Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Disusun oleh:
Laras Oktaviani
1102015118

Pembimbing:
dr. Hendriks S.P Sirait., Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 13 MEI 2019 – 23 JUNI 2019

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn.W
Jenis kelamin : Laki Laki
Usia : 26 tahun
Alamat : Kp Gabus Dukuh Tambun Utara
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status : belum
Pendidikan Terakhir : SD
Tanggal datang ke poli : 17 Mei 2019
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik auto dan alloanamnesis dengan ibu pasien
pada tanggal 21 Mei 2019 di rumah pasien saat home visit

A. Anamnesis
Keluhan utama : Gelisah dada terasa panas
Keluhan tambahan : Sulit tidur, senyum sendiri,melihat bayangan
seorang perempuan yang tidak dikenal,bicara ngelantur,tidak
nyambung saat diajak bicara dan mudah emosi

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien laki laki 26 tahun datang diantar ibunya ke Poli Psikiatri
RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 17 mei 2019 dengan keluhan
dada terasa panas dan gelisah sejak 2 minggu yang lalu sebelum datang
ke rumah sakit. Hal ini menyebabkan pasien tidak bisa tidur dan
menjadi mudah emosi. Keadaan ini diawali oleh pasien yang tiba tiba
pingsan di kantor saat bekerja di PT sebagai packer. Setelah bangun

1
dari pingsan pasien merasa ada yang memasuki dirinya
mengendalikannya namun pasien tidak dapat melawan dan pasien pun
melihat seorang bayangan perempuan yang tidak dikenal pasien
menyangkal mengdengar bisikan. Malam sebelum pingsan pasien baru
saja putus dengan kekasihnya karena orangtua pasien tidak setuju
dengan hubungan pasien dan sejak 1 bulan yang lalu sedang ada
pekerjaan yang berat sehingga pasien merasa tertekan dan terpukul
dengan kondisinya saat ini tetapi pasien tidak berfikir untuk
mengakhiri hidup.
Menurut pengakuan ibu pasien Buang (46 Tahun), Setelah
kejadian pingsan tersebut pasien terlihat sering tertawa sendiri lalu
pasien sering bicara ngelantur, tidak nyambung saat diajak bicara,
emosi yang tak terkendali tanpa sebab sampai membanting barang
barang emosinya yang sangat mudah berubah serta mengeluh dada
panas sehingga membuat pasien cemas dan gelisah. Pasien pun harus
diikuti jika pergi keluar rumah karen pasien sering nyasar jika
sendirian. Pasien dibawa oleh ibunya ke orang pintar untuk berobat dan
diruqyah,setelah beberapa bulan tidak merasa ada perbaikan ibu pasien
pun membawa ke dokter dan diberi obat haloperidol selanjutnya karna
apotik pengambilan obat terlalu jauh pasien pindah berobat ke RSUD
Kabupaten Bekasi. Beberapa bulan pengobatan di RSUD Kabupaten
Bekasi dimana keluhan seperti melihat bayangan perempuan
sebelumnya sempat membaik,emosi mulai stabil dan bicara mulai
nyambung diakui oleh ibu pasien.
Namun karena merasa sudah sembuh dan kurangnya biaya untuk
berobat pasien tidak melanjutnya pengobatnya dan pasien merasa
gelisah dada terasa panas dan tidak bisa tidur kembali setelah 2 minggu
putus obat. Menurut ibu pasien biaya untuk Tn.W berobat akan
diberikan pada kakanya yaitu Tn.B karena Tn.B pun memiki gejala
yang sama yaitu sering tertawa sendiri dan bicara ngelantur hal
tersebut bermula sejak Tn.B ditinggalkan oleh istri dan anaknya.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

2
1. Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien pernah dibawa oleh ibunya ke orang pintar untuk diobati


dan diruqyah karena pasien sering bicara ngelantur, emosi yang
tak terkendali serta sering tertawa sendiri karen tidak ada
perubahan selanjutnya dibawa ke dokter apotik rizal bekasi.

