Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegawatdaruratan merupakan suatu keadaan yang menimpa seseorang
yang dapat menimbulkan ancaman jiwa, dalam arti perlu pertolongan tepat,
cermat dan cepat. Bila tidak segera mendapatkan pertolongan maka seseorang
tersebut dapat meninggal atau menderita kecacatan. Kegawatdaruratan ini sendiri
dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja baik pada keadaan
sehari-hari maupun pada keadaan musibah massal dan bencana.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (2016) mengklasifikasikan
kegawatdaruratan dalam beberapa kriteria, salah satunya adalah kegawatdaruratan
kardiovaskuler yang didalamnya ada pingsan. Sinkop berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari kata syn dan koptein yang berarti memutuskan, sehingga sinkop
dapat didefiniskan kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh yang tiba-
tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan
(Rasjidi & Nasution, 2010). Menurut Dewanto et al (2009) pingsan merupakan
salah satu penyebab penurunan kesadaran yang banyak ditemukan di Unit Gawat
Darurat (UGD). Pingsan adalah kehilangan kesadaran sementara dengan awitan
akut yang diikuti dengan jatuh, dan dengan pemulihan spontan dan tanpa
intervensi. Pingsan merupakan gejala dari suatu penyakit, sehingga harus dicari
penyebabnya.
Penyebab pingsan dapat diklasifikasikan dalam enam kelompok utama
yaitu, vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan
sinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular merupakan
penyebab pingsan terbanyak kemudian diikuti oleh kelompok kardiak (Rasjidi &
Nasution, 2010). Menurut McKhann dan Albert (2010) pingsan juga dapat
disebabkan karena berada di ruangan atau lingkungan yang panas dan sesak,
melihat darah, rasa takut yang berlebihan dan berdiri diam dalam waktu yang
lama.

1
Amerika diperkirakan 3% dari kunjungan pasien digawat darurat di
sebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah sakit.
Angka rekurensi dalam 3 tahun di perkirakan 34% sinkop sering terjadi pada
orang dewasa, insiden sinkop meningkat dengan meningkat umur, Hamilton
mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita dari
pada laki-laki, sedangkan pada penelitian framigham mendapatkan kejadian
singkop 3% pada laki-laki dan 3,5 pada wanita, tidak ada perbedaan antar
laki_laki dan wanita. Penelitian framigham di Amerika Serikat tentang kejadian
sinkop dari tahun 1971 sampai 1998 (selama 17 tahun) pada 7814 individu,
bahwa insiden singkop pertama kali terjadi 6,2/1000 orang /tahun. Sinkop yang
sering terjadi adalah sinkop vasovagel (21,%), singkop kardik (9,5%) dan 36,6%
sinkop yang tidak di ketahui penyebab sinkop yang terbanyak, kemudian diikuti
oleh sinkop kardiak (Aldi murdians, 2010).
Di indonesia salah satu pemicu umum untuk sinkop dalam beberapa
posisi penurunan frekuensi berdiri adalah rasa sakit (12,77%) bau (10,6%),
ketakutan (8,51%), dan melihat darah (4,26%). Sementara terlentang pada posisi
duduk, bau (500% dan 18,75%, masing-masing), dan rasa sakit (16,67% dan
12,50% , masing-masing) adalah pemicu umum. Sinkop situasional terlihat pada
berdiri (17,12%) dan posisi duduk (4,5%) micturation (16,22%) adalah pemicu
umum di antara berbagai penyebab sinkop situasional, sedangkan batuk (12,50%),
tertawa (6,25%), dan buang besar (6,25%) yang di temui dalam posisi duduk.
Pemicu lain seperti gerakan kepala, kurang tidur, melihat dara, keracunan alkohol,
angkat berat membaca, kosentrasi, gelisah, bermain dan membersihkan telinga
yang jarang, berdiri terlalu lama (35,59%) adalah keadaan umum, mendahului
episode synkopal, terutama sambil berdiri dalam antrian keramain, terutama di
musim panas (Khadikalkar).
Menurut Rad et al (2014) 50% dari populasi manusia pernah mengalami
setidaknya satu kali kejadian pingsan selama hidupnya. Penelitian Saedi (2013) di
Tehran, Iran yang dilakukan di sebuah klinik rawat jalan kardiologi, dengan
melihat catatan kunjungan pasien dari Maret 2006 sampai September 2007
didapatkan angka prevalensi pingsan secara keseluruhan 9%. Usia spesifik angka
prevalensi tersebut adalah 4,14% untuk anak usia 5-14 tahun, 44,8% untuk usia

