Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma merupakan suatu cedera atau rudapksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus
(luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain),
putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan
saraf.1
Cederapada tulang dapat menimbulkan patah tulang (fraktur) dan
dislokasi.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, baik hanya berupa retakan
atau pecahan pada cortex sampai pada patahan yang komplit dan fragmen tulang
mengalami pergeseran dari tempat semula.1 Jika kulit diatasnya masih menutup
dan intak dikatakan fraktur tertutup (simple) dan jika kulit tidak intak disebut
fraktur terbuka. Fraktur terbuka cenderung terjadi kontaminasi dan infeksi.2
Fraktur tibia dan fibula yang lazim disebut fraktur cruris merupakan fraktur
yang sering terjadi disbanding fraktur tulang panjang lainnya.Periosteum yang
melapisi tibia lebih tipis terutama pada daerah depaan yang hanya dilapisi kulit,
sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fraagmen frakturnya bergeser.Jika
kulit diatasnya masih menutup dan intak dikatakan fraktur tertutup (simple) dan
jika kulit tidak intak disebut fraktur terbuka.Fraktur terbuka cenderung terjadi
kontaminasi dan infeksi.2
Agar penangaanannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus
diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.
Penanganan kelainan musculoskeletal dapat dilakukan dengan terapi non-operatif
atau terapi operatif yang selanjutnya akan dibahas dalam refleksi kasus ini.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TULANGCRURIS
1. Tulang3
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atas hampir 50% air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari
bahan mineral terutama calcium kurang lebi 67% dan bahan seluler 33%. 3
Berdasarkan bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Tulang panjang/tulang pipa
Tulang panjang teridiri atas epifisis, diafisis, dan metafisis.Epifisis
(ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan
mempengaruhi kestabilan sendi.Diafisis adalah bagian utama dari
tulang panjang yang memberikan structural tulang.Metafisis
merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan
diafisis.Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama
masa pertumbuhan.Tulang panjang seperti tulang humerus, femur,
tibia, fibula.3

Gambar 1. Struktur tulang panjang

2
- Tulang pendek
Tulang ini sering didapat pada tulang-tulang karpalia di tangan dan
tarsalia di kaki.
- Tulang pipih
Tulang ini sering terdapat di tengkorak, panggul/coxae, sternum dan
costae, serta scapula.
- Tulang tak beraturan
Contohnya tulang vertebra, tulang wajah.
- Tulang sesamoid
Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang berdekatan dengan
persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial.Contohnya
tulang patella.3

a. Tibia3
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan
berfungsi menyanggah berat badan.Tibia bersendi diatas dengan
condyles femoris dan caput fibulae, di bagian bawah talus dan ujung
distal fibula.Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung
bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.3
Pada ujung atas terdapat condylii lateralis dan medial (kadang-
kadang disebut plateu tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan
condyli lateralis dan medialis femoralis, dan dipisahkan oleh menisci
lateralis dan medialis.Permukaan atas facies articulares condylorum
tibia terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior, diantara
kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.3
Pada aspek lateral condyles lateralis terdapat facies articulares
fiblaris circularis yang kecil dan bersendi dengan caput fibulae.pada
aspek posterior condyles medialis terdapat insertion
m.semimembranosus.3
Caput tibia berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies.Margines anterior dan

3
medial, serta facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo
anterior menonjol dan membentuk tulang kering.pertemuan antara
margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang
merupakan tempat lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah
membulat dan melanjutkan diri sebagaai malleolus medialis. Margo
lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk
membrane interossea. 3
Facies posterior dari corpus tibiae menunjukkan linea oblique,
yang disebut lineea musculi solei, untuk tempat lekatnya
m.soleus.ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya
terdapat permukaan sendi bebentuk plana untuk os tallus. Ujung bawah
memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus
medialis.Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan
talus.Pada facies lateralis ujung bawah tibia terdapat lekukan yang
lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula.3

Gambaar 2. Struktur anatomi tulang tibia

4
b. Fibula
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang ramping. Tulang
ini tidak ikut berartikulasi pada articulation genus, tetapi dibawah,
tulang ini membentuk malleolus lateralis dari articulation
talocruralis.Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan
tetapi merupakan tempat melekat otot-otot.Fibula mempunyai ujung
atas yang melebar, corpus dan ujung bawah.3
Ujung atas atau caput fibulae, ditutupi oleh processus
styloideus.Bagian ini mempunyai facies articularis untuk bersendi
dengan condyles lateralis tibiae.3
Corpus fibulae panjang dan ramping. Ciri khasnya adalah
mempunyai margines dan empat facies margo medialis atau margo
interosseus memberikan tempat perlekatan untuk mebrana interossea.
Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk
segitiga dan terletak subkutan.Pada facies medialis dari malleolus
lateralis terdapat facies articularis yang berbentuk segitiga untuk
bersendi dengan aspeklateral os talus.Dibawah dan belakang facies
articularis terdapat lekukan yang disebut malleolaris.3

Gambar 3. Struktur anatomi tullang fibula

5
2. Kompartemen Anterior Tungkai Bawah3,4
isi ruang fasial anterior tungkai bawah adalah sebagai berikut :
1) Otot ; M.tibialis anterior, M.ekstensor digitorum longus, M.Perenous
tertius dan M.ekstensor Hallucis Longus
2) Vaskularisasi ; A.tibialis anterior dan V.Tibiaalis anterior
3) Inervasi ; N.Perenous profundus

Gambar 4. Otot pada kompartemen anterior cruris

3. Kompartemen Lateral Tungkai Bawah3,4


1) Otot; M.Peroneus longus dan M.Peroneus brevis
2) Vaskularisasi ; cabang dari A.Peronea dan V.Peronea
3) Inervasi ; N.Peroneus supergfisialis

6
Gambar 5. Otot pada kompartemen lateral cruris

4. Kompartemen Posterior Tungkai Bawah3,4


1) Otot;
- Kelompok otot superfisial ; M.Gastrocnemius, M.Plantaris, dan
M.Soleus
- Kelompok otot profunda ; M.Popliteus, M.Flexor digitorum longus,
M.Hallucis longus, dan M.Tibialis posterior