2. Riwayat penyakit medis umum


 Kelainan bawaan : Tidak Ada
 Infeksi : TB paru (+) sejak 2018 namun pengobatan
belum selesai
 Tramua : Tidak ada
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif

Berdasarkan pengakuan pasien merokok, mengonsumsi alkohol


pada tahun 2017 namun saat ini pasien sudah berhenti meminum
alkohol.Tetapi pasien tidak menggunakan zat adiktif lainnya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan dengan


persalinan spontan. Kondisi ibu pasien saat melahirkan baik.
Pasien lahir dengan kondisi baik secara fisik dan mental.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)

Pasien melewati proses pertumbuhan dan perkembangan yang


sesuai anak sebayanya. Pasien pernah sakit tipus namun tidak
pernah kejang dan sakit berat lainnya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)


Tumbuh kembang baik sesuai dengan usianya. Tidak ada
masalah yang berarti dengan dalam proses perkembangan tetapi
pasien sering bolos sekolah karena merasa minder seragam yang

3
digunakan sudah tidak bagus dan diberi uang jajan sedikit karena
ayah pasien tidak pernah menafkahi ibunya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun )

Pasien merupakan pribadi yang pendiam. Lebih suka berada


dirumah dan tidak banyak bermain bersama teman temannya.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan

Saat pasien bersekolah SD, pasien tidak pernah tinggal


kelas, pasien bersekolah SD selama 6 tahun. Pasien kemudian
melanjutkan ke SMP, tidak pernah tinggal kelas, bersekolah
SMP selama 2 tahun. Pasien tidak melanjutkan pendidikannya
saat dikelas 2 SMP dikarenakan kekurangan biaya.
b. Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai pegawai PT pada tahun 2017


sampai 2018 . Sekarang pasien bekerja sebagai petani.
c. Riwayat Kehidupan Beragama

Pasien beragama Islam dan selalu menjalankan solat 5


waktu.
d. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak


hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan yang
terkait dengan hukum.
e. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak kedua dari 5 bersaudara. Ibu


pasien petani dan ayah pasien pun petani, namun pasien
memiliki ayah yang berbeda dengan 3 adiknya dan kaka pasien
pun mengalami gangguan jiwa.

4
6. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien mengatakan bahwa dirinya sulit berinteraksi dengan


orang lain, tidak suka keramaian, pendiam,jika ada masalah
tidak ingin cerita pada siapapun dan mudah emosi.
7. Impian, Fantasi dan Cita-cita Pasien

Pasien mempunyai impian untuk membahagiakan orangtuanya


dan pasien memiki cita cita sebagai polisi.
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan

Seorang laki laki berumur 26 tahun, berpenampilan


menggunakan kaos dan sarung, berkulit coklat, rambut
berwarna hitam, tampak terurus. Pasien tampak tenang kadang

5
tersenyum. Pasien kooperatif dan menjawab dengan baik selama
wawancara.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Pada saat wawancara pasien duduk bersebrangan dengan


pemeriksa, terlihat tenang, perhatian tidak mudah teralihkan
oleh sesuatu, tidak agresif, menjawab pertanyaan dengan
volume suara sedang dan jelas saat diwawancara.
3. Sikap terhadap pemeriksa

Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif,


sopan, ada kontak mata, menjawab pertanyaan dengan baik dan
perhatian tidak mudah teralihkan.
B. Pembicaraan
Cara Berbicara
1. Volume : Sedang
2. Irama : Teratur
3. Kelancaran : Artikulasi jelas
4. Kecepatan : Sedang

Gangguan Berbicara : Tidak terdapat gangguan berbicara

C. Suasana Perasaan
1. Mood : Eeutimia
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Dapat diraba rasakan oleh pemeriksa

D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
 Auditorik : Disangkal
 Visual :Pasien melihat bayangan seorang perempuan
yang tidak dikenal.
 Gustatatorik : Disangkal

