Stroke masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan, bukan hanya di
Indonesia namun di dunia. Penyakit stroke merupakan penyebab kematian kedua dan
penyebab disabilitas ketiga di dunia. Word Health Organization (WHO) menyatakan
stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan diseluruh dunia. Stroke terjadi
apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan
sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan
sehingga mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2019). Secara epidemiologi
data menunjukan bahwa terdapat 6,7 juta orang diantaranya meninggal akibat stroke dan
diperkirakan angka kematian stroke semakin meningkat sebesar 10% penduduk (WHO
2014) . WHO juga memperkirakan kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2020
mendatang terus meningkat menjadi 7,6 juta . Prevalensi stroke di Indonesia, diperkirakan
pada tahun 2017 3.049.200 orang (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi stroke menurut data World Stroke Organization menunjukkan
bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta
kematian terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87%
kematian dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan
rendah dan menengah. Selama 15 tahun terakhir, rata-rata stroke terjadi dan
menyebabkan kematian lebih banyak pada negara berpendapatan rendah dan
menengah dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi. Prevalensi
stroke bervariasi di berbagai belahan dunia. Prevalensi stroke di Amerika
Serikat adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di Cina prevalensi stroke
berkisar antara (1,8%) (pedesaan) dan (9,4%) (perkotaan). Di seluruh dunia,
Cina merupakan negara dengan tingkat kematian cukup tinggi akibat stroke
(19,9% dari seluruh kematian di Cina), bersama dengan Afrika dan Amerika
Utara (setiawan dan berkah, 2022).
Negara Indonesia sendiri berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2018 prevalensi penyakit
stroke meningkat dibandingkan tahun2013 yaitu dari (7%) menjadi (10,9%). Secara
nasional, prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar (10,9%) atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Berdasarkan kelompok umur kejadian penyakit stroke terjadi lebih banyak
pada kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan proporsi penderita stroke paling
sedikit adalah kelompok umur 15-24 tahun. Laki-laki dan perempuan memiliki
proporsi kejadian stroke yang hampir sama. Sebagian besar penduduk yang
terkena stroke memiliki pendidikan tamat SD (29,5%). Prevalensi penyakit
stroke yang tinggal di daerah perkotaan lebih besar yaitu (63,9%) dibandingkan
dengan yang tinggal di pedesaan sebesar (36,1%) (Kemenkes RI, 2018). Menurut data
Riskesdas (2018) bahwa Provinsi Bali menempati urutan ke 17 di Indonesia dengan
prevalensi penderita stroke sebesar 10%
Penderita stroke post serangan membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal. Terapi dibutuhkan segera
untuk mengurangi cedera cerebral lanjut, salah satu program rehabilitasi yang dapat
diberikan pada pasien stroke yaitu mobilisasi persendian dengan latihan range of motion
(ROM). Menurut Fajriyah (2014) latihan rentang gerak ROM dapat mencegah terjadinya
kontraktur, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi
kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien. Latihan rentang gerak
terbagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan ROM pasif. Range of motion adalah Range of
Motion (ROM) adalah jumlah pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi, di
salah satu dari tiga bidang, yaitu: sagital, frontal dan tranfersal. 2. Setiap gerakan ROM
diulangi sekitar 8 kali. 4. Latihan ROM dapat dilakukan pada bagian seluruh bagian tubuh
atau hanya bagian yang sakit saja. (nurlea Mufida, 2019)
Upaya latihan gerak atau ROM pada pasien pasca Stroke akan tercapai manakala
individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi, sehingga
individu akan mempunyai tahap yang lebih tinggi, sehingga individu akan mempunyai
kemampuan dalam memecahkan masalah (Tamher 2012). Mobilitas merupakan
kebutuhan dasar manusia yang di perluhkan oleh individu untuk melakukan aktivitas
sehari – hari yang berupa pergerakan sendi, sikap gaya berjalan, latihan maupun
kemampuan aktifitas (Delaune & Ladner, 2011). Kehilangan kapasitas dalam melakukan
gerakan akan menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan seseorang. Gangguan
dalam mobilisasi sering disebut dengan immobilisasi (Amidei, 2012). Kurang Dukungan
Keluarga dan informasi serta adanya perasaan kehilangan akan keluarga yang disayangi
dapat menimbulkan adanya kecemasan yang dialami (Johan Dedi Site, 2014). Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2012). Rendahnya
pengetahuan keluarga tentang mobilisasi dini bisa menjadi penghambat sehingga keluarga
tidak mau melakukan mobilisasi hal ini terjadi karena tidak tahu cara dan manfaatnya dan
takut kalau terjadi kesalahan. Ketidaktahuan keluarga selama ini telah diintervensi
perawat dengan memberikan pendidikan kesehatan. Namun demikian apapun yang
dilakukan perawat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga apabila tidak mendapat
respon positif juga tidak akan membuahkan hasil optimal (Agung Widodo, 2009).
Upaya untuk meminimalkan dampak lanjut dari stroke tersebut sangat diperlukan
dukungan dari keluarga, baik dalam merawat maupun dalam memberi dukungan baik
secara fisik maupun psikologis, sehingga pasien stroke dapat mengoptimalkan kembali
fungsi dan perannya. Tanpa pengetahuan dalam merawat pasien stroke maka keluarga
tidak akan mengerti dalam memberikan perawatan yang memadai dan dibutuhkan oleh
penderita stroke. Keluarga perlu mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
stroke serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien
juga akan sulit tercapai optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan perawatan apa yang
sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang mengalami stroke (Yastroki, 2011).
Menurut hasil penelitian sebelumnya Diyah Supadmi (2016) Menyatakan bahwa
pengetahuan keluarga tentang ROM di ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu dalam
kategori baik sebanyak 22 orang (48,9%). Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM
diruang flamboyant 2 RSUD Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%).
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam
pelaksanaan ROM di Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Sedangkan menurut Nurlea Mufida
(2019) menyimpulkan bahwa Dukungan Keluarga Dalam Pelaksanaan Range of Motion
(ROM) pada Klien Post Stroke mayoritas ada yaitu 17 responden (53,1%). Pengetahuan
Keluarga tentang Pelaksanaan Range of Motion (ROM) mayoritas kurang yaitu 16
responden (50,0%). Ada hubungan pengetahuan dengan dukungan keluarga dalam
pelaksanaan Range of Motion (ROM) pada Klien Post Stroke.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tersebut kedalam proposal penelitian ini tentang “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Keluarga Dengan Kepatuhan Rom Pada Pasien Stroke Pada Rumah Sakit Umum Negara
Bali”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan
masalah penelitiannya sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga dengan kepatuhan rom pada pasien stroke pada rumah sakit umum negara bali?
Riskesdas. 2018. Prevalensi Stroke (Permil) Berdasarkan Diagnosis pada Penduduk Umur ≥
15 Tahun menurut Provinsi, 2013-2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Amidei, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Levine, 2008, Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu
Notoatmojo,S.(2007). Penantar pendidikan dan ilmu kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hastono, Sutanto Priyo. Basic data analysis for health resrch. Depok FKM UI
Hidayat. 2006. Klien gangguan system kardiovaskuler. Jakarta EGC
Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu kesehtan masyarakat teori dan aplikasi Jakarta: Salemba
Medika.