Anda di halaman 1dari 42

ANATOMI TULANG

A. KLASIFIKASI TULANG
1. TULANG PANJANG
 Panjang tulang lebih besar daripada lebarnya.
 Memiliki corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada
ujung-ujungnya.
 Terdapat 2 bagian :
1. Corpus (luar)
2. Medullary cavity (dalam)
 Bagian luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang diliputi oleh selubung
jaringan ikat yaitu periosteum.
 Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh
selapis tipis tulang kompakta. Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh
kartilago hialin.
 Tulang-tulang panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang
humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.1


2. TULANG PENDEK
 Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki.
 Contoh : os Schapoideum, os lunatum,dan talus.
 Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang
kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan facies articularis diliputi
oleh kartilago hialin.1

3. TULANG PIPIH
 Bentuk tulang tipis, pipih, dan biasanya terdapat kurva
 Contoh : Os scapulae, sternum, (shoulder blades), ribs dan tempurung kepala
seperti os frontale dan os parietale.1
4. TULANG IRREGULAR
 Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok
yang telah disebutkan di atas.
 Contoh : tulang tengkorak, vertebrae, dan os coxae.
 Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan
bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa.1
OVERVIEW LOWER LIMB

Lower limb memiliki 6 mayor region :


 Gluteal region
 Femoral region (thigh)
 The knee region (L. Regio genus)
 Leg region (L. Regio cruris)
 The ankle (L. Tarsus) or talocrural region (L. Regio talocruralis)
 The foot (L. Pes) or foot region (L. Regio pedis).2
OS TIBIA DAN FIBULA

 Merupakan bone of leg


 Os Tibia berartikulasi dengan condyle pada bagian superiornya dengan femur dan
bagian inferior dengan talus, fungsinya untuk mempertahankan berat tubuh
 Os fibula memiliki fungsi utama sebagai tempat menempelnya otot yang berguna
untuk menjaga keseimbangan sendi pergelangan kaki.
 Bagian ujung dari tibia dan fibula terhubungkan oleh interosseous membran yang
terdiri dari oblique fiber yang kuat, berpola descending dari tibia ke fibula.2
OS TIBIA

 Lokasi : anteromedial dari leg, berada paralel dengan fibula


 Merupakan tulang kering (shin bone) kedua terbesar pada tubuh
 Fungsi : penopang berat badan
 Bagian ujung superior (proximal) melebar ke bagian medial dan lateral condyl
dan posterior membentuk flat superior articular surface / tibial plateu. Area yang
datar ini memiliki dua permukaan articular yang halus, yaitu bagian medial yang
berbentuk konkaf dan bagian lateral yang berbentuk convex yang berartikulasi
dengan condyle of femur. Permukaan artikular dipisahkan oleh intercondylar
eminence yag dibentuk oleh intercondylar tubercle (medial dan lateral), yang
diapit oleh area intercondylar anterior dan posterior yang kasar.
 Tubercle tepat berada pada intercondylar fossa diantara femoral condyle
 Intercondylar tubercle dan area untuk menempelnya ligament utama lutut minisci,
yang menggenggam femur dan tibia secara bersamaan, sehingga menimbulkan
kontak pada permukaan artikular tersebut.2
 Bagian anterolateral aspek dari lateral tibia condyle terbentang pada anterolateral
tubercle (Gerdy tubercle) pada permukaan inferior. Dimana bagian distalnya
menempel pada fascia yang padat dan tebal pada bagian lateral dari paha, yang
berfungsi untuk stabilisasi dari sendi lutut.
 Bagian lateral condyle terdapat fibular articular facet pada bagian posterolateral
dan bagian aspek inferior pada head of fibula
 Seperti femur, ujung tibia berbentuk vertikal seperti leg dan memiliki juga
memiliki bentuk triangular yang memiliki 3 permukaan dan border : medial,
lateral/interosseous, and posterior.
 Bagian anterior border tibia sebagian besar adalah prominent border. Bagian
tersebut dan permukaan medial merupakan tulang kering yang di tutupi oleh
periosteal dan lapisan kulit dan merupakan area yang paling sering terkena
benturan sehingga menyebabkan memar.
 Pada bagian akhir superior dan anterior border, tibial tuberosity bagian distal
menempel pada patellar ligament, yang merupakan area perenggangan diantara
inferior margin patella dan tibial tuberosity.
 Ujung Tibia berbentuk sangat tipis yang menghubungkan bagian middle dan
distal ketiganya. Bagian distal akhir dari tibia berbentuk kecil sampai proximal,
bagian medial memanjang dari bagian inferior ke ujung akhir seperti pada medial
maleolus. Bagian inferior surface dan lateral surface pada bagian medial maleolus
berartikulasi dengan talus dan ditutupi oleh sendi kartilago.
 Interosseous border pada ujung tibia merupakan tempat menempelnya
interosseous membrane yang merupakan gabungan dari dua leg bone. Bagian
inferiornya lancip, berlekuk, fibular notch yang menempel pada distal end of
fibula
 Pada bagian permukaan posterior bagian proximal dari ujung tibia berbentuk
rough diagonal ridge, yang di sebut soleal line, dimana bagian ini memanjang
secara inferomedial ke medial border. Bagian distal soleal line berbantuk oblique
yang terhubung oleh vascular groove dimana terdapat banyak nutrisi dari foramen
yang dilalui oleh pembuluh darah arteri pada bagian ujung proximal tulang dan
sumsum tulang. Dari bagian tersebut, kanal nutrisi berjalan sepanjang jalur
inferior dari tibia sebelum masuk ke dalam medullary cavity.2