6
 Olfaktorik : Disangkal
 Taktil : Disangkal
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir

 Produktivitas : Cukup baik


 Kontinuitas : Pembicaraan Lancar
 Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
 Preokupasi : Tidak Didapatkan
 Waham : Ada
 Obsesi kompulsi : Tidak didapatkan
 Fobia : Ada
 Ide bunuh diri : Tidak Didapatkan
 Miskin ide : Ada

F. Kesadaran dan Kognisi


1. Taraf kesadaran
 Kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
3. Daya Ingat
 Jangka panjang : Tidak terganggu (pasien mampu
mengingat saat kecil dan saat ini)
 Jangka sedang : Tidak Terganggu (pasien mampu
mengingat aktivitasnya sebelum diwawancara)

7
 Jangka pendek : Tidak Terganggu (pasien ingat saat
pasien dibawa ke rumah sakit)
 Segera : Tidak terganggu (pasien mampu
mengingat nama pewawancara)
4. Konsentrasi dan Perhatian

Pasien cukup berkonsentrasi, ketika ditanyakan mengenai


kemampuan berhitung beberapa jawaban tepat. Pasien dapat
memusatkan perhatian saat diwawancara.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis

Pasien dapat membaca dan menulis.


6. Kemampuan Visuospasial
Pasien dapat berjalan dengan baik tanpa menabrak benda-benda
yang ada disekelilingnya.
7. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan persamaan jeruk dan bola.
8. Kemampuan Informasi dan Inteletegensi
Kesan cukup sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya

G. Pengendalian Impuls

Baik (pasien tidak menujukkan agresivitas motorik maupun verbal).

H. Daya Nilai dan Tilikan


1. Daya Nilai Sosial : Tidak terganggu
2. Uji Daya Nilai : Tidak terganggu
3. Penilaian Realita : Terganggu (Terdapat Halusinasi dan
Waham).
4. Tilikan : Tilikan 4
I. Taraf dapat Dipercaya

Pemeriksa memperoleh kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat


dipercaya. Pasien menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan konsisten

8
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/68 mmHg
Nadi : 81x /menit
Suhu : 36 ’C
Frekuensi Nafas : 20x /menit
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Sistem Kardiovaskular
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler; gallop -/- ;
murmur -/-
Sistem Respiratori
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Asuskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Cembung, lesi –
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia dan Anus : Tidak diperiksa

9
B. Pemeriksaan Neurologis

 Gejala Peningkatan TIK : tidak ditemukan


 Mata & Pemeriksaan oftalmoskopik : tidak dilakukan
 Motorik

 Tonus : normal
 Koordinasi : tidak terdapat gangguan koordinasi
 Turgor : baik
 Reflex  Fisiologis : (+) /(+)
 Patologis : (-)/(-)
 Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
 Sensibilitas : baik
 Fungsi-fungsi luhur: normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien datang ke Poli Psikiatri RSUD Kabupaten Bekasi diantar oleh
ibunya berobat. Pasien datang dengan keluhan gelisah dada terasa
panas,sulit tidur, senyum sendiri,melihat bayangan seorang perempuan
yang tidak dikenal,bicara ngelantur,tidak nyambung saat diajak bicara
dan mudah emosi hal tersebut memberat sejak 2 minggu yang lalu
sebelum ke rumah sakit. (Skizofrenia Hebefredik).
 Melihat bayangan seorang perempuan yang tidak dikenal (Halusinasi
Visual).
 Merasa ada yang mengendalikan (Delusion Of Control)

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK


1. Laki Laki berusia 26 tahun, belum menikah
2. Penampilan bersih dan seadanya serta perawatan diri yang cukup baik
3. Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren.
Mood labil, afek pasien tampak datar.

10
4. Terdapat gangguan Halusinasi Visual dan waham (delusion of
control)
5. Keluhan pertama kali muncul saat 2 tahun yang lalu dengan bicara
ngelantur, emosi yang tak terkendali serta tertawa sendiri.
6. Impuls baik, tidak ada masalah saat bekerja dan di rumah, serta tidak
menunjukkan sikap agresif selama wawancara.

