Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEGAWATDARARUTAN OBSTETRI

Dosen Pembimbing :

Apriyani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh :
Mahasiswa Reguler B Kelompok 5
Dewinda 211211024P
Della Rusmini 211211025P
Febrina Sari Putri 211211026P
Nur Amanah Eka Putri 211211027P
Feno Suci Wulandari 211211028P

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan tugas
dengan tepat waktu dengan judul “Asuhan Kegawatdaruratan Obstetrik” guna
pemenuhan tugas mata kuliah Kepewaratan Gawat Darurat II.

Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan tugas ini.


Penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan penulisan baik disengaja
maupun tidak dan penguasaan materi yang mungkin belum sampai kesempurnaan.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan tugas ini dan sebagai pemahaman.

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Resusitasi Neonatal.........................................................................................
B. Perdarahan postpartum..................................................................................8
C. Preeklampsia...............................................................................................13
E. Trauma Pada Ibu Hamil..................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................24
Kasus :................................................................................................................24
A. Primary Survey...........................................................................................24
B. Pengkajian Keperawatan.............................................................................24
C. Analisa Data................................................................................................32
D. Diagnosa Keperawatan...............................................................................33
E. Rencana Keperawatan.................................................................................34
F. Implementasi Keperawatan.........................................................................36
G. Evaluasi Keperawatan.................................................................................39
BAB IV PENUTUP...............................................................................................24
Kesimpulan............................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara berkembang dengan masalah


kesehatan yang masih menjadi perhatian khusus yaitu AKI (Angka Kematian
Ibu) yang masih tinggi (Ristanti, 2017). Menurut WHO (World Health
Organisation), sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan.
Sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi
di negaranegara berkembang (World Health Organization, 2018). AKI
merupakan jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan
nifas yang disebabkan kehamilan, persalinan, nifas ataupun pengelolaannya
bukan karena sebab lain seperti kecelakaan di setiap 100.000 kelahiran hidup
(Bateman, 2018).
Kebidanan atau obstetri adalah bagian khusus yang mempelajari segala
sesuatu yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian
mencangkup kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir (Prawirohardjo,
2010). Kegawatdaruratan obstetri adalah suatu keadaan yang datangnya tiba-
tiba, tidak diharapkan, mengancam jiwa, sehingga perlu penanganan yang
cepat dan tepat untuk mencegah morbiditas maupun mortalitas.
Kegawatdaruratan obstetri diantaranya disebabkan oleh pendarahan,
eklampsia, infeksi, persalianan lama akibat distosia dan keguguran.
Di Indonesia permasalahan gawat darurat obstetri terjadi karena
mengalami empat hal keterlambatan yaitu terlambat mengenali bahaya dan
risiko, terlambat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, terlambat
mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu, dan terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas rujukan.
Oleh karena itu pelayanan obstetri memerlukan kontiunitas pelayanan serta

1
akses terhadap pelayanan obstetri emergensi ketika timbul komplikasi.
Sehingga setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
peningkatan terhadap pelayanan obstetri emergensi, serta sistem rujukan yang
efektif.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Perdarahan Post Partum?
2. Apa yang dimaksud dengan Pre Eklampsia-Eklampsia?
3. Apa yang dimaksud dengan Trauma Pada Ibu Hamil?
4. Apa yang dimaksud dengan Resusitasi Neonatal?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada Obstetri?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan proses kegawatdaruratan, mahasiswa mampu
melakukan upaya pemecahan masalah yang ada pada kasus Obstetri
dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan yang
disusun secara sistematis dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan pengertian Perdarahan Post Partum
b. Mampu menjelaskan pengertian Pre Eklampsia-Eklampsia
c. Mampu menjelaskan pengertian Trauma Pada Ibu Hamil
d. Mampu menjelaskan pengertian Resusitasi Neonatal
e. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada Obstetri

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan makalah ini adalah
menambah pengetahuan pembaca dan mengetahui tindakan yang tepat
mengenai Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Obstetri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Resusitasi Neonatal
1. Definisi
Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung dan
pernafasan buatan.(Kamus Kedokteran, Edisi 2000). Resusitasi ( respirasi
artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).

2. Persiapan Resusitasi

Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan


tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat
menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya
pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru
lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
1. Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya
serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu
kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
2. Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat
resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat
resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja,
dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan
3
untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di
dekat sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak
tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan
lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak
bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi.
3. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan
juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
a. 2 helai kain/handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c. Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu
g. Sarung tangan
4. Persiapan Penolong
a. Mengenakan alat pelindung diri pada persalinan.
b. Mencuci kedua tangan dengan air mengalir dan sabun.
c. Mengenakan kedua sarung tangan menjelang kelahiran.