OS FIBULA

 Tulang fibula berbentuk slender (ramping) yang terletak pada bagian


posterolateral dari tibia dan menempel pada tibiofibular syndesmosis yang
terdapat interosseous membrane.
 Fibula tidak memiliki fungsi untuk menopang berat tubuh. Fungsinya hanya
sebagai tempat untuk menempelnya otot, penempelan pada bagian distal (insersi)
pada satu otot dan bagian proximal tempat menempelnya origin dari 8 otot.
 Bagian ujung distal melebar dan memanjang secara lateral dan inferior seperti
lateral maleolus. Maleolus terbentuk dari dinding luar rectangular socket
(mortise), yang merupakan komponen superior dari ankle joint dan merupakan
tempat menempelnya ligament sebagai stabilisasi dari sendi. Bagian lateral dari
maleolus sedikit menonjol pada bagian posterior dibandingkan dengan bagian
medial malleolus dan memanjang sepanjang sekitar 1 cm ke arah distal. 2
 Bagian ujung proximal dari fibula terdiri dari head superior yang memnajng
sampai small neck. Head nya di sebut apex. Head of fibula berartikulasi dengan
fibular facet pada posterolateral, inferior aspect lateral tibial condyle. Bagian
ujung dari fibula melingkar dan merupkan tempat menempelnya otot. Seperti
halnya tibia, fibula memiliki bentuk triangular border (anterior, interosseous, and
posterior) and three surfaces (medial, posterior, and lateral).2

SURFACE ANATOMY OF TIBIA AND FIBULA

FASCIA, VEINS, LYMPHATICS, EFFERENT VESSELS, AND CUTANEOUS


NERVES OF LOWER LIMB
VEIN OF THE LOWER LIMB

ARTERY OF THE LOWER LIMB


LYMPHATIC DRAINAGE OF LOWER LIMB

MOTOR INNERVATION OF LOWER LIMB


FRAKTUR

1. DEFINISI
Terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epifisis atau permukaan sendi kartilago,
yang disebabkan adanya force fisik atau kekerasan yang timbul secara mendadak.
 Fracture is a break in the structural continuity of bone (Apley’s). Suatu patahan
pada kontinuitas struktur tulang
 Terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer
S.C & Bare B.G,2001)
 Setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. ( reeves C.J,Roux G & Lockhart
R,2001 ) .3

2. EPIDEMIOLOGI
 < 45 tahun
 Laki-laki > perempuan
 Olahraga
 Pekerjaan
 Kecelakaan
 Usia lanjut
 Perempuan > laki-laki
Adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.3

3. ETIOLOGI
1. Trauma Tunggal
2. Tekanan yang berulang-ulang
3. Kelemahan Abnormal (Fraktur Patologis).3
4. FRAKTUR KARENA TRAUMA
Kekuatan Langsung
 Patah pada tempat yang terkena
 Jaringan lunak rusak
 Menyebabkan fraktur melintang & fraktur kominutif

Kekuatan Tidak Langsung


 Fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
 Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada 3

5. MEKANISME TRAUMA
Kekuatannya berupa:
 Pemuntiran  # spiral
 Kompresi  oblik pendek
 Bending / penekukan triangular “butterfly”
 Tension  melintang.3
6. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Luas fraktur
 Complete/Comminuted
- Patah menjadi ≥ 2 fragmen
- Melintang, Oblik, Spiral, kominutif
- Umumnya disebabkan karena injuri berkekuatan tinggi

 Incomplete
- Terpisah secara tak lengkap
- Periosteum tetap menyatu
- Greenstickbengkok/melengkung yang mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang terutama pd anak
-
Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang (tulang tidak pecah menjadi
beberapa fragmen), 3

