Anda di halaman 1dari 33

SKENARIO 3

NYERI DAN SULIT MENGGERAKKAN TUNGKAI KANAN

KARINTA IDELIA FARMAL


1102022132
1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
ANATOMI REGIO FEMORALIS
1.1 ANATOMI MAKRO
Pada tubuh manusia, femur adalah tulang yang paling panjang dan besar. Rerata panjang femur
laki-laki adalah 48cm dan rerata diameter 2,84cm pada pertengahan femur serta dapat menahan
30 kali berat tubuh manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012).

Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari permukaan spheris. Kecuali pada tempat dimana ada
perlekatan ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris), seluruh caput femur ditutupi oleh
kartilago artikularis. Kartilago artikularis ini paling tebal ada pada anterosuperior, sedang pada
caput femur paling tebal ada antero-lateral. Caput femur menghadap antero-superomedial,
pada permukaan postero-inferiornya terdapat fovea. Permukaan anterior caput femur dibatasi
anteromedial terhadap arteri femoralis oleh tendo dari otot psoas mayor, bursa psoas dan kapsula
artikularis (Moore, 2006).

Collum femur paling sempit ada pada bagian tengahnya dan bagian paling lebar adalah pada
bagian lateral. Collum menghubungkan caput terhadap corpus femur dengan sudut inklinasi
kurang 12° lebih 125°. Hal ini memfasilitasi pergerakan pada sendi coxae dimana tungkai dapat
mengayun secara bebas terhadap pelvis (Solomon et al., 2010). Sudut collum femur terus-
menerus berkurang dari 150° setelah lahir hingga mencapai 125° pada usia dewasa dikarenakan
adanya perubahan bentuk tulang sebagai respon dari perubahan pola tekanan (Byrne, 2010).
1.1 ANATOMI MAKRO
Collum femur berada pada posisi rotasi lateral terhadap corpus femur. Sudut yang terjadi disebut
sebagai sudut anteversi, besar sudut ini adalah 10°-15°, walaupun disebutkan sangat bervariasi
antar individu dan populasi. Perlekatan collum terhadap corpus pada aspek anterior ditandai oleh
linea intertrochanterica sedangkan pada aspek posterior oleh crista 15 intertrichanterica. Terdapat
banyak foramina vascular pada collum femur terutama pada aspek anterior dan postero-superior
(Standring, 2005).

Intertrochanter femur terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor pada permukaan
anterior dan basis collum femur. Intertrochanter ini merupakan tempat menempelnya ligamen
iliofemoral, dimana itu merupakan ligamen terbesar dalam kerangka tubuh manusia. Ligamen ini
berfungsi untuk menguatkan sendi kapsul pada panggul (Timothy, 2008).
1.1 ANATOMI MAKRO

sumber : Bagian Anatomi FK YARSI. 2021. Anatomi Extremitas Inferior


1.2 ANATOMI MIKRO
Jaringan tulang terdiri dari sel tulang (osteosit) dikelilingi oleh matriks tulang yang keras
dan kaku. Matriks organik tulang terdiri dari substansi dasar berupa sialoprotein dan
proteoglikan. Serat kolagen tertanam didalam substansi dasar disertai endapan garam
kalsium fosfat dalam bentuk kristal hidroksi apatit yang membuat matriks tulang menjadi
keras dan kaku.

Ada dua jenis tulang, yaitu tulang kompakta (padat) dan tulang spongiosa (cancellous
bone). Tulang kompakta dibentuk oleh matriks tulang yang tersusun berlapis-lapis disebut
lamel. Lamel tersusun mengelilingi saluran Havers. Saluran Havers beserta lamel havers
masing-masing disebut sistem Havers atau osteon. Diantara sistem Havers satu dan
lainnya terdapat lamel yang iregular dan tidak disertai oleh saluran Havers, disebut lamel
interstitial. Saluran Havers satu sama lain dihubungkan oleh saluran horizontal disebut
saluran Vokman yang terisi pembuluh darah dan berhubungan dengan rongga sumsum
tulang.
1.2 ANATOMI
MIKRO
Osteosit terdapat didalam lakuna,
tersusun mengikuti sistem lamel. Osteosit
memiliki cabang sitoplasma yang
panjang dan halus, di dalam sediaan
tampak sebagai kanalikuli. Kanalikuli
berjalan tegak lurus terhadap lakuna dan
saling berhubungan dengan kanalikuli
osteosit di sebelahnya.
1.2 ANATOMI MIKRO
Tulang spongiosa tersusun oleh balok-balok tulang yang bercabang-cabang dan
saling berhubungan membentuk anyaman tulang. Di antara anyaman tulang ini
terdapat ruang yang terisi sumsum tulang.

Tulang dibungkus oleh jaringan ikat periosteum, di bawah periosteum terdapat


lamel general luar. Di bagian dalam, dinding ruang sumsum tulang dilapisi oleh
endosteum. Di bawah endosteum terdapat lamel general dalam. Periosteum dan
endosteum mempunyai kemampuan osteogenesis. Sel tulang dapat dibagi dalam
4 jenis: 1).Osteoprogenitor 3). Osteocyte 2). Osteoblast 4). Osteoclast
1.3 ARTICULATIO COXAE
Panggul merupakan articulation sferoidea synovial. Memiliki artikulasi antara caput femoralis
yang bulat dengan acetabulum yang seperti bahu, tepinya dipertinggi oleh adanya cincin
fibrokartilaginosalabrum acetabulare. Bagian sentral dan inferior dari acetabulum sama
sekali tidak memiliki permukaan artikularis. Regio ini disebut acetabularis yang merupakan
tempat lewat ligamentum teres menuju fovea pada kaput femoralis. Batas inferior di bawah
incissura acetabularis memiliki ligamentum transversum acetabuli.

Kapsula articulation coxae melekat di atas batas acetabulum, termasuk ligamentum


transversum acetabuli. Kapsul ini melekat ke femur di anterior pada linea trochanterica dan
ke basis trochanter. Di posterior kapsula ini melekat ke femur di tempat yang lebih tinggi, 1 cm
di atas crista trochanterica. Stabilitas ligamentosa dipertahankan oleh tiga ligamentum,
yaitu: ligamentum iliofemorale, ligamentum pubofemorale, dan ligamentum skiofemorale.
1.3 ARTICULATIO COXAE
a. Ligamentum iliofemorale (ligamentum
Bigelow), keluar dari spina iliaca anteriorinferior
dan masuk ke tiap sisi linea trochanterica,
mencegah hiperekstensi panggul.

b. Ligamentum pubofemorale, keluar dari


sambungan iliopubis dan melewati kapsula di
atas linea trochanterica yang merupakan
tempat melekat.

c. Ligamentum iskiofemorale, keluar dari iskium


dan sebagian melingkar ke lateral untuk
melekat ke basis M.Trochanter major.

sumber : Syamsir, M. 2014. Muskuloskeletal Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi
1.4 VASKULARISASI
Terdapat dua kelompok pembuluh vena, yaitu vena superficialis dan vena profunda (berjalan
mengikuti arteri yang bersangkutan).

Vena superficialis terdiri atas vena saphena magna dan vena saphena parva.
a. Vena saphena magna
Merupakan lanjutan dari vena marginalis, tampak di sebelah ventral malleolus medialis, berjalan
ascendens di sebelah medial, tiba di sebelah dorsal condylus medialis tibiae et femoris, selanjutnya
berada di sebelah medial, masuk ke dalam fossa ovalis dan bermuara ke dalam vena femoralis.