3. Tanda dan gejala

1. Tanda-tanda resusitasi perlu dilakukan


a. Pernafasan
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat.  Lihat gerakan dada
naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit.
Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu
tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada

4
bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita
melangkah ke penilaian selanjutnya.
b. Denyut jantung-frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut
jantung bayi  tidak teratur.  Frekuensi denyut jantung harus > 100
per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan
menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba
arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi
denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik
(hasilnya dikalikan 10 =frekuensi denyut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian:
1) Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan,
dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
2) Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas
spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi
Tekanan Positif)
c. Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi
pucat  atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi
jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada
sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis
purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena
peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang
bersalin yang dingin.

2. Kondisi Yang Memerlukan Resusitasi


a. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau
akibat lidah yang jatuh ke posterior.
b. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan
kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik,
diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.

5
c. Kerusakan neurologis.
d. Bayi kurang bulan.
e. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau
susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang
dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
f. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau
perdarahan 
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama
kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas
hidup individu selanjutnya.

4. Langkah-langkah Resusitasi BBL

1. Resusitasi BBL Langkah Awal


a. Jaga bayi tetap hangat

1) Letakkan bayi di atas kainn ke-1 yang ada di atas perut ibu atau
sekitar 45 cm dari perineum.
2) Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat.
3) Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2
yang telah digelar di tempat resusitasi.
4) Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah
pemancar panas.
b. Atur posisi bayi
1) Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas ibu atau sekitar
45 cm dari perineum.
2) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit
ekstensi dengan mengganjal bahu.
c. Isap lendir
1) Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut.
2) Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung.

6
3) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada
waktu dimasukkan.
4) Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5
cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung
bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk
hidung jangan melewati cuping hidung.
Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Tekan bola di luar mulut dan hidung.
2) Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada
bola (lendir akan terisap).
3) Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung
dan lepaskan.
d. Keringkan dan rangsang bayi
1) Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat
merangsang BBL mulai menangis.
2) Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang
BBL mulai bernapas: Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau
Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak
tangan.
3) Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering
dibawahnya.
4) Seimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka
dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
e. Atur kembali posisi kepala bayi
f. Langkah penilaian bayi
1) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas
atau megap-megap.
2) Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi.
3) Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan
ventilasi bayi.
7
B. Perdarahan postpartum
1. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
2. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
a. Atonia Uteri Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan
postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2006). Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu
cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat
anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah
rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada
solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et
al., 2013). Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP,
hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan
vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian
sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada
persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi,
2013).
b. Laserasi jalan lahir Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada
persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin
manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan

8
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan
serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum
ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2010). Laserasi
diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita
dan Marisah, 2011):
- Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
- Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot
perineum.
- Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
- Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum,
otot perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
c. Retensio plasenta Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini
disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta
merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum
(20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena
retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk
diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011). Terdapat jenis retensio
plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
- Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
- Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
- Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.

9
- Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus serosa dinding uterus.
- Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
d. Koagulopati Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena
kelainan pada pembekuan darah. Penyebab tersering PPP adalah
atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta.
Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan PPP.
Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan
penghancuran fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan
pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat.
Kelainan pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia,
trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP),
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan
Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010).
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi
kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia
dan sepsis intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban,
transfusi darah inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik dan
gangguan koagulasi yang sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang
potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi
sebelumnya sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya PPP
dapat dilakukan sebelumnya (Anderson, 2008).
3. Tanda dan gejala
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10%
dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru
tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa
perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir.
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu

10
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
4. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi
yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu;
misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Urinalisis
c. Kultur uterus dan vagina
d. Profil koagulasi
e. Sonografi
6. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penanganan pasien dengan Perdarahan postpartum memiliki dua
komponen utama yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri
yang mungkin disertai syok hipovolemik dan identifikasi serta
pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan
perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan
dan sistematis ditangani (Edhi, 2013). Penggunaan uterotonika (oksitosin
saja sebagai pilihan pertama) memainkan peran sentral dalam
penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera
setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan.
Penggunaan asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang
11
sulit diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan
yang terusmenerus dan sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri
uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30
menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU)
IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika
perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan
intervensi konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus
dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).

C. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada umur kehamilan diatas
20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu,
tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Saat ini
edema pada wanita hamil dianggap hal yang biasa dan tidak spesifik
dalam diagnosis preeklampsia.
2. Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia namun hingga kini belum ada yang memuaskan sehingga
Zweifel menyebut preeklampsia sebagai “the disease of theories”.
Adapun teori-teori yang ada saat ini adalah:
a. Teori vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan
plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri
uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri
radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis. Pada kehamilan proliferasi tropoblas akan
menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel
12
trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan
mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunica media dan
jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri
dengan materi fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trisemester I
dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada
deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14-16 minggu
terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel trofoblas
tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga kedalam
miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu
penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta
perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari invasi
trofoblas ini akan menimbulkan distensi lapisan otot arteri spiralis
akibat degenerasi, dan juga vasodilatasi arteri spiralis, pembuluh
darah menjadi berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong
sehingga akan terjadi dilatasi secara pasif sehingga dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan. yang kemudian akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling
arteri spiralis7 . Pada preeklampsia terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidakmengalami distensi dan vasodilatasi yang akibatnya
aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Kegagalan tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu:
1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel
trofoblas. 2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap
pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua
tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif
13
yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Akibatnya terjadi
gangguan alirah darah di daerah intervili yang menyebabkan
penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat menimbulkan
iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterine (IUGR), asfiksia neonatorum hingga
kematian bayi.
b. Teori Iskemik Plasenta dan Radikal Bebas. Seperti yang sudah
dijelaskan di teori vaskularisasi plasenta bahwakelainan yang terjadi
pada preeklampsia terjadi pada plasenta di mana terdapat invasi
trofoblas yang tidak adekuat pada arteri spiralis yangakhirnya
menyebabkan kegagalan remodelling arteri spiralis. Kegagalan
tersebut akan membuat hipoperfusi plasenta dengan akibat iskemia
plasenta. Hal ini merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu
radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. lunak sehingga
memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta.
Sedangkan pada gambar (B) : preeklampsia, perubahan arteri spiralis
ini tidak terjadi dengan sempurna sehingga dinding otot tetap kaku
dan sempit dan akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke
sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia6 .
c. Teori disfungsi endotel Disfungsi endotel adalah keadaan dimana
terjadi kerusakan membran sel endotel yang mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Pada keadaan ini didapatkan adanya ketidakseimbangan
antara faktor vasodilatasi dan vasokontriksi. Endotel menghasilkan
zat-zat penting yang bersifat relaksasi pembuluh darah, seperti nitric
oxide (NO) dan prostasiklin (PGE2). Prostasiklin merupakan suatu
prostaglandin yang dihasilkan di sel sel epitel yang berasal dari asam
arakidonat dimana dalam pembuatannya di katalisir oleh enzim
14
siklooksigenasi. Prostasiklin akan meningkatan cAMP intraselular
pada sel otot polos dan trombosit yang memiliki efek vasodilator dan
anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit,
berasal dari asam arakidonat dengan bantuan siklooginase.
Trombosan memiliki efek vasokontriktor dan agregasi trombosit.
Prostasiklin dan trombosan A2 memiliki efek yang berlawanan
dalam mekanisme yang mengatur trombosit dan dinding pembuluh
darah. Pada kehamilan normal terdapat kenaikan prostasiklin oleh
jaringan ibu, plasenta dan janin. Pada preeklampsia terjadinya
kerusakan endotel akan menyebabkan terjadinya penurunan produksi
prostasiklin karena endotel merupakan tempat terbentuknya
prostasiklin dan sebagai kompensasinya tromboksan A2 akan
ditingkatkan. Selain itu, kerusakan endotel juga menyebabkan
terjadinya peningkatan endotelin sebagai vasokontriktor dan
penurunan nitric oxide (NO) sebagai vasodilator dan memegang
fungsi penting dalam regulasi fungsi ginjal dan tekanan arterial
pembuluh darah. Ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan
tahanan perifer yang pada akhirnya akan memicu preeklampsia.
3. Tanda dan gejala
a. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan
relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak
dalam keadaan his.
b. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan
kreatinin plasma.
c. Gangguan visus dan serebral.
d. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
e. Edema paru dan sianosis.
4. Patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan
oleh vasospasme dan iskemia.
15
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan
kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim. Perubahan organ-organ yaitu:
a. Perubahan kardiovaskuler Gangguan fungsi kardiovaskuler yang
parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai
gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
b. Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai
preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah
air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak
dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.
Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada
16
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum
biasanya dalam batas normal.
c. Mata Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau
eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan
adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang
ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma, diplopia dan
ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri
maupun didalam retina.
d. Otak Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi
tidak berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung
penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah
merah keluar ke ruang ekstravaskular. Pada keadaan selanjutnya
dapat ditemukan pendarahan. Selain itu ditemukan juga edema-
edema dan anemia pada korteks serebri.
e. Paru Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat
dan eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian. Edema
paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses
persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat
banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan
penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
f. Hati Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan
integritas hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan
peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar
peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali
tahan panas yang berasal dari plasenta. Nekrosis hemoragik periporta
di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya peningkatan
17
enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar
dan membentuk hematom subkapsular .
g. Ginjal Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi
ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama
pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi
glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma
sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat
beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar
hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal
akibat vasospasme yang hebat6 . Kelainan pada ginjal biasanya
dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan
air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat
spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan
ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di
tubulus . Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati,
terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar
protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin,
globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
h. Darah Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi
intravaskular (DIC) dan destruksi pada eritrosit6 . Trombositopenia
merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang
dari 150.000/μl ditemukan pada 15 – 20 % pasien. Level fibrinogen
meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil
dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang
18
rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption). Pada
10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP
syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. ditemukan level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya
berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya
(placental abruption).
i. Plasenta dan Uterus Menurunnya aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang lama
pertumbuhan janin akan tergangggu, pada hipertensi yang lebih
pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan
oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia, sehingga mudah
terjadi partus prematurus.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji diagnostik dasar
b. Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan
edema, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.
c. Uji Laboratorium
d. Uji untuk meramalkan hipertensi
6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksaaan preeklampsi/ eklampsi meliputi :
a. Mencegah / mengatasi kejang
b. Menurunkan tekanan darah
c. Hati hati penggunaan cairan
d. Melahirkan bayi pada saat yang optimal buat ibu maupun bayi.
Wanita dengan preeklamsia dan kehamilan prematur dapat diamati
secara rawat jalan, dengan penilaian sering ibu dan janin
kesejahteraan.