2. Konfigurasi
Fraktur linier
 Fraktur transversal
 Fraktur yang arahnya melintang pada tulang
 Merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
 Bila sudut < 30 o
 Fraktur oblik
 Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
 Merupakan akibat trauma angulasi
 bila sudut > 30 o
 Fraktur spiral
 Fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral
 Disebabkan trauma rotasi.
Fraktur comminutive
 Butterfly
 Comminuted3

3. Hubungan antara fragmen fraktur yang satu dengan yang lain


 Undisplaced
 Displacement (dislokasi)
 Angulasi
 Rotasi
 Distraksi
 Overriding
 Impacted
 Displacement dari fragmen disebabkan oleh
 Gaya gravitasi
 Tarikan otot3

4. Hubungan antara fraktur dengan dunia luar


CLOSED (SIMPLE) FRACTURE
 Tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh

OPEN (COMPOUND) FRACTURE


 Integritas kulit rusak
 Terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar karena fragmen tajam
menembus kulit (dari dalam) karena objek tajam melukai kulit menembus sampai
ke tulang (dari luar)
KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKA (Gustilo,1990)
 Tipe I: Luka kecil, bersih, kerusakan minimal pada jaringan lunak, fraktur tidak
kominutif

 Tipe II: Luka >1cm, tdk ada penutup kulit, moderate crushing/ comminution of
the fracture

Tipe III: Kerusakan yg luas pada kulit, jaringan lunak, dan struktur neurovaskuler
Tipe IIIA: Masih dapat ditutupi dgn jaringan lunak
Tipe IIIB: Terdapat pelepasan periosteum, fraktur komunitif yg berat
Tipe IIIC: Terdapat kerusakan arteri atau saraf perifer

KLASIFIKASI FRAKTUR TERTUTUP (TSCHERNE, 1984)


GRADE 0 : Sedikit/tanpa cedera jaringan lunak
GRADE 1 : Abrasi dangkal atau memar
GRADE 2 : Kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan
GRADE 3 : Kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindrom kompartemen 3
BERDASARKAN KONDISI TULANG
 Fraktur patologi
 Fraktur yang disebabkan karena kelemahan tulang,
 Misalnya pada tumor tulang primer, metastasis ke tulang, infeksi tulang,
osteoporosis, dan metabolic bone disease
 Fraktur segmental
 Fragmen tulang tengah dikelilingi oleh segmen proksimal dan distal.
 Fragmen tengah biasanya mengalami kegagalan suplai darah
 Fraktur stres
 Ketika adanya beban berulang.
 Fraktur kompresi (impacted),
 Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain
 Fraktur avulasi
 Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.3

PERGESERAN FRAKTUR
Cara Fraktur Bergeser
1. Kekuatan cedera
2. Gravitasi
3. Tarikan otot
GENERAL SIGNS
Tulang yang patah penting untuk melihat adanya
1. Shock atau perdarahan
2. Kerusakan otak, spinal cord atau viscera
3. Penyebab predisposisi

TANDA LOKAL
LOOK
 Apakah kulit masih intak?
 Edema
 Memar
 Deformitas
FEEL
 Localized tenderness
 Pulse: pada bagian distal dari bag yg fraktur
 Test sensasi
Vascular injury: surgical emergency
MOVE Apakah pasien dapat memindahkan sendi distal ke area yang injury?
 Crepitus
 Posisi abnormal.3

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR TULANG


Fraktur healing adalah proses reparasi dari sistem muskuloskeletal untuk
mengembalikan integritas skeletalnya karena sejumlah peristiwa biologis yang
mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga muskuloskeletal dapat berfungsi
kembali.
Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dan juga terjadi setelah
penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan terutama tergantung dari resorbsi
osteoclast dan diikuti oleh pembentukan osteoblast. 3
FUNGSI TULANG DAN SKELETAL SYSTEM

1. Support
 Sebagai struktur rangka tubuh (framework body) untuk mensupport jaringan
lunak dan perlekatan untuk tendon dan kebanyakan otot skelet.

2. Protection
 Melindungi organ-organ internal dari injury.
 Contoh:
 Cranial bone melindungi brain.
 Vertebrae melindungi spinal cord.
 Rib cage / costa melindungi jantung dan paru.

3. Assistance in movement (membantu pergerakan)


 Karena otot skelet melekat pada tulang, maka jika otot kontraksi akan menarik
tulang. Otot dan tulang bersama-sama menghasilkan pergerakan.

4. Mineral homeostasis
 Bene tissue menyimpan beberapa mineral, khususnya calcium dan phosphorus.
Dimana tulang akan melepaskan mineral kedalam darah untuk memelihara
keseimbangan mineral (homeostasis) dan mendistribusikan mineral kebagian
tubuh lainnya.

