Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stroke merupakan penyakit akibat gangguan peredaran darah otak yang

dipengaruhi oleh banyak faktor resiko terdiri dari yang tidak dapat diubah berupa usia

dan jenis kelamin dan yang dapat diubah seperti hipertensi,peningkatan kadar gula

darah,dislipidemia, dan pekerjaaan. World healty organization (WHO) stroke

penyebab kematian urutan ketiga negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker . Stroke sering ditemukan memberika dampak yang mempengaruhi aktivitas

seseorang, kelumpuhan adalah cacat yang paling umum dialami olen penderita stroke.

Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia), jika

dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan anggota tubuh tersebut menjadi

tidak bertenaga atau dalam bahasa medis disebut dengan hemiperresis . kelumpuhan

dapat terjadi diberbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah dan

tenggorokan.

Pasien stroke non hemorogik sering mengalami masalah pada neuro

muskuluskeletal yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan mobilitas pasien .

kelumpuhan merupakan salah astu gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit stroke

(Hermad 2015). Masalah keperawatan yang sering ditemukan adalah gangguan

mobilitas yaitu keterbatasan dalam gerak fisik satu atau lebih ektremitas secara

mandiri (PPNI,2016).Sekitar 90% pasien yang mengalami serangan stroke tiba-tiba

akan mengalami kelemahan atau kelumpuhan anggota badan. Kelemahan atau

kelumpuhan ini masih dialami pasien sampai pasien keluar dari rumah sakit. Akibat
dari kelemahan atau kelumpuhan akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dalam

melakukan aktifitas sehari-hari. Intervensi utama yang dilakukan pada pasien stroke

yang mengalami gangguan mobilitas fisik yaitu dukungan ambulasi dan mobilisasi.

Dukungan ambulasi yaitu memfasilitasi pasien untuk berpindah, sedangkan dukungan

mobilisasi yaitu memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik

(PPNI, 2018).

Mobilitas fisik merupakan kemampuan individu untuk bergerak bebas secara

teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas untuk mempertahankan

kesehatan. Adapun faktor yang mempengaruhi mobilitas yaitu dimulai gaya hidup

apabila gaya hidup kurang sehat semisal dari makanan, kurang berolah raga dan

kurang gerak bebas bisa berpengaruh dalam mobilitas seseorang, usia dan status

perkembangan apabila usia seseorang semakin bertambah dan status perkembangan

seperti kekuatan otot menurun bisa mempengaruhi mobilitas berbeda dengan usia

yang masih muda yang mempunyai energi yang kuat dalam bergerak (Hidayat &

Uliyah, 2016

Berbagai metode telah dikembangkan untuk penanganan pada pasien stroke

seperti electrotherapy, hydrotherapy, exercise therapy, range of motion. Dalam rangka

meningkatkan proses pemulihan, telah dikembangkan metode rehabilitasi dan

pemilihan intervensi harus disesuaikan dengan kondisi pasien . Latihan ROM aktif

juga sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot, dimana latihan ini

dapat dilakukan 3-4 kali sehari oleh perawat atau keluarga pasien tanpa harus

disediakan tempat khusus atau tambahan biaya bagi pasien. Untuk mencegah

terjadinya cacat permanen pada pasien stroke maka perlu dilakukan latihan mobilisasi
dini berupa latihan ROM aktif yang dapat meningkatkan atau mempertahankan

fleksibilitas dan kekuatan otot.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh ROM

pada pasien iskemik ( non hemorogik ) terhadap peningkatan kekuatan otot di RSU

royal prima medan (2018). Penelitian filantif(2015) juga membuktikan bahwa latihan

2 kali sehari dalam 6 hari dengan waktu 10-15 menit akan berpengaruh terhadap

rentang gerak responden.

Range of Motion (ROM) aktif adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkkan massa

otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latihan ROM aktif dapat mencegah

berbagai komplikasi seperti saluran perkemihan, pneumonia aspirasi, nyeri karena

tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini penting

dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM aktif secara dini dapat

meningkatkan kekuatan otot karena menstimulasi motor unit yang terlibat maka akan

terjadi peningktan kekuatan otot (Potter & Perry,

Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam

proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya

kecacatan pada pasien dengan stroke non emorogik. Lewis (2007) mengemukakan

bahwa sebaiknya latihan pada pasien stroke non hemorigik dilakukan beberapa kali

dalam sehari untuk mencegah komplikasi. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai

maka kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil

(National Stroke Association, 2009). Oleh karena itu, untuk menilai latihan ROM
aktif dapat meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai

komplikasi Dapat disimpulkan bahwa pada pasien stroke non hemorogik sering

mengalami gangguan mobilitas fisik pada ekstremitas dimana ada keterbatasan

dalam melakukan gerak secara mandiri, sehingga diberikan penerapan ROM aktif

untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot untuk melatih kelenturan dan

kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-otot secara aktif.

Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penerapan Rom

Aktif Exercise Terhadap Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non

Hemorogik Di Puskesmas Citra Medika Kota Lubuk Linggau Tahun 2021

Setiap saat, 4,7 jutaorang di Amerika Serikat pernah mengalami stroke,

mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan stroke mengeluarkan

biaya melebihi $18 milyar setiap tahun( goldszmidt & caplan, 2017). Hospital based

study , stroke pada penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil diusia

dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumalah

54,2%dan diatas usia 65 tahun 33,5% ( Rasyid & soertidewi,2016). World health

organization (WHO) menunjukkan bahwa kematian sebesar 7,9%dari seluruh

jumlah kematian di indonesia disebabkan oleh stroke.

Di Indonesia setiap tahunnya angka kejadian stroke berkisar 800-1000

penderita. Tidak heran jika Indonesia sebagai penyumbang stroke terbesar di Negara

Asia (Susilawati, F., 2018). Di Indonesia, peringkat pertama penyebab kematian

tahun 1990 dan tahun 2017 adalah stroke dengan jumlah +122,8%. Bahkan menurut

(World Life Expectancy, 2018) Indonesia menduduki peringkat pertama dengan

penderita stroke terbanyak di Dunia.


Data dari Provinsi Sumatra Selatan (2018) bahwa jumlah yang menderita

stroke sesuai dengan jenis kelamin dan umur yaitu umur tertinggi pada umur 75

tahun dengan prevalansi 6,48% pada laki-laki 0,87% dan perempuan 1,13% yang

mengalami stroke. Riset kesehatan dasar( riskesdas) pada tahun 2018 menyatakan

bahwa prevalensi stroke(permil) berdasarkan diagnosis dokter provinsi dengan

penderita sroke tertinnggi ada pada Provinsi Kalimantan Timur ( 14,7) dan terendah

Provinsi Papua (4,1).Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun prevalensi 2016 yang

menderita stroke sebanyak 15,4% dari 2,8 juta penduduk yang mengalami

kelemahan ekstremitas akibat stroke sebanyak 4,31%.

Tabel 1. Jumlah Penderita Stroke Di PuskesmasCitra Medika Kota Lubuk Linggau


Tahun 2018 –Tahun 2020

No Tahun Jumlah Persentase (%)

Penderita

1 2018 24 21
Pada
2 2019 39 34
tabel 1 diatas
3 2020 51 45
jumlah

Penderita Stroke Di Puskesmas Citra Medika Kota Lubuklinggau Setiap tahunnya

meningkat pada tahun 2018 jumlah penderita sebanyak 24 orang, tahun 2019 jumlah

penderita 39 orang dan tahun 2020 jumlah penderita stroke sebanyak 51 orang

Anda mungkin juga menyukai