19
Wanita yang patuh, yang tidak memiliki akses siap untuk perawatan
medis, atau yang memiliki preeklamsia progresif atau berat harus dirawat
di rumah sakit . Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam
penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi
tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal
meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan
reabsorpsi cairan bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat
menurunkan tekanan darah.
Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam
nyawa maternal . Selama persalinan, tujuan manajemen adalah untuk
mencegah kejang dan mengontrol hipertensi. Magnesium sulfat adalah
obat pilihan untuk pencegahan kejang eklampsia pada wanita dengan
preeklamsia berat dan untuk pengobatan wanita dengan eklampsia
seizures. Dosis obat yang digunakan adalah 4-gr loading dosis
magnesium sulfat diikuti dengan infus kontinu pada tingkat 1 gr per jam.
Magnesium sulfat telah terbukti lebih unggul dibanding dengan fenitoin
(Dilantin) dan diazepam (Valium) untuk pengobatan kejang eklampsia8 .
Terapi obat antihipertensi dianjurkan untuk wanita hamil dengan tekanan
darah sistolik dari 160 ke 180 mm Hg atau lebih dan tekanan darah
diastolik dari 105 ke 110 mm Hg atau lebih.
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan sistolik 140 ke 155
mm Hg dan tekanan diastolik 90 untuk 105 mm Hg. Untuk menghindari
hipotensi, tekanan darah harus diturunkan secara bertingkat1 .
Hydralazine (Apresoline) dan labetalol (Normodyne, Trandate) adalah
obat antihipertensi yang paling umum digunakan pada wanita dengan pre
eklampsia. Nifedipin (Procardia) dan natrium nitroprusside (Nitropress)
adalah potensial alternatif. Terapi labetalol tidak boleh digunakan pada
wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif. Penggunaan ACE-
Inhibitor di kontra indikasikan pada wanita hamil. Wanita dengan
20
preeklamsia harus diberi konseling tentang kehamilan berikutnya. Pada
wanita nulipara dengan preeklamsia sebelum 30 minggu kehamilan,
tingkat kekambuhan untuk gangguan ini setinggi 40 persen pada
kehamilan seterusnya.

