Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PICO

Judul Jurnal : Nasal mask in comparison with nasal prongs or rotation of


nasal mask with nasal prongs reduce the incidence of nasal injury in
preterm neonates supported on nasal continuous positive airway
pressure (CPAP): a randomized controlled trial
Penulis : Tanveer Bashir, Srinivas Murki, Sai Kiran, Venkat Kallem
Reddy, Tejo Pratap Oleti
Tahun/vol jurnal : 2019

1. Problem
Penggunaan CPAP (continuous positive airway pressure) merupakan standar untuk
perawatan bayi prematur dengan gangguan gagal nafas atau respiratory distress
syndrome (RDS). CPAP (continuous positive airway pressure) adalah bentuk bantuan
pernafasan non invasive yang membantu bayi untuk bernafas secara spontan hingga
pernafasan bayi mampu bekerja dengan sendirinya. Dengan meningkatknya
penggunaan CPAP keamanan dan kenyamanan yamg terkait penggunaan CPAP perlu
untuk diperhatikan karena insiden cedera hidung yang dilaporkan terkait dengan
penggunaan CPAP adalah 20-60% dan menyebabkan sianosis pada ujung hidung
hingga nekrosis septum hidung yang serius dan penurunan septum. Tekanan local
pada daerah pemasangan CPAP menjadi penyebab gangguan intergritas kulit. Usia
kehamilan yang belum matur, berat badan lahir rendah dan durasi penggunaan CPAP
merupakan faktor resiko yang menyebabkan cedera hidung. Terlepas dari faktor-
faktor yang terkait tentang efek penggunaan CPAP pada jurnal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi insiden dan tingkat keparahan cedera hidung saat pelepasan CPAP
berdasarkan skor objektif dan penilaian subyektif. Pada jurnal ini menggunakan 3
kelompok intervensi dengan menggunakan nasal prongs secara terus menerus
(continuous nasal prongs), nasal masker secara terus menerus (continuous nasal
mask) dan alternative menggunakan nasal prongs dan nasal masker secara bergantian
pada bayi mengalami sindrom gagal nafas atau respiratory distress syndrome (RDS).
2. Intervention
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Fernandez, Hyderabad di bangsal NICU,
menggunakan desain studi prospektik secara acak dan komparatif. Sampel yang
digunakan 55 bayi di setiap kelompok (3 kelompok). Jangka waktu penelitian dari
bulan September 2016 hingga maret 2018 dengan kriteria inklusi semua bayi baru
lahir <30 minggu kehamilan dan distress pernafasan yang berkembang (terdiri dari
dua dari tiga tanda : takipnea > 60 x/menit, retraksi intercostal dan terdengar bunyi
dengkur saat ekspirasi) setelah 6 jam postnatal. Kriteria eksklusi pasien yang
mengalami depresi perinatal (skor apgar 5 menit <3), pasien dengan malformasi
kongenital yang mengancam jiwa seperti hernia diafragma kongenital,
dan fistula trakea- esofagus , malformasi lain yang akan mencegah pembentukan
CPAP karena cacat anatomi seperti sindrom Pierre-Robinson dan choanal atresia dan
Kondisi di mana CPAP akan dikontraindikasikan seperti neonatus dengan upaya
pernapasan spontan yang buruk atau apnea , syok yang memburuk, diduga atau
terbukti hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir , asidosis metabolik yang parah
(pH <7,2 dengan defisit dasar> -10), asidosis respiratorik berat (pH <7,2 dengan
PaCO2> 55mmHg) dan perdarahan paru massif. Bayi yang memenuhi syarat akan
0/7
dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan yaitu <28 minggu, 28 minggu dan 30
6/7
minggu. Grup masker hidung CPAP terdiri dari neonates yang akan diberikan
dukungan CPAP dengan menggunakan masker Drager, grup prongs nasal CPAP
terdiri dari neonates yang diberikan prongs Hudson yang sesuai ukurannya dengan
neonates dan rotating group (masker dengan prong atau sebaliknya) terdiri dari
neonates yang menggunakan masker dragger selama 8 jam dan bergantian dengan
penggunaan prongs nasal selama 8 jam juga. Pemanasan dan pelembapan gas
mencapai suhu 370C di lubang hidung. Humidifier yang digunakan memiliki
mekanisme kontrol pelembab servo berbasis aliran untuk memastikan humidifikasi
yang tepat.
3. Comparation
Jurnal pembanding yang berjudul “a comparative effectiveness study of continuous
positive airway pressure-related skin breakdown when using different nasal
interfaces in the extremely low birth weight neonate” (Katherine M. Newman et
al,2014) pada jurnal ini menggunakan Desain eksperimental acak kelompok tiga
kelompok dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan dalam frekuensi dan
keparahan cedera hidung ketika membandingkan berbagai antarmuka yang digunakan
selama tekanan jalan napas positif terus menerus (CPAP) dan mengidentifikasi faktor
risiko yang terkait dengan cedera. Tujuh puluh delapan neonatus <1500 gram diacak
menjadi tiga kelompok: cabang hidung terus menerus; masker hidung terus
menerus; atau masker / garpu bergantian. Peserta dikelompokkan berdasarkan blok ke
dalam empat kategori: <750 g; 750–1000 g; 1001–1250 g; dan 1251–1500
g. Perbedaan integritas kulit yang diketahui telah ditunjukkan dengan bayi dengan BB
terendah dianggap paling rentan; dengan demikian, stratifikasi digunakan untuk
menjaga kelompok lebih homogen karena diharapkan bahwa kelompok <750 g akan
mengandung pasien paling sedikit. Semua bayi dikelola dengan jenis sistem
pengiriman CPAP hidung yang sama, driver aliran variabel Cardinal ™ dengan
prongs / masker Air Life ™. Dengan kriteria eksklusi yaitu Bayi yang ditransfer dari
ruang bersalin atau rumah sakit terpencil yang awalnya dirawat dengan CPAP
hidung , Bayi yang diekstubasi ke alat bantu pernapasan lainnya (kanula nasal aliran
tinggi, kanula panas atau nasal) kecuali jika CPAP hidung diindikasikan di lain waktu.
Untuk menetapkan sampel Pengacakan dilakukan oleh terapi pada saat ekstubasi dan
dilakukan menggunakan amplop tertutup bernomor seri yang diberi kode warna sesuai
dengan kategori yang telah ditentukan (<750 g; 750-1.000 g; 1001-1250 g; 1001-1250
g; dan 1251–1500 g ) mendukung stratifikasi blok. Tindakan berulang ANOVA
dengan koreksi Bonferroni menunjukkan bahwa secara signifikan lebih sedikit cedera
kulit terdeteksi pada kelompok alternating mask/prongs bila dibandingkan dengan
kedua kelompok continuous nasal prongs dan continuous nasal mask. Dalam model
regresi bertahap akhir (F = 11,51; R 2 = 0,221; p = 0,006) prediktor signifikan cedera
kulit termasuk jumlah hari pada CPAP hidung (p <0,001) dan rata-rata usia post haid
saat ini (p = 0. 006) . Mengurangi cedera hidung ditunjukkan dengan menggunakan
rotating mask/prong nasal interface.
Selain itu jurnal pembanding lainnya yaitu “nasal masks or binasal prongs for
delivering continuous positive airway pressure in preterm neonates a randomised
trial” (Aparna Chandrasekaran et al,2017) membandingkan nasal mask vs nasal
prong yang diberikan NCPAP  dengan persyaratan FiO 2 pada 6, 12 dan 24

jam inisiasi CPAP sebagai hasil primer dan cedera hidung sebagai hasil


sekunder. Mereka melakukan uji coba terkontrol secara acak di rumah sakit
pendidikan di delhi baru dari April 2012 hingga Juni 2013 . 72 neonatus terdaftar
dalam penelitian ini 37 neonatal masuk kelompok masker hidung dan 35 neonatal
untuk kelompok cabang hidung . Mereka menemukan bahwa persyaratan
FiO2 dapat dibandingkan antara dua kelompok. Insiden tingkat trauma hidung selama
72 jam pertama sebanding antara kelompok (RR 1,07, 95% CI 0,84-1,35, p =
0,59). Insiden trauma hidung tingkat II / III yang parah, secara signifikan lebih rendah
pada kelompok masker (0 vs 31%; p <0,001). penulis menyimpulkan bahwa masker
Nasal tampaknya sama bagusnya dengan cabang binasal dalam memberikan CPAP
dengan Masker yang dikaitkan dengan risiko lebih rendah dari trauma hidung yang
parah.
4. Outcome
a. 6 jam setelah pelepasam nCPAP bayi akan dinilai untuk cedera hidungnya dan
difoto secara digital untuk ditinjau oleh ahli neonatologi senior yang tidak
mengetahui pembagian kelompok pada tiap sampel.
b. Insiden dan tingkat keparahan cedera hidung adalah hasil utama dari penelitian ini
c. Penilaian secara subyektif dilakukan oleh salah satu asisten peneliti dengan tolak
ukur pelebaran nares, lekukan atau ekskoriasi columella, bentuk di ujung hidung,
bentuk hidung yang berubah, kemerahan/indentasi/perdarahan/eksoriasi pada
daerah hidung
d. Hasil sekunder dari penelitian ini meliputi kegagalan nCPAP, durasi nCPAP,
durasi oksigen, kultur sepsis positif, terjadi dysplasia bronkopukmoner (BPD),
perdarahan intraventricular (IVH) ≥ 3, cystuc periventricular leukomalacia (PVL),
retinopati prematuritas dan mortalitas
5. Kesimpulan
Penggunaan CPAP pada neonates yang mengalami respiratory distress syndrome
(RDS) untuk mengurangi angka mortalitas pada neonates. nCPAP dengan
menggunakan nasal mask secara signifikan mengurangi cedera hidung dibandingkan
dengan alternating mask/prong maupun nasal prongs. Faktanya kemudahan
penggunaan, kelembutan dan desain masker hidung pada penelitian ini menjadi alasan
cedera hidung yang lebih rendah daripada dua kelompok lainnya.
6. Implikasi Keperawatan
Penelitian ini membuktikan efektivitas dari penggunaan nasal prongs secara terus
menerus (continuous nasal prongs), nasal masker secara terus menerus (continuous
nasal mask) dan alternative menggunakan nasal prongs dan nasal masker secara
bergantian yang mempunyai pengaruh terhadap intergritas kulit dan cedera hidung
pada neonates yang menggunakan CPAP. Penelitian ini diharapkan perawat dibangsal
intensif mengetahui dampak dari pemberian CPAP sehingga bermanfaat dalam
memberikan asuhan keperawatan dan rutin memeriksa adanya cedera hidung maupun
gangguan intergritas kulit pada neonates yang terpasang CPAP

Anda mungkin juga menyukai