b. Vena saphena parva


Merupakan lanjutan dari vena marginalis lateralis, berada di sebelah dorsal malleolus lateralis,
berjalan ascendens pada sisi lateral tendo calcaneus, makin ke cranial vena ini terletak makin ke
medial (tengah), menembusi fascia poplitea, dan bermuara ke dalam vena poplitea (di antara
kedua caput m.gastrocnemius). Pada vena saphena parva terdapat 9 - 12 buah katup.
1.4 VASKULARISASI
Arteri Femoralis adalah lanjutan dari a.iliaca externa setelah arteri ini melewati tepi caudal
ligamentum inguinale. Arteria iliaca commucis setinggi articulus lumbosacralis membentuk
bifurcatio menjadi arteri iliaca interna (A. hypogastrica) dan arteri iliaca externa. Arteri illiaca
externa menuju ke bagian pertengahan ligamentum inguinale, berjalan melalui lacuna vasorum
sebagai arteri femoralis, yang berada di sebelah lateral dari vena femoralis

sumber : Bagian Anatomi FK UNHAS. 2015. Buku Ajar Diktat Anatomi Biomedik I. Makassar: Fakultas
Kedokteran UNHAS
2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
FRAKTUR
2.1 DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,


kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi
secara sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang
menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Engram, 1998 : 266).
2.2 FAKTOR RISIKO

1.Faktor Usia
2.Jenis Kelamin
Wanita jauh lebih mungkin mengalami fraktur, karena tulang-tulang
wanita (usia 25-30) umumnya lebih kecil dan kurang padat dari tulang-
tulang pria.
3.Merokok dan Mengonsumsi alkohol
4.Menggunakan steroid (kortikosteroid) dalam dosis tinggi
5.Arthritis Rheumatoid dan gangguan kronis lainnya, seperti
penyakit celiac, chorn, dan kolitis ulserativa.
2.3 KLASIFIKASI
Menurut Black dan Matasarin (1997), fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar,
yaitu meliputi fraktur tertutup dan terbuka.

1.Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit.

2.Fraktur terbuka
Merupakan fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan
luar, maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi
menjadi tiga grade, yaitu Grade I, II, dan III.
a. Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b. Grade II seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot.
c. Grade III luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot.

3. Fraktur komplikasi
Merupakan fraktur yang disertai dengan adanya suatu komplikasi seperti malunion, delayed
union, nounion, dan infeksi tulang (Bucholz dkk., 2006).
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk dan kaitannya dengan mekanisme trauma:

1.Fraktur transversal
Fraktur dengan bentuk garis patah tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang, apabila
segmen yang patah dari tulang direposisi atau direduksi ke tempat semula, maka segmen
akan kembali stabil dan akan mudah dikontrol dengan bidai gips. Fraktur ini terjadi akibat
terjadinya trauma angulasi (langsung).

2.Fraktur oblik
Fraktur dengan garis patah membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini juga merupakan
akibat dari trauma angulasi.

3.Fraktur spiral
Fraktur dengan arah garis patah yang membentuk spiral ini dapat terjadi karena torsi pada
ekstermitas. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan terjadinya kerusakan jaringan lunak dan
dapat cenderung cepat sembuh dengan tindakan imobilisasi luar.
2.3 KLASIFIKASI
4. Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi jika dua tulang menumpuk pada tulang ketiga yang ada di antaranya,
misalkan satu vertebra menumpuk dengan vertebra lain. Fraktur ini dapat terjadi karena
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5. Fraktur avulsi
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat insisi tendon dan ligament,
contohnya fraktur patella. Fraktur ini terjadi karena adanya trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
2.3 KLASIFIKASI
2.4 PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah
tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang
dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla
antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi
fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan
tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh
darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkn dilatasi
kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk
akan menekan ujung saraf yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
syndroma comportement.
2.4 PATOFISIOLOGI
2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner and Suddarth (2013) adalah


nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
edema lokal, serta perubahan warna. Namun, tidak semua gejala ini ada
pada setiap fraktur dan kebanyakan justru tidak terdapat pada fraktur
linear (fisur) atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak
satu sama lain).
2.5 MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

2. Pergesaran fragmen pada fraktur tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun


teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal.

3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang (1-2 inchi) yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

5. Pembengkakakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
2.6.1 Anamnesis
2.6 DIAGNOSIS
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma
dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi (look)
Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan apakah terdapat luka
pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Perhatikan adanya
deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.

b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Krepitasi
dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Pemeriksaan vaskuler pada
daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena.

c. Move
menghimbau penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma.
2.6 DIAGNOSIS
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b. Scan tulang, tomogram, atau CT/MRI scan untuk memperlihatkan fraktur secara
lebih jelas dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

d. Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada


perdarahan. Selain itu, peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respons
terhadap peradangan.
2.7 TATALAKSANA
1.Reduksi
Tujuan adalah untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat
dicapai dengan reduksi tertutup dan reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian memanipulasinya untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan
menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan
tulang menjadi solid. Alat fiksasi internal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat.

2.Retensi
Bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat
mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstermitas yang mengalami fraktur.

3. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
2.8 PENCEGAHAN
1.Pencegahan primer
-> Dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau
kecelakaan lainnya.

2.Pencegahan sekunder
-> Dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau
kecelakaan lainnya. Demi menghindari lebih parahnya fraktur yang terjadi, maka penderita harus
diangkat dengan posisi yang benar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian
dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.

3.Pencegahan Tersier
-> Bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan
pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi.
Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan
mobilisasi seperti biasanya. Upaya rehabilitasi antara lain, seperti meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.
2.9 KOMPLIKASI
1.Sindrom Emboli Lemak
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi
pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas.

2.Sindrom Kompartemen Komplikasi


Terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.

3.Nekrosis Avaskular (nekrosis aseptik)


Terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular
femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah.

4.Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous
(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
ISTITHA’AH
3.1 DEFINISI
Menurut KBBI, istitha’ah artinya kemampuan; mampu untuk sesuatu.

Menurut istilah, Istitha’ah adalah kemampuan yang wajib atasnya untuk melakukan sesuatu,
dan Imam Ibnu Taimiyyah membatasinya dengan tidak adanya bahaya bagi seorang
mukallaf.

Rukhsah secara bahasa adalah mempermudah dan meringankan dalam satu urusan.
Kalimat ‘rakhkhasha fil amri’ berarti memudahkan urusan tersebut. Secara istilah rukhsah
merupakan hukum yang tetap berdasarkan dalil yang berbeda dengan dalil syar’i karena
pertimbangan uzur mukallaf,” (Syekh Ali Jum’ah Muhammad, Al-Hukmus Syar’i indal
Ushuliyyin, [Kairo, Darus Salam: 2013 M/1434 H], halaman 78)
3.2 HUKUM
Shalat adalah kewajiban setiap individu muslim mukallaf yang harus ditunaikan
dalam keadaan apapun. Untuk itu, dalam hubungannya dengan kondisi dan
kehidupan, misalnya sakit, seorang muslim tetap melaksanakan solat dengan cara :

Jika orang yang sakit mampu berdiri dengan memakai tongkat atau bersandar di
dinding, maka dia harus berdiri. Jika tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan
duduk, baring, dan seterusnya. Akan tetapi harus diingat bahwa semua rukun
shalat tetap dilaksanakan seperti berdiri, ruku’, sujud, dan seterusnya.
3.3 TATACARA
Dalam shalat duduk, seseorang rukuk dengan membungkukkan sedikit
badan dan sujud dengan membungkukkan badan lebih rendah
daripada rukuk

Dalam shalat sambil berbaring miring, semua gerakan shalat dilakukan


dengan isyarat kepala jika masih memungkinkan.

Dalam shalat sambil berbaring telentang, semua gerakan shalat


dilakukan dengan isyarat, jika tidak mampu maka dengan hati.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Asrizal, Rinaldi. 2014. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra

Aditya sadega, Destar. 2021. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Fraktur

Junqueira Basic Histlogy 14th Edition

Khairunnisa, R. 2020. Vaskularisasi Regio Femoris

Mahadhini, Thasya. 2012. Patofisiologi Fraktur Tulang

Noorisa, Riswanda; Apriliwati, Dwi; Aziz, Abdul; Bayusentono, Sulis. 2017. THE CHARACTERISTIC OF PATIENTS
WITH FEMORAL FRACTURE IN DEPARTMENT OF ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA 2013 – 2016

Nawwir, Yush. 2020. Masyaqqah dan Rukhshah Bagi Orang Sakit

Anda mungkin juga menyukai