Anda di halaman 1dari 9

Program Studi D3 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Kusuma Husada Surakarta
2020

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL NAFAS DALAM


PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Risma Paramitha1Gatot Suparmanto2


1
Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kusuma Husada Surakarta
2
Dosen Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kusuma Husada Surakarta

*E-mail Penulis : rismaparamitha7@gmail.com

Abstrak

Gagal Nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O2 dan CO2 yang tidak
adekuat terjadi secara mendadak dan mengancam jiwa, serta masih menjadi masalah dalam
penatalaksanaan medis. Insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada The
American European Consensus on ARDS tahun 2010 menemukan antara 12,6-28,0
kasus/100.000 penduduk/tahun serta dilaporkan sekitar 40% terjadi kematian akibat gagal
napas. Insidensi gagal napas akut pada dewasa dari hasil studi di negara Jerman dan Swedia
melaporkan bahwa 77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun.Tujuan studi kasus ini adalah
untuk mengetahui pemberian hiperoksigenasi satu menit pada proses suction terhadap saturasi
oksigen pasien terpasang ventilator. Subjek studi kasus ini adalah satu orang pasien gagal nafas
dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang ICU RSUD Salatiga. Berdasarkan hasil pasien
yang mengalami gagal nafas saat di lakukan tindakan pemberian hiperoksigenasi satu menit
pada proses suction pada tanggal 20 Februari 2020, menunjukkan saturasi oksigen sebelum
hiperoksigenasi 97% dan setelah dilakukan tindakan hiperoksigenasi 99%. Terdapat pengaruh
nilai saturasi oksigen (SPO2) sebelum dan setelah tindakan pemberian hiperoksigenasi satu
menit pada proses suction.

Kata kunci: Gagal Nafas, Hiperoksigenasi, Saturasi Oksigen

82
PENDAHULUAN penghisapan lendir (suctioning).
Melakukan tindakan suction yaitu dengan
Gagal Nafas merupakan kegagalan cara selang kateter suction dimasukkan
sistem respirasi dalam pertukaran gas O2 melalui hidung, mulut pada ETT
dan CO2 yang tidak adekuat terjadi secara (Nuracmah & Sudarsono, 2010). Tindakan
mendadak dan mengancam jiwa, serta suction dilakukan untuk membersihkan
masih menjadi masalah dalam jalan nafas dari sekret atau sputum dan
penatalaksanaan medis. Walaupun ada juga untuk menghindari dari infeksi jalan
kemajuan teknologi untuk diagnosis, nafas (Price & Wilson, 2012)
pemantauan, penatalaksanaan medis dan Pada saat akan melakukan tindakan
terapi intervensi berkembang pesat, tetapi suction pada ETT, sangatlah perlu adanya
gagal nafas masih merupakan penyebab pemantauan saturasi oksigen, karena saat
angka kesakitan dan kematian yang tinggi tindakan suction bukan hanya sekret yang
di instalasi perawatan intensif. terhisap, tetapi oksigen juga terhisap.
(Surjanto,E,Sutanto,S.Y,2009) Selain itu saturasi oksigen, pada tindSakan
Insidensi Acute Respiratory Distress suction dipengaruhi oleh banyaknya
Syndrome(ARDS) pada The American hiperoksigenasi yang diberikan, tekanan
European Consensus on ARDS tahun 2010 suction yang sesui usia, dan besar diameter
menemukan antara 12,6-28,0 kanule. Bila hal tersebut tidak atau kurang
kasus/100.000 penduduk/tahun serta diperhatikan maka akan menimbulkan
dilaporkan sekitar 40% terjadi kematian komplikasi. Komplikasi dari suction pada
akibat gagal napas. Insidensi gagal napas pasien yang terpasang ventilasi mekanik
akut pada dewasa dari hasil studi di negara adalah terjadinya hipoksia yang ditandai
Jerman dan Swedia melaporkan bahwa dengan penurunan saturasi oksigen (Kozier
77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun. & Erb, 2012). Menurut Wiyoto, (2010)
Data dari Kementrian Kesehatan RI, 2012 apabila suplai oksigen dalam waktu 4
yang tervatal menyebabkan kematian menit tidak terpenuhi untuk suplai ke otak
berdasarkan data peringkat 10 Penyakit maka otak terjadi kerusakan permanen,
Tidak Menular (PTM) pada tahun 2010, karena itu perlu dilakukan hiperoksigenasi
Case Fatality Rate (CFR) angka kejadian sebelum dilakukan suction. Upaya untuk
gagal napas pada pasien rawat inap mempertahankan saturasi oksigen setelah
dirumah sakit yaitu sebesar 20,98 % dilakukan suction adalah dengan
menempati peringkat kedua. melakukan hiperoksigenasi pada setiap
Endotraceal Tube ( ETT) merupakan tindakan suction.
konektor yang di gunakan untuk ventilasi Hiperoksigenasi adalah pemberian
mekanik. Ventilasi mekanik yang oksigen konsentrasi tinggi (100%) yang
digunakan adalah ventilasi mekanik bertujuan untuk menghindari hipoksemia
invasif. ETT yang telah terpasang akibat suction (Kozier & Erb, 2012).
memerlukan perhatian khusus dalam Hiperoksigenasi merupakan teknik yang
menjaga kebersihan dan akumulasi sekret, terbaik untuk menghindari hipoksemia
sehingga petensi jalan nafas menjadi tetap yang di akibatkan tindakan suction. dengan
terjaga. Untuk menjaga kepatenan jalan demikian pada semua prosedur suction,
nafas akibat penumpukan sekresi tersebut, tindakan hiperoksigenasi harus
tindakan yang dilakukan adalh dilaksanakan (Kozier & Erb,2012).

