pada fungsi neurologis level kesadaran dan fungsi kortikal.
Penyebab penurunan kesadaran pada anak dapat disebabkan karena kegagalan
respirasi seperti hipoksia atau hipercarbia, hipoglikemia, keracunan, atau
overdosis obat, trauma, kejang, infeksi, dan syok. Kebanyakan penyebab
penurunan kesadaran pada anak adalah gangguan sistem respirasi, gangguan
sirkulasi, atau keduanya. Anak dengan penurunan kesadaran segara tanggapi
abnormalitas dari status kardiorespirasi.10

10
Level kesadaran9
Penilaian cepat dari level kesadaran dan fungsi korteks dapat dinilai dari
katerogi
A Alert
V Respont to Voice
P Respond only to Pain
U Unresponsive to all stimuli
Jika anak tidak respon terhadap suara, penting untuk melihat bagaimana
respon nyeri pasien. Stimulus nyeri dapat dilakukan dengan penekanan pada
sternal, penekanan supraorbital, meremas trapezius atau tendon achiles. Biasanya,
anak yang tidak respon atau yang memiliki respon hanya dengan rangsangan nyeri
memiliki derajat signifikan terjadinya koma, atau Glasgow Coma Scale (GCS) 8
atau kurang.
Jika anak respon terhadap rangsangan cari, perhatikan bagaimana respon
mata, anggota badan, suara atau kata yang diucapkan. Deskripsi dinilai dengan
melihat apakah anak membuka mata ketika nyeri, atau melokalisasi nyeri.
Penyebab coma pada anak
● Hypoxic ischaemic brain injury following respiratory or circulatory
failure
● Epileptic seizures
● Trauma:
- Perdarahan intrakranial
- Brain swelling
● Infeksi:
- Meningitis
- Encephalitis
- Cerebral and extracerebral abses
- Malaria
● Intoksikasi
● Metabolik renal or kegagalan hati
● Hypo or hypernatraemia
● Hypoglikemia
● Hipotermi
● Hyperkapnia
● Penyakit Metabolik
● Penyakit cerebrovascular, arteriovascular malformasi atau tumor

11
● Tumor cerebral tumour
● Hydrocephalus, termasuk blockade intraventricular shunts

Glasgow Coma Scale pada Anak

Gambar 2.2 GCS dan Grimace Respon Pada Anak9

12
Gambar 2.3 Penilaian Koma Pada Pasien11

Pasien dengan GCS ≤ 8 perlu dlakukan manajemen segara, secara umum


dengan stabilisasi airway dan breathing dengan endotrakeal intubasi dan ventilasi
mekanik, jika diindikasikan monitor tekanan intakranial.
Postur9
Postur pada anak yang dinilai adalah decorticate (flexi tangan, dan
ekstensi kaki) atau decerebrate (ekstensi tangan, dan ekstensi kaki). Ekstensi yang
berlebihan pada leher akan menyebabkan obstruksi pada jalan napas dan
opistotonus mengindikasikan adanya iritasi meningeal. Kekakauan pada leher dan
adanya fontanel pada infant mengindikasikan adanya meningitis.

13
Gambar 2.4 Posisi Decorticate Dan Decerebrate9
Pupil9,10
Obat-obatan dan lesi pada serebral memiliki efek terhadap ukuran pupil
dan reaksi pupil. Perlu diperhatikan dilatasi pada pupil, pupil tidak reaktif dan
unequal, mengindikasikan masalah serius pada otak.

Gambar 2.5 Penyebab Perubahan Ukuran Pupil

14
Respiratory effect pada kegagalan neurologis sentral9
Ada beberapa kelainan nafas akibat peningkatan dari tekanan intrakranial.
Perubahan nafas yang terjadi bisa hiperventilasi menjadi Cheyne-Stokes dan
apnue. Kelainan respirasi pada pasein koma mengindikasikan terjadinya dysfungsi
pada otak tengah atau atau otak belakang.
Circulatory effect pada kegagalan neurologis sentral9
Hipertensi sistemik dengan sinus bradikardi (Cushing respone)
mengindikasikan kompresi pada medulla oblongata kerana herniasi pada foremen
magnum.
2.1.2.5 Exposure
Langah penilaian terakhir dalam primary survey adalah memeriksa lesi,
perdarah atau tanda tanda seperti ptekie, ekimosis, atau kemerahan pada kulit.
Pada tahap ini lakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien jika belum dilakukan dan
evaluasi.6
Pemeriksaan anak yang sakit parah akan melibatkan pemeriksaan untuk
penanda penyakit yang akan membantu memberikan perawatan darurat khusus.9
a. Suhu
Demam menunjukkan infeksi sebagai penyebab penyakit, tetapi mungkin
juga akibat kejang yang berkepanjangan atau menggigil. Pada bayi muda, infeksi
dapat hadir dengan suhu tubuh yang rendah.
b. Ruam dan memar
Pemeriksaan dilakukan untuk ruam, seperti urtikaria pada reaksi alergi,
purpura, petekie dan memar pada septikemia dan pelecehan anak, atau ruam
makulopapular dan eritematosa pada reaksi alergi dan beberapa bentuk sepsis.
c. Penilaian ulang
Pengamatan tunggal pada pernapasan dan detak jantung, tekanan darah,
tingkat kesadaran, pupil, dll berguna tetapi jauh lebih banyak informasi dapat
diperoleh dengan pengamatan berulang yang sering dilakukan untuk mendeteksi
tren kondisi pasien.

2.1.3 Secondary Survey


Melakukan dua tahap pertama evaluasi pediatrik membantu
mengidentifikasi situasi klinis yang mengancam jiwa dan bertindak sesuai itu,

15
dengan tindakan atau prosedur yang difokuskan pada perbaikan masalah yang
berpotensi fatal tersebut.6
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, baik dari pasien atau
anggota keluarga yang bertanggung jawab. Kemudian lakukan pemeriksaan fisik
topografi lengkap, yang disebut "head to foot" mencari data baru yang dapat
mengklarifikasi penyebab keadaan pasien dan menyarankan diagnosis yang
mungkin.6
2.1.4 Tertiary Evaluation
Diagnosis yang dicurigai harus disesuaikan dengan berdasarkan temuan.
Sepanjang penilaian dan dalam setiap langkah itu sangat diperlukan untuk terus
mengevaluasi ulang, karena kondisi pasien dalam keadaan kritis dapat berubah
dari waktu ke waktu.6

2.2 Tatalaksana kegawatan anak di ruang emergensi


2.2.1 Tatalaksana pada anak dengan kepayahan bernapas.
Masalah jalan nafas atau pernafasan adalah masalah yang mengancam
jiwa.12 Anak-anak dengan masalah pernapasan membutuhkan perawatan segera
untuk memulihkan pernafasannya kembali. Untuk mengetahui apakah seorang
anak memiliki masalah dalam aliran udara atau bernafas hal yang harus diketahui
adalah.13,14
a. Apakah anak bernafas?
b. Apakah terjadi hambatan dalam aliran udara?
c. Apakah anak tampak sianosis?
d. Apakah anak memiliki distress nafas berat?
Jika anak tidak bernafas atau ada hambatan dalam aliran uadara
pernapasan, hal yang harus dilakukan pertama adalah membuka jalan nafasnya.13

16
Gambar 2.6 Penilaian dan tatalaksana aliran udara dan pernapasan13
2.2.1.1 Penilaian aliran udara
2.2.1.1.1 Tatalaksana pada anak yang tersedak
Pada anak dengan riwayat adanya aspirasi benda asing yang menunjukkan
peningkatan distress pernapasan berisiko tinggi mengalami tersedak oleh benda
asing. Upaya untuk mengeluarkan benda asng harus dilakukan secara cepat.
Lakukan Heimlich Manuver. Tatalaksana akan berbeda bergantung pada apakah
terdapat benda asing yang menyebabkan obstruksi atau adanya penyebab
sumbatan lain yang menyebabkan distress nafas.12,13
Jika benda asing yang menyebabkan sumbatan, tatalaksana bergantung
pada usia anak.
1. Tatalaksana pada bayi
● Baringkan bayi pada lengan atau pada paha dengan posisi menghadap
kebawah.
● Berikan 5 tepukan pada punggung bayi dengan menggunakan telapak
tangan.
● Jika sumbatan masih ada, balikkan bayi dan lakukan 5 kali chest thrusts
dengan menggunakan 2 jari, salah satu jari terletak dibawah putting susu
digaris tengah tubuh.
● Jika sumbatan masih ada, periksa pada mulut bayi apakah terdapat benda
asing yang bisa dikeluarkan.
● Jika diperlukan, ulangi tahap dengan memulai menepuk punggung bayi
kembali.

17
Gambar 2.7 Heimlich Manuver pada bayi
2. Tatalaksana pada anak
● Lakukan 5 kali tepukan pada punggung anak dengan telapak tangan pada
saat anak duduk, berlutut atau berbaring.
● Jika sumbatan masih ada, ambil posisi dibelakang anak dan silangkan
lengan di sekitar tubuh anak, membentuk kepalan dengan satu tangan tepat
di bawah sternum, letakkan tangan lainnya di atas kepalan tangan dan
Tarik ke atas kedalam perut, ulangin Heimlich maneuver ini sebanyak 5
kali.
● Jika seumbatan masih ada, periksa mulut anak untuk kemungkinan
penyebab obstruksi yang isa dileuarkan.
● Jika diperlukan ulangi mulai dari menepuk punggung anak.

18
Gambar 2.8 Heimlich Manuver pada anak
2.2.1.1.2 Tatalaksana untuk meningkatkan aliran udara.12,13
Masalah aliran uadara dan pernapasan merupakan masalah yang
mengancam jiwa. Anak yang mengalaminya harus dilakukan tatalaksana segera,
wwlapun sebelum kita melanjutkan menilai tanda-tanda bahaya lainnya. Untuk
menatalaksana masalah aliran udara dan pernapasan hal yang harus dilakukan
pertama adalah membuka jalan nafas dan memberikan oksigen pada anak.
Terdapat perbedaan maneuver tergantung usia anak dan mempertimbangkan
apakah terdapat cedera tulang belakang atau tidak.
Pada maneuver yang dilakukan terhadap bayi dan anak, letakkan tanggan
di kening anak dan berikan sedikit tekanan untuk memiringkan kepala anak.
Penting untuk mengetahui apakah anak memiliki trauma atau tidak. Jika terdapat
trauma maka usahakan tidak memberikan efek pada trauma anak.