2
15-44 tahun, 31% untuk usia 45-64 tahun dan 20% untuk usia 65 keatas.
Pingsan biasa terjadi di sekolah-sekolah seperti SD, SMP dan SMA atau
sekolah lainnya yang mengadakan upacara bendera rutin setiap hari Senin.
Kejadian pingsan pada siswa di sekolah dapat terjadi sewaktu-waktu. Oleh karena
itu, sebaiknya semua guru mampu menguasai penatalaksanaan siswa yang
mengalami pingsan di sekolah (Gunarsa, 2008).
Menurut Dinas Kesehatan kabupaten gorontalo (2016) pertolongan pada
orang yang mengalami pingsan harus dilakukan secara cepat dan tepat. Orang
yang mengalami pingsan harus segera dibawa ke tempat yang teduh dan
ditidurkan terlentang dengan posisi kaki diangkat 20 sampai 30 cm, diusahakan
tidak mengerumuni pasien pingsan karena udara segar dibutuhkan oleh pasien
pingsan, melonggarkan pakaian, mengusap muka dengan kain yang dibasahi air
atau bisa dengan bau-bauan agar cepat sadar. Apabila sudah sadar, pasien
diberikan minuman manis untuk meningkatkan glukosa darah. Penting juga
dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah terjadi cedera atau tidak.
Berdasarkan survei pendahuluan yang sudah dilakukan di SMA Negeri I
Telaga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo dengan cara wawancara,
didapatkan informasi dari guru dan siswa tentang masalah kegawatdaruratan yang
sering terjadi di sekolah tersebut. Masalah yang sering terjadi salah satunya adalah
pingsan. Pingsan terjadi saat dilakukan upacara bendera setiap hari Senin. Hal
tersebut bisa terjadi karena lingkungan sekolah tersebut yang panas dan juga siswa
harus berdiri cukup lama saat mengikuti upacara bendera. Tahun ajaran 2015/2016
ada 1 siswa yang mengalami pingsan dan diperkirakan 4 orang siswa mengalami
tandan-tanda akan pingsan seperti pusing, mual, muntah dan pucat setiap
bulannya.
Menurut hasil wawancara dengan guru di SMA Negeri I Telaga
Kecamatan Telaga jika terjadi pingsan yang akan memberi pertolongan adalah
guru, pertolongan yang diberikan adalah dengan membawa siswa ke ruang guru,
melonggarkan pakaian, memberi bau-bauan, dan setelah itu diberi minum teh
manis. Pertolongan yang dilakukan sudah tepat namun ada pertolongan yang tidak
dilakukan oleh guru, cara-cara seperti membaringkan ditempat yang datar,
meninggikan posisi kaki 20 sampai 30 cm, melonggarkan pakaian, memposisikan

3
kepala, dan memberikan uap amonia dan cara penanganan yang lainnya tidak
dilakukan oleh guru. Hal tersebut bisa terjadi karena belum pernah ada sosialisasi
tentang cara-cara melakukan pertolongan pada orang yang mengalami pingsan di
SMA Negeri I Telaga. Guru SMA tersebut mendapat pengetahuan dan informasi
mengenai pertolongan pada pingsan dari televisi, radio, membaca buku dan dari
info di internet.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap pendidik dengan
penanganan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop di SMA
Negeri I Telaga

1.2. Identifikasi Masalah


1.2.1 Meningkatnya jumlah pasien sinkop atau pingsan di sekolah SMA Negeri I
telaga
1.2.2 Kurangnya pengetahuan dan sikap pendidik atau guru dalam melakukan
penanganan pada siswa yang mengalami sinkop di SMA negeri I Telaga
1.2.3 kurangnya sosialisasi penangana sinkop di sekolah SMA negeri I Telaga

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti dapat merumuskan
masalah penelitian “ apakah ada hubungan pengetahuan dengan sikap
pendidik dalam penanganan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami
sinkop di SMA Negeri I Telaga

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap pendidik dalam
penanganan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop di
SMA Negeri I Telaga
1.4.1 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden
2. Untuk mengetahui pengetahuan pendidik dalam penanganan pertolongan

4
pertama pada siswa yang mengalami sinkop di SMA Negeri I Telaga
3. Untuk mengetahui sikap pendidik dalam penanganan pertolongan
pertama pada siswa yang mengalami sinkop di SMA Negeri I Telaga
4. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap pendidik dalam
penaganan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop di
SMA Negeri I Telaga

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 ManfaaTeoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan, terutama dalam bidang kesehatan
khususnya tentang penanganan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami
sinkop
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi pendidikan keperawatan
Dharapkan sebagai masukan dan referensi dalam proses pembelajaran sehingga
mahasiswa mampu mengaplikasikan penangana sinkop di di masyarakat
2. Bagi guru
Pendidik atau guru dapat mengetahui seberapa baik keterampilan mereka
dalam melakukan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan
(sinkop) dan juga guru mendapat tambahan ilmu tentang pertolongan pertama
pada kasus pingsan (sinkop) karena pada penelitian ini dilakukan pendidikan
kesehatan tentang pertolongan pertama pada kasus pingsan (sinkop) kepada
guru.
3. Bagi sekolah
Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi sekolah untuk
mengetahui seberapa baik keterampilan guru-guru dalam melakukan
pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan (sinkop) dan hasil
dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan
dan program UKS di sekolah tersebut dalam hal pertolongan pertama pada
kasus pingsan (sinkop).
4. Bagi Peneliti selanjutnya
sebagai acuan dalam proses penelitian selanjutnya untuk lebih baik lagi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
2.1.1 Konsep Sinkop
Jatuh pingsan adalah hilangnya kesadaran dan kontrol otot untuk sesaat
(beberapa detik hingga beberapa menit) yang menyebabkan seseorang terjatuh
secara mendadak (saubers 2011).
Penyebab sinkop dipengaruhi oleh stimulus yang menghasilkan respon
yang berlebihan dibagian system syaraf yng mengatur fungsi-fungsi tubuh yang di
konntrol syaraf tak sadar seperti detak jantung dan aliran darah. Respon yang
terpicu di karenakan tekanan jantung dan tekanan darah merosot tajam, sehingga
mengurangi aliran darah. Respon yang terpicu di karenakan tekanan darah
merosot tajam, sehingga mengurangi aliran darah ke otak, menyebabkan korban
jatuh pingsan (Saubers, 2011).
2.1.2 Penyabab sinkop
Tanda-tanda pingsan yaitu suatu lingkungan yang panas disertai dehidrasi,
posisi tubuh yang naik mendadak seperti dari jongkok ke berdri, sakit perut,
berdiri terlalu lama, kehilangan darah, buang air kecil, di sertai nyeri, hipoklikemi
dan gangguan jantung (Saubers 2011).

1. Neurally mediated syncopal syndromes : sinkop vasovakal, sinkop sinus


karotis, sinkop situasional (sinkop karena adanya perdarahan akut, sinkop
akibat batuk, bersin)
2. Disfungsi otonom : sindromedisfungsi otonom primer (disfungsi otonom
murni, atropi sistem multipel, penyakit Parkinson dengan disfungsi otonom).
3. Singkop akibat aritmia jantung :difungsi nodus SA, gangguan atrioventrikular.
4. Penyakit sruktural jantung atau kardio pulmoner
5. Serebrovaskuler : subclavian steal syndrome ( Dewanto dkk, 2009)
2.1.3 Patofisiologi Sinkop
Patofisiologi (Mekanisme terjadinya) sinkop terdiri dari tiga tipe:

1. penurunan output jantung sekunder pada penyakit jantung intrinsik atau terjadi
penurunan klinis volume darah yang signifikan;

6
2. penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan atau venous return

3. penyakit serebrovaskular klinis signifikan yang mengarahkan pada penurunan


perfusi serebral. Terlepas dari penyebabnya, semua kategori ini berbagi faktor
umum, yaitu, gangguan oksigenasi otak yang memadai mengakibatkan
perubahan sementara kesadaran.

2.1.4 Pemeriksaan fisik dan penunjang


1. permeriksaan jantung yang menyeluruh dan lengkap dapat memberikan
gambaran mengenai etiologi sinkop.
2. tanda-tanda vital
3. pemeriksaan neurologis sebagai barometer perbaikan ataupun perburukan
gejala.Status mental biasanya normal .
4. indentifikasi trauma
5. beberapa pemeriksaan bebside dapat membantu menunjukan sumber
sinkop.
6. periksaan EKG 12 sadapan.

2.1.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan sederhana
baringkan pasien terlentang dengan kaki terlentang untuk memperbaiki
aliran darah ke otak. Jaga agar aliran udara disekitar cukup baik, dan kendurkan
pakaianya. Bila yakin bahwa pasien sepenuhnya sadar, tawarkan minuman manis
menaikan gula darahnya. Bila pasien kehilangan kesadaran dan belum siuman
dalam 3 menit, segera lakukan pertolongan pertama dan bawalah kerumah sakit
(Smith, 2006).
2. Indikasi rawat
pertimbangan merawat pasien sinkop di rumah sakitdi dasarkan pada 2 tujuan,
yaitu tujuan diagnosis,dan terap. Kasus sinkop yang pada evaluasi awal belum
diketahui penyebabnya dapa di rawat rumah sakit. Pasien yang telah di diagnosis
pada evaluasi klinis awal,kepetusan merwat pasien di rumah sakit tergantung pada
prognonisis dari etiologi yang mendasari sinkop dn perwatan yang dibutuhkan
(Dewanto, 2009

7
2.1.6 Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2012).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Kholid dan Notoadmodjo (2012) tedapat 6 tingkat pengetahuan,
yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang suatu
objek yang diketahui dan diinterpretasikan secara benar
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi yang
sudah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu objek
atau materi tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu dengan yang lainnya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian- bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi
pengetahuan meliputi:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui upaya

8
pengajaran dan pelatihan (Budiman & Riyanto, 2013). Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin capat menerima dan memahami
suatu informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki juga semakin tinggi
(Sriningsih, 2011).
b. Informasi/ Media Massa
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
Informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan
perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin berkembangnya
teknologi menyediakan bermacam-macam media massa sehingga dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat.
Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering
mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka akan
menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang
tidak sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan dan
wawasannya.
c. Sosial, Budaya dan Ekonomi
Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan
tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga
status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik maka
pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka
pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang
mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang yang memiliki
status ekonomi dibawah rata-rata maka seseorang tersebut akan
sulit untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan.

9
d. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam
individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspons sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang
baik akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jika lingkungan
kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.
e. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun diri
sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang suatu
permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui bagaimana
cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang
telah dialami sehingga pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai
pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama.
f. Usia
Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga
akan semakin membaik dan bertambah.
g. Pengukuran tingkat pengetahuan
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) pengetahuan seseorang
ditetapkan menurut hal-hal berikut
1) Bobot I : tahap tahu dan pemahaman.
2) Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi dan analisis
3) Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan
evaluasi
h. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara atau kuesioner
yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek
penelitian atau responden.
i. Menurut Arikunto (2009) terdapat 3 kategori tingkat pengetahuan
yang didasarkan pada nilai presentase sebagai berikut :
1) Tingkat Pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 75%.

10
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56 – 74%
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55%
j. Menurut Budiman dan Riyanto (2013) tingkat pengetahuan
dikelompokkan menjadi dua kelompok apabila respondennya adalah
masyarakat umum, yaitu :
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik nilainya > 50%
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik nilainya ≤ 50%
2.1.7 Sikap
1. Pengertian sikap
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masi tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup,
secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmodjo, 2007)
2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoadmodjo (2007) Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, menegrjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
Terlepas dari hal tersebut, pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap obyek atau stimulus, dalam arti membahasanya denga orang lain,
bahkan mengajak atu mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespons.

11
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia haru berani mengambil resiko bila ada orang
lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.
3. Unsur-unsur sikap
Sikap mengandung unsur-unsur, yaitu:
a. Adanya objek: tanpa adanya objek sikap tidak akan terbentuk.
b. Bentuk sikap berupa pandangan, perasaan, kecenderungan untuk bertindak
(respon terhadap objek).
c. Tanpa adanya individu suatu sikap tidak akan terjadi walau adanya
objek, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, unsur yang terdapat dalam sikap ini merupakan
hal yang mempengaruhi sikap itu sendiri. Karena unsur merupakan hal terpenting
dalam pembentuk sikap, baik itu sikap positif atau negatif.
4. Struktur sikap
Menurut Azwar (2011) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang yaitu :
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
c. Komponen perilaku/konatif
Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Sikap yang dimiliki seseorang adalah suatu jalinan atau suatu kesatuan dari
berbagai komponen yang bersifat evaluasi. Langkah pertama adalah keyakinan,
pengetahuan, dan pengamatan. Kedua, perasaan atau feeling. Ketiga,