5. Blood cell production


 Di dalam tulang terdapat jaringan ikat yang disebut red bone marrow yang
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, platelets. Prosesnya disebut
hemopoiesis.
 Red bone marrow terdiri dari:
 Perkembangan cells darah, adipocyte, fibroblast, macrophages di dalam jaringan
dari reticular fiber.
6. Triglyceride storage
 Triglyceride disimpan dalam sel-sel adipose pada bone marrow yang penting
untuk cadangan energy kimia.4

FRACTURE GENERAL SIGNS


Tulang yang patah penting untuk melihat adanya
4. Shock atau perdarahan
5. Kerusakan otak, spinal cord atau viscera
6. Penyebab predisposisi

TANDA LOKAL
LOOK
 Apakah kulit masih intak?
 Edema
 Memar
 Deformitas
FEEL
 Localized tenderness
 Pulse: pada bagian distal dari bag yg fraktur
 Test sensasi
 Vascular injury: surgical emergency
MOVE Apakah pasien dapat memindahkan sendi distal ke area yang injury?
 Crepitus
 Posisi abnormal.3
STRUKTUR TULANG PANJANG

Paling sering dijelaskan biasanya struktur pada tulang panjang, struktur secara khusus
pada tulang panjang;
1. Diaphysis
Batang / body tulang yang panjang, cylindrical, merupakan bagian utama pada tulang.
2. Epiphyses
Terdapat pada bagian distal dan proksimal pada tulang. Sebagai over growing.
3. Metaphyses
- Bagian mature bone.
- Dalam growing bone, setiap metaphyses termasuk epiphyseal plate, dimana
hyaline cartilage membuat diaphyses dari tulang tumbuh panjang.
- Pertumbuhan tulang akan terhenti, cartilage pada epiphyseal plate akan digantikan
oleh tulang dan menghasilkan struktur tulang yang disebut epiphyseal line.
4. Articular cartilage
- Merupakan lapisan tipis dari hyaline cartilage yang melapisi atau membungkus
epiphysis, pada tulang membentuk articulation (joint) dengan tulang lainnya.
- Articular cartilage mengurangi friction (gesekan) dan absorb shock pada
pergerakan joints.
- Karena articular cartilage jarang atau sedikit perichondrium, mengakibatkan
keterbatasan dalam repair tulang dari kerusakan.
5. Periosteum
- Sarung yang keras dari jaringan ikat yang padat irregular, yang mengelilingi
permukaan tulang tetapi tidak dilapisi oleh articular cartilage.
- Periosteum mengandung sel-sel pembentukan tulang (osteogenic cell), yang
memungkinkan tulang untuk tumbuh besar dalam diameter atau menebal, bukan
dalam panjang.
- Melindungi tulang, membantu repair fracture, memelihara atau memberi makan
jaringan tulang dan sebagai perlekatan ligaments dan tendons.
6. Medullary cavity atau marrow cavity
Ruangan di dalam diaphysis yang mengandung fatty yellow bone marrow pada orang
dewasa.
7. Endosteum
- Membrane tipis yang membatasi medullary cavity.
- Terdiri dari single layer dari sel-sel pembentukan tulang (osteogenic cell) dan
jaringan ikat dalam jumlah kecil
Catatan:
Fungsi periosteum dan endosteum:
- Sebagai nutrisi jaringan oseosa.
- Supply osteoblast baru untuk repair atau growth bone.4

KOMPOSISI TULANG
 Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi mineral dan sel-sel
tulang.
 Matriks terdiri dari sebagian besar kolagen tipe I : mucopolysacharida dengan
hanya sedikit protein non kolagen : proteoglikan, osteonectin (bone spesific
protein), osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast.
 Matriks yang tak bermineral disebut sebagai osteoid yang normalnya sebagai
lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru
 Mineral tulang terdiri dari Ca dan PO4 yang tersusun dalam bentuk
hydroxyapatite.
 Tulang mature terdiri dari proporsi Ca dan PO4 konstan dan molekulnya diikat
oleh kolagen. 4

SEL-SEL TULANG
 Osteoblast
Pembentukan tulang
Alkaline phosphatase yang banyak dapat merespon produksi maupun mineralisasi
matriks. Akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang
baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteosit
 Osteosit
Osteosit berada di lakunare, F(x) belum jelas. Diduga di bawah pengaruh (PTH)
berperan pada resorbsi tulang (osteositik osteolisis) dan transportasi ion kalsium.
Sensitif terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang ini kepada
osteoblast
 Osteoclast.
Mediator utama resorbsi tulang, dibentuk prekursor monosit sumsum tulang akan
menstimulus kemotaksis sehingga akan bergerak ke permukaan tulang. Dengan
meresorbsi matriks organ, osteoclast akan meninggalkan cekungan di permukaan
tulang, yang disebut Lakuna Howship. 4
REMODELLING TULANG
Tulang mengalami 2 proses, yatiu remodelling atau turn over (tulang diperbarui kembali
dan diperbaiki sepanjang hidup) :
 Resorbsi
 Pembentukan
Remodelling tulang yang terdiri dari resorbsi dan pembentukan berjalan secara
bersamaan, keduanya bekerja saling bergantian.