D. Trauma Pada Ibu Hamil


1. Definisi
Trauma adalah tekanan yang ditimbulkan baik oleh benda tajam maupun
benda tumpul yang dapat mencederai janin maupun ibu itu sendiri.
Trauma adalah penyebab utama kematian meternal dalam usia reproduksi
dan mengambil bagian 20% dari kematian meternal nonobstetrik.
Penyebab kematian yang paling sering bagi janin dalam trauma besar
adalah kematian ibunya, jadi usaha menstabilkan keadaan ibu harus
menjadi lebih didahulukan daripada keadaan janinnya.
2. Etiologi
a. KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga ), Saat terjadi
pertengkaran atau perselisihan dalam rumah tangga, serinh kali ibu
hamil menjadi korban pukulan atau kekerasan yang mempunyai
dampak pada kandungannya. Contoh yang sering terjadi adalah
pukulan langsung ke perut, maupun tidak sengaja terjatuh.
b. Kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan ini sering memberi
dampak trauma pada kandungan ibu hamil secara tidak sengaja dan
hal ini bisa mengakibatkan dampak yang ringan maupun berat.
Dampak ringan dapat berupa memar, laserasi dan kontusio.
Sedangkan dampak yang lebih berat berupa patah tulang panggul
dan patah tulang rusuk.
c. Jatuh
d. Luka tembak

1. Klasifikasi
1. Trauma minor
21
Merupakan trauma yang ringan yang terjadi pada kehamilan. Biasanya
disebabkan karena jatuh, pukulan langsung ke perut dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan memar, laserasi dan
konstusio. Dengan fatofisiologinya: trauma ini termasuk pada trauma
minor ( ringan ) tetapi dapat berpengaruh pada janin. Misalkan pada
saat terjatuh atau terpeleset, lalu si ibu mengalami syok atau
setidaknya kaget. Perasaan inilah yang dapat berdampak pula pada
janin. Karena kondisi syok dapat mempengaruhi sirkulasi makanan
dan oksigen ke janin yang selanjutnya akan mempengaruhi tumbuh
kembang janin.
2. Trauma mayor
Trauma sedang sampai dengan berat. Lebih sering menyebabkan kritis
pada kehamilan. Dampaknya dapat berupa patah pada tulang rusuk,
patah tulang panggul. Bahkan tidak jarang ibu hamil datang ke UGD
sudah dalam kondisi yang kritis. Dengan fatofisiologinya : Yaitu
berupa cedera yang ditimbulkan, seperti perdarahan, pecahnya
ketuban, atau terjadinya kontraksi sebelum waktunya. Umum trauma
langsung membutuhkan penanganan yang lebih cepat karena dapat
membahayakan janin dan ibunya.

2. Pemeriksaan penunjang
a. USG
b. DPL ( Diagnostic Peritoneal Lavage )
c. Computed Tomography ( CT )
d. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
e. Ultrasonogram dan monitoring detak jantung janin
f. Kheihauer - betke test dan Tes Laboratoriumi

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :

Ny. “N” hamil 25 tahun dilarikan ke RS Guna Bangsa tanggal 07-04-2019 klien
mengalami kecelakaan lalu lintas ketika hendak kepasar pkl 09.00 WIB
menggunakan sepeda motor. Klien jatuh keaspal dalam keadaan duduk dan
terhempas dari sepeda motornya sejauh 1 meter. Klien ditemukan saksi dalam
keadaan tidak sadarkan diri dengan posisi terlentang, terlihat darah segardari
daerah jalan lahir, dari keterangan keluarga usia kehamilannya 20 minggu. Dari
pengkajian di RS didapatkan : TD 90/70 mmHg, nadi 110 x/menit, suhu 36,10C,
RR 29 x/menit, nafas cepat dan dangkal, akral dingin (Gcs 7) dan terdapat suara
tambahan (ronchi), CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, ditemukan laserasi pada
ulna sinistra, contusion pada daerah inguinalis, krepitasi pelvis (+), perdarahan
pervaginam (+), hasil pemeriksaan ketuban intact.

A. Primary Survey
1. Airway : Terdapat sumbatan jalan napas berupa darah dan lendir
2. Breathing
a. Look : Adanya pengembangan dinding dada. Frekuensi 32x/ menit
Listen : Terdengar suara nafas stidor
b. Feel : Terasa hembusan nafas, terlihat otot bentu pernafasan
3. Circulation : Akral dingin, kulit pucat terdapat pendarahan di telingga,
hidung, mulut, CRT > 3 detik.
4. Disability : GCS 7 (E2, M3, V2) dan kesadaran sopor

B. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata:
Nama : Ny. N

23
Umur : 25 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Condong Catur
2. Data penanggung jawab:
Nama : Tn. W
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Alamat : Condong Catur
3. Alasan datang/dirawat
Klien mengalami kecelakaan lalu lintas ketika hendak kepasar pkl 09.00
WIB menggunakan sepeda motor dan diboncengi suami dalam posisi
duduk miring tidak berpegangan dengan suaminya, Klien jatuh keaspal
dalam keadaan duduk dan terhempas dari sepeda motornya sejauh 1
meter.
4. Keluhan Utama
Klien ditemukan saksi dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan posisi
terlentang, terlihat darah segar ke arah kaki dan keterangan keluarga usia
kehamilannya 29 minggu
5. Riwayat menstruasi
Menarche : 12 tahun Siklus : 30 hari
Lama : 5 hari Teratur : terarur
Sifat darah : Cair Keluhan : tidak ada
6. Riwayat perkawinan
Status perkawinan : Menikah
Usia menikah pertama kali : 22 tahun
Menikah ke :1
Lama : 3 tahun

24
7. Riwayat obstetrik : G2P1A0
Hami Persalinan Nifas
l ke Tanggal Umur Jenis Penolo Kompl JK BB laktasi kompli
kehamila persalina ng ik asi Lahir kasi
n n
1 20-3- Aterm Spontan Bidan Tidak L 2600 Asi Tidak
10 ada Gr eks ada

8. Riwayat kontrasepsi yang digunakan


Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
9. Riwayat kehamilan ssekarang
a. ANC pertama umur kehamilan : 6 minggu
b. Kunjunan ANC
1) Trimester I
Frekuensi : 2x
Keluhan : Mual, flek-flek
Komplikasi : Tidak ada
Terapi : asam folat
2) Trimester II
Frekuensi : -
Komplikasi : -
Terapi :-
3) Trimester III
Frekuensi : -
Komplikasi : -
Terapi :-
c. Imunisas TT : 1 Kali
TT I : tanggal 25 januari
d. Pergerakan janin selama 24 jam (dalam sehari)
Ny. N mengatakan belum merasakan gerakan janin.
10. Riwayat kesehatan
Penyakit yang pernah/sedang diderita (menular, menurun dan menahun):

25
Ny. N mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular (PMS,
TBC, Hepatitis), menurun (DM, Asma, Hipertensi), menahun (Jantung,
ginjal)
Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga (menular, menurun dan
menahun): Keluarga mengatakan tidak pernah menderita penyakit
menular (PMS, TBC, Hepatitis), menurun (DM, Asma, Hipertensi),
menahun (Jantung, ginjal).
11. Riwayat keturunan kembar
Keluarga mengatakan tidak punya riwayat keturunan kembar.
12. Riwayat operasi
Ny. N mengatakan tidak ada riwayat operasi
13. Riwayat alergi obat
Ny. N Mengatakan tidak ada alergi obat
14. Pola pemenuhan kebutuhan
Sebelum hamil Saat Hamil
a. Nutrisi
Makan
Frekuensi : 3x sehari 3x sehari
Jenis : Nasi,sayur,lauk Nasi,sayur,lauk
Porsi : 1 piring 1 piring
Pantangan : Tidak ada Tidak ada
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Minum
Frekuensi : 6-7x sehari 7-8x sehari
Jenis : Air Putih,teh Air putih, the,susu
Porsi : 1 gelas 1 gelas
Pantangan : Tidak ada Tidak ada
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Eliminasi

26
BAB
Frekuensi : 1x sehari 1x sehari
Warna : Kuning Kuning
Konsistensi : Lembek Lembek
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
BAK
Frekuensi : 3-4x sehari 4-5x sehari
Warna : Kuning jernih Kuning jernih
Konsistensi : Cair Cair
Keluhan : Tidak ada Tidak ada

Lama : 2jam/hari 2 jam/hari


Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Lama : 8jam/hari 8jam/hari
Keluhan : Tidak ada Tidak ada

c. Personal Hygien

Mandi : 2x/hari 2x/hari

Gantipakaian : 2x/hari 2x/hari


Gosok gigi : 3x/hari 3x/hari

Keramas : 3x/minggu 3x/minggu

d. Pola seksualitas

Frekuensi : 3x/minggu 1x/minggu


Keluhan : Tidak ada Tidak ada

e. Pola aktivitas ( Terkait kegiatan fisik, olahraga )

Ny. N mengatakan di rumah melakukan kegiatan sehari- hari yaitu


memasak, menyapu, dan menjaga anak. Ny. N mengatakan jarang
melakukan kegiatan olahraga.

27
15. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan : Ny. N mengatakan tidak ada
kebiasaan yang mengganggu kesehatan
16. Data psikosoial, spiritual dan ekonomi :
a. Ny. N mengatakan sangat senang dengan kehamilan ini.
b. Ny. N mengatakan suami dan keluarga sangat mendukung kehamilan
ini.
c. Ny. N mengatakan hubungan dengan suami,keluarga dan tetangga
baik – baik saja.
d. Ny. N mengatakan akan melakukan perawataan bayi dengan baik
e. Ny. N mengatakan selalu taan dalam melaksanakaan sholat 5 waktu
f. Ny. N mengatakan selalu aktif dalam mengikuti kegiatan social.
g. Ny. N mengatakan keadaan ekonomi keluarga sangat baik.
17. Penegetahuan Ibu (tentang kehamilan, persalinan, nifas)
Ny. Mengatakan sudah mengetahui tentang kehamilan, persalinan dan
nifas.

18. Lingkungan yang berpengaruh (sekitar rumah dan hewan peliharaan)


Ny. N mengatakan sekitar rumah tidak ada pengaruh buruk dan tidak
memelihara hewan dirumah.
3. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran Status : Sopor
emisional : Stabil
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70mmHg Nadi: 83x/menit

Pernapasan : 20x/menit Suhu: 36,50c


BB : 52kg TB: 155 cm

2. Pemeriksaan fisik
Kepala :Bentuk mesochepal, tidak ada benjolan abnormal,tidak ada

28
nyeri tekan
Wajah :Bentuk oval, tidak ada bekas luka operasi,tidak pucat,tidak ada
cloasma gravidarum.
Mata :Simetris, tidak ada secret,sclera putih, konjungtiva merah muda
Hidung :Simetris, Tidak ada polip. Tidak ada secret, tidak ada gerak
cuping hidung saat bernafas
Mulut :Simetris. Tidak ada stomatitis, tidak ada karies gigi, tidak ada
perdarahan gusi, lidah bersih
Telinga :Simetris, tidak ada serumen, Pendengaran baik.
Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, parotis, limfe dan vena
jugularis
Dada :Tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada wheezing,pernafasan
teratur.
Payudara :Simetris, putting susu menonjol, areola mammae
hiperpigmentasi, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan.
Abdomen :Pembesaran sesuai umur kehamilan, tidak ada bekas luka,
tidak ada bekas operasi, tidak ada linea nigra, tidak ada linea alba, tidak
ada striae gravidarum.
Palpasi:
Leopold I : fundus tegang
Leopold II : belum teraba
Leopold III : belum teraba
Leopold IV : belum teraba
Osborn test : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Mc. Donald
TFU : - cm TBJ : - gram
Auskultasi:
DJJ : - x/mnt
Ekstremitas atas : Simetris, gerakan aktif, jumlah jari lengkap
masing-masing 5, tidak ada odema, tidak ada sianosis, kuku bersih warna
merah muda.

29
Ekstremitas bawah : Simetris, gerakan aktif, jumlah jari lengkap masing-
masing 5, tidak ada odema, tidak ada varices, reflek patella ada, kuku
bersih warna merah muda.
Genetalia luar : Terjadi pengeluaran flek-flek, tidak ada odema,
tidak ada bekas luka operasi, tidak ada pembesaran kelenjar bartholini.
Pemeriksaan panggul : Tidak dilakukan
Periksa Dalam
Tanggal : 07-03-2012
Pukul :10.10WIB
Indikasi : keluarnya flek-flek
Hasil : tidak ada pembukaan serviks
3. Pemeriksaan penunjang
Tanggal :07-03-2012
Pukul :10.10 WIB
USG : Hasilnya janin masih ada di dalam uterus
4. Data penunjang
Dilakukan pemeriksaan PP test dengan hasl positif
C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

30
1. DS : Perdarahan Resiko syok
- penolong mengakatan (hipovolemi
korban mengalami k)
perdarahan hebat
- Penolong mengatakan
keluar darah segar dan
menggumpal pada
daerah jalan lahir
DO :
- Konjungtiva anemis
- Pasien tampak pucat
- Pasien lemah

2. DS : Perdarahan Kekurangan
- Penolong mengatakan volume cairan
korbann banyak
mengngeluarkan darah
DO :
- TD 90/70 mmHg
nadi 110 x/meni suhu
36,10C
DS : Nyeri Abdomen Gangguan rasa
 Pasien mengatakan nyaman
nyeri pada Perut
bagian bawah dan
pada Pinggang.