VII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Aksis I : F20.1 Skizofrenia Hebefredik


Diagnosis ini berdasarkan dari anamnesis dan status mentalis bentuk
pikir non realistis sehingga pasien tergolong psikotik. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit pada pasien ini. Pada pasien juga
tidak didapatkan adanya kejang ataupun trauma kepala yang berat
sehingga sehingga diagnosis gangguan mental organik dapat
disingkirkan.
Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan zat-zat
adiktif dan psikoaktif sebelumnya sehingga diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19) juga dapat
disingkirkan.
Pada status mentalis didapatkan gangguan persepsi yaitu
halusinasi visual, gangguan proses pikir berupa waham dikendalikan
sehingga pasien masuk golongan psikotik. Dengan
mempertimbangkan onset pasien lebih dari 1 bulan, penurunan realita
yang terganggu dan gejala tersebut menimbulkan perubahan perilaku
pribadi secara keseluruhan maka pasien memenuhi kriteria
skizofrenia.
 Aksis II : F60.3 Gangguan Kepribadian emosial tidak stabil
Pada pemeriksaan tidak didapatkan adanya suatu gangguan
perkembangan mental yang terhenti dan tidak lengkap, pasien
memiliki intelegensia yang baik sehingga Retradasi mental (F.70-79)
dapat disingkirkan.

11
Pasien masih mudah marah tanpa sebab. Pasien sendiri
mengakui emosinya yang kadang meluap-luap. Keluarga mengatakan
bahwa emosi pasien sangat mudah berubah.
 Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis
 Aksis IV : Ditemukan adanya masalah pekerjaan dan lingkungan
sosialnya.
 Aksis V : GAF 60-51 gejala sedang (moderate),disabilitas sedang

VIII. DIAGNOSIS BANDING


F20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoiad
F20.8 Gangguan Skizofrenia lainnya
IX. DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik
Tidak Bermasalah

b. Psikologis
Mood : Eutimia
Afek : Tumpul
Gangguan persepsi : Halusinasi Visual
Isi pikir : Waham (+)
Tilikan : Derajat 4

c. Lingkungan dan Sosioekonomi


Pasien tidak memiliki uang lebih untuk berobat.

X. TERAPI
A. Farmakoterapi :
1. Terapi oral
 Triffoperazine tab 5 mg , 2x1 tab
 Tri hexyphenidyl tab 2 mg 2 x 1 tab

12
 Clozapine tab 25mg 1x1/2 tab
B. Psikoterapi
 Psikoterapi Persuasif : minum obat teratur dan kontrol
kedokter.
 Psikoterapi Sugestif : meyakinkan pasien dengan tegas
bahwa yang dilihat tidak benar.
 Psikoterapi Bimbingan : memberi nasehat kepada pasien
bahwa beribadah itu penting karena dapat menenangkan
pikiran dan mengisi waktu dengan kegiatan yang disukai
oleh pasin

XI. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Ad bonam
Karena pasien tidak memiliki kelainan fisik.
 Quo ad Functionam : Ad bonam
Karena pasien sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.
 Quo ad Sanactionam : Ad bonam
Karena pada pasien ini telah menyadari sepenuhnya bahwa dia harus
terus melanjutkan pengobatan agar dirinya sembuh dan tidak
mengalami gejala-gejala seperti dulu.

13
HOME VISIT

14
IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN
Keluarga inti pasien terdiri dari ibu dan ayah memiliki 6 orang anaknya. Ibu
pasien bekerja sebagai petani. Ayah pasien pun bekerja sebagaii petani.

SOSIAL EKONOMI
Rumah yang ditinggali pasien adalah rumah milik sendiri. Rumah tersebut
tidak terlalu luas. Rumah beratapkan genteng dan berlanta. Perabotan yang ada
dirumah hanya seadanya. Rumah terlihat kurang rapi. Pasien tidur bersama adiknya.
Sumber pendapatan keluargaanya berasal dari ayah dan ibunya yang bekerja
sebagai petani. Pasien tinggal di sekitar lingkungan yang nyaman.

SIKAP KELUARGA KEPADA ANGGOTA KELUARGANYA YANG


DIPERSEPSIKAN MENDERITA GANGGUAN JIWA
Keluarga inti yaitu Ibu dan Ayah pasien mendukung pasien dan optimis bahwa
pasien bisa sembuh.
Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi keluarga dengan pasien yang
menderita gangguan jiwa :
1. Keterbatasan biaya untuk berobat
2. Pasien bosan minum obat setiap hari

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

A. Pengertian

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti


“terpisah” atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia
terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.
Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh
gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat
ditemukan uji kognitif yang buruk.1
Dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas,
ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham/delusi dan gangguan
persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi
secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka
menyendiri yang mengalami stress. Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized
type atau “kacau balau” yang ditandai dengan inkoherensi, afek inappropriate,
perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh
seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap
berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial.2,3,4
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa
perilaku dan hampa perasaan, senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang
– ulang, mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya
penurunan perawatan diri pada individu.

16
B. Etiologi

Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,5
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan
gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai
dari faktor neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai
berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah
(konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat
keluarga.5 Penelitian tentang adanya pengaruh genetika atau
keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya
skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang
menderita skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga
tersebut dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin
tinggi risikonya).5
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi
perkembangan otak memperbesar kerentanan menderita
skizofrenia.6 Pada penelitian anak kembar, terjadi peningkatan
resiko seseorang menderita skizofrenia akan lebih tinggi pada
kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali
lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).6
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk
mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui
gen resesif.7 Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah,
tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu
apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.

2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural

17
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis
merupakan tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga
disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi
primer di daerah lainnya. Gangguan pada sistem limbik akan
mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan
pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan,
ekspresi wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat
ditemukan gangguan organik berupa pelebaran ventrikel tiga
dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,5
2.4.1.3 Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter
juga diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia.
Hipotesis yang paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien
skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan
neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas
dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis dopamin).1
Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau
hipersensitivitas reseptor dopamin.
2.4.2 Faktor Psikososial
2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan
penting dalam menimbulkan kekambuhan dan
mempertahankan remisi.5 Pasien skizofrenia sering tidak
“dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan
aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering
samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis.5 Penderita
skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi
(expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar

18
dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang
lebih besar untuk kambuh.5
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-
ekonomi dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu
sebelum onset gejala akut.5
C. Epidemiologi

Menurut WHO jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa
maka harus mendapat perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Satu
dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia
diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa penduduk yang mengalami gangguan
jiwa. Salah satu gangguan jiwa Psikosa Fungsional yang terbanyak adalah
Skizofrenia. Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka 10
prevalensi Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0%
tergantung di daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Insidensi atau kasus
baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Data dari Riskesdas 2013
menyatakan prevalensi pasien gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per
mil. Prevalensi terbanyak adalah Propinsi DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh
(2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah
(2,3 per mil).Di Indonesia sendiri, kasus klien dengan Skizofrenia 25 tahun yang
lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan diperkirakan dalam 25 tahun mendatang
akan mencapai 3/1000 penduduk.8 Data dari Schizophrenia Information &
Treatment Introductiondi Amerika penyakit Skizofrenia menimpa kurang lebih
1% dari jumlah penduduk. Lebih dari 2 juta orang Amerika menderita
skizofrenia pada waktu tertentu.

Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami


hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung
memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan
penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik
dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.5

19
D. Patofisiologi

Teori yang muncul berkenaan dengan patofisiologi skizofrenia adalah


skizofrenia muncul akibat aktivitas dopamin yang yang tinggi di dalam otak.
Teori ini muncul melalui dua observasi. Pertama, efektivitas dan potensi dari
berbagai obat antipsikotik (dopamine receptor antagonists) berhubungan
dengan aktivitas antagonisnya terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2). Kedua,
obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik seperti kokain dan amfetamin,
bersifat psikotomimetik. Bagian otak yang terlibat dalam aktivitas ini adalah
jalur mesokortikal dan mesolimbik. Peningkatan aktivitas dopamin pada jalur
mesolimbi meningkatkan risiko timbulnya gejala positif dari skizofrenia.
Penurunan aktivitas dopamin pada jalur mesokortikal akan meningkatkan risiko
timbulnya gejala negatif dari skizofrenia.
Hasil di atas juga didukung oleh temuan-temuan pada penelitian
selanjutnya. Penderita dengan skizofrenia memiliki beberapa kelainan pada
otak, yaitu pembesaran ventrikel yang menyebabkan penurunan volume otak
dan substansia grisea korteks. Daerah seperti lobus frontal, amigdala, dan lobus
temporalis medialis, cingulate gyrus, dan superior temporal gyrus mengalami
penurunan volume. Kondisi ini akhirnya menyebabkan kelainan aktivitas pada
daerah tersebut yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala dalam skizofrenia.
Melalui pemeriksaan positron emission tomography (PET), juga dapat diketahui
penurunan aliran darah pada daerah frontal, talamus, dan serebelum pada
kliendengan skizofrenia. Penurunan aktivitas pada daerah prefrontal
dihubungkan dengan penurunan aktivitas dopamin pada daerah tersebut.
E. Manifestasi klinis

Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga bagian
besar, yaitu :
1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala
positif yang dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of
control, delusion of influence, delusion of passivity, dan delusion of

20
perception. Halusinasi dapat muncul pada berbagai indera, seperti taktil,
olfaktorik, gustatorik, atau visual, namun auditori adalah halusinasi yang
paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam
hal bicara dan tingkah laku. Dalam bicara, disorganisasi yang timbul
dapat berupa asosiasi longgar sampai bentuk paling parah berupa word
salad. Dalam tingkah laku, disorganisasi muncul sebagai
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan
makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa perilaku
seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri
sendiri, kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis klinis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis klinis
Gangguan Jiwa di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang
dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun
kualitasnya berbeda.
- Thought insertion : isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh
sesuatu dari luar dirinya.
- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar.
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak
berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.

21
- Halusinasi auditorik
- Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah
agama atau politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang
menetap.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, pklienisi tubuh tertentu
(pklienturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emklienional yang tumpul
atau tidak wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi.
 Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi pada hilangnya minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri
secara sklienial.
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik


yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sklienial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi
perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini

22
tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya.

Pada fase aktif gejala pklienitif / psikotik menjadi jelas seperti


tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya
sama dengan fase prodromal tetapi gejala psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sklienial).

Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala


yang khas, antara lain :

1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.

2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-
tololan.

3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa


puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.

4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai
suatu kesatuan.

5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi


sebagai satu kesatuan.

23
6. Gangguan berpikir.

7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-


gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan.

Gejala-gejala pencetus respon biologis :

 Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama


sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.

 Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,


kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sklienial,
kurangnya dukungan sklienial, tekanan kerja, stigmatisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.

 Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan


kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan
gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.

Psikofisiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan
berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan
koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari
ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa

24
takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia
rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( withdrawal ).
a. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara
yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti,
sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang
lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian
atau sedih.
e. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam
apabila diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat
timbul perilaku suicide.2
F. Kriteria Diagnosis

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:


 Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan;
 Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases)

25
 Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak,
serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations).
 Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud
(empty of purpose).
 Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia
disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.2,6,7
G. Diagnosis Banding

Pasien dengan penyalahgunaan zat dapat datang dengan gejala yang mirip dengan
skizofrenia, sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat ditegakkan bila penderita
sedang aktif menyalahgunakan zat. Penderita dengan depresi berat atau gangguan
bipolar juga dapat datang dengan gangguan psikotik, namun diagnosis dari gangguan
mood selalu diutamakan daripada diagnosis skizofrenia. Delirium juga memiliki
gejala seperti skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Perbedaan mendasar dari
kedua hal tersebut adalah onset penyakit. Delirium memiliki onset yang lebih cepat
daripada skizofrenia. Selain itu, apabila disertai penyakit penyerta, diagosis delirium
lebih diutamakan daripada skizofrenia.

H. Penatalaksanaan

 Terapi Somatik (Medikamentosa)


Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia
disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia Terdapat
2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik
konvensional dan newer atypical antipsycotics.2
a. Antipsikotik Konvensional

26
---Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine (trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine (chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.9
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional.
Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka
waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut
juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan.
b. Newer Atypcal Antipsycotic9
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan
juga bekerja pada neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan
efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara
lain
 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)

27
 Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk


menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.2,9
c. Clozaril
---- Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan
antipsikotik atipikal yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah
sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman
tidak berhasil.9
 Cara Penggunaan
 Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama
pada efek samping sekunder.
 Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekuivalen.
 Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon
klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang
memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari
golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya
jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan
ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang
 Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

28
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar)
sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.2,9

 Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


----Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang
ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia
lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat
untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat
gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba
memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)

 Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu,
sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti
minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek
samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
--Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain,
dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long
acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi
lebih simpel dalam penerapannya.
--Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang
tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atypical
antipsychotic atau diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.

29
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.9

 Pengobatan Selama fase Penyembuhan


----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan
walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5
pasien yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang
menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih
lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan
penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.9

 Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


---- Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka
waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur
efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering
bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional yaitu
gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi
lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus
bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada
tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya sulfas atropin) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.10
---- Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol,
protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya
efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif

30
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang
menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang
efek sampingnya lebih sedikit.10
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita
Skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada
penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.2
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang
sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.
 Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
---- Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien

31
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif
dalam menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan
ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

32
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.2,3
I. Prognosis

Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe


lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% kliendapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya
dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognklienis skizofrenia
- Keluarga. Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama
dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang
mengalami skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang
mengalami gangguan skizofrenia mudah tersinggung.
- Inteligensi. Pada umumnya penderita skizofrenia yang mempunyai
Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan
orang yang inteligensinya rendah.
- Reaksi pengobatan. Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang
yang bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan
daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.

33
- Stressor psikososial. Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari
luar, maka akan mempunyai dampak yang positif, karena tekanan dari
luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula
sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi
atau tidak dapat diminimalisir maka prognosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
- Kekambuhan. Penderita skizofrenia yang sering kambuh
prognklienisnya lebih buruk.
- Gangguan kepribadian. Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya
pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap
kesembuhan.
- Onset. Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset
yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki
prognosis yang lebih baik.
- Proporsi. Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk
tubuhnya tidak proporsional.
- Perjalanan penyakit. Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase
prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada
fase aktif dan fase residual.
- Kesadaran. Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia
adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik
nantinya.

Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.


Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan Riwayat sosial, seksual, dan
pekerjaan pramorbid yang baik pekerjaan pramorbid yang buruk

34
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau
janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
(terutama dari keluarga) untuk untuk kesembuhan pasien
kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negatif
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Sumber : Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Hal 156.

DAFTAR PUSTAKA

1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3.
2. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In :Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2007.

35
3. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001.
4. Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta

5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
6. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21

7. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.


Surabaya : Airlangga University Press. 2009:259-81.
8. Lesmanawati, D. A. S. (2012). Analisis efektivitas biaya penggunaan terapi
antipsikotika pada pasien skizofrenia di instalansi rawat inap RSJ Grhasia
Yogyakarta. Karya Tulis Imiah strata dua, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.

9. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya


Jakarta.
10. Anonymous. Schizophrenia (DSM-IV-TR 295.1–295.3, 295.90)

36

Anda mungkin juga menyukai