Resorbsi
Osteoclast teraktivasi dan taksis ke permukaan tulang yang bermineral sehingga
matriks organik dan mineral diambil. Pada trabekula terbentuk cekungan dan pada
korteks membentuk liang seperti kerucut terpotong (cutting cone). Setelah 2-3 minggu
resorbsi berhenti dan osteoclast tak tampak. Sekitar 1-2 minggu kemudian, cekungan
diliputi osteoblast dan 3 bulan kemudian akan terjadi pembentukan dan mineralisasi
tulang.3

Proses Pembentukan tulang:


 Endochondral ossification  Osifikasi jaringan kartilago (epifisial plate dan pada
penyembuhan tulang)
 Membraneous ossification  Osifikasi jaringan ikat (pembentukan tulang dari
subperiosteal).3


TAHAPAN-TAHAPAN YANG TERJADI DALAM PERBAIKAN
BONE FRACTURE

1. Formation Of Fracture Hematoma


Banyak pembuluh darah yang
rusak (tissue damage) karena fracture

Banyak sel-sel tulang yang mati atau cellular debris

Swelling dan inflammation

Blood clot pada daerah yang fracture


(terbentuk 6-8 jam setelah injury)

Phagocyte dan osteoclast berperan dalam memindahkan


sel-sel tulang yang mati atau rusak di sekitardaerah
yang fracture (waktunya beberapa minggu)3

2. Fibrocartilaginous Callus Formation


Infiltrasi dari kapiler-kapiler darah yang
baru ke dalam fracture hematoma

Mambantu mengaktifkan pertumbuhan jaringan ikat

Procallus

Invasi pada procallus oleh fibroblast (menghasilkan collagen fiber


menyambung tulang yang patah) dan osteogenic cell (berkembang dalam
chondroblast dalam daerah avascular pada jaringan tulang yang
sehat, asal terbentuknya fibrocartilage)
Procallus dirubah menjadi fibrocartilaginous callus
pada daerah yang fracture (waktu 3 minggu)3

3. Bony Callus Formation


Vascularisasi yang rusak sudah tertutup
dengan baik pada jaringan tulang sehat

Osteogenic cell berkembang menjadi osteoblast

Terbentuk spongy bone trabeculae

Bony callus (3-4 bulan)3

4. Bone Remodeling (fase final dari fracture repair yang berasal dari callus)
Bagian-bagian atau jaringan yang mati dari fragment-fragment
tulang secara berangsur-angsur

Diresorpsi oleh osteoclast

Spongy bone  dirubah menjadi compact bone


pada daerah yang fracture

Replace secondary bone3


PROSES FRACTURE HEALING

1. Fraktur terjadi bila kekuatan cedera trauma melampaui sifat kekuatan tulang
2. Tulang mempunyai kemampuan untuk sembuh sendiri melalui regenerasi.

Faktor yang bertanggungjawab penyembuhan fraktur:


1. Debridement
2. Stabilisasi
3. Remodeling pada tempat fraktur

Penyembuhan:
 Primer : Bila ada fiksasi rigid. Terjadi jika ada kontak langsung yang kuat antar
fragmen fraktur. Fiksasi rigid memerlukan kontak kortikal yang langsung dan
pembuluh darah intrameduler yang terbentuk baru. Tidak terjadi pembentukan
kalus.
 Sekunder : Bila tanpa fiksasi rigid. Menunjukkan mineralisasi dan penggantian
tulang dari matriks kartilago sehingga terjadi pembentukan kalus.
Jembatan kalus eksternal akan menambah stabilitas tempat fraktur dengan
bertambah lebarnya tulang. Ini terjadi pada penggunaan gips dan fiksasi eksternal
maupun penggunaan intramedullary nail.3

Pengaturan Terhadap Fracture Healing


Fracture healing melibatkan kompleks interaksi dari banyak faktor pengaturan
lokal&sistemik. Diantaranya :
 Bone morphogenetic proteins (BMPs)
 Transforming growth factor-β (TGF-β)
 Platelet-derived growth factor (PDGF)
 Fibroblast growth factor (PGF)
Faktor pertumbuhan menjalankan fungsi biologinya dengan mengikat reseptor
cell-surface transmembrane pada sel target. Pengikatan reseptor transmembran
ekstraseluler akan menstimulasi intraseluler untuk terjadinya pengaktifan protein kinase
yang spesifik, kemudian terjadi pengaktifan transkripsi gen ke dalam mRNA dan akan
diproduksi protein-protein.
Faktor pertumbuhan dihasilkan dengan cara autocrine dan paracrine yanga akan
terjadi interaksi kompleks dari mediator lokal sehingga sel-sel mesenkim yang
undifferensiasi bermigrasi, berproliferasi dan berdifferensiasi di tempat fraktur
(proliferasi seluler, differensiasi, kemotaksis dan sintesa protein).3

FASE-FASE BONE HEALING


• Reactive phase
• Fase fraktur dan inflamasi
• Pembentukan jaringan granulasi
• Reparative phase
• Pembentukan kalus
• Lamellar bone deposition
• Remodeling phase
• Remodeling to original bone contour.3

Fracture Healing (Stage)


1. Kerusakan jaringan & hematom terjadi sampai dengan hari ke-5
Pembuluh darah robek dan akan terbentuk hematom
Tulang permukaan fraktur mati 1-2 mm
2. Inflamasi & proliferasi selular (8 jam pertama)
Reaksi inflamasi akut
Proliferasi sel di bawah periosteum
Ujung fragmen dikelilingi jaringan sel dan membuat jembatan
Hematom diabsorpsi
Pembuluh darah baru
3. Pembentukan Kalus (4minggu)
- Sel yang berpotensi khondrogenik & osteogenik akan menmbuat massa
selular menebal dan akan terbentuk immature bone & kartilago dan terjadi
pembentukan kalus dan pemadatan mineral
- Osteoklas membersihkan tulang yang mati

Pembentukan kalus
Fibroblas yang ada di jaringan granulasi mengalami metaplasia dan
berubah menjadi kolagenoblas khondroblas, kemudian menjadi osteoblas.
Osteoblas dari jaringan tulang yang sehat juga ikut partisipasi. Timbunan jaringan
tulang berada di sekitar jaringan kolagen dan pulau-pulau kartilago yang disebut
dengan woven bone. Kalus akan menyebabkan fragmen-fragmen bersatu
Kalus dapat dijumpai dalam dua tipe:
• Kalus keras, dimana berlangsung osifikasi intramembran
• Kalus lunak dimana proses osifikasi endokondral berlangsung

4. Konsolidasi
- Tulang rawan menjadi tulang lamellar
- Osteoklas membersihkan debris pada fraktur
- Osteoblas mengisi celah antar fragmen dan akan membentuk tulang baru
5. Remodeling (6-12 bulan)
- Tulang dibentuk ulang oleh proses resorbsi & formasi.3

WOLFF'S LAW
Terjadi perubahan bentuk di luar dan dalam tulang sebagai respon terhadap stres.
Tulang mengalami remodeling sebagai respon terhadap stres yang dialaminya sehingga
menghasilkan struktur minimal yang dapat beradaptasi terhadap stres tersebut.
Contoh:
Pada fraktur akibat beban berat pada tulang panjang yang sembuh dengan
angulasi, setiap langkah yang diambil pasien akan menghasilkan tekanan pada bagian
konveks dan konkaf dari angulasi tersebut.
Hal ini tidak membuat struktur tulang menjadi lemah, tetapi stres mekanik yang
berulang itu akan menyebabkan terjadinya modeling dan remodeling tulang dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian konkaf dan resorpsi tulang pada bagian konveks.
Pada orang yang masih muda, pada akhirnya tulang akan menjadi lurus. Remodelling
bukan dipicu oleh prinsip terjadinya stress tapi oleh "flexure". Beban dinamis yang
berulang pada tulang memicu remodelling; tapi beban yang statis tidak. Dynamic flexure
menyebabkan permukaan tulang yang sakit menyimpang ke arah konkavitas yang muncul
selama tindakan dynamic flexure.3

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BONE HEALING


 Usia
 Lokasi dan bentuk fraktur
 Fraktur yang dikelilingi banyak otot lebih cepat sembuh dibandingkan
fraktur yang letaknya subkutan atau sendi
 Fraktur berbentuk spiral atau oblique lebih cepat sembuh dari pada bentuk
transversal
 Displacement
Undisplace fragmen fracture lebih cepat sembuh oleh karena periosteum
utuh sehingga periosteal lebih cepat
 Vaskularisasi
Makin baik vaskularisasi, makin banyak aliran darah, proses
penyembuhan makin cepat
 Displacement
Undisplace fragmen fracture lebih cepat sembuh oleh karena periosteum
utuh sehingga periosteal lebih cepat
 Vaskularisasi
Makin baik vaskularisasi, makin banyak aliran darah, proses
penyembuhan makin cepat.3
PERKIRAAN PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA ORANG DEWASA