19
Gambar 2.9 Tatalaksana untuk menjaga aliran nafas pada anak dengan
hambatan nafas12

Jika terdapat trauma usahakan untuk mencegah trauma selanjutnya selama


melakukan penilaian dan tatalaksana. Untuk memeriksa apakah terjadi trauma:12,13
● Tanyakan pada anak apakah mengalami trauma pada kepala atau leher
atau jatuh yang melukai punggung.
● Lihat apakah ada lecet atau tanda lain pada kepala dan leher.
● Stabilisasi leher jika dicurigai ada trauma.
Jika dicurigai terdapat trauma pada leher atau tulang belakang jangan
memindakhan kepala atau leher pada tatalaksana lanjut. Untuk membuka dan
menatalaksana jalan nafas lakukan jaw thrust. Dilakukan dengan menempatkan
dua atau tiga jari dibawah sudut rahang di kedua sisi, dan mengangkat rahang ke
atas.

20
Gambar 2.10 Jaw Thrust tanpa head tilt pada anak dengan curiga trauma
kepala12
Jika dicurigai ada trauma, lakukan stabilisasi pada leher:
● Stabilisasi leher anak dan usahakan anak tetap terbaring.
● Balut kenaing anak ke bagian samping papan.
● Cegah pergerakan leher dengan menompang kepala anak.
● Balut dagu anak.

Gambar 2.11 Stabilisasi leher saat terdapat trauma12


Jika terdapat muntah, miringkan ke salah satu sisi.

Gambar 2.12 Stabilisasi anak yang mengalami muntah12

21
2.2.1.1.3 Penilaian Pernapasan13,14,15(belum dapus)
1. Tatalaksana masalah pernapasan
Oksigen harus diberikan setiap kali hpoksemia terjadi, tetapi setelah
oksigen inspirasi tercapai (FiO2) oksigen harus diatur untuk menghasilkan
tekanan parsial oksigen arteri dalam kisaran normal untuk membatasi
kerusakan sel yang dimediasi oksigen. Oksigen harus diberikan dengan cara
sesederhana mungkin dan fraksi inspirasi oksigen (FiO2) serendah mungkin,
namun tetap mempertahankan nilai PaO2 > 60 mmHg dan SaO2 > 90%.
Sistem pemberian oksigen terbagi mejadi sistem aliran rendah (low-flow
variable performance) dan sistem aliran tinggi (high-flow fixed performance).
Contoh sistem aliran rendah adalah nasal kanul, kateter hidung, simple mask,
sungkup rebreathing, dan sungkup non-reberathing. Sistem aliran rendah ini
lebih ekonomis dan memberikan kenyaman pada pasien. Sedangkan sistem
aliran tinggi seperti memberikan FiO2 yang stabil dan akurat, namun
kerugiannya mahal dan kurang nyaman. Contoh sistem aliran tinggi adalah
venturi mask, nebulizer dengan venturi, dan sistem blender hugh flow.
 Ventilasi
Ventilasi external bisa diaplikasikan pada anak-anak dengan
menggunakan tiga alat standar, masker syngkup, endotrachela tube (ETT)
atau laryngeal mask airway (LMA). Metode ventilasi yang digunakan
untuk ketiga alat standar tersebut adalah self-inflating bag, perangkat T-
piece, dan ventilator mekanik.
a. Masker ventilasi (bag-valve-mask).
Sungkup muka atau masker muka terdapat dalam 2 tipe: berbentuk bulat
atau sesuai dengan bentuk wajah anak. Bisa terisi dengan udara dan
berwarna bening untuk mengamati sianosis dan muntah pada anak.
1. Self-inflating bag
Jika anak tidak bernapas setelah penatalaksanaan jalan nafas, beri
ventilasi dengan ambu mask yang mengembang sendiri. Ambu mask akan
mengisi dirinya sendiri dengan udara ruangan saat dilepaskan, dan ketika
diperas lagi, mendorong udara melalui saluran keluar untuk
menggembungkan paru-paru. Ambu digunakan bersama dengan sungkup

22
muka (mask)Alat ini bersifat portable, ringan, dan tersedia dalam 3 ukuran,
yaitu: 250, 500 dan 1500 ml. ukuran 250 ml cocok untuk bayi baru lahir.
Rebreathing dicegah dengan adanya katup satu arah . tekanan bisa diatur
dengan mudah dengan menekan ambu-bag tetapi susah diatur terutama
disebabkan oleh distesi abdomen dan pneumothorax. Oksigen tambahan
dihubungkan dengan rescucitation bag ataupun reservoir bag. Penting
untuk menggunakan ukuran sungkup muka yang tepat untuk mencegah
kebocoran. Sebelum digunakan, periksa tas dan katup dengan menutup
koneksi pasien dengan ibu jari dan usahakan mengeluarkan udara dari
kantong.
Konsentrasi oksigen yang dikirim tergantung pada laju aliran oksigen,
penggunaan kantong reservoir, dan keadaan katup pelepas tekanan (apakah
terbuka atau tertutup). Dalam seri Laerdal, dengan penggunaan kantong
reservoir dan aliran oksigen lebih besar dari ventilasi menit, oksigen 100%
dikirimkan. Tanpa kantong reservoir gas yang dikirim hanya oksigen 50%,
meskipun laju aliran oksigen pada ventilasi dua kali menit. Pada laju aliran
oksigen 10 L min – 1 ke kantong resusitasi bayi, gas yang dikirim adalah
85-100% oksigen tanpa menggunakan kantong reservoir.

Gambar 2.9 Ventilasi bayi


dengan masker yang mengembang sendiri

23
Gambar 2.10 Ukuran masker untuk berbagai usia
2. Ventilasi dengan masker sungkup
Prosedur :
1. Masker ditekan sebelum digunakan.
2. Gunakan kedua tangan untuk memegang masker. Pasang masker
ke wajah, lakukan metode jaw trusht, ibu jari memegang masker.
Jika menggunakan masker berbentuk, dilakukan dengan benar pada
anak-anak (Gambar 21.1a) atau terbalik pada bayi. Pastikan posisi
kepala netral pada bayi, dan anak .
3. Pastikan segel yang adekuat.
4. Tiup ke mulut, amati gerakan dada .
5. Berikan ventilasi pada nafas awal 12-20 / menit, tergantung pada
usia anak. Jika menggunakan mask untuk CPR, maka gunakan dua
ventilasi hingga 15 kompresi.
6. Pasang oksigen ke masker wajah jika memungkinkan.

24
Gambar 2.11 posisi masker sungkup pada a. anak dan b. bayi

3. Memasukkan oropharyngeal (guedel)


Oropharyngeal (guedel) dapat digunakan pada pasien yang tidak sadar
utnuk meningkatkan aliran udara. Pemasakan guedel ini mungkin tidak
dapat ditoleransi oleh pasien anak yang masih sadar karena dapat memicu
tersedak dan muntah. Guedel memiliki beberapa ukuran dimana ukuran
yang sesuai harusnya memiliki panjang sama dengan jarak antara bagian
tengah gigi (insisivus) ke sudut rahang bila divualisasikan pada wajah.
Pemasangan pada bayi:
a. Pilih ukuran yang sesuai.
b. Posisikan anak membuka jalan napas.
c. Masukkan guedel dengan bagian cembung keatas.
d. Meriksa kembali pembukaan jalan nafas.
e. Gunakan ukuran berbeda jika diperlukan
f. Beri oksigen.
Pemasangan pada anak:
a. Pilih ukuran yang sesuai
b. Buka jalan pernapasan anak, hindari pergerakan leher apabila dicurigai
trauma.
c. Masukkan guedel dengan bagian cekung keatas
d. Rotasikan 180 derajat dan masukkan ke belakang lidah.
e. Periksa kembali pembukaan jalan nafas

25
f. Gunakan ukuran yang berbeda jika diperlukan
g. Berikan oksigen.

Gambar 2.12 Cara pemasangan gudel pada anak


● Intubasi trakeal
Intubasi hanya dilakukan oleh praktisi yang terlatih dan berpengalaman.
Semua anak harus dibius dan paralisis sebelum di lakukan laringoskopi. Ada
pengecualian, intubasi dapat dilakukan tanpa obat selama henti jantung-paru
dan relaksasi otot dapat tidak dilakukan jika obstruksi jalan nafas atas
diberikan induksi oksigen.
a. Laringoskopi
Hal yang paling penting adalah memperhatikan pita suara,
memasukkan endotrakeal ke trakea dan segera mengenali penempatan
yang salah. Setelah intubasi, inspeksi pergerakan dinding dada, auskultasi
dan pengukuran CO2 (kapnometri), jika ada, ini merupakan komponen
wajib untuk mengkonfirmasi penempatan trakea. Kemudian, rontgen dada
akan dilakukan untuk mengkonfirmasi penempatan ujung tabung di
pertengahan trakea setinggi T1, atau titik tengah antara ujung klavikula
dan carina. Pasien yang diintubasi harus dimonitor secara konstan,
sehingga jika terjadi masalah bisa segera dikenali.
b. Induksi sekuensi cepat
Secara tradisional, pemberian anestesi darurat dalam bentuk induksi
sekuensi cepat (RSI). Ini adalah keterampilan inti untuk ahli anestesi.
Induksi sekuensi cepat melibatkan:

26
1. Pra-oksigenasi dengan oksigen 100% selama minimal 3 menit.
2. Induksi anestesi.
3. Penerapan tekanan krikoid oleh penolong yang kompeten. Tujuan dari
penerapan tekanan krikoid ini adalah untuk menekan esofagus terhadap
vertebral di belakang, secara teoritis mencegah regurgitasi pasif dari isi
lambung.
4. Pemberian obat muscle relaxant kerja cepat, biasanya mengandung
suksametonium atau mungkin zat yang lebih baru seperti rokuronium.
5. Intubasi trakea, diikuti oleh pelepasan tekanan krikoid setelah intubasi
yang benar dikonfirmasi.
Teknik ini bertujuan untuk mencegah aspirasi isi lambung setelah
induksi dan sebelum intubasi. Ada sedikit bukti bahwa RSI mengurangi
risiko, dan dikaitkan dengan tingginya insiden hipoksia. Ini karena
ventilasi tidak dilakukan setelah induksi anestesi sampai jalan napas
terjamin aman, dan insidensi gagal intubasi lebih tinggi dengan adanya
tekanan krikoid, yang agak mengganggu jalan napas.
Hipoksia adalah ancaman yang lebih besar bagi anak-anak daripada
aspirasi selama induksi anestesi, dan untuk alasan ini RSI klasik dapat
dihindari. Ventilasi harus dipertahankan setelah induksi dan tekanan
krikoid dihilangkan, meskipun intubator dapat menggunakan manipulasi
laryngeal eksternal selama laringoskopi untuk meningkatkan gasmbaran
pita suara.
1. Pemberian oksigen13,14
Untuk semua anak yang memiliki masalah dengan jalan napas mereka
atau bernafas, selalu berikan oksigen dulu, sebelum melanjutkan untuk
menilai masalah lain. Sianosis sentral merupakan tanda kekurangan
oksigenasi (desaturasi) dan anak-anak ini butuh oksigen segera; Namun,
anak-anak yang mengalami anemia dan desaturasi mungkin tidak
menunjukkan sianosis, tetapi juga perlu oksigen. Banyak anak dengan
gangguan pernapasan dan berat dengan syok juga desaturated atau tidak
memberikan cukup oksigen ke otak dan organ lain.

27
Sumber oksigen untuk menatalaksan hipoksemia ada 2, yaitu oxygen
concentrator dan oxygen-filled cylinders.
a. oxygen concentrator
Bekerja dengan memompa udara melalui tabung zeolit untuk memisahkan
nitrogen, dengan demikian memusatkan oksigen. Perangkat ini membutuhkan
biaya yang sedang, sedikit perawatan, dan, sekali dibeli, menghasilkan oksigen.
Namun memerlukan Pasokan listrik terus menerus untuk pengoperasiannya.
b. Oxygen-filled cylinders.
Mudah digunakan, hanya membutuhkan flow meter dan tabung yang sesuai,
dan bisa beroperasi bahkan ketika tidak ada pasokan listrik. Namun, oksigen
dalam silinder relative mahal dan mempertahankan pasokan konstan seringkali
sulit, terutama di rumah sakit pinggiran dan pusat kesehatan.

Gambar 2.13 oxygen concentrator dan oxygen cylinder


2. Pengaliran Oksigen13
Dua metode yang direkomendasikan untuk mengaliran oksigen adalah
menggunakan nasal kanul dan nasal kateter. Nasal kansul baik digunakan untuk
aliran oksigen pada bayi dan anak dengan croup berat atu pertussis, jangan
menggunakan nasal kateter karena dapat memicu batuk yang bersifat paroksismal.
Dibutuhkan juga penggunakan masker yang memberikan aliran udara yang tinggi.
Nasal kanul dapat dengan cepat diaplikasikan dan mungkin berguna pada bayi dan
anak-anak dalam kondisi ekstrim ketika mereka sedang dievaluasi dan dukungan
lebih lanjut disiapkan. Laju aliran di atas 8 L menit berpotensi menghasilkan

28
PEEP air 5 cm. Sirkuit khusus harus digunakan, dan laju aliran yang tinggi
mengharuskan humidifikasi. Laju aliran 2 L min kg telah dipelajari pada bayi
dengan bronkiolitis dan tampak aman. Untuk anak yang lebih tua contoh protokol
adalah 2 L min kg untuk 10 kg pertama berat badan ditambah 0,5 L min kg untuk
setiap kg berat badan setelah maks 50 L mnt.
a. Nasal kanul
Nasal kanul adalah tabung pendek dimasukkan ke dalam lubang hidung.
Tempatkan nasal kanul di dalam lubang hidung dan pertahankan posisinya dengan
dengan plester di atas pipi dekat hidung. Jaga lubang hidung bersih dari lendir,
yang bisa menghambat aliran oksigen. Tetapkan laju aliran 0,5-1 liter / menit pada
bayi dan 1-2 liter / menit jika lebih tua untuk menghasilkan 30-35% oksigen
konsentrasi di udara.
Nasal kanul tersedia dalam berbagai ukuran untuk orang dewasa dan anak-
anak. Jika hanya memiliki nasal kanul ukuran dewasa, dan tabung outlet terlalu
jauh terpisah untuk masuk ke dalam lubang hidung anak, potong tabung outlet dan
arahkan pancaran oksigen ke dalam lubang hidung.
b. Nasal kateter
Nasal kateter terbuat dari tubing ukuran 6 atau 8 seperti tabung nasogastric.
Pipa dimasukkan ke dalam lubang hidung jarak yang setara dengan yang dari anak
lubang hidung ke alis bagian dalam. Kemudian harus diamankan dengan kuat
menggunakan pita, dan terhubung ke oksigen. Ujung kateter seharusnya TIDAK
terlihat di bawah uvula. Atur laju aliran 0,5-1 liter untuk bayi dan 1-2 liter / menit
untuk anak-anak yang lebih tua, yang memberikan konsentrasi oksigen 45-60% di
udara.
Alat ini mudah digunakan, murah dan ditoleransi dengan baik, terutama pada
kelompok usia prasekolah. Nasal kateter tidak menyebabkan distensi lambung dan
tidak perlu pelembapan. Namun memberikan konsentrasi oksigen yang tidak
dapat diandalkan tergantung pada apakah seorang anak bernapas dengan hidung
atau melalui mulut (menangis, sumbatan hidung) dan ukuran nasofaring yang
bertindak sebagai reservoir. Pemakaian terbatas pada 4 L menit dan oksigen yang
tidak direhidifikasi dapat menyebabkan penghentian membran mukosa, terutama
pada anak-anak yang lebih muda. Penggunaan mungkin tersumbat oleh sekresi

29
hidung. Kateter oksigen yang ditempatkan di nasofaring pada jarak yang setara
dengan yang dari ala nasi ke tragus memberikan sejumlah kecil tekanan akhir
ekspirasi positif (PEEP) dan memang dapat digunakan untuk tujuan itu.
Konsentrasi oksigen 30%, 40% dan 50% kira-kira disediakan oleh aliran masing-
masing 45, 80 dan 150 mL kg-1 menit-1. Kateter oksigen tunggal tidak
menyebabkan rebreathing dan dapat ditoleransi dengan baik (memungkinkan
makan dan minum). Aliran yang berlebihan dapat mengeringkan membran
mukosa dan menyebabkan distensi lambung.

Gambar 2.14 Pemasangan nasal kanul pada anak

2. Pengaliran Oksigen13
Dua metode yang direkomendasikan untuk mengaliran oksigen adalah
menggunakan nasal kanul dan nasal kateter. Nasal kansul baik digunakan untuk
aliran oksigen pada bayi dan anak dengan croup berat atu pertussis, jangan
menggunakan nasal kateter karena dapat memicu batuk yang bersifat paroksismal.
Dibutuhkan juga penggunakan masker yang memberikan aliran udara yang tinggi.
a. Nasal kanul
Nasal kanul adalah tabung pendek dimasukkan ke dalam lubang hidung.
Tempatkan nasal kanul di dalam lubang hidung dan pertahankan posisinya dengan
dengan plester di atas pipi dekat hidung. Jaga lubang hidung bersih dari lendir,
yang bisa menghambat aliran oksigen. Tetapkan laju aliran 0,5-1 liter / menit pada

30
bayi dan 1-2 liter / menit jika lebih tua untuk menghasilkan 30-35% oksigen
konsentrasi di udara.
Nasal kanul tersedia dalam berbagai ukuran untuk orang dewasa dan anak-
anak. Jika hanya memiliki nasal kanul ukuran dewasa, dan tabung outlet terlalu
jauh terpisah untuk masuk ke dalam lubang hidung anak, potong tabung outlet dan
arahkan pancaran oksigen ke dalam lubang hidung.
b. Nasal kateter
Nasal kateter terbuat dari tubing ukuran 6 atau 8 seperti tabung nasogastric.
Pipa dimasukkan ke dalam lubang hidung jarak yang setara dengan yang dari anak
lubang hidung ke alis bagian dalam. Kemudian harus diamankan dengan kuat
menggunakan pita, dan terhubung ke oksigen. Ujung kateter seharusnya TIDAK
terlihat di bawah uvula. Atur laju aliran 0,5-1 liter untuk bayi dan 1-2 liter / menit
untuk anak-anak yang lebih tua, yang memberikan konsentrasi oksigen 45-60% di
udara.

Gambar 2.18 Pemasangan nasal kanul pada anak

2.2.2 Pemberian Terapi Cairan Pada Anak


Anak-anak dengan hanya satu atau dua tanda gangguan sirkulasi -
ekstremitas dingin atau waktu pengisian kapiler > 3 detik atau denyut nadi lemah
dan cepat tetapi tidak memiliki gejala klinis lengkap ciri-ciri syok, yaitu ketiga-
tiga tanda yang muncul bersamaan, tidak boleh menerima infus cairan yang cepat