12
kecenderungan individu untuk melakukan atau bertindak. Ketiga komponen
tersebut saling berkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Ketiganya merupakan suatu sistem yang menetap pada diri individu yang
dapat menjelmakan suatu penilaian positif atau negatif. Penilaian tersebut disertai
dengan perasaan tertentu yang mengarah pada kecenderungan yang setuju (pro)
dan tidak setuju (kontra).
Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat pada kognisi atau perasaan
seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka dapat diketahui pula
kecenderungan perilakunya. Kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu
berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap. Ketiga komponen dari sikap
menyangkut kecenderungan berperilaku. Pada mulanya secara sederhana
diasumsikan bahwa sikap seseorang menentukan perilakunya. Tetapi, lambat
laun disadari banyak kejadian dimana perilaku tidak didasarkan pada sikap.
5. Bentuk sikap
Selanjutnya sikap dapat dibedakan atas bentuknya dalam sikap positif dan
sikap negatif (Azwar, 2011), yaitu:
a. Sikap positif
Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang memperhatikan
hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan
kreatif daripada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan daripada
kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Sesuatu yang indah dan
membawa seseorang untuk selalu dikenang, dihargai, dihormati oleh orang
lain. Sikap yang positif dinyatakan oleh seseorang tidak hanya dengan
mengekspresikannya hanya melalui wajah, tetapi juga dapat melalui
bagaimana cara ia berbicara, berjumpa dengan orang lain, dan cara
menghadapi masalah.
b. Sikap negatif
Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada
kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada muka yang muram,
sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat. Sesuatu yang
menunjukkan ketidakramahan, ketidak mentenangkan, dan tidak memiliki
kepercayaan diri.

13
6. Ciri-ciri sikap
Sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang
diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang
dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang,
lembaga atau persoalan tertentu. Perbedaan antara attitude, motif kebiasaan dan
lain-lain, faktor psikis yang turut menyusun pribadi orang, maka telah
dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. (W. A. Gerungan, 2009).
Adapun ciri-ciri sikap itu adalah:
a. Attitude ini bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan orang lain dalam hubungan dengan
objeknya.
b. Attitude itu dapat berubah-ubah.
c. Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap objek.
d. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.
e. Attitude tidak mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat inilah
yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
7. Fungsi sikap
Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008) ada empat fungsi sikap
yaitu:
a. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa
individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang
diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya, maka
individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan
akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap
hal-hal yang merugikannya.
b. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk
menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya
atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap
dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan

14
melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.
c. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk
memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya
sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
d. Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk
mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya.
Sikap memiliki fungsi penting dalam hidup. Bagi individu agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di tempat tinggalnya. Agar sesuai dengan
tata cara kebiasaan setempat serta dapat merubah sikap individu untuk terus
berubah ke kebaikan.
Menurut Walgito (2010) terdapat empat fungsi sikap, antara lain:
a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap
berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.
b. Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku.
c. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.
Manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar
sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya pengalaman yang
berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi
manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu
dilayani.
d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering
mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah dari
pribadi yang mendukungnya.
Berdasarkan pendapat di atas, fungsi sikap merupakan alat yang digunakan
untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan sikap merupakan hasil dari
cerminan sikap seseorang, baik itu baik ataupun buruk, serta merupakan alat
pengatur tingkah laku dan perekam pengalaman-pengalaman yang terjadi di
dalam diri pribadi seseorang.

15
8. Perubahan sikap
Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008) Sikap dapat berubah dan
berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi,
pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman – pengalaman baru yang dialami
oleh individu. Menurut Sarlito W. Sarwono (2009), sikap dapat terbentuk atau
berubah melalui empat cara yaitu :
a. Adopsi
Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap
kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
b. Diferensiasi
Berkembangnya intelegensi dan bertambahnya pengalaman, sejalan dengan
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut
dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
c. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya
terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
d. Trauma
Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan
yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan
sikap.
Menurut Kelman dalam Azwar (2011) ada tiga proses yang berperan
dalam proses perubahan sikap yaitu :
a. Kesediaan (compliance)
Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia
menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia
berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan,
simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap

16
negatif. Perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak
akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihaklain
diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.
b. Identifikasi (identification)
Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap
seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut
sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan
menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya
proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan
yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang
pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.
c. Internalisasi (internalization)
Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia
menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia
percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Isi dan hakekat
sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu.
Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan
oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai
yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.
2.1.8 Guru
1. Pengertian Guru
guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan. (Uno, 2008)
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6, pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yang dimaksud


dengan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)

17
mengajar. Pengertian guru menurut KBBI di atas, masih sangat umum dan
belum bisa menggambarkan sosok guru yang sebenarnya, sehingga untuk
memperjelas gambaran tentang seorang guru diperlukan definisi-definisi lain.

Suparlan dalam bukunya yang berjudul ―Menjadi Guru Efektif‖,


mengungkapkan hal yang berbeda tentang pengertian guru. Menurut Suparlan
(2008: 12), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait
dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik
spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Namun,
Suparlan (2008) juga menambahkan bahwa secara legal formal, guru adalah
seseorang yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun
pihak swasta untuk mengajar.

Selain pengertian guru menurut Suparlan, Imran juga menambahkan


rincian pengertian guru dalam desertasinya. Menurut Imran (2010: 23),
guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas
utamanya seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.

Pengertian-pengertian mengenai guru di atas sangat mungkin untuk dapat


dirangkum. Jadi, guru adalah seseorang yang telah memperoleh surat keputusan
(SK) baik dari pihak swasta atau pemerintah untuk menggeluti profesi
yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas utamanya untuk mengajar
dan mendidik siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan menengah, yang tujuan utamanya untuk
mencerdaskan bangsa dalam semua aspek.

2. Peran guru

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Peserta


didik memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam proses
perkembangan diri dan pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimiliki
peserta didik. Tanpa adanya seorang guru, mustahil seorang peserta didik dapat
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Hal ini berdasar pada pemikiran

18
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu memerlukan bantuan orang
lain untuk mencukupi semua kebutuhannya.

Mulyasa (2007: 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran


guru dalam pembelajaran. Kesembilan belas peran guru dalam
pembelajaran yaitu, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti,
pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa cerita, aktor, emansivator, evaluator, pengawet, dan sebagai
kulminator.

2.1.9 Siswa
Siswa adalah peserta dalam proses belajar mengajar baik secara formal,
nonformal maupun informal, dalam rangka mengembangkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan. Sebagai pelaku,peserta didik berarti subjek pendidikan. (Saida,
2016).
Siswa adalah orang yang sedang belajar atau menuntut ilmu dalam
bimbingan seseorang atau beberapa orang guru. Secara sederhana, siapa saja orang
yang datang kepada seorang guru untuk menuntut ilmu, maka dia layak disebut
murit. (Hamka,2016).
Berdasarkan penegrtian diatas maka dapat di simpulkan bahwa siswa
adalah seseorang atau peserta didik yang berada dilingkungan sekolah yang
bertujuan untuk belajar.
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar -mengajar, dalam proses belajar -
mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita – cita memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa akan menjadi faktor penentu,
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai
tujuan belajarnya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian siswa berarti orang,
anak yang sedan g berguru (belajar, bersekolah). Sedangkan menurut pasal 1 ayat 4
UU RI No. 20 tahun 2013. Mengenai sistem pendidikan nasional, dimana siswa
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri mereka melalui

19
proses pendidikan pada jalur dan jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa siswa adalah anak yang
bersekolah untuk mengembangkan diri mereka

2.1.10 Penelitian relevan


1. Penelitian oleh romadhona nur hidayat dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Sikap Pendidik dalam Pertolongan Pertama pada Siswa
yang Mengalami Sinkop di SD Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain
crosssectional.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini pendidik yang
bekerja di SD Negeri Laban 01, 02 dan MI GUPPI di Kelurahan Laban
Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo yang berjum lah30 sampel.
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling . Penelitian ini
menggunakan uji Korelasi Gamma. Hasil didapatkan nilai korelasi gamma 0,506
dengan p value 0,041 (p < 0,05). Dengan demikian ke kuatan hubungan tingkat
pengetahuan dengan sikap pendidik dalam pertolongan pertama pada siswa yang
mengalami sinkop di SD Kecamatan Mojolaban Kabupate n Sukoharjo termasuk
dalam kategori sedang dan arah korelasi + (positif) yaitu searah. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap
pendidik dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop.
Dengan demikian diharapkan pendidik dapat bekerja sama dengan instansi
kesehatan yang berada di wilayahnya untuk mewujudkan pelatihan tentang
kesehatan kususnya terampil dalam penanganan sinkop.
2. Penelitian Saputra, Eka (2015). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Keterampilan Guru Dalam Melakukan Pertolongan Pertama Pada Siswa Yang
Mengalami Pingsan (Sinkop ) Di SD Muhammadiyah Tamantirto Bantul
Yogyakarta ini merupakan penelitian quasy experiment with one group pretest
posttest design. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
Responden berjumlah 13 orang. Uji validitas menggunakan Content
Validity Index dan Pearson product moment. Uji reliabilitas menggunakan
Cronbach Alpa. Analisa data Univariate menggunakan deskriptif dengan hasil
frekuensi dan prosentase dan analisa data Bivariate menggunakan uji statistic

20
Wilcoxon-test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan keterampilan dalam
melakukan pertolongan pertama pada kasus pingsan (sinkop) saat pretest 13
responden dalam kategori kurang (100%) dan saat posttest mayoritas dalam
kategori baik sebanyak 10 orang (76,09%). Hasil uji statistic Wilcoxon-test
menunjukkan p value 0.001, hal tersebut dapat diartikan terdapat pengaruh
yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan keterampilan dalam
pertolongan pada kasus pingsan (sinkop).Terdapat pengaruh antara pendidikan
kesehatan dengan keterampilan melakukan pertolongan pertama pada kasus
pingsan (sinkop). Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian
dengan tema yang sama disarankan untuk menggunakan kelompok kontrol
dalam penelitiannya

21
2.2 Kerangka Teori/kerangka konsep
2.2.1 Kerangka Teori

Penyebab Gejala/Tanda tanda


1. Lingkungan panas 1. Terlihat Gugup, pucat
disertai dehidrasi 2. Sering menguap dan
2. Sakit perut menelan
3. Berdiri terlalu lama 3. Rasa mendengung di
4. Kehilangan darah telinga
5. Belum sarapan 4. Segala bentuk emosi,
6. Melihat darah
7. Pusing melayang layang

Sinkop

Pengetahuan Sikap

Penanganan Sinkop

2.1 Kerangka Teori, Notoadmojo,2012

22
2.2.2 Kerangka Konsep

Pengetahuan

Penanganan Pertolongan Pertama Pada Sinkop

Sikap

Gambar, 2.2 Kerangka Konsep


Keterangan :

: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Garis Penghubung

2.3 Hipotesis
2.3.1 Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap pendidik dengan
penatalaksanaan pertolongan pertama pada siswa yang
mengalami sinkop.
2.3.2 HI : Ada hubungan pengetahuan dan sikap pendidik dengan
pertolongan pertama pada siswa yang mengalami sinkop.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian di SMA Negeri 1 Telaga Kecematan Telaga Kabupaten


Gorontalo, waktu penelitian di rencanakan pada bulan desember 2017 sampai
dengan januari 2018.
3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional

yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif

antarvariabel (Nursalam 2011). Hubungan dalam penelitian ini menggunakan

hubungan Kausal yaitu hubungan yang bersifat sebab akibat (Sugiono 2010).

Penelitian korelasional biasanya dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti

dapat diukur secara serentak dari suatu kelompok subjek.

Desain pada penelitian ini adalah cross-sectional yaitu jenis penelitian yang

menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan

dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam 2011).

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Dependen

Dalam penelitian ini sebagai variabel dependen adalah pengetahuan dan sikap
pendidik

3.3.2 variabel Independent


Dalam penelitian ini sebagai variabel independent adalah penanganan
pertolongan pertama pada sinkop

24
3.3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 DefinisiOperasional

Variabel Defenisi Scor AlatUku Skala


operasional e r

Independen Merupakan Pengetahuan Kuesioner Ordinal


Pengetahuan pemahaman Baik > = 50 %
pendidik
tentang Pengetahuan
penanganan kurang ≥ 50 %
sinkop

Merupakan Sikap Baik apa bila


Sikap respon pendidik > = 50 %
tentang Kuesioner Ordinal
penanganan Sikap Kurang ≤ 50
%
sinkop

3.4 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam 2011). Apabila seseorang ingin meneliti semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

penelitian populasi (Arikunto 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

pendidik yang bekerja di SMA Negeri I Telaga sebanyak 68 responden.

25
3.2.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam 2011). Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan total
sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Pendidik yang berada di SMA Negeri 1 Telaga
2. bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi :

1. Pendidik yang sakit pada saat pembagian kuesioner

2. Pendidik yang sedang cuti

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah jenis

pengukuran dengan mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk

menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam 2011).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah closedended

questions yaitu kuesioner yang sudah tersedia jawabannya sehingga responden

tinggal memilih (Nursalam 2011). Penelitian ini menggunakan 2 jenis

kuesioner sesuai dengan 2 variabel yang akan dihubungkan. Kuesioner

tersebut meliputi kuesioner pengetahuan pendidik tentang managemen sinkop

dengan 15 pertanyaan dan kuesioner tentang sikap pendidik dalam manajemen

sinkop dengan 10 pertanyaan.

26
3.5.2 Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data atau kesimpulan fakta yang dikumpulkan secara

langsung pada saat berlangsungnya penelitian. Data primer dalam penelitian

ini adalah data yag diambil dari subyek peneliti yang diukur sesudah

pemberian kuesioner tentang pertolongan pertama pada siswan yang

mengalami sinkop.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang ada di SMA Negeri I Telaga, literatur yang

relevan dan sumber lain yang mendukung penelitian ini.

3.6 Analisa Data

1. Analisa univariat

Analisa univariate adalah analisa yang dilakukan untuk menganalisis

tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk distribusi yang

dinarasikan. Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan variabel

pengetahuan, sikap dan karakteristik responden yang meliputi Umur, Jenis

Kelamin, Masa Kerja dan Pelatihan UKS. Variabel pengetahuan, sikap

dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase atau

proporsi.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan

dua variabel, untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap

pendidik dalam penanganan perto longan pertama sinkop dilakukan uji

27
3.7 Hipotesis Statistik

3.7.1 H0 diterima bila nilai p > α 0,05 artinya tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dan sikap pendidik dalam penanganan pertolongan pertama
pada siswa yang mengalami sinkop.
3.7.2 Ha diterima bila nilai p < α 0,05 artinya terdapat hubungan antara
pengetahuan dan sikap pendidik dalam penanganan pertolongan pertama
pada siswa yang mengalami sinkop

3.8 Etika Penelitian

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lai adalah sebagai berikut :

3.8.1 Informed Consent


Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut di berikan senelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menanda tangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi
yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi perawat, tujuan dilakukanya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah
yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah
dihubungi, dan lain-lain.
3.7.2 Anonymity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

28
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil riset.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad 2007, Ilmu & Aplikasi pendidikan , PT Imperial Bhakti Utama,
Bandung.
Alimudianis 2010, Diagnosis dan Penatalaksanaan sinkop kardiak, Sub
Bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakltas kedokteran
UNAND, Padang.

Annisa 2012, ‘Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying
Remaja’, Fakultas Ilmu Kedokteran UI, Jakarta.

Arikunto, S 2010, Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktik , Jakarta, PT


Rineka Cipta.

Azwar, S 2012, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Corwin, Elisabeth J 2009, Buku Saku Patofisiologi , EGC, Jakarta.

Dahlan, M.S 2008, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif ,


Bivariat dan Multvariat di Lengkapi Dengan Menggunakan SPSS ,
Salemba Medika, Jakarta.

Dewanto, Suwono, Priyanto dan Turana, Yuda 2009, Panduan Praktis Diagnosis
dan Tatalaksana Penyakit Syaraf , EGC, Jakarta.

Dharma, K, K 2011, Metodologi penelitian keperawatan pedoman melaksankan


dan menerapkan hasil penelitian , Jakarta Timur, CV. Trans Info Media.

Ginsberg, Lionel 2007, Lecture Notes Neurologi , Erlangga, Jakarta.

Gunarsa, Singgih 2008, Psikologi Perawatan , PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Hidayat 2007, Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data , Salemba
medika, Jakarta.
Maulana, Heri J 2009, Promosi Kesehatan , EGC, Jakarta.

Megawati 2010, ‘Perbedaan Self Confidence Siswa SMP yang Aktif dan Tidak
Aktif Dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Di SMPN 1
Perbaungan’, Skripsi, Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Sumatera
Utara.

30
Nursalam 2011,Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan ,
Salemba Medika, Jakarta.

Priyatno, D 2012, Belajar praktis analisis parametrik dan non parametrik dengan
spss , Penerbit gava media, Yogyakarta.

Rivai, V, Mulyadi, D 2010, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi , Jakarta,


Raya Grafindo Persada.

Rubenstein, Wayne and Bradley, Jhon 2007, Lecture Note Kedokteran


Klinis,Erlangga, Jakarta.

Saubers, Nadin 2011, Semua yang Harus Anda Ketahui Tentang P3K, Mitra Setia,
Yogyakarta.
Sugiyono 2013, Statistk untuk penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Sukanta, Putu Oka 2008, Pijat Akupresur Untuk Kesehatan , Penebar Plus, Jakarta

Wawan, A & Dewi M 2011, Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta

31

Anda mungkin juga menyukai