Lokalisasi Waktu penyembuhan

Falang/metakarpal/metatarsal/kosta 3-6 minggu


Distal radius 6 minggu
Diafisi ulna dan radius 12 minggu
Humerus 10-12 minggu
Klavikula 6 minggu
Panggul 10-12 minggu
Femur 12-16 minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 minggu
Tibia/fibula 12-16 minggu
Vertebra 12 minggu

PENILAIAN PENYEMBUHAN FRAKTUR


 Secara klinis; pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan
pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan
atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa
atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara
klinis telah terjadi union dari fraktur.
 Secara radiologi ; pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya
garis fraktur atau kalus dan mingkin dapat ditemukan adanya trabekulais yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya
medula atau ruangan dalam daerah fraktur. 3
ABNORMALITAS PROSES PENYEMBUHAN
 Delayed union
Proses penyembuhan berjalan dalam waktu lebih lama daripada yang diperkirakan
atau normal (lebih dari 4 bulan). Gambaran radiologis pada keadaan ini belum
menampakkan deformitas, sklerosis belum tampak pada ujung fragmen.
 Non union
Adalah suatu kegagalan penyembuhan tulang, terjadi pada masa lebih dari 8
bulan. Semua proses reparatif sudah berhenti, tetapi kesinambungan tulang belum
atau tidak tercapai. Ditandai dengan nyeri. Penyebabnya karena imobilisasi.
Sehingga untuk mencegah bony ankylosis maka harus mobilisasi.
 Mal union
Bila proses penyembuhan berjalan normal, union terjadi dalam waktu semestinya
namun tidak tercapai bentuk aslinya atau abnormal. 3

TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUP


Terapi terdiri dari :
1. Manipulasi, memperbaiki posisi fragmen
2. Pembebatan, pertahankan sampai menyatu
3. Gerakan sendi, harus dipertahankan
4. Weight-Bearing, membantu penyembuhan.5

REDUKSI
Untuk mencegah dysplacement
Metode :
1. Traksi yang terus-menerus
2. Pembebatan dengan gips
3. Pemakaian penahan fungsional
4. Fiksasi internal
5. Fiksasi eksternal 5
CONTINUOUS TRACTION
1. Traksi dengan gaya berat
- Hanya untuk tungkai atas
- Wrist sling

2. Skin Traction
- Berat ≤ 4-5 Kg

3. Skeletal Traction
- Wire/Pin insertion at behind tibial tubercle, lower tibia, or calcaneum5
KOMPLIKASI TRAKSI
1. Menghambat sirkulasi
- Terutama pada anak-anak
2. Nerve Injury
- Orang tua predisposisi terjadinya peroneal nerve injury
3. Compartement syndrome
- Oleh traksi yang berlebihan : kerusakan arteri yang akan menyebabkan iskemi
dan cedera dan menyebabkan edema 5

SPLINTING
 Tekan luka terbuka dengan menggunakan kasa kering dan steril untuk mengontrol
perdarahan dan mencegah kontaminasi agar meminimalisir resiko infeksi
 Splint seharusnya mencakup sendi atas dan bawah dari tulang yang fraktur
 Saat memasang splint, harus tetap dimonitor fungsi neurovaskular : capilary refill,
pulse, gross sensation dan fungsi motor
 Splinting harus sudah dilakukan sebelum memindahkan pasien
Jika fraktur mengakibatkan deformitas, maka harus dilakukan traksi sebelumnya5
KOMPLIKASI CAST SPLINTAGE
1. Tight Cast
- Complain : diffuse pain
- Limb should be elevated
- Persisted pain karena split the cast, and open
2. Pressure Sore
- Oleh tekanan berlebih
3. Skin Abrasion
- Oleh pelepasan gips

FIKSASI INTERNAL
- Fixed bone fragment with sekrup, plat logam, paku intramedullar
- Risiko Infeksi bergantung pada pasien, dokter dan fasilitas