31
tetapi harus tetap menerima cairan perawatan yang sesuai dengan usia dan
beratnya.17
Untuk anak-anak yang syok, yaitu yang memiliki semua tanda-tanda
ekstremitas dingin dengan pengisian kapiler waktu> 3 detik dan nadi lemah dan
cepat, harus menerima 10-20 mL / kg bb cairan isotonic kristaloid lebih dari 30-
60 menit. Pasien harus sepenuhnya dinilai, diagnosis yang mendasari harus
dibuat. Pasien juga harus diberikan perawatan yang relevan dan kondisi pasien
sentiasa dipantau. Pasien harus dinilai kembali pada akhir pemberian infus dan
pada jam-jam berikutnya untuk menilai perburukan kondisi. Jika anak masih syok,
pertimbangkan untuk memberikan infus 10 mL / kg bb selama lebih dari 30 menit.
Jika tanda syok telah teratasi, berikan cairan untuk mempertahankan status
hidrasi (perawatan cairan). Jika terdapat tanda-tanda kelebihan cairan, gagal
jantung atau penurunan fungsi neurologis, pemberian cairan infus harus
dihentikan dan tidak ada pemberian cairan intravena diberikan sampai tanda-
tanda ini hilang. Anak-anak dalam syok dan dengan anemia berat (fraksi volume
eritrosit <15 atau haemoglobin <5 g / dL) harus menerima transfusi darah sedini
mungkin dan menerima cairan intravena lain hanya untuk mempertahankan
hidrasi normal.
Anak-anak dengan malnutrisi akut berat yang mengalami syok harus
menerima 10–15 mL / kg bb cairan intravena dalam satu jam pertama. Kondisi
anak yang membaik setelah infus awal harus hanya menerima cairan perawatan
oral atau nasogastrik. Setiap anak yang tidak membaik setelah 1 jam harus
diberikan transfusi darah (10 mL / kg bb secara perlahan sekurang-kurangnya
dalam 3 jam).17
2.2.3 Tatalaksana anak dengan syok
Tanda tanda syok pada anak meliputi hal sebagai berikut : akral dingin
dengan CRT < 3S dan nadi teraba cepat dan lemah, pada kondisi seperti ini
berikan 10-20ml/kgbb cairan kristaloid selama 30-60 menit. Setelah tu dinilai
secara keseluruhan kemungkinan penyebab syok dari anak.
- Jika anak masih syok, pertimbangkan berikan cairan kristaloid lebih lanjut
10 ml/kgbb selama 30 menit.
- Jika syok sudah teratasi, berikan cairan secara maintenance

32
- Jika ada tanda tanda kelebihan cairan seperti gagal jantung atau penurunan
kesadaran, hentikan pemberian cairan sampai tanda tanda kelebihan cairan
hilang
Hal yang diperhatikan:
● Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin
lama dimulainya tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.
● Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen
aliran tinggi, stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena,
diikuti segera dengan resusitasi cairan. Apabila jalur intravena perifer
sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.
● Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan
bolus kristaloid isotonik (Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20
mL/kg dalam waktu 5-20 menit.
● Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan
perfusi jaringan. Pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg
dalam 30-60 menit pertama.
● Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah
disfungsi jantung primer.
● Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih
diperlukan cairan, pertimbangkan pemberian koloid.  Darah hanya
direkomendasikan sebagai pengganti volume yang hilang pada kasus
perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak adekuat
meskipun telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.
● Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan,
pertimbangkan pemberian inotropik.
● Dopamin merupakan inotropik pilihah utama pada anak, dengan dosis 5-
10 μgr/kg/menit.  Apabila syok resisten dengan pemberian dopamin,
tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3 μgr/kg/menit) untuk cold
shock atau norepinefrin (dosis 0,05-1 μgr/kg/menit) untuk warm shock.
● Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres
(hidrokortison 50 mg/m2/24jam).

33
● Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan
curah jantung yang rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang
meningkat, ditandai dengan ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler
memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan darah normal.
● Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah
diagnosis ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk
pemeriksaan kultur dan tes resistensi.
● Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai
didapatkan hasil kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman
penyebab.
● Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi
jaringan dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi
denyut jantung normal, tidak ada perbedaan antara nadi sentral dan
perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas hangat, status
mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam,
penurunan laktat serum.
● Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi,
tetapi perbaikan rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
yang disebut sebagai syok indeks, dapat dipakai sebagai indikator
adanya perbaikan perfusi.

34
Gambar 1. Tatalaksana pemberian cairan infus pada anak syok tanpa gizi buruk.2

Gambar 2. Tatalaksana dehidrasi berat pada keadaan gawat darurat


setelah penatalaksanaan syok.2

35
Gambar 2. Tatalaksana pemberian cairan infus pada anak syok dengan gizi
buruk.2

2.2.4 Pemberian Terapi Pada Anak Dengan Kejang.


2.2.3.1 Terapi Lini Pertama
1. Midazolam
Midazolam telah menggantikan diazepam dubur sebagai obat pilihan pertama
sebelum vena akses telah diperoleh, karena peningkatan kemanjuran, rute
pemberian yang disukai (bukal vs dubur). Sebagai antiepileptik lini pertama,
sebagian besar kejang dihentikan dalam satu menit setelah injeksi IV 0,1-0,3 mg /
kg dan dalam 5-10 menit setelah IM midazolam. Midazolam intramuskular

36
memiliki daya serap yang unggul dibandingkan dengan diazepam dan lorazepam
karena kelarutan airnya.15
2. Lorazepam Intravena
Memiliki aktivitas antikonvulsan yang lebih tahan lama dan menyebabkan
depresi pernapasan lebih sedikit daripada diazepam.16 Lorazepam terbukti lebih
efektif daripada diazepam atau fenitoin dalam menghentikan kejang.17
2.2.3.2 Terapi Lini Kedua
1. Phenytoin Dan Fosphenytoin
Phenytoin telah terbukti mengontrol 60% hingga 80% kejang dengan dosis
20 mg / kg.18 Phenytoin harus diberikan dalam larutan salin karena phenytoin
mengendap dalam larutan yang mengandung glukosa. Phenytoin diinfuskan
selama sekitar 20 menit. Karena pH tinggi, ekstravasasi phenytoin dapat
menyebabkan iritasi subkutan yang parah (purple glove syndrome ) yang ditandai
dengan edema, perubahan warna dan rasa sakit distal dari tempat administrasi
obat. Efek samping ini tidak terjadi dengan pemberian fosfenytoin (20 mg / kg /
dosis), yang merupakan produk phenytoin yang larut dalam air. Selain itu
pemberian secara intravena, fosphenytoin dapat diberikan dengan injeksi
intramuskular, tetapi lebih mahal dan tidak tersedia secara universal.19

37
BAB 3
KESIMPULAN

Kegawatdaruratan pada anak merupakan kondisi yang memerlukan


penanganan segera cepat, tepat dan terarah. Keterlambatan dalam penilaian
kegawatdaruratan dapat menimbulakan konsekuensi hidup atau mati terhadap
anak. Penilaian terhadap kegawatdaruratan menggunakan penekatan sistematis
dengan meliputi dengan meliputi komponen penilaian awal dengan “Pediatric
Assessment Triangle”, primary survey, secondary survey, tertiary survey.
Penilaian awal berbeda dengan diagnosis, penilaian awal bertujuan untuk
mengidentifikasi kelainan anatomi dan fisiologis untuk menilai tingkat keparahan
pada anak, menetukan kecepatan, dan intensitas pengobatan awal. Penilaian
pemeriksaan penunjang dan laboratorium bukanlah hal yang menentukan, akan
tetapi bertujuan untuk fokus evaluasi dalam kegawatdaruratan untuk mencegah
terjadinya gagal nafas, syok, ataupun insufisiensi kardiopulmonar. Tatalaksana
yang dilakukan pada anak disesuaikan dengan penilaian awal dan kegawatan yang
terjadi pada anak.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Khiong K. Kamus saku kedokteran. Edisi 29. Jakarta; Elsevier: 2015


2. Pulungan AB, Hendarto A, Setyanto DB, Pusponegoro HD, Wulandari HF,
Satari HI, dkk. Current evidences in pediatric emergencies management. Edisi
1. Jakarta; Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM: 2014: 1-136
3. Latief A, Pudjiadi AH, Somasetia DH, Hakim DDL, Kushartono H, Saputra
ST, dkk. Buku panduan pelayanan emergensi, rawat intermediet dan rawat
intensif anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2016: 1-47
4. WHO. 2010. The World Health Report 2010.
http://www.who.int./whr/2010/en/index.html diakses 02 Februari 2020
5. SKDI. 2012. Pendekatan Tentang Angka Kematian Ibu Dan Balita, Sehingga
Hasil Survei Jauh Lebih Lengkap Dan Sempurna. http://sirusa.bps.go.id
diakses pada 02 Februari 2020
6. Ramres EC, Bastidas MAA. Initial Pediatric Assessment in the Emergency
Room. Pediatric criteria Acta Pediatr Mex 2014;35:75-9.
7. Horeczko T, Enriquez, Mcgrath NE, Hill MG, Lewis RJ , The pediatric
assessment triangle : accuracy of its application by nurses in the triange of
child. Journal of emergency nursing. 2013;39:182-9
8. Jayashree, M., & Singhi, S. C. Initial Assessment and Triage in ER. The Indian
Journal of Pediatrics. 2011;78(9).1100-8.
9. World Health Organization. Manual for the health care of children in
humanitarian emergencies. 2008.
10. World Health Organization. Emergency Triage Assessment and Treatment
(ETAT). 2005.
11. Ramirez EC, Acosta MA. Initial Pediatric Assessment in the Emergency
Room. Acta Pediatr Mex. 2014;35:75-79.
12. Fuchs S, et al. Definitions and Assessment Approaches for Emergency
Medical Services for Children. Pediatrics. 2016;138(6):1-7.
13. WHO (2013) Guideline: updates on the management of severe acute
malnutrition in infants and children. Geneva.

39
14. WHO (2013) Pocket book of hospital care for children. 2nd edition.
Guidelines for the management of common childhood illnesses. Geneva
(http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/child_
hospital_care/en/)
15. Advanced Paediatric Life Support, The Practical Approach, 5th Edition, 2012,
(Australia and New Zealand), 2012, Chichester: Wiley-Blackwell.
16. Appleton R, Sweeney A, Choonara I, Robson J, Molyneux E. Lorazepam
versus diazepam in the acute treatment of epileptic seizures and status
epilepticus. Dev Med Child Neurol 1995;37:682-8.
17. Prasad K, Al-Roomi K, Krishnan PR, Sequeira R. Anticonvulsant therapy for
status epilepticus. Cochrane Database Syst Rev 2005;(4):CD003723.
18. Wilder BJ. Efficacy of phenytoin in treatment of status epilepticus. Adv
Neurol 1983;34:441-6.
19. Yoong M, Chin RF, Scott RC. Management of convulsive status epilepticus in
children. Arch Dis Child Educ Pract Ed 2009;94:1-9.

40

Anda mungkin juga menyukai