Gambar 6.Otot pada kompartemen posterior cruris

7
2) Vaskularisasi ; A.tibialis posterior
3) Inervasi ; N.tibialis

B. FRAKTUR TERBUKA TIBIA FIBULA


1. Defenisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan
berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.3
Fraktur tibia dan fibula adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun
parsial yang menyebabkan robeknya kulit pada tulang tibia dan fibula.
Posisi tibia dan fibula di subkutan berdasarkan struktur anatominya
sehingga tibia lebih sering mengalami fraktur dan lebih sering mengalami
fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang lainnya.5

2. Etiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma
- Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang sehingga menyebabkan fraktur pada
daerah tekanan dan dapat disertai dengan kerusakan jaringan
diatasnya.6
- Trauma tidak langsung
Terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah asal trauma. Tekanan pada tulang dapat berupa :6
 Tekanan berputaar yang menyebabkan faktur bersifat oblik atau
spiral
 Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

8
 Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan
fraktur impaksi, disokasi, atau fraktur dislokasi
 Kompresi vertical yang dapat menyebabkan fraktur kominutif
atau memecah
 Trauma oleh karena remuk
 Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik
sebagian tulang.6
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang akibat tekanan berulang-ulang.
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia, fibula atau metatarsal
terutama pada penari, atlet, dan calon tentara yang jalan berbasis jarak
jauh.2
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau tulang yang sangat rapuh (misal pada
penyakit paget) 2

3. Mekanisme fraktur dan patologi


Fraktur terjadi karena daerah pada tulang gagal menopang tekanan yang
terjadi. Terdapat dua factor yang berperan dalam terjadinya fraktur :
- Kekuatan tekanan yang dapat berupa (1) pemuntiran/rotasi yang dapat
menyebabkan fraktur spiral; (2) penekukan, yang menyebabkan fraktur
melintang; (3) penekukan dan penekanan yang mengakibatkan fraktur
yang sebagian melintang tapi diserai fragmen kupu-kupu berbentuk
segitiga yang terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan
penekanan yang menyebbakan fraktur oblik pendek; atau (5)
penarikan, dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang
sampai terpisah. 2,7
- Factor kekuatan tulang yang dapat menurun pada lansia dengan
osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi atau

9
penyakit lain sehingga dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.8

4. Klasifikasi fraktur
a. Klasifikasi Etiologis
1) Fraktur traumatik ; terjadi karena trauma yang tiba-tiba
2) Fraktur patologis ; terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang
3) Stress fracture ; terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu (Rasjad)

b. Klasifikasi berdasarkan hubungan dengan dunia luar


a. Fraktur tertutup ; suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.9
b. Fraktur terbuka ; fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Klasifikasi
fraktur terbuka Gustillo dibagi dalam tiga kategori yaitu
berdasarkan mekanisme trauma, kerusakan jaringan dan derajat
keterlibatan tulang ..9
(1) Derajat I : laserasi kurang dari 1 cm, trauma biasanya berasal
dari dalam keluar, tergolong bersih dengan kontusio otot
minimal
(2) Derajat II : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan minimal pada
jaringan luunak, dan terdapat kontaminasi
(3) Derajat III : fraktur dengan kerusakan jaringan yang parah
pada struktur jaringan otot, kulit dan neurovascular
disebabkan oleh truma dengan energy tinggi. Fraktur terbuka
derajat tiga terbagi atas :
Derajat IIIa : fraktur laserasi jaringan yanf parah namun
penutupan jaringan lunak yang masih adekuat; pelepasan
periosteum minimal.

10
Derajat IIIb : fraktur dengan kerusakan jaringan yang luas,
pelepasan periosteum disertai tulang terpapar dengan daerah
luar dan terdpat kontaminasi yang luas.
Derajat IIIc : fraktur yang disertai dengan cedera pada
pembuluh darah besar dan memerlukan penanganan segera.10

Gambar 7. Pembagian Grade fraktur terbuka menurut Gustillo-Anderson

c. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis fraktur


(1) Fraktur transversa ; garis fraktur melintas sepanjang tulang dan tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang
(2) Fraktur linear ; terjadi retakan tetapi tidak terjadi displacement
(3) Fraktur oblik; garis fraktur yang miring pada axis tulang panjang
(4) Fraktur spiral ; garis fraktur berbentuk spiral timbul akibat torsio pada
ekstremitas
(5) Fraktur segmental ; fraktur pada satu tulang dengan dua fragmen
(6) Fraktur greenstick ; salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok, fraktur ini biasanya terjadi pada anak
(7) Fraktur kominutif ; fraktur dengan lebih dari dua fragmen tulang.9

11
Gambar 8. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis fraktur

d. Klasifikasi fraktur menurut lokalisasinya


(1) Fraktur diafisis ; terjadi pada bagian tengan tulang panjang
(2) Fraktur metafisis; terjadi pada metafisis tulang
(3) Fraktur epifisis ; melibatkan bagiaan distal terhadap fisis yang
meruppakan lempeng pertumbuhan dan sering terjadi pada anak-anak
karena masih terdapat lempeng epifisis..9

e. Klasifikasi fraktur berdasarkan posisi fragmen


(1) Bergeser (displaced)
Setelah mengalami fraktur komplit fragmen tulang biasanya
bergeser.Keadaan ini disebabkan karena trauma dan tarikan atau
dorongan oleh otot.
Pergeseran fragmen fraktur dapat digambarkan sebagai berikut :
- Translation (shift); fragmen bergeser ke depan, ke belakang, atau ke
samping sehingga daerah fraktur kehilangan kontak
- Angulasi (tilt); pergeseran fragmen yang membentuk sudut
- Rotasi (twist) ; salah satu bagian fragmen berputar pada axis
longitudinalnya; tulang tampak lurus namun bagian proksimalnya
mengalami deformitas rotasi
- Length ;fragmen dapat mengalami distraksi, tumpang tindih karena
spasme otot sehingga menyebabkan pemendekan tulang. 6

12
(2) Tidak bergeser (undisplaced)
Garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteumnya masih utuh.11
5. Diagnosis
a. Anamnesis5,7
Hal-hal yang menyebabkan penderita datang untuk meminta
pertolongan yaitu :
1) Sakit/nyeri :
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada riwayat trauma atau tidak
- Sejak kapan dan apakah sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya : pegal/seperti di tusuk-tusuk/rasa
panas/ditarik-tarik, terus menerus atau hanya waktu
bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang
timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
- Kekakuan : pada umumnya mengenai persendian. Apakah
hanya kaku atau disertai sehingga pergerakan terganggu ?
- Kelemahan : apakah yang dimaksud instability atau kekakuan
otot menurun/melemah/kelumpuhan

b. Pemeriksaan fisik7,9
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan
umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
(2) pemeriksaan setempat (status lokalis).

13
1) Gambaran umum
Keadaan umum : baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu :
- Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
tubuh
Setelah itu secara sistematik dari kepala, leher, thorax,
abdomen, kelamin, punggung, ekstremitas atas dan bawah.

2) Pemeriksaan lokalis7,9

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal


dari anggota gerak terutama mengenai status neurovaskuler. Pada
pemeriksaan ortopedi yang penting adalah :

a) Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutp dan terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan
pemendekan
b) Feel (palpasi)
Pada waktu meraba, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki agar dimulai dari poisi netral/posisi anatomi.Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang meberikan
informasi dua arah baik ke pemeriksa maupun ke pasien,
karena itu perlu diperhatikan ekspresi wajah pasien atau
menanyakan perasaan pasien. Hal yang perlu diperhatikan :

14
- Temperature setempat yang meningkat
- Nyeri tekan
- Krepitasi; sensasi crackling pada perabaan daerah fraktur
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior,
sesuai dari anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri waktu pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma.
c) Move (pergerakan)
Pergerakan dilakukan secara aktif dan pasif pada sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri sehingga pemeriksaan pergerakan tidak boleh dilakukan
dengan kasar, dismaping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.

c. Pemeriksaan radiologis7,9
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai
adanya fraktur.Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta ekstensi
fraktur.Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip-
prinsip yaitu :
- Dua posisi proyeksi : dilakukan sekurang-kurangnya yaitu
pada anteroposterior dan lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto di
roksimal dan distal sendi yang mengalami fraktur
- Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto
pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan
fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur

15
calcaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
- Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya
fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga diperlukan foto berikunya 10-14 hari kemudian.

6. Penatalaksanaan2, 5, 7
Tujuan utama penatalaksanaan fraktur adalah : (1)untuk membatasi
dan menjaga kerusakan jaringan lunak (atau memulihkan, dalam kasus
fraktur terbuka) kulit yang mnutupi tulang; (2) untuk mencegah atau
setidaknya mengenali adanya sindrom kompartemen; (3) mendapatkan
dan mempertahankan fracture alignment; (4) untuk memulai lebih awal
weightbearing (meningkatkan proses penyembuhan); (5) untuk memulai
gerakan secara bersamaan sesegera mungkin.
Semua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringan tampakannya,
harus diasumsikan sebagai luka terkontaminasi maka penting untuk
berusaha mencegah dari infeksi.2, 5
Prinsip penanganan fraktur terbuka :
1) Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi
2) Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat
mengancam jiwa
3) Berikan antibotika yang sesuai dan adekuat
4) Lakukan debridement dan irigasi luka
5) Lakukan stabilisasi fraktur
6) Penutupan jaringan lunak dengan segera
7) Lakukan rehabilitasi ekstremitas yang mengalami fraktur

Tahap-tahap penanganan fraktur terbuka


a) Pembersihan luka
Dengan cara irigasi menggunakan NaCl fisiologis secara mekanis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat

16
b) Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan
daerah pertumbuhan bakteri yang baik sehingga perlu dilakukan
eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fascia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas
c) Pengobatan fraktur
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal
atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang.Fraktur grade
II dan III sebaiknya difiksasi eksterna.
d) Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7
jam mulai dari terjadinya fraktur) maka sebaiknya kulit ditutup.
Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan
drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali
disebut delayed primary closure.
e) Pemberian antibiotic
Antibiotic bertujuan untuk mencegah infeksi.Antibiotic diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan setelah tindakan
operasi.
f) Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan
pencegahan tetanus.Pada penderita yang telah mendapat imunisasi
aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum dapat
diberikan 250 unit tetanus immunoglobulin.

Fraktur cruris yang garis patahnya miring dan membentuk


spiral merupakan fraktur yang tidak stabil karena cenderung
membengkok dan memendek setelah dilakukan reposisi tertutup
sehingga sebaiknya ditangani dengan ORIF atau OREF.

17
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan defenitif,
prinsip pengobatan ada empat yaitu :
a. Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal
ppengobatan diperhatikan :
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan tehnik yang sesuai dengan pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction ; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima.Diperlukan reduksi untuk sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoatritis di kemudian hari.
- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal
- Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur
pada posisi anatomi normal. Alignment dan aposisi yang sempurna
- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan
reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.

18
c. Retention ; imobilisasi fraktur
- Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan.
- Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan
- Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna,
traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nai, lempeng, sekrup,
kawat, batang ,dll)
d. Rehabilitation ; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin
- Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal
pada bagian yang sakit
- Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi.

OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION 2


Fragmen tulang dapat diperbaiki dengan screws, metal plate
yang diperkuat oleh screw, long intermedullary rod atau nail
(dengan atau tanpa screw pengunci), sirkumferensial band atau
kombinasi dari metode ini.
Fiksasi internal merupakan jenis terapi fraktur yang paling
diinginakan. Indikasi utamanya ialah :
- Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
- Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung
mengalami pergeseran kembali setelah reduksi (misalnya
fraktur media os radius, dan ankle displaced) selain itu juga
fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot
(misalnya fraktur transversa olekranon atau patella)

19
- Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan
terutama fraktur pada neck femur
- Fraktur ptologik
- Fraktur multiple, bila fiksasi dini (internal maupun eksternal)
mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ
pada berbagai system
- Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita
paraplegia, pasien dengan cedera multiple, dan sangat lanjut
usia)

OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION2


Reduksi terbuka dengan alat fiksasi sksterna dengan menggunakan
kanselola screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain misalnya menurut AO atau inovasi sendiri dengan
menggunakan screw Schanz.
Indikasi :
- Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak
(termasuk faktur terbuka) yang hebat dan yang
terkontaminasi dimana dengan fiksasi internal berisiko, dan
untuk akses inspeksi kembali luka, pembalutan ataupun
bedah plastic
- Fraktur disekitar sendi yang berpotensi cocok dengan ORIF
tetapi jaringan lunakya sangat bengkak untuk operasi yang
aman
- Pasien dengan cedera multiple yang berat, terutama bila ada
fraktur femur bilateral, fraktur pelvic dengan perdarahan
berat, atau disertai cedera kepala atau dada
- Fraktur yang tidak menyatu yang dapat dieksisi dan
dikompresi
- Fraktur yang terinfeksi, diman fiksasi internal tidak cocok

20
7. Komplikasi
a. Komplikasi Akut2
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak
adanya nadi, CRT (capillary refil time) menurun, sianosis bagian
distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkanoleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartment Sindrom
Kompartment sindrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut.Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom kompartemen (5P)
sebagai berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat bagian
distal), (3) Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi,
perfusi yang tidak baik dan CRT>3 detik pada bagian distal
kaki), (4) Paraestesia (tidak ada sensasi), (5) Paralysis
(kelumpuhan tungkai).
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hipertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan.Pada trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada

21
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman Ischemia

b. Komplikasi Jangka Lama


1) Malunion
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada
saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,
varus/valgus, kependekan atau union secara menyilang misalnya
pada fraktur radius dan ulna
2) Delayed Union
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang
waktu 35 bulan ( tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan
untuk anggota ferak bawah )
3) Nonunion
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8
bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat
pseudoartrosis (sendi palsu)

22
BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 84 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :Ds. Balano, Parigi
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan :IRT
Tanggal masuk RS : 23 Januari 2018
No.RM : 083199

B. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Nyeri pada tungkai bawah kiri
b. Riwayat Trauma : Kecelakaan lalu lintas
c. Mekanisme Trauma: Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien
tertabrak motor dengan kecepatan sedang dari arah samping kiri badan
pasien saat menyebrang jalan. Pasien terlempar ke arah sisi kanan badan
pasien sekitar 1 meter. Kejadian kecelakaan lalu lintas dialami 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (22 Januari 2018 pukul 16.00 WITA).
d. Anamnesis Terpimpin : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri pada tungkai bawah kiri setelah tertabrak motor 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Setelah kejadian pasien sadar dan mengeluh nyeri
pada tungkai bawah kiri, keluhan sakit kepala (+), mual (-), muntah (+) 1
kali, nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-), BAK (+) biasa, BAB (-)
biasa.Pasien mengaku tidak pernah ke tukang urut sebelumnya.
e. Riwayat penyakit dahulu :Pasien belum pernah mengalami hal seperti
ini sebelumnya.Riwayat penyakit hipertensi (-), kencing manis (-), asma
(-), dan keganasan (-).

23
f. Riwayat penyakit keluarga :Tidak ada dikeluarga yang menderita
kejadian yang sama. Riwayat penyakit hipertensi (+), Diabetes Mellitus
(-), Asma (-), dan keganasan (-).
g. Riwayat pengobatan :Pasien belum pernah berobat ke pelayanan
kesehatan atau ke pengobatan alternatif sebelumnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
GCS : E4V5M6

1) Primary Survey
- Airway : Bebas
- Breathing : respirasi = 22 x/menit.
- Inspeksi : jejas (-), pergerakan dada simetris
- Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus
kanan=kiri
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesicular (+/+) thoraco-
abdominal, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
- Circulation : TD 140/80 mmHg, Nadi 72x/menit kuat angkat, regular,
akral hangat
- Disability : GCS E4V5M6
- Exposure : Suhu 37,5oC

2) Secondary Survey
- Kepala – Leher :
o Bentuk simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
telinga normal, otorhea (-), bentuk hidung normal, rhinorhea (-),
pembengkakan kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)

24
- Thorax
o Inspeksi : jejas (-), pergerakan dada simetris, retraksi (-)
o Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi :Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar SIC VII
linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
- Auskultasi :vesikular (+/+), ronki (-/-), wheezing(-/-). Bunyi jantung
I/II murni reguler

- Abdomen
o Inspeksi : jejas (-), datar
o Auskultasi :Peristaltik (+) kesan normal
o Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen
- Palpasi :Nyeri tekan (-), massa (-)

- Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -

25
3) Status Lokalis
- Regio : Cruris sinistra
Penilaian
Look Warna Seperti kulit sekitar
Pembengkakan (+)
Deformitas
 Angulasi (-)
 Rotasi (-)
 pemendekan (+)
Luka terbuka (+)ukuran ± 3 x 2 cm,
warna lukakemerahan
Feel Nyeri tekan (+)
Fungsi sensorik (+)
Akral dingin (-)
krepitasi (+)
Pulsasi
a. Poplitea (+)
b. Dorsalis pedis (+)
Move Aktif
 Adduksi (-)
 Abduksi (-)
pasif
 Adduksi (+)
 Abduksi (+)

ROM terbatas

26
D. RESUME
Pasien ♀ 84 tahun dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah kiri setelah
tertabrak motor dengan kecepatan sedang saat menyebrang jalan 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien tertabrak dari arah samping kiri dan
menghantam bagian tungkai bawah kiri. Setelah kejadian pasien sadar dan
mengeluh nyeri pada tungkai bawah kiri dan sulit menggerakkan kaki kirinya,
sinkop (-), cephalgia (+), nausea (-), vomitus (+) 1 kali.
Pada pemeriksaan fisik lokalis 1/3 distal regio cruris sinistra ditemukan
vulnus laceratum (+), pembengkakan (+), deformitas (+), pemendekan
(+),nyeri tekan (+), krepitasi (+), fungsi sensoris (+), pulsasi A.dorsalis pedis
(+), pergerakan aktif yang terbatas.

E. DIAGNOSIS AWAL
 Suspek fraktur terbuka os tibia sinistra 1/3 distal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi darah
rutin :
Hemoglobin 11.0 11,5 – 16.0 g/dl
Leukosit 11.6 4.0 – 10.0 ribu
Eritrosit 3.6 3.8 – 5.8 juta
Hematokrit 34.0 37 - 47 %
Trombosit 196 150 - 500 ribu
MCV 95 87-100 £L
MCH 30.5 27 – 32 pg
MCHC 32.3 32 – 36 g/dl
Limfosit 10.0 25-40 %
Monosit 2.2 2-8 %
Eosinofil 1.1 2-4%
Basofil 0.3 0-1 %

27
Neutrofil 86.4 50-70%
Clotting Time 7 : 00 4-10 (menit:detik)
Bleeding Time 4 : 00 1-5 (menit:detik)
Kimia Klinik
GDS 151 74-100 mg/dl
Ureum 41.0 15-43 mg/dl
Kreatinin 1.15 15. – 43.0 mg/dl
SGOT 47 U/L 0 – 31 U/L
SGPT 21 U/L 0-34 U/L

Pemeriksaan Radiologi

- X-ray AP/L cruris sinistra

Kesan :

- Fraktur komplitOs Tibia Sinistra 1/3 distal, cum contractinum, aposisi dan
alignment kurang baik
- Fraktur komplit Os Fibula Sinistra 1/3 distal, cum contractinum, aposisi
dan alignment kurang baik

G. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur terbuka Os tibia et fibula sinistra 1/3 distal oblique displaced
grade II

28
H. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
Medikamentosa Penyakit Jantung
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Ramipril 5 mg 0-0-1
- Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Medikamentosa Bedah Ortopedi
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Antibiotik :
o Inj.Anbacim 1 gr/12 jam/IV
o Inj. Sagestam / 12 jam/IV
- Analgetik :
o Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
- Antagonis reseptor H-2
o Inj.Ranitidin 50 mg/8 jam/IV

 Non-Medikamentosa
- Imobilisasi
- Debridement open frakture
- Rencana open reduction and internal fixation (ORIF)

Laporan Pembedahan :

- Pasien dalam posisi supinasi dengan spinal anastesi


- Prosedur steril dan dripping
- Anterior approach (Tibia) : kutis, subkutis, fascia, tulang
- Prosedur debridement
- Reposisi : pasang plate dan screw tibia  7 + 6 screw
- Lateral approach (fibula) : kutis, subkutis, fascia, tulang
- Reposisi : pasang plate dan screw fibula  5+4 screw
- Cuci luka, kontrol perdarahan
- Jahit luka, tutup luka

29
- Pembalutan dengan verban gulung
- Operasi selesai

Dokumentasi operasi

30
Follow Up

Tanggal S O A P

Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - .IVFD NaCl 0,9% 16


bawah kiri(+), TD : komplit tpm
sakit kepala 140/80mmHg Os Tibia - Inj.Anbacim 1
(+), pusing N : 72 x/m et Fibula gram/12 jam/IV
(+), muntah R : 21 x/m sinistra - Inj.Ketorolac 30 mg/8
23/01/2018 (+) 1 kali, S : 37º C 1/3 distal jam/IV
(IGD) BAK (+) - Inj.Ranitidin 50 mg/8
BAB (-). jam/IV
- Inj.Tetagam 1 cc/
- Pasang spalk
- Konsul bedah
ortopedi

Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm


bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
24/01/2018 nyeri kepala 140/90mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 70 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37º C 1/3 distal - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+)BAB oblique jam/IV
(+) Biasa displaced - Inj.Ranitidin 50 mg/8
grade II jam/IV
- PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
25/01/2018 nyeri kepala 140/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 72 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37,1º C 1/3 distal - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+) oblique jam/IV
BAB (+) displaced - Inj.Ranitidin 50 mg/8
Biasa grade II jam/IV
- PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)

31
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
26/01/2018 nyeri kepala 160/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 68 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37,2º C 1/3 distal - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+) oblique jam/IV
BAB (+) displaced - Inj.Ranitidin 50 mg/8
Biasa grade II jam/IV
- PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- Foto thorax AP/L
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), komplit - Inj.Anbacim 1
27/01/2018 nyeri kepala TD : Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), 170/80mmHg et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), N : 68 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), R : 21 x/m 1/3 distal - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+) S : 37º C oblique jam/IV
BAB (+) displaced - Inj.Ranitidin 50 mg/8
Biasa grade II jam/IV
- PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- Terapi jantung :
- Furosemide 4 mg
1-0-0
- Amlodipine 10 mg
1-0-0
- Ramipril 10 mg 0-
0-1
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
29/01/2018 nyeri kepala 130/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 72 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37,1º C 1/3 distal - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+) oblique jam/IV
BAB (+) displaced - Inj.Ranitidin 50 mg/8
Biasa grade II jam/IV
- PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)

32
- Konsul kembali ke
penyakit jantung
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
30/01/2018 nyeri kepala 140/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 72 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37,1º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- Terapi jantung lanjut
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
31/01/2018 nyeri kepala 160/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 74 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 37º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- Terapi jantung lanjut

Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm


bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
01/02/2018 nyeri kepala 140/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 80 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 36,6º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- ECHO (P.Jantung)
- Terapi jantung lanjut
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
02/02/2018 nyeri kepala 150/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 80 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12

33
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 36,8º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- ECHO (P.Jantung)
- Terapi jantung lanjut

Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm


bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
03/02/2018 nyeri kepala 140/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 82 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 36º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF (menunggu
jadwal)
- Terapi jantung lanjut
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : komplit - Inj.Anbacim 1
04/02/2018 nyeri kepala 120/80mmHg Os Tibia gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 80 x/m et Fibula - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m sinistra jam/IV
muntah (-), S : 36,2 º C 1/3 distal - Asam mefenamat 500
BAK (+) oblique mg 3 x 1 tab
BAB (+) displaced - Neurodex 2 x 1 tab
Biasa grade II - PRO debridement +
ORIF Besok
- Terapi jantung lanjut
Nyeri tungkai KU : Baik Fraktur Dilakukan
bawah kiri(+), TD : komplit Debridement +
05/02/2018 nyeri kepala 120/80mmHg Os Tibia ORIF
(-), pusing (-), N : 80 x/m et Fibula Instruksi dan terapi
mual (-), R : 20 x/m sinistra post OP :
muntah (-), S : 36,5 º C 1/3 distal - IVFD Futrolit 20 tpm
BAK (+) oblique - Inj.Anbacim 1
BAB (+) displaced gram/12 jam/IV
Biasa grade II - Inj.Sagestam / 12
jam/IV
- Inj.Ketorolac 30 mg/8

34
jam/IV
- Inj.Ranitidin 50 mg/8
jam/IV
- Terapi jantung lanjut
- Foto X-Ray Cruris
sinistra AP/L
06/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+), TD : Debridem - Inj.Anbacim 1
nyeri kepala 140/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
(-), pusing (-), N : 84 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
mual (-), R : 21 x/m ORIF tibia jam/IV
muntah (-), S : 36,8 º C et fibula - Inj.Ketorolac 30 mg/8
BAK (+) via sinistra jam/IV
kateter. BAB Hari - 1 - Inj.Ranitidin 50 mg/8
(+) Biasa jam/IV
- Terapi jantung lanjut
- Melakukan Foto X-
ray control cruris
sinistra
07/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+) TD : Debridem - Inj.Anbacim 1
sudah 140/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
berkurang N : 80 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
dan dapat R : 20 x/m ORIF tibia jam/IV
digerakkan, S : 36,5 º C et fibula - Inj.Ketorolac 30 mg/8
nyeri kepala sinistra jam/IV
(-), pusing (-), Hari-2 - Inj.Ranitidin 50 mg/8
mual (-), jam/IV
muntah (-), - Terapi jantung lanjut
BAK (+) via
kateter. BAB
(+) Biasa

35
foto x-ray kontrol post debridement + ORIF Os tibia et fibula sinistra

08/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm


bawah kiri(+) TD : Debridem - Inj.Anbacim 1
berkurang 150/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
dan dapat di N : 78 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
gerakkan, R : 20 x/m ORIF tibia jam/IV
nyeri kepala S : 36,5 º C et fibula - Inj.Ketorolac 30 mg/8
(-), pusing (-), sinistra jam/IV
mual (-), Hari-3 - Inj.Ranitidin 50 mg/8
muntah (-), jam/IV
BAK (+) via - Terapi jantung lanjut
kateter. BAB - Ganti Verban
(+) Biasa
09/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+) TD : Debridem - Inj.Anbacim 1
berkurang 140/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
dan dapat N : 80 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
digerakkan, R : 22 x/m ORIF tibia jam/IV
nyeri kepala S : 36,5 º C et fibula - Inj.Ketorolac 30 mg/8
(-), pusing (-), sinistra jam/IV
mual (-), Hari-4 - Inj.Ranitidin 50 mg/8
muntah (-), jam/IV
BAK (+) via - Terapi jantung lanjut
kateter. BAB
(+) Biasa

10/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm


bawah kiri(+) TD : Debridem - Inj.Anbacim 1

36
berkurang 160/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
dan dapat N : 78 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
digerakkan, R : 20 x/m ORIF tibia jam/IV
nyeri kepala S : 36,5 º C et fibula - Asam mefenamat 500
(-), pusing (-), sinistra mg 3 x 1 tab
mual (-), Hari-4 - Neurodex 2x1 tab
muntah (-), - Terapi jantung lanjut
BAK (+), - Aff kateter
BAB (+)
Biasa
11/02/2018 Nyeri tungkai KU : Baik Post - IVFD Futrolit 20 tpm
bawah kiri(+) TD : Debridem - Inj.Anbacim 1
berkurang 160/80mmHg ent cruris gram/12 jam/IV
dan dapat N : 78 x/m Sinistra + - Inj.Sagestam / 12
digerakkan, R : 20 x/m ORIF tibia jam/IV
nyeri kepala S : 36,5 º C et fibula - Asam mefenamat 500
(-), pusing (-), sinistra mg 3 x 1 tab
mual (-), Hari-5 - Neurodex 2x1 tab
muntah (-), - Terapi jantung lanjut
BAK(+), - Pasien boleh pulang
BAB (+)
Biasa

37
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien perempuan berumur 84 tahun yang mengeluh nyeri
pada tungkai bawah kiri. Keluhan tersebut dialami setelah pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas, pasien tertabrak motor dengan kecepatan sedang dari arah
samping kiri badan pasien saat menyebrang jalan. Pasien terlempar ke arah sisi
kanan badan pasien sekitar 1 meter. Kejadian kecelakaan lalu lintas dialami 1 hari
sebelum masuk rumah sakit Setelah kejadian pasien sadar dan mengeluh nyeri
pada tungkai bawah kiri, keluhan sakit kepala (+), mual (-), muntah (+) 1 kali,
nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-), BAK (+) biasa, BAB (-) biasa.Pasien mengaku
tidak pernah ke tukang urut sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik secara generalisata pasien dalam kesadaran
komposmentis dan pemeriksaan fisik kepala, thoraks, abdomen dalam batas
normal.Pada pemeriksaan ekstremitas atas dalam batas normal, dan pemeriksaan
ekstremitas bawah (pemeriksaan lokalis) didapatkan pada region cruris sinistra
tampak luka terbuka ukuran ± 3 x 2 cm, warna luka kemerahan, edema (+),
deformitas (+).Pada perabaan atau palpasi terdapat nyeri tekan (+), teraba hangat
(+), krepitasi (+), pergerakan knee joint dan ankle joint terbatas karena nyeri.
Berdasarkan teori, nyeri tekan merupakan tanda fraktur yang paling sering
terjadi pada pasien pasca trauma atau riwayat cedera. Selain itu, didapatkan
pergerakan abnormal dan tidak adanya perpindahan pergerakan merupakan tanda
pasti adanya fraktur. Nyeri, edema, hematom adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala tersebut tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan
lunak.
Krepitasi terjadi akibat adanya gesekan antar ujung fraktur dan
memberikan sensasi gerak di antara ujung fraktur, dan sebaiknya tidak dilakukan
karena dapat menimbulkan shock neurogenik atau dapat menyebabkan kominuta
atau tumbukan ujung fraktur akibat gesekan ujung tulang. Adanya deformitas
lebih mendukung kearah fraktur.

38
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri,dan
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan
fungsi muskuloskeltal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovascular. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur
dapat ditegakkan walaupun jenis konfiguraasi frakturnya belum dapat
ditentukan.Manifestasi klinis pada kasus telah sesuai dengan teori yaitu ditemukan
adanya riwaayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tungkai bawah kiri
yang dicurigai fraktur, terlihat deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan
pergerakan atau fungsi musculoskeletal akibat nyeri.Maka secara klinis pada
pasien dapat ditegakkan terjadinya fraktur.
Berdasarkan ada tidaknya luka pada daerah yang dicurigai fraktur dengan
kulit diatasnya yang tidak intak atau terdapat luka yang dapat menghubungkan
fragmen tulang yang patah dengan lingkungan luar maka diklasifikasikan ke
dalam fraktur terbuka. Keluhan yang dialami di regio cruris sinistra lebih
mengarahkan kepada fraktur tibia dan fibula yang disebabkan oleh cedera
langsung sehingga mengakibatkan fraktur atau perlukaan kulit di atas tulang yang
mengalami fraktur karena posisi tibia berada di subkutan maka lebih sering
mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang lain di daerah ekstremitas
bawah seperti femur. Faktor usia pada pasien ini yaitu 84 tahun dimana tulang
telah mengalami penurunan jumlah komponen penyusunnya dan cenderung lebih
rapuh maka dengan trauma ringan sampai sedang akan lebih mudah mengalami
fraktur dan lapisan kulit yang semakin menipis sehingga lebih mudah terjadi luka.
Berdasarkan pembagian derajat fraktur menurut Gustillo dan Anderson maka pada
kasus diklasifikasikan dalam fraktur terbuka grade II yaitu fraktur dengan luka
laserasi >1 cm tanpa kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi dan terdapat
kontaminasi.
Sesuai dengan teori bahwa klasifikasi fraktur berdasarkan hubungan
dengan dunia luar terbagi atas :
a. Fraktur tertutup ; suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar

39
b. Fraktur terbuka ; fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.

Untuk memastikan jenis fraktur berdasarkan konfigurasinya sangat


penting untuk dikonfirmasikan dengan melakukaan pemeriksaan penunjang
berupa foto rontgen.
Pada pasien dengan adanya kecurigaan fraktur harus dilakukan imobilisasi
sebagai penaganan awal.Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
mengkonfirmasi kecurigaan suatu fraktur.Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologi x-ray AP dan Lateral. Berdasarkan teori,
pemeriksaan dengan sinar-X harus memenuhi syarat berikut :
- Dua posisi proyeksi : dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
anteroposterior dan lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto di proksimal
dan distal sendi yang mengalami fraktur
- Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada
kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur calcaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
- Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga diperlukan foto
berikunya 10-14 hari kemudian.

Pada kasus telah dilakukan pemeriksaan X-ray cruris sinistra dengan dua
proyeksi yaitu anteroposterior dan lateral dengan hasil pada gambar berikut.

40
Gambar foto X-ray pertama post trauma; posisi anteroposterio/lateral

Namun, terdapat kekurangan pada pengambilan foto X-ray yaitu tidak


menampakkan dua sendi proksimal dan distal dari fraktur yaitu knee joint dan
ankle joint.Hal ini dapat meningkatkan resiko kesalahan pada fraktur, subluksasi,
dan/atau dislokasi pada daerah yang cedera. Dari hasil pemeriksaan foto X-ray
cruris sinistra yang dilakukan tampak fraktur komplit dengan garis fraktur oblik
dan berlokasi di 1/3 distal tulang tibia dan fibula sinistra dengan posisi fragmen
yang bergeser (displaced). Sehingga setelah menegakkan diagnosis fraktur dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi
berupa foto X-ray cruris sinistra maka diagnosis pada pasien di kasus ini adalah
fraktur terbuka komplit Os Tibia et Fibula sinistra 1/3 distal oblik displaced
grade II.
Pada kasus ini, pasien mengalami peningkatan tekanan darah sehingga
dikonsultasikan pada dokter spesialis jantung. Dari bagian jantung dilakukan
tindakan konservatif berupa pemberian medikamentosa amlodipine 5 mg, ramipril
5 mg dan atorvastatin 20 mg untuk mengontrol tekanan darah tinggi yang dialami.
Pada kasus ini, didapatkan adanya luka robek pada regio cruris. Untuk
tatalaksana vulnus laceratum pada kasus ini dilakukan tindakan debridement. Hal
ini sudah sesuai dengan teori dimana untuk tatalaksana awal pada fraktur yang
disertai luka terbuka, dilakukan irigasi dan debridement. Irigasi membantu
menurunkan masuknya bakteri dan mengeluarkan benda asing dan merupakan
tatalaksana rutin pada luka. Untuk surgical debridement diindikasikan untuk
tatalaksana untuk menghilangkan debris infeksius atau pemeriksaan kultur atau
patologi terkait pemberian antibiotik. Untuk mencegah komplikasi yang
ditimbulkan akibat tindakan operatif, maka diberikan terapi antibiotik.
Pada kasus ini diberikan antibiotik Anbacim (Cefuroxime sodium) 1 gram
sebagai antibiotik dari golongan sefalosporin untuk mencegah terjadinya infeksi

41
akibat terjadinya luka terbuka yang terkontaminasi. Obat ini merupakan antibiotic
golongan sefalosporin generasi kedua yang menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.Obat ini aktif terhadap
bakteri gram positif maupun negative serta bakteri anaerob.
Selain itu juga diberikan obat sagestam (Gentamicin) secara intravena
sebagai antibiotic aminoglikosida yang memiliki efek bakterisidal dan terutama
aktif terhadap bakteri gram negative aerob.Pemberian golongan analgetik dan H2
reseptor antagonis juga diberikan berpasangan.Ketorolac diberikan sebagai
analgetik dari golongan Non Steroidal Anti Inflammatory drug (NSAID) yang
bekerja memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi
untuk membantu mengurangu bengkak, nyeri berat, atau demam. Efek samping
yang paling sering ditimbulkan oleh obat Ketorolac ini adalah hipersekskresi asam
lambung, mual, muntah, kembuung, heartburn ringan sehingga penggunaannya
sering disertakan dengan obat H2 reseptor antagonis untuk mengurangi sekresi
asam lambung.
Tujuan penatalaksanaan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi).

Semua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringan tampakannya, harus


diasumsikan sebagai luka terkontaminasi, maka penting untuk berusaha mencegah
dari infeksi.
Tindakan opertif yang dapat dilakukan adalah berupa reduksi tertutup
dengan fiksasi eksterna atau perkutaneus dengan K-wire, open reduction internal
fixation (ORIF) atau open reduction external fixation (OREF).
Pada kasus ini dilakukan tindakan operatif berupa open reduction internal
fixation (ORIF). Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan
fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung. Keuntungan ORIF
adalah tercapai reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga
pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera biasa dilakukan.

42
Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang, non union, dan implant failure,
fraktur berulang. Adapun berdasarkan teori indikasi dilakukannya ORIF ialah :
- Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
- Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi (misalnya fraktur media os radius,
dan ankle displaced) selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik
terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur transversa olekranon atau
patella)
- Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama
fraktur pada neck femur
- Fraktur ptologik
- Fraktur multiple, bila fiksasi dini (internal maupun eksternal)
mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada
berbagai system
- Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia,
pasien dengan cedera multiple, dan sangat lanjut usia)

43
Adapun indikasi pemilihan teknik open reduction external fixation
(OREF) adalah :
- Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak (termasuk
faktur terbuka) yang hebat dan yang terkontaminasi dimana dengan
fiksasi internal berisiko, dan untuk akses inspeksi kembali luka,
pembalutan ataupun bedah plastic
- Fraktur disekitar sendi yang berpotensi cocok dengan ORIF tetapi
jaringan lunakya sangat bengkak untuk operasi yang aman
- Pasien dengan cedera multiple yang berat, terutama bila ada fraktur
femur bilateral, fraktur pelvic dengan perdarahan berat, atau disertai
cedera kepala atau dada
- Fraktur yang tidak menyatu yang dapat dieksisi dan dikompresi
- Fraktur yang terinfeksi, diman fiksasi internal tidak cocok

Jadi berdasarkan indikasi pemilihan ORIF dan OREF diatas maka tindakan
operatif yang dipilih dari kasus ini tidak sesuai dengan menurut teori yang ada.
Karena pada kasus tergolong fraktur terbuka grade II yang berisiko infeksi.
Sehingga pemilihan lebih tepat adalah dengan open reduction external fixation
(OREF).
Komplikasi fraktur secara umum dibagi menjadi dua komplikasi segera
yang terjadi karena fraktur, komplikasi awal terjadi beberapa hari setelah fraktur
dan komplikasi lambat terjadi lama setelah fraktur. Komplikasi-komplikasi ini
dapat berefek secara local maupun sistemik.
Pada pasien ditemukan komplikasi awal fraktrur berupa komplikasi pada
kulit yang mengalami aberasi yang disertai partikel atau benda asing kotor dan
masuk ke dermis karena jenis fraktur termasuk fraktur terbuka. Aberasi ini tidak
berlangsung lama karena segera dilakukan membersihan secara menyeluruh untuk
mencegah kerusakan yang menyebabkan timbulnya pigmentasu residual pada
proses re-epitelisasi..selain itu juga terjadi komplikasi pada otot akibat kerusakan
otot yang bersifat pasrsial karena terjadi tegangan yang hebat pada bagian otot

44
yang sedang berkontraksi. Untuk komplikasi awal lainnya maupun lanjut belum
ditemukan pada pasien ini.

45
BAB V

KESIMPULAN

1. Fraktur Tibia-fibula terbuka adalah terputusnya hubungan tulang tibiadan


fibula yang disebabkan oleh cedera pada tungkai bawah
2. Dasar diagnosis pada kasus ini didapatkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta sesuai teori.
3. Pada kasus ini dilakukan optimalisasi keadaan sehingga pasien dapat
dilakukan tindakan operatif.
4. Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi).
5. Pada kasus ini dilakukan reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi
interna. Cara ini disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (Open
Reduction Internal Fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya
berupa plate dan sekrup. Namun, pemilihan teknik ORIF ini tidak sesuai
dengan indikasi ORIF yang ada pada pasien. Sebaiknya pada tipe fraktur
terbuka pada pasien lebih dipilih tindakan OREF utuk mencegah risiko
infeksi.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Duckworth T, Blundell, CM. Lecture Note Orthopaedics And Fracture.


Fourth Edition. Blackwell Publishing. Oxford University. 2010.
2. Apley AG. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.Widya
Medika.Jakarta.1995
3. Snell RS. Anatomi klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-
6.EGC.Jakarta.2006
4. Moore,Keith,L, Dalley,Arthur, F.Clinically Oriented Anatomy, 5th ed,
Lippincott Williams and Wilkins.2006
5. Louis S, David, W. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th ed,
Hodder Arnold.2010
6. Nayagam, Selvadurai. Principle of Fractures, .Solomon Louis.,Warwick D;
Apley’s System of Orthopedic, pp; 687-89;714-15.Ebook.2010
7. Rasjad,C..,Reksoprodjo, S.Hadi et al..Sistem Muskuloskeletal, in
Sjansuhadjat; Buku Ajar Ilmu Bedah edisi .pp: 1040;1043-
44;1051.EGC.Jakarta.2011
8. Corwin, E.J.Buku Saku Patofisiologi Edisi revisi 3; Kontrol Terintegrasi dna
Disfungsi.pp; 336.EGC.Jakarta.2007
9. Baluvelt, Carolyn.A manual Orthopaedic Terminilogy Seventh
Edition;Classification of Fractures, Dislocation, and Sport-related
Injuries.pp;5-6.Elsevier.Philadephia.2007
10. Koval, K.J,Z. Handbook of Fracture Third Edition; Open Fracture,
pp:23.Lippincott Williams and Wilkins.Philadephia.2006
11. Sapardan, Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. In Reksoprodjo, Soelarto;
Fraktur dan Dislokasi,pp; 459; 463-64.Bina Rupa Aksara.Jakarta

47

Anda mungkin juga menyukai