SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
Disusun oleh:
Laras Oktaviani
1102015118
Pembimbing:
dr. Hendriks S.P Sirait., Sp.KJ
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn.W
Jenis kelamin : Laki Laki
Usia : 26 tahun
Alamat : Kp Gabus Dukuh Tambun Utara
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status : belum
Pendidikan Terakhir : SD
Tanggal datang ke poli : 17 Mei 2019
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik auto dan alloanamnesis dengan ibu pasien
pada tanggal 21 Mei 2019 di rumah pasien saat home visit
A. Anamnesis
Keluhan utama : Gelisah dada terasa panas
Keluhan tambahan : Sulit tidur, senyum sendiri,melihat bayangan
seorang perempuan yang tidak dikenal,bicara ngelantur,tidak
nyambung saat diajak bicara dan mudah emosi
1
dari pingsan pasien merasa ada yang memasuki dirinya
mengendalikannya namun pasien tidak dapat melawan dan pasien pun
melihat seorang bayangan perempuan yang tidak dikenal pasien
menyangkal mengdengar bisikan. Malam sebelum pingsan pasien baru
saja putus dengan kekasihnya karena orangtua pasien tidak setuju
dengan hubungan pasien dan sejak 1 bulan yang lalu sedang ada
pekerjaan yang berat sehingga pasien merasa tertekan dan terpukul
dengan kondisinya saat ini tetapi pasien tidak berfikir untuk
mengakhiri hidup.
Menurut pengakuan ibu pasien Buang (46 Tahun), Setelah
kejadian pingsan tersebut pasien terlihat sering tertawa sendiri lalu
pasien sering bicara ngelantur, tidak nyambung saat diajak bicara,
emosi yang tak terkendali tanpa sebab sampai membanting barang
barang emosinya yang sangat mudah berubah serta mengeluh dada
panas sehingga membuat pasien cemas dan gelisah. Pasien pun harus
diikuti jika pergi keluar rumah karen pasien sering nyasar jika
sendirian. Pasien dibawa oleh ibunya ke orang pintar untuk berobat dan
diruqyah,setelah beberapa bulan tidak merasa ada perbaikan ibu pasien
pun membawa ke dokter dan diberi obat haloperidol selanjutnya karna
apotik pengambilan obat terlalu jauh pasien pindah berobat ke RSUD
Kabupaten Bekasi. Beberapa bulan pengobatan di RSUD Kabupaten
Bekasi dimana keluhan seperti melihat bayangan perempuan
sebelumnya sempat membaik,emosi mulai stabil dan bicara mulai
nyambung diakui oleh ibu pasien.
Namun karena merasa sudah sembuh dan kurangnya biaya untuk
berobat pasien tidak melanjutnya pengobatnya dan pasien merasa
gelisah dada terasa panas dan tidak bisa tidur kembali setelah 2 minggu
putus obat. Menurut ibu pasien biaya untuk Tn.W berobat akan
diberikan pada kakanya yaitu Tn.B karena Tn.B pun memiki gejala
yang sama yaitu sering tertawa sendiri dan bicara ngelantur hal
tersebut bermula sejak Tn.B ditinggalkan oleh istri dan anaknya.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
2
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
3
digunakan sudah tidak bagus dan diberi uang jajan sedikit karena
ayah pasien tidak pernah menafkahi ibunya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun )
4
6. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
5
tersenyum. Pasien kooperatif dan menjawab dengan baik selama
wawancara.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
C. Suasana Perasaan
1. Mood : Eeutimia
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Dapat diraba rasakan oleh pemeriksa
D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Auditorik : Disangkal
Visual :Pasien melihat bayangan seorang perempuan
yang tidak dikenal.
Gustatatorik : Disangkal
6
Olfaktorik : Disangkal
Taktil : Disangkal
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir
7
Jangka pendek : Tidak Terganggu (pasien ingat saat
pasien dibawa ke rumah sakit)
Segera : Tidak terganggu (pasien mampu
mengingat nama pewawancara)
4. Konsentrasi dan Perhatian
G. Pengendalian Impuls
8
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/68 mmHg
Nadi : 81x /menit
Suhu : 36 ’C
Frekuensi Nafas : 20x /menit
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Sistem Kardiovaskular
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler; gallop -/- ;
murmur -/-
Sistem Respiratori
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Asuskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Cembung, lesi –
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia dan Anus : Tidak diperiksa
9
B. Pemeriksaan Neurologis
Tonus : normal
Koordinasi : tidak terdapat gangguan koordinasi
Turgor : baik
Reflex Fisiologis : (+) /(+)
Patologis : (-)/(-)
Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
Sensibilitas : baik
Fungsi-fungsi luhur: normal
10
4. Terdapat gangguan Halusinasi Visual dan waham (delusion of
control)
5. Keluhan pertama kali muncul saat 2 tahun yang lalu dengan bicara
ngelantur, emosi yang tak terkendali serta tertawa sendiri.
6. Impuls baik, tidak ada masalah saat bekerja dan di rumah, serta tidak
menunjukkan sikap agresif selama wawancara.
11
Pasien masih mudah marah tanpa sebab. Pasien sendiri
mengakui emosinya yang kadang meluap-luap. Keluarga mengatakan
bahwa emosi pasien sangat mudah berubah.
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis
Aksis IV : Ditemukan adanya masalah pekerjaan dan lingkungan
sosialnya.
Aksis V : GAF 60-51 gejala sedang (moderate),disabilitas sedang
b. Psikologis
Mood : Eutimia
Afek : Tumpul
Gangguan persepsi : Halusinasi Visual
Isi pikir : Waham (+)
Tilikan : Derajat 4
X. TERAPI
A. Farmakoterapi :
1. Terapi oral
Triffoperazine tab 5 mg , 2x1 tab
Tri hexyphenidyl tab 2 mg 2 x 1 tab
12
Clozapine tab 25mg 1x1/2 tab
B. Psikoterapi
Psikoterapi Persuasif : minum obat teratur dan kontrol
kedokter.
Psikoterapi Sugestif : meyakinkan pasien dengan tegas
bahwa yang dilihat tidak benar.
Psikoterapi Bimbingan : memberi nasehat kepada pasien
bahwa beribadah itu penting karena dapat menenangkan
pikiran dan mengisi waktu dengan kegiatan yang disukai
oleh pasin
XI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad bonam
Karena pasien tidak memiliki kelainan fisik.
Quo ad Functionam : Ad bonam
Karena pasien sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.
Quo ad Sanactionam : Ad bonam
Karena pada pasien ini telah menyadari sepenuhnya bahwa dia harus
terus melanjutkan pengobatan agar dirinya sembuh dan tidak
mengalami gejala-gejala seperti dulu.
13
HOME VISIT
14
IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN
Keluarga inti pasien terdiri dari ibu dan ayah memiliki 6 orang anaknya. Ibu
pasien bekerja sebagai petani. Ayah pasien pun bekerja sebagaii petani.
SOSIAL EKONOMI
Rumah yang ditinggali pasien adalah rumah milik sendiri. Rumah tersebut
tidak terlalu luas. Rumah beratapkan genteng dan berlanta. Perabotan yang ada
dirumah hanya seadanya. Rumah terlihat kurang rapi. Pasien tidur bersama adiknya.
Sumber pendapatan keluargaanya berasal dari ayah dan ibunya yang bekerja
sebagai petani. Pasien tinggal di sekitar lingkungan yang nyaman.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
A. Pengertian
16
B. Etiologi
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,5
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan
gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai
dari faktor neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai
berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah
(konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat
keluarga.5 Penelitian tentang adanya pengaruh genetika atau
keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya
skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang
menderita skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga
tersebut dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin
tinggi risikonya).5
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi
perkembangan otak memperbesar kerentanan menderita
skizofrenia.6 Pada penelitian anak kembar, terjadi peningkatan
resiko seseorang menderita skizofrenia akan lebih tinggi pada
kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali
lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).6
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk
mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui
gen resesif.7 Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah,
tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu
apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
17
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis
merupakan tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga
disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi
primer di daerah lainnya. Gangguan pada sistem limbik akan
mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan
pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan,
ekspresi wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat
ditemukan gangguan organik berupa pelebaran ventrikel tiga
dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,5
2.4.1.3 Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter
juga diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia.
Hipotesis yang paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien
skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan
neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas
dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis dopamin).1
Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau
hipersensitivitas reseptor dopamin.
2.4.2 Faktor Psikososial
2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan
penting dalam menimbulkan kekambuhan dan
mempertahankan remisi.5 Pasien skizofrenia sering tidak
“dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan
aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering
samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis.5 Penderita
skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi
(expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar
18
dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang
lebih besar untuk kambuh.5
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-
ekonomi dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu
sebelum onset gejala akut.5
C. Epidemiologi
Menurut WHO jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa
maka harus mendapat perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Satu
dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia
diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa penduduk yang mengalami gangguan
jiwa. Salah satu gangguan jiwa Psikosa Fungsional yang terbanyak adalah
Skizofrenia. Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka 10
prevalensi Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0%
tergantung di daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Insidensi atau kasus
baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Data dari Riskesdas 2013
menyatakan prevalensi pasien gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per
mil. Prevalensi terbanyak adalah Propinsi DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh
(2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah
(2,3 per mil).Di Indonesia sendiri, kasus klien dengan Skizofrenia 25 tahun yang
lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan diperkirakan dalam 25 tahun mendatang
akan mencapai 3/1000 penduduk.8 Data dari Schizophrenia Information &
Treatment Introductiondi Amerika penyakit Skizofrenia menimpa kurang lebih
1% dari jumlah penduduk. Lebih dari 2 juta orang Amerika menderita
skizofrenia pada waktu tertentu.
19
D. Patofisiologi
Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga bagian
besar, yaitu :
1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala
positif yang dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of
control, delusion of influence, delusion of passivity, dan delusion of
20
perception. Halusinasi dapat muncul pada berbagai indera, seperti taktil,
olfaktorik, gustatorik, atau visual, namun auditori adalah halusinasi yang
paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam
hal bicara dan tingkah laku. Dalam bicara, disorganisasi yang timbul
dapat berupa asosiasi longgar sampai bentuk paling parah berupa word
salad. Dalam tingkah laku, disorganisasi muncul sebagai
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan
makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa perilaku
seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri
sendiri, kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis klinis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis klinis
Gangguan Jiwa di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang
dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun
kualitasnya berbeda.
- Thought insertion : isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh
sesuatu dari luar dirinya.
- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar.
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak
berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.
21
- Halusinasi auditorik
- Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah
agama atau politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang
menetap.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, pklienisi tubuh tertentu
(pklienturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emklienional yang tumpul
atau tidak wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi.
Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi pada hilangnya minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri
secara sklienial.
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
22
tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya
sama dengan fase prodromal tetapi gejala psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sklienial).
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-
tololan.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai
suatu kesatuan.
23
6. Gangguan berpikir.
Psikofisiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan
berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan
koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari
ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa
24
takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia
rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( withdrawal ).
a. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara
yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti,
sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang
lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian
atau sedih.
e. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam
apabila diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat
timbul perilaku suicide.2
F. Kriteria Diagnosis
25
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak,
serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud
(empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia
disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.2,6,7
G. Diagnosis Banding
Pasien dengan penyalahgunaan zat dapat datang dengan gejala yang mirip dengan
skizofrenia, sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat ditegakkan bila penderita
sedang aktif menyalahgunakan zat. Penderita dengan depresi berat atau gangguan
bipolar juga dapat datang dengan gangguan psikotik, namun diagnosis dari gangguan
mood selalu diutamakan daripada diagnosis skizofrenia. Delirium juga memiliki
gejala seperti skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Perbedaan mendasar dari
kedua hal tersebut adalah onset penyakit. Delirium memiliki onset yang lebih cepat
daripada skizofrenia. Selain itu, apabila disertai penyakit penyerta, diagosis delirium
lebih diutamakan daripada skizofrenia.
H. Penatalaksanaan
26
---Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine (trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine (chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.9
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional.
Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka
waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut
juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan.
b. Newer Atypcal Antipsycotic9
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan
juga bekerja pada neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan
efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara
lain
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
27
Zyprexa (olanzopine)
28
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar)
sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.2,9
29
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.9
30
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang
menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang
efek sampingnya lebih sedikit.10
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita
Skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada
penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.2
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang
sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
---- Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien
31
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif
dalam menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan
ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
32
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.2,3
I. Prognosis
33
- Stressor psikososial. Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari
luar, maka akan mempunyai dampak yang positif, karena tekanan dari
luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula
sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi
atau tidak dapat diminimalisir maka prognosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
- Kekambuhan. Penderita skizofrenia yang sering kambuh
prognklienisnya lebih buruk.
- Gangguan kepribadian. Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya
pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap
kesembuhan.
- Onset. Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset
yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki
prognosis yang lebih baik.
- Proporsi. Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk
tubuhnya tidak proporsional.
- Perjalanan penyakit. Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase
prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada
fase aktif dan fase residual.
- Kesadaran. Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia
adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik
nantinya.
34
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau
janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
(terutama dari keluarga) untuk untuk kesembuhan pasien
kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negatif
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Sumber : Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Hal 156.
DAFTAR PUSTAKA
1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3.
2. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In :Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2007.
35
3. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001.
4. Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
6. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21
36