83
Penelitian yang dilakukan G.M Superdana terpasang ventilator dengan harapan
dan Sumara tahun 2015 di ruang ICU adanya mencegah terjadinya Hipoksemia
Rumah Sakit Husada Utama Surabaya Tempat penelitian di ruang ICU
yang berjudul efektifitas hiperoksigenasi RSUD Salatiga. Dilakukan minimal 3 hari
pada proses suctioning terhadap saturasi sejak pada tanggal 17 Februari 2020
oksigen pasien dengan ventilator mekanik, sampai dengan 29 Februari 2020.
menyimpulkan hiperoksigenasi efektif Pengumpulan data menggunakan
pada proses suctioning terhadap saturasi teknik wawancara, observasi dan
oksigen pasien dengan ventilator mekanik, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi
P<0,005. Penelitian yang dilakukan
Moraveji, dkk (2012) di ICU in Zanjan
HASIL
Vali-e-Asr hospital yang berjudul “Effect
of hyperoxygenation for one minute on Gambar 1. Evaluasi Perbandingan nilai
ABG during endotracheal suctioning”, SPO2 sebelum dan setelah tindakan
menyimpulkan hiperoksigenasi yang pemberian hiperoksigenasi pada proses
dilakukan satu menit selama suction suction
menyebabkan perbaikan dan pencegahan
hipoksia yang disebabkan prosedur
suction. Menurut Hudak & Gallo, (2013)
mengatakan komplikasi dari pemberian
oksigen adalah : membrane mukosa
menjadi kering, epistaksis, atau infeksi
pada lubang hidung. Bila dalam waktu
lama dapat menyebabkan toksisitas yang
tinggi (dapat dilihat pada kasus cedera
paru akut atau sindrom pada gawat nafas
akut), atelactasis absorbtif.

METODE
Pada diagram di atas, warna biru
adalah sebelum dilakukannya tindakan
Jenis penelitian ini adalah
diskriptif dengan menggunakan metode hiperoksigenasi, sedangkan warna oranye
pendekatan studi kasus. Subjek studi kasus adalah setelah di lakukan tindakan
ini yang digunakan adalah satu pasien hiperoksigenasi. Di hari pertama tanggal
untuk mengeksplorasi masalah asuhan 20 Februari 2020 saat di lakukan tindakan
keperawatan pada pasien gagal nafas hiperoksigenasi satu menit pada proses
dalam pemenuhan oksigenasi suction pasien terpasang ventilator
Fokus studi dalam kasus ini adalah mekanik saturasi oksigen (SPO2) Ny.S
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada sebelum di lakukan tindakan adalah 97%,
pasien gagal nafas dengan pemenuhan dan setelah di berikan tindakan SPO2 Ny.S
kebutuhan oksigenasi: dengan pemberian adalah 99%. Pada hari kedua tanggal 21
hiperoksigenasi satu menit pada proses Februari 2020 saat dilakukan tindakan
suction terhadap saturasi oksigen pasien hiperoksigenasi satu menit pada proses
suction pasien terpasang ventilator

84
mekanik SPO2 Ny.S adalah 98%, dan Wiraswasta, yang bertempat tinggal di
setelah diberikan tindakan SPO2 Ny.S Kedungjati, Grobogan.
adalah 99%. Pada hari ketiga tanggal 22 Pengkajian fokus didapatkan hasil
Februari 2020 saat dilakukan tindakan Breathing: Memakai ET No 7,5 dengan
hieroksigenasi satu menit pada proses ventilator mode SIMV, PEEP/CPAP= 5,
suction pasien terpasang ventilator Nafas mesin= 10, tidal volume 500 ml,
mekanik SPO2 Ny.S adalah 96%, dan fiO2 =60 %, nafas pasien= 20 x/menit.
setelah diberikan tindakan SPO2 Ny.S Blood; HR (Heart Rate)= 119 x/menit,
adalah 99%. irama jantung sinus takikardia, tekanan
darah 96/64 mmHg, capillary refill time >3
PEMBAHASAN detikk (sianosis), akral hangat, suhu tubuh
36 C, terdapat sianosis di kuku tangan dan
Hasil studi kasus ini dapat kaki (warna kebiru-biruan). Brain;
diketahui data pengkajian awal pada hari Kesadaran sopor, GCS E2 M2 VETT ,
kamis tanggal 20 februari 2020 pukul ukuran pupil 3mm/3mm, pupil isokor,
14.00 WIB didapatkan hasil bahwa adanya reflek terhadap cahaya +/+. Blader;
penurunan kesadaran (sopor) dengan GCS Terpasang DC (catether urine) di ICU
E2 M2 VETT, Terpasang O2 Ventilator mode sejak pada tanggal 17 Februari 2020
SIMV, PEEP/CPAP= 5, Nafas mesin = 10, observasi output urine hari ke empat
Tidal Volume 500 ml, FiO2= 60%, TD= selama 8 jam di ICU berjumlah 350 cc,
96/64 mmHg, HR= 119 x/menit, Suhu 36 warna urine kuning keruh. Bowel; Mukosa
C, RR= 20 x/menit, SaO2= 99% . Terdapat bibir kering, lidah kotor, tidak
suara nafas tambahan (Ronkhi) saat di menggunakan gigi palsu, bising usus 10
Auskultasi pada paru, Pasien tampak x/menit, muntah (-), konstipasi (-),
kesulitan berbicara, pasien tampak tidak terpasang NGT. Bone; Turgor kulit jelek,
batuk, Ph darah arteri 7.270, PCO2= 52.1 kulit pasien tampak kering, terdapat ulkus
mmHg, BE= -4 mmol/L, SaO2/SPO2 = dekubitus, kekuatan otot ka/ki pasif, tidak
99%, Pasien tampak terpasang alat ada kelainan bentuk tulang, tidak ada
pernafasan ventilasi mekanik, Pasien fraktur, perdarahan kulit (-).
tampak terpasang alat bedsite monitor. Berdasarkan hasil pengkajian yang
Penulis melakukan pengkajian telah dilakukan penulis pada Ny.S
dengan metode auto anamnesa dan mengalami penurunan kesadaran(sopor),
observasi, pasien bernama Ny.S berumur Data obyektif pasien terdapat suara nafas
63 tahun, beragama islam, pendidikan tambahan (ronkhi) saat di auskultasi pada
terakhir SD, dan pekerjaan Ny.S sebagai paru, pasien kesulitan berbicara, pasien
Ibu rumah tangga. Ny.S tinggal di tampak tidak batuk.
Kedungjati, Grobogan. Menurut Berdasarkan kasus yang dialami
pemeriksaan dokter G, Ny.S di diagnosa Ny.S didapatkan masalah keperawatan
medis gagal nafas dengan penyakit stroke bersihan jalan nafas tidak efektif. Bersihan
non hemoragik. Ny.S di bawa ke IGD jalan nafas tidak efektif adalah
RSUD Salatiga oleh anaknya yang ketidakmampuan membersihkan secret
bernama Tn.S, umur 53 tahun, pendidikan atau obstruksi jalan napas untuk
terakhir SLTA, dengan pekerjaan mempertahankan jalan napas tetap paten
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

85
Gejala dan tanda mayor subjektif (tidak ronkhi, dipsnea, gelisah (D.0001). Maka
tersedia), sedangkan objektif yaitu betuk penulis menyusun rencana keperawatan
tidak efektif atau tidak mampu batuk, dengan tujuan perencanaan yaitu setelah
sputum berlebih/ obstruksi dijalan napas, dilakukan tindakan keperawatan selama
mengi, wheezing dan atau/ronkhi. Gejala 3x8 jam, diharapkan masalah bersihan
dan tanda minor subjektif meliputi jalan nafas dapat teratasi dengan kriteria
dipsnea, sulit bicara, ortopnea, sedangkan hasil meliputi pasien produksi sputum
objektif meliputi gelisah, sianosis, bunyi menurun, sianosis menurun (Tim Pokja
napas menurun, frekuensi napas berubah, SLKI DPP PPNI, 2018). Intervensi yang di
pola napas berubah. buat penulis berdasarkan diagnosis
Hal ini di dukung oleh pernyataan keperawatan bersihan jalan nafas tidak
dari jurnal yang di tulis oleh (Superdana G efektif.
M dan Retno Sumara, 2015) “Efektifitas Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil
Hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning tersebut, kemudian penulis menyusun
Terhadap Saturasi Oksigen Pasien intervensi keperawatan berdasarkan
Dengan Ventilator Mekanik di Intensive SIKI(Standar Intervensi Keperawatan
Care Unit” masalah utama pasien dengan Indonesia) yaitu; Monitor bunyi napas
alat bantu nafas atau ventilator mekanik tambahan (misalnya gurgling, mengi,
yang sering muncul adalah bersihan jalan wheezing, ronkhi), Lakukan
nafas inefektif, salah satu intervensi untuk hiperoksigenasi sebelum penghisapan
masalah tersebut adalah dilakukannya endotrakeal, Anjurkan asupan cairan 2000
tindakan suction. Namun pada proses ml/hari, Jika tidak kontraindikasi,
dilakukan suction tidak hanya lendir yang Kolaborasi pemberian bronkodilator
terhisap, suplai oksigen yang masuk ke ekspektoran, mukolitik, jika perlu
saluran pernafasan juga ikut terhisap, Dengan diberikannya intervensi
sehingga memungkinkan untuk terjadi tindakan hiperoksigenasi pada proses
hipoksemia sesaat yang ditandai dengan suction, ternyata mempunyai peran baik.
penurunan saturasi oksigen (SpO2). Hal ini didukung oleh pernyataan dari
Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik jurnal yang ditulis oleh (Superdana G M
untuk menghindari hipoksemia akibat dan Retno Sumara, 2015) “Efektifitas
penghisapan dan harus digunakan Hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning
padasemua prosedur penghisapan. Terhadap Saturasi Oksigen Pasien
Penggunaan alat ventilator mekanik Dengan Ventilator Mekanik di Intensive
mempengaruhi munculnya masalah pada Care Unit” Suctioning atau penghisapan
bersihan jalan nafas, di antaranya adalah merupakan tindakan untuk memper-
meningkatnya produksi sputum sehingga tahankan jalan nafas sehingga
diperlukan tindakan perawatan yang tepat. memungkinkan terjadinya proses
Berdasarkan fokus diagnosis utama pertukaran gas yang adekuat dengan cara
yang diambil oleh penulis adalah bersihan mengeluarkan secret pada klien yang tidak
jalan nafas tidak efektif berhubungan mampu mengeluarkannya sendiri (Timby,
dengan sekresi yang tertahan dibuktikan 2009). Pada proses dilakukan penghisapan
dengan batuk tidak efektif atau tidak tidak hanya lendir yang terhisap, suplai
mampu batuk, sputum berlebih/obstruksi oksigen yang masuk ke saluran nafas juga
dijalan nafas, mengi, wheezing dan/atau ikut terhisap, sehingga memungkinkan

86
untuk terjadi hipoksemia sesaat ditandai tambahan (ronkhi) saat di auskultasi pada
dengan penurunan saturasi oksigen paru, pasien tampak terpasang alat bantu
(SpO2). pernafasan ventilator mekanik. Pada pukul
Dalam hal ini diperlukan tindakan 15.10 WIB melakukan hiperoksigenasi
hiperoksigenasi sebelum dan sesudah sebelum penghisapan endotrakeal. Pasien
melakukan tindakan suction, tampak produksi secret berlebih, pasien
hiperoksigenasi diberikan dengan cara tampak tidak dapat batuk, pasien tampak
menggunakan kantong resusitasi manual terpasang alat ventilator mekanik, SPO2
atau melalui ventilator dan dilakukan 98%. Pada hari ketiga tanggal 22 Februari
dengan meningkatkan aliran oksigen, 2020 pada pukul 21.30 WIB memonitor
biasanya sampai 100% sebelum bunyi nafas tambahan. Terdapat suara
penghisapan dan ketika jeda antara setiap nafas tambahan(ronkhi) saat di auskultasi
penghisapan (Kozier & Erb, 2002). pada paru. Pada pukul 05.45 WIB
Penelitian sebelumnya menyatakan SaO2 melakukan hiperoksigenasi sebelum
pada kelompok preoksigenasi lebih tinggi penghisapan endotrakeal. Pasien tampak
daripada kelompok yang tidak produksi secret berlebih, pasien tampak
memperoleh hiperoksigenasi (Pritchard, tidak dapat batuk, pasien tampak terpasang
Flenady, & Woodgate , 2001). alat ventilator mekanik, SPO2 96%, Pasien
Intervensi atau tindakan adalah tampak sianosis di kuku tangan dan
pengelolaan dan rencanaan keperawatan kaki(warna kebiru-biruan).
yang disusun pada tahap perencanaan. Berdasarkan keluhan Ny.S,
Berdasarkan intervensi yang telah menurut penulis pemberian
direncanakan, penulis melakukan hiperoksigenasi satu menit pada proses
implementasi pada diagnosis keperawatan suction terhadap saturasi oksigen (SPO2)
bersihan jalan nafas tidak efektif pasien terpasang ventilator. Menurut
berhubungan dengan sekresi yang tertahan Kozier&Erb (2012) hiperoksigenasi adalah
ditandai dengan batuk tidak efektif atau pemberian oksigen konsentrasi tinggi
tidak mampu batuk, sputum (100%) yang bertujuan untuk menghindari
berlebih/obstruksi dijalan nafas, mengi, hipoksemia akibat suction. hiperoksigenasi
wheezing dan/atau ronkhi, dispnea, gelisah merupakan teknik yang terbaik untuk
(D.0001) yang dilaksanakan 3 hari. Pada menghindari hipoksemia akibat suction.
hari pertama tanggal 20 Februari 2020 dengan demikian, semua prosedur suction,
pada pukul 14.20 WIB dilakukan tindakan tindakan hiperoksigenasi harus
memonitor bunyi napas tambahan. dilaksanakan.
Terdapat suara nafas tambahan(ronkhi) Dari tindakan yang sudah
saat di auskultasi pada paru. Pada pukul dilakukan diatas sesuai dengan teori yang
15.00 WIB melakukan hiperoksigenasi ada dapat mempengaruhi kondisi pasien
sebelum penghisapan endotrakeal. Pasien selama 3 hari perawatan yang diberikan
tampak produksi secret berlebih, pasien oleh penulis yaitu terdapat perbandingan
tampak tidak dapat batuk, pasien tampak nilai SPO2 sebelum dan setelah tindakan
terpasang ventilator mekanik, SPO2 97%. pemberian hiperoksigenasi pada proses
Pada hari kedua tanggal 21 Februari 2020 suction.
pada pukul 14.10 WIB memonitor bunyi Hal ini didukung oleh pernyataan
napas tambahan. Terdapat suara nafas dari jurnal yang ditulis oleh (Superdana G

87
M dan Retno Sumara, 2015) “Efektifitas secret berlebih, pasien tampak terdapat
Hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning suara nafas tambahan (ronkhi) saat di
Terhadap Saturasi Oksigen Pasien asukultasi pada paru, pasien tampak
Dengan Ventilator Mekanik di Intensive terpasang alat bantu pernafasan ventilator
Care Unit” Pasien yang menggunakan mekanik. A: Masalah bersihan jalan nafas
ventilator setiap waktu sesuai teratasi sebagian. P: Lanjutkan Intervensi ;
kebutuhannya dilakukan tindakan suction. monitor bunyi nafas tambahan, lakukan
Sebelum melakukan suction dan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
hiperoksigenasi peneliti melihat hasil endotrakeal.
saturasi oksigen terlebih dahulu kemudian
Pada evaluasi hari ketiga pada
melakukan hiperoksigenasi dilanjutkan
tanggal 22 Februari 2020 adalah S: - , O:
dengan suctioning. Kemudian melihat
Terdapat suara nafas tambahan (ronkhi)
hasil saturasi oksigen setelah dilakukan
saat di asukultasi pada paru, SaO2 pasien
hiperoksigenasi dan suctioning.
tampak sebelum dilakukan tindakan
Hasil evaluasi pada diagnosis
hiperoksigenasi pada proses suction 96%,
keperawatan bersihan jalan nafas tidak
SaO2 pasien tampak setelah dilakukan
efektif berhubungan dengan spasme jalan
tindakan hiperoksigenasi pada proses
nafas dibuktikan dengan batuk tidak
suction 99%, pasien tampak produksi
efektif atau tidak mampu batuk, sputum
secret berlebih, pasien tampak terpasang
berlebih/obstruksi dijalan napas, mengi,
alat bantu pernafasan ventilator mekanik,
wheezing dan/atau ronkhi, dispnea, gelisah
Pasien tampak sianosis di kuku tangan dan
(D.0001) yang dilakukan pada Ny.S pada
kaki(warna kebiru-biruan). A: Masalah
hari pertama tanggal 20 Februari 2020
bersihan jalan nafas teratasi sebagian. P:
adalah S: - , O: SaO2 pasien tampak
Lanjutkan Intervensi ; monitor bunyi nafas
sebelum dilakukan tindakan
tambahan, lakukan hiperoksigenasi
hiperoksigenasi pada proses suction 97%,
sebelum penghisapan endotrakeal.
SaO2 pasien tampak setelah dilakukan
tindakan hiperoksigenasi pada proses
KESIMPULAN
suction 99%, pasien tampak produksi
secret berlebih, pasien tampak terpasang Hasil penelitian yang penulis
alat ventilator mekanik, terdapat suara lakukan di RSUD Salatiga menunjukkan
nafas tambahan (ronkhi) saat di Auskultasi bahwa pasien yang mengalami gagal nafas
pada paru. A: Masalah bersihan jalan nafas saat di lakukan tindakan pemberian
teratasi sebagian. P: Lanjutkan Intervensi ; hiperoksigenasi satu menit pada proses
monitor bunyi nafas tambahan, lakukan suction, hal ini menunjukkan terdapat
hiperoksigenasi sebelum penghisapan pengaruh nilai saturasi oksigen (SPO2)
endotrakeal. sebelum dan setelah tindakan pemberian
Evaluasi hari kedua pada tanggal 21 hiperoksigenasi satu menit pada proses
Februari 2020 adalah S: - , O: SaO2 pasien suction. Berdasarkan data di atas maka
tampak sebelum dilakukan tindakan penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
hiperoksigenasi pada proses suction 98%, tidak ada kesenjangan antara tindakan
SaO2 pasien tampak setelah dilakukan yang telah dilakukan penulis dengan jurnal
tindakan hiperoksigenasi pada proses (Perbandingan Pemberian Hiperoksigenasi
suction 99%, pasien tampak produksi

88
Satu Menit Dan Dua Menit Pada Proses suction terhadap saturasi oksigenasi pasien
Suction Terhadap Saturasi Oksigen Pasien terpasang ventilator dan meningkatkan
Terpasang Ventilator Tahun 2019) yang pengalaman dalam melakukan intervensi
dijadikan sebagai salah satu pedoman berbasis riset di bidang keperawatan kritis.
dalam melakukan tindakan hiperoksigenasi
untuk menghindari hipoksemia akibat
suction .
DAFTAR PUSTAKA
SARAN
Aru W Sudoyo, dkk (2009). Buku Ajar
Bagi Perawat Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima
Jilid 1. Interna Publishing : Jakarta
Tindakan hiperoksigenasi satu Aziz Alimul Hidayat, dkk (2016). Buku
menit pada proses suction dapat Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
meningkatkan intervensi keperawatan Salemba Medika : Jakarta
terutama pada pasien gagal nafas. Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Bagi Institusi Pendidikan Jakarta: EGC
Elizabeth J Corwin, dkk (2009). Buku
Hasil aplikasi riset ini diharapkan
Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3.
dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih
Penerbit Buku Kedokteran : EGC
membangun ilmu pengetahuan melalui
Joseph Loscalzo (2016). Harrison’s
aplikasi jurnal yang lebih inovatif dan
Pulmonary And Critical Care Medicane .
dapat melakukan asuahn keperawatn yang
Penerbit Buku Kedokteran : EGC
lebih komprehensif. Khususnya yang
Muhamad Ardiansyah (2012). Medikal
terkait dengan pemberian hiperoksigenasi
Bedah Untuk Mahasiswa. Penerbit
satu menit pada proses suction.
DIVA Press(Anggota IKAPI) :
Yogyakarta
Bagi Penulis
Muralitharan Nair & Ian Peate, (2015).
Dalam penanganan pasien gagal Dasar-dasar Patofisiologi Terapan
nafas penulis dapat memberikan asuhan Tahun 2014 . jakarta : EGC
keperawatan dan tindakan pemberian Philip Jevon, dkk (2009). Pemantuan
hiperoksigenasi satu menit pada proses Pasien Kritis Edisi Kedua. Penerbit
suction dilain waktu setelah lulus dan Erlangga
bekerja dirumah sakit karena sangat efektif Qorry ‘Aina Abata (2014). Ilmu Penyakit
untuk menghindari hipoksemia akibat Dalam Edisi Lengkap. Penerbit
suction. Yayasan PP Al-Furqon: Madiun
Patricia Gonce Morton, dkk (2014).
Bagi Rumah Sakit Keperawatan Kritis Pendekatan
Asuhan Holistik Edisi 8. Penerbit
Diharapkan dengan dibuatnya Buku Kedokteran : EGC
karya tulis ini penulis memperoleh Patricia Gonce Morton, dkk (2017).
pengetahuan tentang pemberian Volume 1Keperawatan Kritis
hiperoksigenasi satu menit pada proses Pendekatan Asuhan Holistik Edisi

89
8. Penerbit Buku Kedokteran :
EGC
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan III Revisi (2017)
Susan C.Smeltzer, (2016). Keperawatan
Medikal-Bedah Edisi 12. Penerbit
Buku Kedokteran : EGC
Taufan Nugroho, dkk (2016). Teori
Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Penerbit Nuha Medika :
Yogyakarta
Teti Hayati, dkk (2019). Perbandingan
Pemberian Hiperoksigenasi Satu
Menit Dan Dua Menit Pada Proses
Suction Terhadap Saturasi Oksigen
Pasien Terpasang Ventilator.
(Online),
https://journal.ipm2kpe.or.id/pdf.,
diakses tanggal 02 November
2019)
Tracey Hopkins, (2016). Intisari Medikal-
Bedah Buku Praktik Klinik Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Wahit Iqbal Mubarak, dkk (2015). Buku
Ajar Ilmu Keperawatan Dasar
Buku 2. Penerbit Salemba Medika :
Jakarta

90

Anda mungkin juga menyukai