INDIKASI UNTUK FIKSASI INTERNAL


1. Fraktur yang tidak bisa direduksi selain dengan operasi
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung kembali setelah reduksi
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan (fraktur femoral neck)
4. Fraktur patologis
5. Fraktur multipel
6. Fraktur pasien yg sulit perawatannya (pasien lansia, paraplegi)5
KOMPLIKASI FIKSASI INTERNAL
1. Infection
2. Non-Union
- Jika tulang telah terikat erat dgn ujung2 yg terpisah
- Sering pd kaki/lengan bawah jika satu tulang # dan lainnya tetap utuh
3. Implant Failure
4. Fraktur ulangan
- Jangan lepas implan logam terlalu cepat
- Minimum 1 year, 18-24 months is safer
- Perlu perlindungan/ perawatan setelah pelepasan implan

EXTERNAL FIXATION

INDIKASI FIKSASI EKSTERNAL


1. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak
2. Fraktur dengan kerusakan saraf dan pembuluh
3. Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil
4. Fraktur yang tidak menyatu
5. Fraktur pelvis, yang sering tidak dapat diatasi dengan metode lain
6. Fraktur yang terinfeksi
7. Cedera multipel yang berat

KOMPLIKASI FIKSASI EKSTERNAL


 Overdistraksi fragmen
 Infeksi di tempat pemasangan pen 5
TERAPI FRAKTUR TERBUKA
 Penanganan dini
 Debridemen
 Penutupan luka
 Stabilisasi fraktur

PENGANGANAN DINI
 Tutup luka (sementara) mencegah infeksi lebih lanjut
 Profilaksis antibiotik: kombinasi benzilpenicilin & flukloksasilin tiap 6
jam selama 48 jam (jika luka terkontaminasi)
 Antitetanus

Debridemen
Tujuan: membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati, serta memberikan
vaskularisasi yang baik pada daerah luka. Dilakukan dalam anestesi umum. Irigasi
dengan garam fisiologis. Eksisi luka: sesedikit mungkin, tepi lukanya sehat. Ekstensi
pada luka: lakukan dengan hati-hati. Pembersihan luka: dicuci dengan saline, jangan
gunakan syringe karena akan memperburuk kontaminasi. Pembuangan jaringan mati.
Tendon dan saraf secara umum dibiarkan saja

Penutupan Luka
Luka Tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi dapat ditutup, asal dilakukan
tanpa tegangan. Luka yang lain dibiarkan terbuka hingga bahaya infeksi telah lewat, balut
dengan kasa steril, lihat setelah 2 hari, kalau bersih dapat dijahit atau dilakukan
pencangkokan kulit

Stabilisasi Fraktur
Penting untuk mengurangi infeksi dan membantu perbaikan jaringan lunak.
Fiksasi tergantung dari: derajat kontaminasi, jarak waktu dari kejadian sampai operasi,
dan banyaknya kerusakan jaringan lunak. Bila kontaminasi minimal dan jarak waktu
<8jam, untuk fraktur sampai Tipe IIIA dapat dilaku-kan: cast splintage, intermedul-lary
nailing dan fiksasi eksterna. Untuk luka yang lebih parah perlu pertimbangan yang baik
dari ahli ortopedi dan bedah plastik. Kebanyakan dapat dilakukan fiksasi eksterna. Atau
juga locked nailing dan pemasangan plates and screws.

Perawatan Selanjutnya
Tungkai ditinggikan, perhatikan sirkulasinya. Pada luka yang dibiarkan terbuka,
lihat dalam 2-3 hari, dan lakukan delayed primary suture atau pencangkokan kulit. Bila
terjadi toksemia atau septikemia (stlh pemberian kemoterapi) lakukan drainase

Sekuele pada Fraktur Terbuka


 Kehilangan kulit dan kontraktur
 Pada tulang akan infeksi dan terbentuk squester dan sinus sehingga perlu
dievakuasi
 Delayed union akan terjadi setelah infeksi sehingga harus dikendalikan infeksi.5

KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi Umum
24 jam pertama setelah cedera :
 Syok
 Koagulopati difus
 Fungsi pernafasan
 Crush syndrome
 Trombosis vena dan emboli paru-paru
 Tetanus
 Gas Gangren
 Emboli lemak
Komplikasi Lokal
DINI:
 Infeksi
 Robekan serabut otot
 Cedera pembuluh darah, saraf, visceral, ligamen
LANJUT:
• Nekrosis avaskuler
• Ulkus dekubitus
• Tendinitis, ruptur tendon
• Non-union
• Malunion
• Kekakuan sendi.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th


Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.Guyton, AC, Hall, JE.
2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
2. Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. 7th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
3. Aplley AG, Solomon L.1993. In : Apley’s system of Orthopaedics and fractures.
Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd.
4. Mescher Anthony L. 2010. Junqueira’s Basic Histology. 12th ed. United States :
McGraw-Hill Mohrman, D.E. & Heller, L.J.
5. Schwartz, Seymour I. 1999. Schwartz : Principles of Surgery, 7th ed. United
States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai