Anda di halaman 1dari 7

EFEKTIFITAS PEMBERIAN PREOKSIGENASI

MENGGUNAKAN MASKER NON REBREATHING UNTUK MENCEGAH


HIPOKSEMIA SELAMA INTUBASI
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

Rini Purwanti1,, Supadi 2,,Kurniawan Prasetya3


1,2
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
3
RSUD Kabupaten Temanggung
rinipur05@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Preoksigenasi sangat penting dilakukan sebelum pemasangan intubasi untuk mencegah
terjadinya desaturasi yang akan menyebabkan hipoksemia dan dapat mengakibatkan gagal nafas. Tujuan:
Evidence Based Nursing Practice bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian preoksigenasi
menggunakan masker non rebreathing untuk mencegah hipoksemia selama intubasi di Instalasi Gawat Darurat.
Metode: Pencarian menggunakan Pubmed, Science Direct dan Google Scholar yang terpublikasi tahun 2015
– 2020. Hasil: Percobaan dengan menggunakan masker non rebreathing untuk melakukan preoksigenasi dapat
mencegah terjadinya desaturasi dan hipoksemia. Simpulan: Masker non rebreathing efektif digunakan untuk
mencegah hipoksemia selama pemasangan intubasi di Instalasi Gawat Darurat. Saran: Selain penggunaan Bag
Valve Mask, masker non rebreathing dapat digunakan untuk preoksigenasi guna mencegah terjadinya desaturasi
dan hipoksemia selama pemasangan intubasi di Instalasi Gawat Darurat.
Kata kunci : preoksigenasi, masker non rebreathing, hipoksemia, emergency

PENDAHULUAN pertukaran gas O2 dan CO2 dan masih


Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan menjadi dilema dalam penatalaksanaan
keperawatan yang komprehensif diberikan medis. Meskipun kemajuan dalam teknik
kepada pasien dengan cedera atau penyakit diagnostik dan terapi intervensi telah
yang mengancam jiwa. Henti jantung dan berkembang pesat, gagal napas tetap menjadi
henti nafas merupakan kejadian uum pada penyebab angka kesakitan dan kematian
pasien gawat darurat. Henti nafas atau lebih yang tinggi di instalasi perawatan intensif
sering disebut dengan gagal napas (Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009).
didiagnosis ketika pasien tidak mampu Insiden di Amerika Serikat (AS) sekitar
melakukan ventilasi yang memadaiatau 360.000 kasus per tahun, 36% kematian
memberikan oksigen yang cukup untuk terjadi selama perawatan karena gagal nafas.
darah dan organ sistemik (Bammigatti, Studi dari akhir 1990-an tentang kejadian
2005). Gagal napas merupakan keadaan kegagalan pernapasan akut di unit perawatan
gangguan fungsi sistem pernafasan untuk intensif di Eropa menunjukkan prevalensi

1
77,6 per 100.000 di Swedia, Denmark, dan meningkatkan kemungkinan apnea.
Islandia, dan 88,6 per 100.000 di Jerman. Preoksigenasi efektif memberikan batas
Dan angka kematian adalah sekitar 40%. Di aman untuk intubasi darurat dengan
Amerika Serikat, jumlah rawat inap karena denitrogenasi sisa fungsi paru, kapasitas
gagal pernapasan akut meningkat dari residual fungsional dari paru paru, dan
1.007.549 pada tahun 2001 menjadi memperpanjang durasi dari apnea tanpa
1.917.910 pada tahun 2009. Selama periode desaturasi.
yang sama, tingkat kematian yang diamati Metode preoksigenasi yang paling umum
menurun dari 27,6% menjadi 20,6% dengan digunakan di IGD, sungkup wajah dengan
manajemen pernafasan yang tepat. reservoir, masker non rebreathing, sungkup
Berdasarkan data peringkat 10 penyakit tidak katup kantung dan kanula hidung tambahan
menular (PTM) penyebab kematian (Bradley, 2016). Masker wajah dengan
berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada reservoir saat ini merupakan sumber oksigen
pasien rawat inap tahun 2010, gagal nafas yang paling sering digunakan untuk
menduduki peringkat kedua sebesar 20,98% preoksigenasi di IGD. Masker non
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Ventilasi rebreathing dengan satu arah katup di semua
mekanik (non invasif atau invasif) tetap port dapat menghasilkan hampir 90% FiO2
stabil untuk jangka waktu 9 tahun. Namun, dengan aliran 30 liter per menit tetapi jarang
penggunaan ventilasi non invasif meningkat tersedia di IGD (Weingaert, 2012). Sebagai
dari 4% menjadi 10% (Stratton, 2016) alternatif, BVM terhubung ke reservoir
digunakan untuk praoksigenasi. Disetel pada
TINJAUAN TEORI 15 liter per menit, masker wajah dengan
Tindakan preoksigenasi dilakukan untuk reservoir menghasilkan FiO2 dari 60 hingga
mendenitrogenasi kapasitas sisa fungsional 70% (Mosby,2017).
paru-paru, menciptakan reservoir oksigen
untuk memungkinkan periode apnea selama METODE
intubasi (Bourgain, 2015). Preoksigenasi Metode telusur artikel jurnal pada karya
penting untuk membantu mencegah ilmiah ini yang digunakan sebagai dasar
hipoksemia selama pengelolaan jalan napas penerapan EBNP (Evidence Based Nursing
darurat sehingga sangat penting untuk Practice) pemberian preoksigenasi
keselamatan manajemen jalan napas. menggunakan masker non rebreathing untuk
Tindakan ini memperpanjang waktu mencegah hipoksemia pada pasien gagal
terjadinya hipoksemia setelah menginduksi nafas didapatkan dari beberapa akses
apnea untuk memberikan waktu yang cukup pencarian, diantaranya adalah PubMed,
untuk intubasi (Weingart, 2012). Science Direct dan Google Scholar. Kata
Preoksigenasi adalah prosedur aman dan kunci yang penulis gunakan adalah:
sederhana, yang dapat memiliki efek preoxygenation, non rebreathing mask,
signifikan saat desaturasi. Hal ini berdampak masker non rebreathing dan emergency.
pada penyimpanan oksigen tubuh dan sangat

2
HASIL TELUSUR JURNAL 13%; 95% ci 10% hingga 17%). singkatnya,
Penelitian pertama yang dilakukan oleh preoksigenasi dengan masker masker non
Driver tahun 2016, uji coba crossover dengan rebreathing dengan tingkat flush oksigen
sukarelawan yang sehat. Setelah informed tidak kalah dengan perangkat BVM dengan
consent, 26 subjek menjalani 4 percobaan oksigen pada 15 liter per menit.
preoksigenasi secara acak menggunakan Pada jurnal kedua, oleh Driver tahun 2017
masker non rebreathing dengan oksigen pada dengan tim yang berbeda melakukan
15 liter per menit (masker non rebreathing- perbandingan pada 26 subyek melakukan
15), masker non rebreathing dengan flush preoksigenasi dengan perangkat BVM
rate oxygen (masker non rebreathing-flush), dengan aliran 15 l/mnt, BVM dengan
BVM dengan oksigen 15 liter per menit, dan kebocoran dan dengan masker non
masker sederhana dengan flush oksigen. Uji rebreathing dengan aliran flush 54 liter per
coba preoksigenasi, subjek melakukan menit. Setelah mendapatkan preoksigenasi
pernapasan selama 3 menit. Perangkat BVM selama 3 menit, subjek memulai periode
berisi reservoir 850 mL. Reservoir pada menahan napas selama 10 detik. Untuk
perangkat BVM diberi aliran oksigen selama memverifikasi denitrogenasi yang memadai,
15 detik untuk memastikannya mengandung FeO2 untuk setiap subjek diukur di antara
100% oksigen sebelum diaplikasikan. Pada percobaan. Percobaan berikutnya dapat
masker nonrebreathing, flush rate diberikan dimulai setelah FeO2 level telah kembali ke
aliran 50 hingga 54 liter per menit. subjek nilai dasar. Pengukuran FeO2
Pengukuran hasil adalah dengan FeO2, dilakukan dengan penilaian analisa gas
diukur di akhir setiap percobaan oksigen. Hasil dari FeO2 setelah masker non
preoksigenasi. rebreathing di flush tidak kalah dengan
Dari 26 subyek yang ikut dalam penelitian masker bag-valve di flush. FeO2 masker non
nilai FeO2 masker non rebreathing-15, rebreathing dengan flush lebih tinggi dari
masker non rebreathing-flush, bag valve flush bag valve masker dengan masker bocor.
mask-15, dan masker sederhana dengan flush Rata-rata FeO2 nilai non mask, bag-valve
oksigen adalah 54% (95% confidence mask, dan bag-valve mask dengan kebocoran
interval [ci] 50% sampai 57%), 86% (95% ci adalah 81% (95% confidence interval [ci]
84% sampai 88%), 77% (95% ci 74% sampai 78% hingga 83%), 76% (95% ci 71% hingga
81%), dan 72% (95% ci 69% hingga 76%). 81%), dan 30% (95% ci 26% hingga 35%).
Feo2 untuk masker non rebreathing-flush FeO2 untuk masker non rebreathing tidak
tidak lebih rendah dari bag valve mask-15 kalah dengan masker bag-valve di flush
(perbedaan 8%; 95% CI 5% sampai 11%). (perbedaan 5%; 95% ci - 1% sampai 10%).
FeO2 untuk masker non rebreathing-flush FeO2 lebih tinggi untuk masker non
lebih tinggi dari kedua masker non rebreathing dibandingkan dengan masker
rebreathing-15 (feo2 perbedaan 32%; 95% ci bag-valve dengan kebocoran masker
29% hingga 35%) dan masker sederhana simulasi (perbedaan 51%; 95% ci 46% 55%).
dengan flush rate oxygen (feo 2 perbedaan Untuk studi 2, nilai FeO2 untuk masker non

3
rebreathing dan masker bag-valve dengan dilakukan dengan studi kohort observasional
bantuan adalah 83% (95% CI 80% hingga prospektif di 2 Departemen Emergency
86%) dan 77% (95% CI 73% hingga 80%), akademik perkotaan di Sydney, Australia,
masing-masing. FeO2 untuk masker non dan New York City. Praktik manajemen
rebreathing tidak kalah dengan masker bag jalan napas di tempat tersebut memerlukan
valve dengan bantuan flush (perbedaan 6%; minimal 3 menit preoksigenasi dengan alat
95% CI 3% hingga 10%). bag valve mask atau masker non rebreathing
Penelitian ketiga oleh Mossier (2020) dengan sebelum intubasi sekuens cepat. Saat
mengikutsertakan 42 pasien dengan studi perangkat bag valve mask digunakan, segel
crossover. Peserta berbaring telentang di masker dijaga oleh operator, dan bantuan
tempat tidur, dengan kepala diangkat 30o. napas diberikan sesuai kebijaksanaan dokter
Preoksigenasi dilakukan selama 4 menit yang merawat. Untuk masker non
menggunakan masker non rebreathing rebreathing, tingkat aliran oksigen flush
dengan aliran oksigen 40-60 liter per menit dipilih oleh dokter dan ditetapkan pada 15
dan kanula hidung dengan aliran oksigen 10 liter per menit atau flush 50 hingga 70 liter
liter per menit. Reservoir masker non per menit di situs New York dan 19 liter per
rebreathing diisi dengan oksigen selama 15 menit di situs Sydney. Penggunaan oksigen
detik untuk memastikannya mengandung kanula hidung tambahan dipilih oleh dokter
100% oksigen sebelum diaplikasikan ke gawat darurat dan berkisar dari 15 liter per
wajah peserta. Setelah setiap percobaan menit sampai tingkat flush. Pengukuran
preoksigenasi berakhir, hasil didapat dengan dilakukan dengan melihat nilai EtO2 dan
mengukur nafas EtO2 dalam dua skenario SpO2. Hasil yang tertinggi masker non
berbeda saat pasien terus bernapas secara rebreathing dengan tingkat flush 86% dan
spontan. Yang pertama, kedua perangkat terendah masker non rebreathing dengan
oksigen dilepas setelah preoksigenasi. Yang aliran 15 liter per menit
kedua, masker non rebreathing dilepas dan Pada penelitian kelima Hayes (2015)
kanula hidung dibiarkan di tempatnya melakukan penelitian untuk menguji
dengan aliran oksigen 10 liter per menit. efektifitas pemberian preoksigenasi
Pengukuran dilakukan dengan nilai EtO2. menggunakan bag valve mask atau non face
Karena hasil utama waktu hilangnya mask, dan dengan memberikan tambahan
preoksigenasi dipengaruhi oleh laju aliran oksigen melalui kanula hidung untuk
pernapasan, maka terbukti pasien yang meningkatkan oksigen flow. Setelah
menghirup udara dengan laju pernapasan 10 informed consent, setiap peserta diacak
kali akan kehilangan preoksigenasi lebih untuk menggunakan masker wajah non
lambat daripada pasien dengan laju rebreathing atau bag valve mask sesuai
pernapasan 15 kali dengan urutan acak. Peserta kemudian
Pada penelitian keempat dilakukan dengan menjalani 4 uji coba preoksigenasi yang
pertimbangan kecukupan preoksigenasi yang terdiri dari masker saja (masker bag valve
tidak pernah dinilai di IGD. Penelitian mask atau non face mask), masker (bag valve

4
mask atau non face mask) dengan simulasi parsial oksigen (O2) di dalam darah arteri.
kebocoran, masker kanula hidung (bag valve Penyebab paling umum dari terjadinya
mask & kanula hidung atau masker wajah hipoksemia arteri termasuk penurunan daya
non & kanula hidung), dan masker & kanula ambil oksigen (O2) seperti pada kondisi
hidung dengan simulasi kebocoran. Untuk ketinggian, ventilasi dan perfusi tidak
masker bag valve dan masker wajah non memadai, serta hipoventilasi seperti pada
rebreathing, oksigen diberikan dengan kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis
kecepatan 15 liter per menit. Oksigen kanula (PPOK).
hidung dewasa laju aliran diatur pada 10 liter Meningkatkan keamanan intubasi trakea
per menit. Untuk membuat kebocoran pada pasien berisiko tinggi melibatkan
masker yang disimulasikan, di gunakan tube pengoptimalan metode dan proses
nasogastrik 16 di bawah kedua sisi masker di preoksigenasi. Preoksigenasi untuk pasien
bibir atas untuk membuat gangguan standar yang menjalani intubasi untuk mengurangi
pada segel masker. Untuk setiap percobaan hipoksemia peri-intubasi adalah dengan
preoksigenasi, partisipan menghirup nafas mengganti nitrogen alveolar dengan
volume tidal normal selama 3 menit. Pada reservoir oksigen. Denitrogenasi kapasitas
akhir periode 3 menit, mereka diminta untuk cadangan fungsional dengan oksigen
menghembuskan napas satu kali kemudian merupakan langkah penting dalam
melihat hasil ETO2. Meskipun ada preoksigenasi sebelum intubasi untuk
peningkatan, ETO2 kebocoran masker wajah menciptakan reservoir oksigen
non rebreathing lebih rendah dibandingkan intrapulmoner yang mencegah hipoksemia
dengan bag valve mask tertutup. selama fase apnea intubasi. Banyak artikel
dalam literatur pengobatan darurat telah
PEMBAHASAN menekankan pentingnya preoksigenasi
Secara rinci dalam jurnal yang telah pasien, dan kemudian praktik klinis telah
dianalisis preoksigenasi dilakukan untuk berubah untuk mengoptimalkan saturasi
untuk mengurangi risiko hipoksemia selama oksigen pasien sebelum intubasi.
pengelolaan jalan napas. Hipoksemia adalah Preoksigenasi menggunakan masker non
komplikasi paling umum dalam manajemen rebreathing dengan flush rate 50 – 54 liter
jalan napas pada pasien sakit kritis, biasanya dapat mencapai FeO2 lebih tinggi dari non
terjadi pada sekitar 20% pasien, tetapi telah rebreathing 15 liter maupun BVM dengan
diamati pada sebanyak 70% faktor risiko flush rate atau masker sederhana dengan
hipoksemia adalah gagal napas akut, operator flush oksigen. Masker non rebreathing flush
yang tidak berpengalaman, dan saturasi mampu memberikan preoksigenasi yang
oksigen awal yang rendah sebelum intubasi. memadai untuk menunda onset desaturasi
Pasien dengan hipoksemia memiliki sekitar oxyhemoglobin selama manajemen jalan
empat kali peningkatan kemungkinan napas darurat. Masker non rebreathing
serangan jantung jika tidak dicegah sejak dengan flush rate oxyigen dapat mencapai
awal. Hipoksemia adalah penurunan tekanan tujuan preoksigenasi tanpa memerlukan

5
penutup masker yang rapat dan tanpa 3. Bagi peneliti selanjutnya
peralatan khusus. Karena intubasi sekuens Berdasarkan beberapa jurnal dan
cepat sering dilakukan pada pasien beberapa teknik manajemen jalan
emergency, dibutuhkan cara yang sederhana, nafas baik invasif atau non invasif,
dan efektif (Hayes, 2016). dapat dilakukan penelitian lanjutan
Teknik non rebreathing flush rate 50 – 54 tentang berbagai macam teknik
liter permenit lebih efektif untuk tindakan pemberian preoksigenasi kepada
preoksigenasi sebelum intubasi, karena pasien di Instalasi Gawat Darurat.
pemasangan lebih mudah, alat lebih murah,
dan para PPA masih bisa melakukan DAFTAR PUSTAKA
persiapan lain sebelum pemasangan intubasi. Bachtiar, A., Hidayah, N., & Ajeng, A.
(2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi
KESIMPULAN Oksigen pada Pasien Gangguan Sistem
Tindakan mengoptimalkan preoksigenasi Pernafasan. Jurnal Keperawatan
sebelum melakukan intubasi endotrakeal Terapan, 12.
dapat mencegah terjadinya hipoksemia
Caputo, N. D., Oliver, M., West, J. R.,
sehingga dapat meningkatkan keberhasilan
Hackett, R., & Sakles, J. C. (2019). Use
tindakan penatalaksanaan kegawatan di of end tidal oxygen monitoring to
IGD. Dari beberapa artikel dapat assess preoxygenation during rapid
disimpulkan bahwa penggunaan masker non sequence intubation in the emergency
rebreathing pada preoksigenasi dapat department. Annals of emergency
mencegah terjadinya hipoksemia selama medicine, 74(3), 410-415.
intubasi.
Chan, P. S., Berg, R. A., & Nadkarni, V. M.
(2020). Code blue during the COVID-
SARAN 19 pandemic. Circulation:
1. Bagi Rumah Sakit Cardiovascular Quality and
Hasil penelitian ini diharapkan dapat Outcomes, 13(5), e006779.
dijadikan sebagai Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk memberikan Driver, B. E., Prekker, M. E., Kornas, R. L.,
bantuan nafas di pelayanan gawat Cales, E. K., & Reardon, R. F. (2017).
Flush rate oxygen for emergency
darurat. airway preoxygenation. Annals of
2. Bagi Institusi Pendidikan emergency medicine, 69(1), 1-6.
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan pembelajaran Dyett, J. F., Moser, M. S., & Tobin, A. E.
berdasarkan evidence based nursing (2015). Prospective observational
mengenai pemberian preoksigenasi study of emergency airway
management in the critical care
menggunakan masker non rebreathing
environment of a tertiary hospital in
dengan oksigen flush. Melbourne. Anaesthesia and intensive
care, 43(5), 577-586

6
Hayes-Bradley, C., Lewis, A., Burns, B., &
Miller, M. (2016). Efficacy of nasal
cannula oxygen as a preoxygenation
adjunct in emergency airway
management. Annals of emergency
medicine, 68(2), 174-180.

Malawat, F. R., & Cahyadi, B. I.


Preoksigenasi pada Anestesi
Umum. JAI (Jurnal Anestesiologi
Indonesia), 10(2), 127-133.

Mosier, J., Reardon, R. F., DeVries, P. A.,


Stang, J. L., Nelsen, A., Prekker, M. E.,
& Driver, B. E. (2020). Time to Loss of
Preoxygenation in Emergency
Department Patients. The Journal of
Emergency Medicine, 59(5), 637-642.

Pourmand, A., Robinson, C., Dorwart, K., &


O'Connell, F. (2017). Pre-oxygenation:
implications in emergency airway
management. The American journal of
emergency medicine, 35(8), 1177-
1183.

Weingart, S. D., & Levitan, R. M. (2012).


Preoxygenation and prevention of
desaturation during emergency airway
management. Annals of emergency
medicine, 59(3), 165-175.

Anda mungkin juga menyukai