DO :
 Pasien tampak tidak
sadarkan diri setelah

31
kecelakaan
 TD 90/70 mmHg
 nadi 110 x/menit
 suhu 36,10C
 RR 29 x/menit

D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ansietas dan nyeri abdomen

32
E. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Resiko syok  Syok prevetion  Syok prevention
(hipovolemi
 Syok management 1. Monitor status
k)
sirkulasi, warna kulit,
berhubungan Kriteria hasil :
suhu tubuh, denyut
dengan 1. Nadi dibatas yang jantung dan ritme, nadi
perdarahan diharapkan perifer dan kapiler refill
2. Irama jantung dalam 2. Monitor suhu dan
batas yang diharapkan pernafasan
3. Irama 3. Monitor tanda awal syok
pernapasan yang 4. Monitor tanda dan
diharapkan gejala asites
 Hidrasi 5. Berikan cairan iv dan
1. Indicator : oral yang tepat
6. Ajarkan keluarga dan
 Mata cekung
pasien tentang tanda
tidak
dan gejala datangnya
ditemukan
syok.
 Demam tidak
7. Syok management
ditemukan
 TD normal 8. Monitor fungsi
neurologis
2. Hematokrit DBN
2 Kekurangan  Fluid balace  Fluid management
volume
 Hydration 1. Pertahankan cacatan
cairan
intake dan output
berhubungan  Nutritional status
yang akurat
dengan Kriteria hasil : 2. Monitor tekanan
perdarahan
1. Mempertahankan darah pasien
urine output sesuai 3. Monitor vital sign

33
dengan usia, BB, BJ,  Hyovolemia management
urine normal, HT
1. Berikan cairan IV dan
normal.
monitor adanya tanda
2. Tekanan darah, nadi,
dan gejala kelebihan
suhu tubuh dalam volume cairan

34
F. Implementasi Keperawatan
No. Tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi
1 07 -12- Resiko syok - Syok prevention
2019 (hipovolemik)
 Memonitor status sirkulasi,
berhubungan dengan
warna kulit, suhu tubuh,
perdarahan
denyut jantung dan ritme,
nadi perifer dan kapiler refill
 Memonitor suhu dan
pernafasan
 Memonitor tanda awal syok
 Memonitor tanda dan
gejala asites
 Memberikan cairan iv dan
oral yang tepat
 Mengajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok.
- Syok management

 Memonitor fungsi

2 Gangguan rasa nyaman 1. Mengunakan pendekatan yang


berhubungan dengan menenangkan
ansietas dan nyeri 2. Menemani pasien untuk
abdomen memberikan keamanan dan
mengurangi takut

35
3. Membantu pasien mengenali
situasi yang menimbulkan
kecemasan
4. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
5. Memberikan obat untuk
mengurangi kecemasan
6. neurologis

7. Memonitor fungsi renal


8. Memonitor tekanan nadi
9. Memonitor status cairan, input
dan ouput
3. Kekurangan volume  Fluid management
cairan berhubungan
1. Mempertahankan
dengan perdarahan
cacatan intake dan output
yang akurat
2. Memonitor tekanan darah
pasien
3. Memonitor vital sign
 Hyovolemia management

1. Memberika n cairan IV dan


monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
2. Memonitor tingkat HB dan
HT
3. Mendorong pasien untuk
menambah intake oral.

36
4. Mengkolab orasi dengan
dokter

37
G. Evaluasi Keperawatan
No. Tanggal Diagnosa keperawatan Evaluasi
1 07-4- Resiko syok (Hipovolemik) S : kelurarga mengatakan pasien
2019 berhubungan dengan masihnampak panik
perdarahan O:
- perdarahan sudah mulai
berhenti
- Pasien tampak lebih tenang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

2 S : Keluarga mengatakan darah


Kekurangan volume cairan
pada bagian pervaginam mulai
berhubungan dengan
berhenti
perdarahan
O : tidak ada lagi tanda-tanda
kekurangan cairan
A : Masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

3 Gangguan rasa nyaman S : Pasien mengatakan nyeri pada


berhubungan dengan Perut bagian bawah dan pada
ansietas dan nyeri pinggang sudah mulai berkurang.
abdomen O : nyeri mulai berkurang dengan
skala nyeri 6
A : masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

38
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Bobak,dkk. 2005. Buku Ajar ( Keperawatan Maternitas – Edisi 4 ). EGC :


Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 ( Obstetri Fisiologi – Obstetri
Patologi, Edisi 2 ). EGC : Jakarta.
Rayburn, William & Carey, Christopher. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya
Medika : Jakarta.
Saifuddin Abdul Bari, Dkk. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.

Sarwono Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri neonatal


Esensial Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal.
2002. YBSP : Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi
Indonesia (Perinasia): Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP: Jakarta.
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan,  EGC :
Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai