PENDAHULUAN
A. Latar belakang
dipengaruhi oleh banyak faktor resiko terdiri dari yang tidak dapat diubah berupa usia
dan jenis kelamin dan yang dapat diubah seperti hipertensi,peningkatan kadar gula
penyebab kematian urutan ketiga negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan
seseorang, kelumpuhan adalah cacat yang paling umum dialami olen penderita stroke.
Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia), jika
dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan anggota tubuh tersebut menjadi
tidak bertenaga atau dalam bahasa medis disebut dengan hemiperresis . kelumpuhan
dapat terjadi diberbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah dan
tenggorokan.
kelumpuhan merupakan salah astu gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit stroke
mobilitas yaitu keterbatasan dalam gerak fisik satu atau lebih ektremitas secara
kelumpuhan ini masih dialami pasien sampai pasien keluar dari rumah sakit. Akibat
dari kelemahan atau kelumpuhan akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dalam
melakukan aktifitas sehari-hari. Intervensi utama yang dilakukan pada pasien stroke
yang mengalami gangguan mobilitas fisik yaitu dukungan ambulasi dan mobilisasi.
(PPNI, 2018).
kesehatan. Adapun faktor yang mempengaruhi mobilitas yaitu dimulai gaya hidup
apabila gaya hidup kurang sehat semisal dari makanan, kurang berolah raga dan
kurang gerak bebas bisa berpengaruh dalam mobilitas seseorang, usia dan status
seperti kekuatan otot menurun bisa mempengaruhi mobilitas berbeda dengan usia
yang masih muda yang mempunyai energi yang kuat dalam bergerak (Hidayat &
Uliyah, 2016
pemilihan intervensi harus disesuaikan dengan kondisi pasien . Latihan ROM aktif
juga sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot, dimana latihan ini
dapat dilakukan 3-4 kali sehari oleh perawat atau keluarga pasien tanpa harus
disediakan tempat khusus atau tambahan biaya bagi pasien. Untuk mencegah
terjadinya cacat permanen pada pasien stroke maka perlu dilakukan latihan mobilisasi
dini berupa latihan ROM aktif yang dapat meningkatkan atau mempertahankan
pada pasien iskemik ( non hemorogik ) terhadap peningkatan kekuatan otot di RSU
royal prima medan (2018). Penelitian filantif(2015) juga membuktikan bahwa latihan
2 kali sehari dalam 6 hari dengan waktu 10-15 menit akan berpengaruh terhadap
otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latihan ROM aktif dapat mencegah
dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM aktif secara dini dapat
meningkatkan kekuatan otot karena menstimulasi motor unit yang terlibat maka akan
Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam
proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya
kecacatan pada pasien dengan stroke non emorogik. Lewis (2007) mengemukakan
bahwa sebaiknya latihan pada pasien stroke non hemorigik dilakukan beberapa kali
dalam sehari untuk mencegah komplikasi. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai
(National Stroke Association, 2009). Oleh karena itu, untuk menilai latihan ROM
aktif dapat meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai
komplikasi Dapat disimpulkan bahwa pada pasien stroke non hemorogik sering
dalam melakukan gerak secara mandiri, sehingga diberikan penerapan ROM aktif
untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot untuk melatih kelenturan dan
kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-otot secara aktif.
Aktif Exercise Terhadap Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
biaya melebihi $18 milyar setiap tahun( goldszmidt & caplan, 2017). Hospital based
study , stroke pada penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil diusia
dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumalah
54,2%dan diatas usia 65 tahun 33,5% ( Rasyid & soertidewi,2016). World health
penderita. Tidak heran jika Indonesia sebagai penyumbang stroke terbesar di Negara
tahun 1990 dan tahun 2017 adalah stroke dengan jumlah +122,8%. Bahkan menurut
stroke sesuai dengan jenis kelamin dan umur yaitu umur tertinggi pada umur 75
tahun dengan prevalansi 6,48% pada laki-laki 0,87% dan perempuan 1,13% yang
mengalami stroke. Riset kesehatan dasar( riskesdas) pada tahun 2018 menyatakan
penderita sroke tertinnggi ada pada Provinsi Kalimantan Timur ( 14,7) dan terendah
Provinsi Papua (4,1).Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun prevalensi 2016 yang
menderita stroke sebanyak 15,4% dari 2,8 juta penduduk yang mengalami
Penderita
1 2018 24 21
Pada
2 2019 39 34
tabel 1 diatas
3 2020 51 45
jumlah
meningkat pada tahun 2018 jumlah penderita sebanyak 24 orang, tahun 2019 jumlah
penderita 39 orang dan tahun 2020 jumlah penderita stroke sebanyak 51 orang