Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN ROM PADA PASIEN STROKE PADA RUMAH SAKIT UMUM


NEGARA BALI

1.1 Latar Belakang Masalah

Stroke masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan, bukan hanya di
Indonesia namun di dunia. Penyakit stroke merupakan penyebab kematian kedua dan
penyebab disabilitas ketiga di dunia. Word Health Organization (WHO) menyatakan
stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan diseluruh dunia. Stroke terjadi
apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan
sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan
sehingga mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2019). Secara epidemiologi
data menunjukan bahwa terdapat 6,7 juta orang diantaranya meninggal akibat stroke dan
diperkirakan angka kematian stroke semakin meningkat sebesar 10% penduduk (WHO
2014) . WHO juga memperkirakan kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2020
mendatang terus meningkat menjadi 7,6 juta . Prevalensi stroke di Indonesia, diperkirakan
pada tahun 2017 3.049.200 orang (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi stroke menurut data World Stroke Organization menunjukkan
bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta
kematian terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87%
kematian dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan
rendah dan menengah. Selama 15 tahun terakhir, rata-rata stroke terjadi dan
menyebabkan kematian lebih banyak pada negara berpendapatan rendah dan
menengah dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi. Prevalensi
stroke bervariasi di berbagai belahan dunia. Prevalensi stroke di Amerika
Serikat adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di Cina prevalensi stroke
berkisar antara (1,8%) (pedesaan) dan (9,4%) (perkotaan). Di seluruh dunia,
Cina merupakan negara dengan tingkat kematian cukup tinggi akibat stroke
(19,9% dari seluruh kematian di Cina), bersama dengan Afrika dan Amerika
Utara (setiawan dan berkah, 2022).
Negara Indonesia sendiri berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2018 prevalensi penyakit
stroke meningkat dibandingkan tahun2013 yaitu dari (7%) menjadi (10,9%). Secara
nasional, prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar (10,9%) atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Berdasarkan kelompok umur kejadian penyakit stroke terjadi lebih banyak
pada kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan proporsi penderita stroke paling
sedikit adalah kelompok umur 15-24 tahun. Laki-laki dan perempuan memiliki
proporsi kejadian stroke yang hampir sama. Sebagian besar penduduk yang
terkena stroke memiliki pendidikan tamat SD (29,5%). Prevalensi penyakit
stroke yang tinggal di daerah perkotaan lebih besar yaitu (63,9%) dibandingkan
dengan yang tinggal di pedesaan sebesar (36,1%) (Kemenkes RI, 2018). Menurut data
Riskesdas (2018) bahwa Provinsi Bali menempati urutan ke 17 di Indonesia dengan
prevalensi penderita stroke sebesar 10%
Penderita stroke post serangan membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal. Terapi dibutuhkan segera
untuk mengurangi cedera cerebral lanjut, salah satu program rehabilitasi yang dapat
diberikan pada pasien stroke yaitu mobilisasi persendian dengan latihan range of motion
(ROM). Menurut Fajriyah (2014) latihan rentang gerak ROM dapat mencegah terjadinya
kontraktur, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi
kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien. Latihan rentang gerak
terbagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan ROM pasif. Range of motion adalah Range of
Motion (ROM) adalah jumlah pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi, di
salah satu dari tiga bidang, yaitu: sagital, frontal dan tranfersal. 2. Setiap gerakan ROM
diulangi sekitar 8 kali. 4. Latihan ROM dapat dilakukan pada bagian seluruh bagian tubuh
atau hanya bagian yang sakit saja. (nurlea Mufida, 2019)
Upaya latihan gerak atau ROM pada pasien pasca Stroke akan tercapai manakala
individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi, sehingga
individu akan mempunyai tahap yang lebih tinggi, sehingga individu akan mempunyai
kemampuan dalam memecahkan masalah (Tamher 2012). Mobilitas merupakan
kebutuhan dasar manusia yang di perluhkan oleh individu untuk melakukan aktivitas
sehari – hari yang berupa pergerakan sendi, sikap gaya berjalan, latihan maupun
kemampuan aktifitas (Delaune & Ladner, 2011). Kehilangan kapasitas dalam melakukan
gerakan akan menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan seseorang. Gangguan
dalam mobilisasi sering disebut dengan immobilisasi (Amidei, 2012). Kurang Dukungan
Keluarga dan informasi serta adanya perasaan kehilangan akan keluarga yang disayangi
dapat menimbulkan adanya kecemasan yang dialami (Johan Dedi Site, 2014). Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2012). Rendahnya
pengetahuan keluarga tentang mobilisasi dini bisa menjadi penghambat sehingga keluarga
tidak mau melakukan mobilisasi hal ini terjadi karena tidak tahu cara dan manfaatnya dan
takut kalau terjadi kesalahan. Ketidaktahuan keluarga selama ini telah diintervensi
perawat dengan memberikan pendidikan kesehatan. Namun demikian apapun yang
dilakukan perawat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga apabila tidak mendapat
respon positif juga tidak akan membuahkan hasil optimal (Agung Widodo, 2009).
Upaya untuk meminimalkan dampak lanjut dari stroke tersebut sangat diperlukan
dukungan dari keluarga, baik dalam merawat maupun dalam memberi dukungan baik
secara fisik maupun psikologis, sehingga pasien stroke dapat mengoptimalkan kembali
fungsi dan perannya. Tanpa pengetahuan dalam merawat pasien stroke maka keluarga
tidak akan mengerti dalam memberikan perawatan yang memadai dan dibutuhkan oleh
penderita stroke. Keluarga perlu mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
stroke serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien
juga akan sulit tercapai optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan perawatan apa yang
sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang mengalami stroke (Yastroki, 2011).
Menurut hasil penelitian sebelumnya Diyah Supadmi (2016) Menyatakan bahwa
pengetahuan keluarga tentang ROM di ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu dalam
kategori baik sebanyak 22 orang (48,9%). Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM
diruang flamboyant 2 RSUD Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%).
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam
pelaksanaan ROM di Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Sedangkan menurut Nurlea Mufida
(2019) menyimpulkan bahwa Dukungan Keluarga Dalam Pelaksanaan Range of Motion
(ROM) pada Klien Post Stroke mayoritas ada yaitu 17 responden (53,1%). Pengetahuan
Keluarga tentang Pelaksanaan Range of Motion (ROM) mayoritas kurang yaitu 16
responden (50,0%). Ada hubungan pengetahuan dengan dukungan keluarga dalam
pelaksanaan Range of Motion (ROM) pada Klien Post Stroke.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tersebut kedalam proposal penelitian ini tentang “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Keluarga Dengan Kepatuhan Rom Pada Pasien Stroke Pada Rumah Sakit Umum Negara
Bali”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan
masalah penelitiannya sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga dengan kepatuhan rom pada pasien stroke pada rumah sakit umum negara bali?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan rom pada pasien stroke pada rumah sakit umum negara bali

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan bagi penderita stroke yang mengalami
kelemahan anggota gerak dan sendi
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat
terutama keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita stroke berkaitan dengan
latihan pelaksanaan ROM pada pasien stroke
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi institusi pendidikan dalam
pembelajaran mata kuliah neurologi

1.5 Kajian Pustaka


1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang
tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip, dan prosedur (Meliono,
2007)
2. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tandatanda
penyakit polio.
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa bayi perlu mendapatkan imunisasi
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks,
atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus
pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks,
atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus
pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
e. Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah
ada.
f. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek.Penilaianpenilaian ini didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada. Misalnya,
dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi,
dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibuibu
tidak mau membawa anaknya untuk imunisasi, dan sebagainya.
3. Indicator pengetahuan
indikator Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), indikator pengetahuan dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :
1) Penyebab penyakit
2) Gejala atau tanda-tanda penyakit
3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
4) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :
1) Jenis-jenis makanan bergizi
2) Manfaat makanan bergizi bagi kesehatannya
3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4) Penyakit- penyakit atau bahaya bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba,
dan sebagainya
5) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebaagainya.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1) Manfaat air bersih
2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang
sehat dan sampah
3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan sebagainya.
d. Alat ukur pengetahuan Alat ukur pengetahuan dengan menggunakan kuesioner yang
telah valid, hasil diniterprestasikan dengan presentase. Menurut Nursalam, (2011)
pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diniterprestasikan dengan presentase:
1) Baik: hasil presentase 76%100%.
2) Cukup: hasil presentase 56%75%.
3) kurang: hasil presentase
4. Range Of Motion (ROM)
a. Pengertian ROM
ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
peregangan otot, dimana klien menggerakkan masingmasing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Range of motion adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
b. Tujuan ROM
Tujuan ROM adalah meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan
otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan
kekakuan pada sendi.
c. Manfaat ROM
Menentukan nilai kemampuan sendi, tulang dan otot dalam melakukan pergerakan,
memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot 10 untuk latihan, mencegah
terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah.
d. Indikasi ROM
1) Pasien semikoma atau tidak sadar
2) Pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri
3) Pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisa ekstremitas total
e. Kotraindikasi ROM
1) Trombus atau emboli pada pembuluh darah
2) Kelainan tulang dan sendi
3) Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung
f. Jenis jenis ROM
1) ROM Pasif
Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat di setiap gerakan.
Perawat melakukan gerakan persendianklien sesuai dengan rentang gerak yang
normal (klien pasif). Kekuatan otot 50% Indikasi latihan pasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi, pasien dengan
tirah baring total. Pada ROM pasif sendi yang digerakan yaitu seluruh persendian
tubuh atau hanya pada ekstremitasyang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.
2) ROM AKtif
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien
aktif). Kekuatan otot 75 %. Pada ROM aktif sendi yang digerakan adalah seluruh
tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.
g. Jenis Gerakan ROM
Jenis gerakan ROM yang dilakukan adalah :
1) Fleksi : adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus,contonya fleksi lengan
bawah dan fleksi jari.
2) Ekstensi : adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat, keadaan lurus ini
mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang dibanding dari
keadaan terlipat.
3) Hiperekstensi : adalah gerakan meregangkan persendian hingga diluar jangkauan
normal
4) Rotasi : adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai kearah luar;
5) Supinasi : adalah gerakan putar kearah luar dari lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tangan kembali menghadap ke depan
6) Pronasi : adalah gerakan putar kearah dalam dari lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tangan menghadap ke belakang;
7) Abduksi : adalah gerakan pada bidang frontal untuk “membuka sudut“ terhadap
garis tengah. Contohnya : gerakan merentangkan lengan, merentangkan tungkai dan
merentangkan jari – jari tangan;
8) Aduksi : adalah gerakan pada bidang frental untuk menutup sudut terhadap garis
tengah. Gerakan ini merupakan gerakan yang sebaliknya dari gerakan abduksi.
9) Flexi dan Extensi Pergelangan tangan Cara yang dilakukan adalah:
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan.
 Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
 Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
 Catat perubahan yang terjadi.
10) Flexi dan extensi Siku , Cara yang dilakukan adalah:
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan
mengarah ke tubuhnya.
 Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan
lainnya.
 Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
 Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
 Catat perubahan yang terjadi.
11) Pronasi dan Supinasi lengan bawah Cara yang dilakukan adalah:
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
 Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
 Kembalikan keposisi semula.
5. Stroke
a. Pengertian Stroke
Stroke atau cedera cerebro vaskular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2010).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2007).
b. Klasifikasi stroke
Stroke diklasifikasikan menjadi dua:
1) Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu
perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak
atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan) Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2) Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan
adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
c. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2010) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan katakata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
d. Pencegahan Stroke
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan
dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.
Menurut Yastroki (2014) di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit
stroke yaitu:
1) Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
 Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
 Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
 Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular atero
sklerotik lainnya.
2) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
 Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai
obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80320
mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan
kondisi koagulopati yang lain.
 Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
 Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
6. Konsep Keluarga
a. Definisi Keluarga
Keluarga didefinisikan oleh Freadman (2003) dalam bukunya Family Nursing, merupakan
suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah , mengabaikan atau memperbaiki
masalahmasalah kesehatan dalam kelompoknya itu sendiri. Keluarga mempunyai peran
utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga. Peranan dari anggota
keluarga akan mengalami perubahan bila salah satu dari anggota keluarga mengalami
sakit. Dalam pemeliharaan pasien sebagai individu, keluarga tetap berparan sebagai
pengambil keputusan.
b. Fungsi Keluarga Freadman (2003) menyebutkan bahwa salah satu fungsi keluarga adalah
fungsi keperawatan kesehatan. Adapun lima tugas kesehatan keluarga yang merupakan
upaya keluarga dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan meliputi :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.
2) Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat.
3) Melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan
1.6 Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008).
Hipotesa dalam penelitian ini adalah:
Ha: Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM
pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga bila .
H0: Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan
ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga bila
1.7 KERANGKA BERPIKIR
1.8 METODE PENELITIAN
Setiawan, dedi dan asep berkah. 2022. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi
Pasien Pasca Stroke Dalam Melakukan Latihan Fisioterapi di Rs. Sukmul Sisma Medika
Jakarta Utara Tahun 2022. Jurnal Pendidikan dan Konseling. Vol. 4 No. 3 (2022): Jurnal
Pendidikan dan Konseling

Riskesdas. 2018. Prevalensi Stroke (Permil) Berdasarkan Diagnosis pada Penduduk Umur ≥
15 Tahun menurut Provinsi, 2013-2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementrian Kesehatan RI, (2018). Data Dan Informasi Profil Kesehatan


Indonesia 2017. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2017.Website:
http://www.kemkes.go.id. Diakses 10 mei2023

Mufida, Nurlea. 2019. Pengaruh Pengetahuan Dengan Dukungan Keluarga Dalam


Pelaksanaan Range Of Motion (Rom) Pada Klien Post Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mutiara Barat Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie. Jurnal Biology Education Volume. 7
Nomor. 2 November 2019

Kementrian kesehatan RI (2019) Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak


Menular Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit.
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/apa-itu-stroke

Amidei, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Levine, 2008, Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu
Notoatmojo,S.(2007). Penantar pendidikan dan ilmu kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hastono, Sutanto Priyo. Basic data analysis for health resrch. Depok FKM UI
Hidayat. 2006. Klien gangguan system kardiovaskuler. Jakarta EGC
Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu kesehtan masyarakat teori dan aplikasi Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai