Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0–11

bulan) dan anak balita (12–59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis terutama

dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk seusianya

(PERSAGI, 2018). Pendek pada anak dapat diidentifikasi dengan membandingkan

tinggi seorang anak dengan standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai

dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Anak dikatakan pendek (stunting) jika

tingginya berada dibawah -2 SD dari standar WHO (WHO, 2012).

Stunting merupakan salah satu ancaman permasalahan gizi di dunia,

berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) ada 165 juta anak dibawah

5 tahun dalam kondisi pendek dan 90% lebih berada di Afrika dan Asia (WHO,

2012). Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di negara

berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International Children’s

Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak balita mengalami stunting. Sekitar

40% anak balita di daerah pedesaan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Di

Indonesia balita stunting masih termasuk permasalahan gizi yang belum

terselesaikan. Prevalensi balita stunting di Indonesia masih fluktuatif sejak tahun

2007-2013. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2007 adalah 36,8%,

tahun 2010 sebesar 35,6%, dan pada tahun 2013 sebesar 37,2%3 (Nathania, 2017).
Data hasil laporan Riskesdas 2013 Provinsi Lampung berada di atas rerata

nasional yaitu 42,64% untuk balita sangat pendek dan pendek pada.

Tahun 2014 Kementerian Kesehatan merilis turunan dari Riskesdas 2013 yang

disebut Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). IPKM (2014)

menjabarkan dari data Riskesdas 2013 dilevel Kabupaten Kota untuk prevalensi

Balita Sangat Pendek dan Pendek dengan hasil Kabupaten Lampung Tengah 52,68%,

Pesawaran 50,81%, Metro 47,34%, Bandar Lampung, 44,59%, Mesuji 43,43%,

Timur 43,17%. Lampung Selatan 43,01%, Tulang Bawang 40,99%, Tulang Bawang

Barat 40,08%, Tanggamus 39,66%, Pringsewu 36,99%, Lampung Barat 34,60%,

Lampung Utara 32,44%, dan Way Kanan 29,80 % (IPKM,2014)

Menurut sudirman (2008) proses menjadi pendek atau stunting pada anak di

suatu wilayah atau daerah miskin dimulai sejak usia 6 bulan dan berlangsung terus

hingga usia 18 tahun. Kejadian stunting terjadi pada dua hingga tiga tahun awal

kehidupan. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa yang paling kritis

dalam proses pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Fitri (2012) yang

menunjukkan bahwa proporsi kejadian stunting pada balita lebih banyak ditemukan

pada kelompok umur 12-36 bulan dibandingkan kelompok umur 37-59 bulan

Resiko kejadian stunting dapat meningkat oleh beberapa hal, penelitian

torlesse (2016) menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat meningkatkan resiko pada

kejadian stunting pada balita laki laki 1,77 kali lebih besar dibandingkan dengan
balita perempuan dan kejadian stunting juga lebih sering terjadi pada balita usia 24-

59 bulan dibandingkan dengan balita usia 0-24 bulan.

Berdasarkan IPKM (2014) tercatat bahwa balita yang mengalami kejadian

stunting tertinggi berada di Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 52,68%. Secara

kewilayahan, Lampung Tengah memiliki 9 puskesmas rawat inap dan 29 puskesmas

non rawat inap, dari keseluruhan puskesmas terdapat 10 puskesmas yang menjadi

lokasi khusus dari kejadian stunting dan salah satu yang tertinggi berada di

puskesmas seputih Surabaya sebanyak 38,01% (Depkes, 2017). Hal inilah yang

mendasari dilakukannya penelitian terhadap kejadian stunting di Kabupaten

Lampung Tengah. Maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul:

Hubungan jenis kelamin dan usia dengan kejadian stunting di puskesmas

seputih surabaya Kabupaten Lampung Tengah tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan kejadian stunting di

puskesmas seputih Surabaya tahun 2018?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting

dipuskesmas seputih Surabaya tahun 2018?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien balita di puskesmas seputih Surabaya

tahun 2018

2. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting di

puskesmas seputih Surabaya tahun 2018

3. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian stunting di puskemas

seputih Surabaya tahun 2018

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran (S.ked).

2. Menambah ilmu pengetahuan peneliti terutama tentang hubungan jenis kelamin

dan usia dengan kejadian stunting di puskesmas seputih Surabaya Lampung

Tengah tahun 2018 .

1.4.2 Bagi Universitas Malahayati

Menjadi referensi bagi perpustakaan Universitas Malahayati yang dapat

digunakan sebagai pengembangan Ilmu Kedokteran.


1.4.3 Bagi Program Pelayanan Kesehatan

Sebagai informasi dan bukti medis mengenai hubungan jenis kelamin dan

usia dengan kejadian stunting di Puskesmas seputih surabaya Lampung Tengah tahun

2018.

1.4.4 Bagi Subjek Penelitian dan Masyarakat

Diharapkan agar masyarakat, khususnya diLampung Tengah mengetahui

bahaya stunting terhadap daya tahan tubuh pada balita dan menghindari terjadinya

stunting pada anak.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan

dengan stunting.

1.5 Ruang Lingkup

1.5.1 Judul Penelitian

Judul penelitian adalah hubungan jenis kelamin dan usia dengan kejadian

stunting di Puskesmas seputih surabaya Tengah tahun 2018.

1.5.2 Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian adalah balita stunting di Puskesmas seputih surabaya

Lampung Tengah tahun 2018.


1.5.3 Ruang Lingkup Objek

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas seputih surabaya Lampung Tengah

tahun 2018.

1.5.4 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober Tahun 2018 sampai Januari

Tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai