Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hematoma septum nasi adalah akumulasi darah pada kompartemen
subperikondrial atau diantara kartilago dan perikondrium septum nasi akibat
pecahnya pembuluh darah yang paling sering sebagai akibat dari trauma..
Hematoma septum nasal harus segera dicurigai pada anak atau dewasa ketika
terjadi trauma nasal. Hal ini juga berhubungan dengan kontrol yang kurang
baik pada perdarahan dalam prosedur operasi. Hematoma septal paling sering
terjadi pada usia mudaa atau remaja laki-laki usia sekolah terkait aktivitasnya
lebih banyak di luar dan lebih aktif dari remaja perempuan.1
Hematoma septum unilateral sering sembuh menyebabkan fibrosis yang
terjadi antara kartilago septum dan perikondrium. Hematoma septum bilateral
yang disebabkan oleh obstruksi aliran darah pada septum nasi menyebabkan
nekrosis pada kartilago septal. Adanya kumpulan darah di sub-perikondrium
akan mengancam vitalitas tulang rawan yang hidupnya tergantung dari nutrisi
perikondrium. 1,2
Hematoma septum nasi ditandai dengan nyeri hidung hebat yang
terlokalisasi, nyeri tekan pada ujung hidung, dan pembekakan seperti buah
cheri (cherry-like swelling) pada mukosa nasal berasal dari obstruksi total atau
sebagian dari aliran darah nasal. Gejala yang menonjol pada hematoma septal
adalah sumbatan hidung dan rasa nyeri.2
Tatalaksana pada hematoma septum nasi segera dapat di lakukan drainase
untuk mengurangi resiko nekrosis kartilago. Pemberian antibiotic juga
diperlukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dari trauma. 2
Komplikasi akut yang paling sering pada kasus hematoma septum nasi
adalah abses septum nasi. Hal ini dapat menyebabkan infeksi intracranial yang
dapat mengancam jiwa yang disebabkan oleh penyebaran langsung oleh
bakteri menuju ke sinus cavernous melalui vena emissary yang memperdarahi
septum nasi. Serta komplikasi yang sering terjadi deformitas hidung luar
seperti hidung pelana ( saddle nose ). 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Hidung
Hidung terdiri atas nasus eksternus (hidung luar) dan cavum nasi.  Nasus

eksternus   (hidung   luar)   mempunyai   ujung   bebas   yang   didekatkan   ke   dahi

melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah nares

atau lubang hidung. Setiap nares dibatasi di lateral oleh ala nasi dan di medial

oleh septum nasi. Rangka nasus eksternus dibentuk di atas ole hos nasale,

prosessus   frontalis,   ossis   maxillaris,   dan   pars   nasalis   ossis   frontalis.   Di

bawah,   rangka   ini   dibentuk   oleh   lempeng­lempeng   tulang   rawan,   yaitu

cartilage nasi superior dan inferior, dan cartilage septi nasi.3

Gambar 1. Anatomi hidung bagian luar tampak anterolateral dan inferior 9
Gambar 2. Kartilago Nasalis4
Cavum   nasi   terletak   di   nares   di   depan   sampai   choana   di   belakang.

Rongga   ini   dibagi   oleh   septum   nasi   atas   belahan   kiri   dan   kanan.   Setiap

belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. 3

2.2 Anatomi Septum Nasi


Septum nasi merupakan dinding medial rongga hidung. Septum dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os

etmoid,   vomer,   krista   nasalis   os   maksila   dan   krista   nasalis   os   palatine.

Sedangkan   bagian   tulang   rawan   adalah   kartilago   septum   (lamina

kuadrangularis)   dan   kolumela.   Septum   dilapisi   oleh   perikondrium   pada

bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya

dilapisi oleh mukosa hidung. Septum nasi dibentuk di anterior oleh cartilage

quadrilateral dan premaxilla, posterior oleh lamina perpendicular ethmoid dan

sphenoidal crest , inferior ole hos vomer, maxilla dan os palatina. 5
Gambar 3. Septum nasi 4
Dinding lateral hidung ditandai dengan tiga tonjolan disebut concha
nasalis superior, media, dan inferior. Area dibawah setiap concha disebut
meatus.3

Gambar 4. Dinding lateral hidung 4
Septum nasi adalah bagian paling menonjol pada wajah, paling mudah

dan sering terkena trauma. Septum nasi diperdarahi oleh a.etmodalis anterior

dan   posterior,   a.sfenopalatina,   a.palatina   mayor   dan   a.labialis   superior.

A.sfenopalatina mendarahi bagian posterior septum nasi dan dinding lateral

hidung bagian posterior. A.ethmoidalis anterior dan posterior adalah cabang

dari a.oftalmika yang berasal dari a.karotis interna. A. ethmoidalis anterior

adalah pembuluh darah terbesar kedua yang mendarahi hidung bagian dalam,

yang mendarahi kedua bagian antero­superior dari septum dan dinding lateral
hidung.   Vena­vena   hidung   mempunyai   nama   yang   sama   dan   berjalan

berdampingan dengan arteri. 4,5
Pada   bagian   kaudal   septum   nasi   terdapat   pleksus   Kiesselbach   yang

terletak tepat di belakang vestibulum. Pleksus ini merupakan anastomosis dari

arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri palatine mayor dan arteri

labialis superior. Area ini sering menjadi sumber perdarahan atau epitaksis

anterior. Plexus Woodruff merupakan sumber epistaksis posterior. 5

Gambar 5. Vaskularisasi Hidung 4
A. Dinding lateral cavitas nasi dextra
B. Septum nasi pada cavitas nasi dextra

Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh n.etmoidalis

anterior   dan   posterior,   sedangkan   cabang   dari   n.maksilaris   dan   ganglion

pterigopalatina   mempersarafi   bagian   posterior   dan   sensasi   pada   bagian

anteroinferior   septum   nasi   dan   dinding   lateral.   Rongga   hidung   lainnya,

sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion

sfenopalatinum.   Ganglion   sfenopalatinum,   selain   memberikan   persarafan

sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung.   Ganglion   ini   menerima   serabut   sensoris   dari   n.maksila   (n.   V­2),

serabut parasimpatis dari n.petrosus profundus. Disamping mensarafi hidung,

ganglion sfenopalatina mempersarafi kelenjar lakrimasi dan palatum.8
Gambar 6. Inervasi Hidung 4
A. Dinding lateral cavitas nasi dextra
B. Septum nasi pada cavitas nasi dextra

2.3 Hematoma Septum Nasi

2.3.1 Definisi
Hematoma septum nasi adalah terkumpulnya darah diantara tulang

rawan   septum   nasi   (kondrium)   dan   perikondrium   septum   nasi.

Hematoma septum nasi dapat terjadi unilateral ataupun bilateral yang

biasanya diakibatkan oleh trauma pada daerah hidung.1,2
Hematoma septum lebih sering terkena pada anak­anak dan dapat

terjadi   bahkan   pada   trauma   yang   ringan.   Hidung   pada   anak­anak

sebagian  besar  merupakan  tulang  rawan dan memiliki  tulang  hidung


kecil yang lunak dan lebih lentur, dan daya serap terhadap suatu gaya

kecil, sehingga anak­anak lebih rentan terjadinya fraktur hidung. Pada

orang dewasa, hematoma septum umumnya timbul pada trauma wajah

yang   signifikan   dan   pada   fraktur   nasal.   Hematoma   septum   bisa   saja

muncul tanpa tanda­tanda trauma eksternal.1,6
Hidung memiliki suplai darah yang banyak dari internal maupun

eksternal   arteri   karotis.   Plexus   Kisselbach   menyuplai   darah   untuk

daerah   anteroinferior   dari   septum   nasi,   yang   merupakan   lokasi

terjadinya   epistaksis   paling   sering.  Ketika   hidung   terkena   trauma,

pembuluh­pembuluh  darah  mungkin  ada  yang  robek,  sehingga  darah

akan terkumpul di rongga antara kartilago dan perikondrium. Jika darah

ini terus menerus tertimbun maka suplai darah ke kartilago hidung akan

tersumbat.   Hal   ini   menimbulkan   nekrosis   avaskular   kartilago   hidung

akibat tekanan.1,3,5

Gambar 7.
Septum Nasi normal Hematoma Septum Nasi
2.3.2 Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab utama terjadinya hematoma septum nasi adalah karena

trauma   pada   daerah   hidung.   Hematoma   septum   nasi   muncul   secara

langsung atau bahkan beberapa hari setelah cedera awal. Dalam sebuah

studi, waktu yang dibutuhkan suatu cedera untuk menjadi  hematoma

septum  nasi  adalah  1­14  hari  (rata­rata  5,9 hari).   Cedera  yang  biasa

terjadi   dikarenakan   perkelahian,   tejatuh,   terkena   lemparan   bola   di

wajah, ataupun benturan dengan objek. Pada anak kecil dengan cedera
lebih kompleks, perlu dipikirkan child abuse. Penyebab lainnya seperti

karena adanya gangguan perdarahan, violent sneezing (bersin yang kuat

sekali) dan dikarenakan obat seperti aspirin dan warfarin.6,7

Penyakit­penyakit   kolagen   vaskular   juga   diperkirakan   dapat

menjadi   penyebab   hematoma   septum.   Penyakit   ini   menyebabkan

gangguan dimana dinding arteri menjadi lemah sehingga lebih mudah

terjadi   perdarahan.   Mengorek   hidung   secara   kasar,   meniup   melalui

hidung   secara   keras,   riwayat   penggunaan   obat­obatan   dimana   obat

tersebut harus dihirup, tumor pada hidung juga dapat menjadi  faktor

penyebab hematoma septum. Kontrol perdarahan saat operasi hidung

juga dapat menyebabkan hematoma septum nasi.1,7
Hematoma   septum   nasi   terjadi   akibat   trauma   pada   septum   nasi

yang merobek pembuluh darah yang berbatasan dengan tulang rawan

septum nasi. Darah akan terkumpul pada ruang di antara tulang rawan

dan mukoperikondrium. Hematoma ini akan memisahkan tulang rawan

dari   mukoperikondrium,   sehingga   aliran   darah   sebagai   nutrisi   bagi

jaringan tulang rawan terputus, maka terjadilah nekrosis.6,8
Tulang  rawan septum  nasi yang tidak  mendapatkan  aliran  darah

masih dapat bertahan hidup selama 3 hari, setelah itu kondrosit akan

mati   dan   resorpsi   tulang   rawan   akan   terjadi.   Bila   tidak   segera

ditanggulangi, maka tulang septum nasi dan triangular kartilago dapat

ikut   terlibat   dan   perforasi   septum   nasi   dapat   terjadi.   Pada   akhirnya

sedikit atau banyak akan terjadi parut dan hilangnya penyangga pada

2/3   kaudal   septum,   ini   akan   menghasilkan   hidung   pelana,   retraksi

kolumella, dan pelebaran dasar hidung.6,8
Jika ada fraktur tulang rawan, maka darah akan mengalir ke sisi

kontralateral dan terjadilah hematom septum bilateral. Hematom yang

terjadi   dapat   besar   sehingga   dapat   menyumbat   kedua   nares.   Akibat


keadaan yang relatif kurang steril di bagian anterior hidung, hematoma

septum   nasi   dapat   terinfeksi   dan   akan   cepat   berubah   menjadi   abses

septum   nasi.   Komplikasi   intrakranial   dapat   terjadi   dikarenakan

penyebaran   infeksi   secara   langsung   melalui   vena   menuju   ke   sinus

cavernous. 2,6

2.3.3 Gejala Klinis


Hematoma septum memiliki gejala yang khas, seperti adanya nyeri

dan sumbatan hidung. Gejala khas pada hematoma septum ialah hidung

tersumbat (95%), nyeri (50%),  rhinorrhea  (25%), dan demam (25%).

Gejala­gejala ini dapat muncul segera atau umumnya dalam 24­72 jam

setelah trauma. Pada anak­anak, gejala yang umum terjadi ialah hidung

tersumbat,   nyeri   dan  rhinorrhea.   Hiposmia   dan   demam   dengan

temperatur yang bervariasi juga dapat muncul.2,6 

  Gambar 8. Hematoma Septum Nasi bilateral

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis   umumnya   ditegakkan   berdasarkan   anamnesis   dan

temuan­temuan klinis. Pada anamnesis pasien hematoma septum nasi

dapat diawali dengan riwayat trauma sebelumnya, gangguan perdrahan,
bersin hebat dank eras, atau mengkonsumsi obat warfarin dan aspirin.

Keluhan tersebut dapat diikuti keluhan yang khas seperti adanya nyeri,

dan hidung terasa tersumbat. Selain itu, keluhan rinorea, demam, dan

anosmia juga dirasakan beberapa pasien dengan hematoma septum nasi.

Jika disertai dengan keluhan demam dapat dicurigai telah terjadi abses.

Keluhan tersebut dapat muncul segera atau umumnya dalam 24­72 jam

setelah trauma. 6
Pada   pemeriksaan   fisik   dengan   inspeksi   hidung   terlihat

pembengkakan   unilateral   maupun   bilateral   septum   hidung   yang

berwarna   kebiruan   atau   kemerahan,   deviasi   septum   atau   pergeseran

dorsum nasal. Palpasi hidung dapat dirasakan nyeri oleh pasien, teraba

ujung hidung yang lebih lunak, bengkak, juga dapat teraba krepitasi jika

disertai dengan fraktur os nasal dan deviasi septum. 6
Pada rinoskopi anterior dapat terlihat pembengkakan unilateral atau

bilateral   pada   septum   nasi   yang   berwarna   kebiruan,   ungu,   atau

kemerahan (cherry red)  . pembengkakan pada he,atoma septum tidak

mereda dengan pemberian vasokontriktor topical, rinorea juga kadang

didapatkan. Otoskop kadang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam

melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior. Ketika melakukan evaluasi

terhadap   pasien   yang   mengalami   trauma   pada   hidung,   harus   selalu

diperhatikan  apakah adanya  tanda­tanda hematoma  septum  walaupun

tidak   didapati   adanya   pembengkakan   saat   dilakukan   pemeriksaan

rinoskopi anterior. Selanjutnya, fluktuasi yang sangat besar pada bagian

yang membengkak harus dicurigai telah terjadi nekrosis dari kartilago

septal. 6
Pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diikuti dengan

pemeriksaan aspirasi dari edema yang terjadi untuk memastikan cairan

berupa   darah   atau   purulent   yang  dapat   menandakan   terjadinya   suatu


abses.   Terkadang   dilakukan   pemeriksaan   radiografi   untuk   melihat

tulang­tulang   hidung   dan   struktur   wajah   memastikan   tidak   adanya

fraktur.   CT   scan   kranial   dan   MRI   kranial   dapat   dilakukan   untuk

mendeteksi   adanya   trauma   yang   lebih   serius.   Selain   itu,   CT­scan

dengan   kontras   kadang   dibutuhkan   untuk   memastikan   tidak   adanya

keganasan. 6,10

Gambar 9. CT scan hematoma septum


2.3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hematoma septum nasi adalah drainase dan

insisi. Alat yang dibutuhkan adalah lampu kepala, spekulum hidung,

Frazier tip suction, handscoen, jarum 18­20G, spuit 5 cc, scalpel no.11,

nasal tampon, analgesik topikal, dan  Penrose drain. Untuk analgesik

topikal, dapat diberikan Lidokain topikal atau Pontocaine atau lidokain

injeksi tanpa epinefrin, tidak melebihi dosis 5 mg / kg atau total 300

mg.6,8,10
Drainase   yang   segera   dilakukan   dapat   mencegah   terjadinya

nekrosis   tulang   rawan.   Dilakukan   pungsi   dan   kemudian   dilanjutkan

dengan   insisi   pada   bagian   hematoma   yang   paling   menonjol   tanpa

menginsisi   kartilago.   Bila   tulang   rawan   masih   utuh   dilakukan   insisi

bilateral.   Setelah   insisi,   darah   dapat   di  suction  lalu   diirigasi   dengan

normal saline. Irisan kecil dapat dibuat pada mukoperikondrium untuk
mencegah   penutupan   prematur   dari   insisi   sebelumnya.   Lalu   pasang

penrose drain untuk mengalirkan darah. Setelahnya, dapat  dipasang

tampon untuk menekan perikondrium kearah tulang rawan dibawahnya.

Tampon   dan   penrose   drain   dipertahankan   hingga   24   jam   bebas

perdarahan, biasanya  dipasang 2­3 hari dan ini juga berfungsi untuk

mencegah terjadinya akumulasi darah kembali. Pasien harus di follow­

up adanya kemungkinan akumulasi kembali atau untuk tanda infeksi. 6,8
Drainase dapat dilakukan dengan anestesi lidokain atau pantokain

topical atau sediaan injeksi tanpa epinefrin dengan dosisi tidak melebihi

5 mg/kg atau total 300 mg. Pada anak­anak drainase dilakukan dibawah

anestesi   umum   dengan   menggunakan   intubasi   orotrakheal.   Pasien

dalam posisi  supine  dengan kepala sedikit elevasi untuk memudahkan

pengeluaran   darah   dari   hidung.   Aspirasi   dilakukan   dengan

menggunakan suntik dengan jarum ukuran 18­20 G.6

Gambar   10.  (A)   Hematoma   septum,   menunjukkan   adanya

akumulasi   darah   antar   septum   dan   perikondrium,   (B)   Insisi


hematoma, (C ) Drainase hematoma, (D) Inseri kassa steril untuk

mencegah reakumulasi darah

Pasien harus di follow­up adanya kemungkinan akumulasi kembali

atau   untuk   tanda   infeksi.   Rekonstruksi   dan   perbaikan   struktur   dapat

dimulai paling cepat 6 bulan setelah penyakit terkontrol. Pasien juga

sebaiknya   di   follow­up   tanda   destruksi   kartilago   ataupun   perubahan

struktur wajah untuk 12­18 bulan kedepan. 7
Pada pasien baru yang mengalami trauma hidung ataupun trauma

wajah   tapi   belum   memberikan   gejala   klinis,   orangtua   sebaiknya

diedukasi untuk segera membawa anak ke dokter bila terdapat tanda­

tanda hematoma septum nasi. Pemberian antibiotic juga berguna untuk


mencegah infeksi dan  abses.6,10
2.3.6 Komplikasi
Jika   pembengkakan   yang   terjadi   tidak   segera   diredakan,   akan

terjadi  obstruksi jalan  nafas  di daerah  hidung, perforasi  septum,  dan

deformitas   hidung.   Pada   anak­anak,   kartilago   dibutuhkan   dalam

pertumbuhan   hidung   dan   wajah.   Kolaps   pada   kartilago   dapat

mengakibatkan deformitas seperti   “saddle­nose”. Pada tipe2,3,4 akan

mengalami gangguan jalan nafas.1,2,5
Gambar 11. (1) Hidung normal, (2)Tipe 1, dengan depresi bagian atas puncak

hidung atau dorsum nasi minimal, dan 1/3 hidung bawah normal, (3) depresi
dorsum nasi (sedang-berat) dengan 1/3 hidung bawah relatif menonjol, (4)
depresi dorsum nasi (sedang-berat) dengan hilangnya puncak hidung dan
defisit 1/3 hidung bawah, (5) Catastrophic (berat) hilangnya dorsum nasi
dengan kehilangan signifikan dari struktur bagian bawah dan 1/3 atas hidung.

Pasien   juga   berisiko   untuk   mengalami   infeksi.  Staphylococcus

aureus,   Streptococcus   pneumoniae,  group   A   beta­hemolytic

Streptococcus, Haemophilus influenzae,  dan bakteri anaerob lain juga

menjadi agen patogen potensial terjadinya abses septum. Pembentukan

abses   septum   akan   berdampak   menjadi   komplikasi   lain,   seperti

meningitis, abses serebral, empiema subarakhnoid, dan trombosis sinus

kavernosus.7

BAB III
RINGKASAN
Hematoma septum nasi adalah terkumpulnya darah diantara tulang rawan

septum nasi (kondrium) dan perikondrium septum nasi yang biasanya diakibatkan

oleh trauma pada daerah hidung.

Hematoma septum lebih sering terkena pada anak­anak dan dapat terjadi

bahkan   pada   trauma   yang   ringan.   Hidung   pada   anak­anak   sebagian   besar

merupakan tulang rawan dan memiliki tulang hidung kecil yang lunak dan lebih

lentur, dan daya serap terhadap suatu gaya kecil, sehingga anak­anak lebih rentan

terjadinya   fraktur   hidung.   Pada   orang   dewasa,   hematoma   septum   umumnya

timbul   pada   trauma   wajah   yang   signifikan   dan   pada   fraktur   nasal.   Hematoma

septum bisa saja muncul tanpa tanda­tanda trauma eksternal.

Penyebab utama terjadinya hematoma septum nasi adalah karena trauma

pada   daerah   hidung.   Penyebab   lainnya   seperti   karena   adanya   gangguan

perdarahan,  violent   sneezing  (bersin   yang   kuat   sekali)   dan   dikarenakan   obat

seperti aspirin dan warfarin, penyakit­penyakit kolagen vaskular juga diperkirakan

dapat menjadi penyebab hematoma septum.

Gejala yang meninjol pada hematoma septum ialah sumbatan hidung dan

rasa nyeri. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan­

temuan   klinis   berupa   pembengkakan   unilateral   atau   bilateral   pada   septum,

berbentuk bulat, licin, dan berwarna merah. 

Penatalaksanaan pada hematoma septum nasi adalah drainase dan insisi.

Drainase yang segera dilakukan dapat mencegah terjadinya nekrosis tulang rawan.
Serta pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi dan komplikasi berupa abses.
Komplikasi lain yang dapat terjadi ialah deformitas hidung luar seperti hidung
pelana ”saddle nose”.
DAFTAR PUSTAKA

1. Friedman O, Erdinc C. “Septal Hematoma Management in Pediatric


Patient”.An International Journal.2017 October; (2): 1675-. Pp 1-2
2. Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher [Kelainan Septum]. Jakarta. Balain Penerbit
FKUI.2014. Hal.105
3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 803-805.
4. Paulsen F, J.Waschke. Sobotta;Atlas Anatomi Manusia; Kepala, Leher,
dan Neuroanatomi. Jerman. Balai Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2013.pp 66,67
5. Snow JM, Wackym PA. Ballengers's Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. United states.People's Medical Publishing House. 2009.
pp.479,583

6. Umana AN, Offiong ME, Francis P, Akpan U, Edethekhe T. “Nasal septal


hematoma: Using tubular nasal packs to achieve immediate nasal
breathing after drainage”. International journal of medicine and
medical sciences. 2011; Vol. 3(7), pp. 233-235.

7. Savage RR, Valvich C. “Haematoma of the nasal septum”. American


Academy of Pediatrics. 2006; 27; 478.
8. Bansal M. Disease of Ear, Nose, and Throat; Head and Neck Surgery.
New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publisher (P) LTD. 2013. Pp 336
9. Flint PW, Haughey BC, Luno VJ. Cummings Otolaryngology Head &
Neck Surgery. Philadelphia. Mosby Elsevier.2010.pp 530, 2718)
10. Perkins SW. “Management of Nasal Trauma. Aesthetic plastic surgery”.
Published on 21 November, 2002. (diakses pada 15 Agustus 2018 on
http://ccdm.s3.amazonaws.com/wpcontent/uploads/sites/188/2016/09/man
agement-of-nasal-trauma.pdf)

Anda mungkin juga menyukai