DISUSUN OLEH
Latar belakang : Gagal napas pada pasien ICU, diberikan tindakan pemasangan
endotrakeal tube (ETT) yang dihubungkan ventilator mekanik. Perawatan ETT dapat
dilakukan dengan menjaga kepatenan jalan napas yaitu suction.
Tujuan : Mengidentifikasi respon klien sesudah pemberian suction selama 10
detik dengan hiperoksigenasi selama 1 menit.
Hasil : Prosedur suction dilakukan dalam waktu yang singkat untuk meminimalkan
resiko hipoksemia, lama waktu suction 10 detik efektif dalam meningkatkan saturasi
oksigen. Pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan selama 2 menit pada tindakan
suction untuk mencegah sindrom pada gawat napas akut sehingga hanya melakukan
selama 1 menit.
Simpulan : Pemberian suction berkala dengan durasi 10 detik dengan hiperoksigenasi
selama 1 menit dapat meningkatkan saturasi oksigen dan menjaga kepatenan jalan
napas.
BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar belakang
Insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada The
American-European Consensus on ARDS tahun 2010 menemukan antara 12,6-28,0
kasus/100.000 penduduk/tahun serta dilaporkan sekitar 40% terjadi kematian akibat
gagal napas. Insidensi gagal napas akut pada dewasa dari hasil studi di negara
Jerman dan Swedia melaporkan bahwa 77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun.
Data dari Kementerian Kesehatan RI, 2012 yang terfatal menyebabkan kematian
berdasarkan data peringkat 10 Penyakit Tidak Menular (PTM) pada tahun 2010,
Case Fatality Rate (CFR) angka kejadian gagal napas pada pasien rawat inap
dirumah sakit yaitu sebesar 20,98 % menempati peringkat kedua.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu ruangan untuk merawat pasien
dirumah sakit yang mempunyai staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk
pengelolaan pasien yang mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, penyakit,
atau trauma. Perlengkapan peralatan di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai
standar meliputi alat untuk membantu usaha bernafas melalui Endotrakeal Tube
(ETT) yang tersambung dengan ventilasi mekanik. Indikasi dari pemasangan alat
ventilasi mekanik salah satunya adalah gagal nafas (Musliha, 2010). Dikatakan
gagal napas bilamana pertukaran oksigen atau O2 terhadap karbondioksida atau
CO2 didalam organ paru–paru tidak dapat memelihara laju O2 dan CO2 didalam
sel-sel tubuh manusia. Sehingga peningkatan tekanan CO2 lebih besar dari 45
mmHg atau hiperkapnia dan tekanan O2 arteri kurang dari 50 mmHg atau
hipoksemia.
Endotracheal Tube (ETT) merupakan konektor yang digunakan untuk
ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik yang digunakan adalah ventilasi mekanik
invasif. ETT yang telah terpasang memerlukan perhatian khusus dalam menjaga
kebersihan dari akumulasi sekret, sehingga patensi jalan nafas menjadi tetap
terjaga. Untuk menjaga kepatenan jalan nafas akibat penumpukan sekresi tersebut,
tindakan yang dilakukan adalah penghisapan lendir (suctioning). Melakukan
tindakan suction yaitu dengan cara selang kateter suction dimasukkan melalui
hidung, mulut pada ETT (Nurachmah & Sudarsono, 2010).
Tindakan suction dilakukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret atau
sputum dan juga untuk menghindari dari infeksi jalan nafas (Price& Wilson, 2012).
Selain untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas, tindakan suction sangat
diperlukan, karena pada pasien terpasang ventilasi mekanik terjadi kontaminasi
mikroba dijalan nafas dan berkembangnya Ventilator Assosiated Pnemonia (VAP)
(Kozier & Erb, 2012). Terjadinya VAP dikarenakan secara umum pasien yang
terpasang ETT mempunyai respon tubuh yang sangat lemah untuk batuk, dengan
demikian tindakan suction sangat diperlukan (Nurachmah & Sudarsono, 2010).
Apabila suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan kebersihan
jalan nafas, maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai oksigen dan
apabila oksigen tidak terpenuhi dalam 4-6 menit akan menyebabkan kerusakan sel-
sel otak. Dalam pemberian tindakan suction, waktu yang dianjurkan adalah selama
10-15 detik. Apabila waktu yang digunakan lebih dari 15 detik akan meningkatkan
hipoksia karena oksigen di jalan nafas ikut terhisap (Morton, Patricia Gonce Dkk,
2011). Pemberian hiperoksigenasi pre suction sebanyak 1 menit dan
hiperoksigenasi diberikan lagi 1 menit bila saturasioksigen post suction <95%.
Untuk tindakan suction dilakukan selama 15 detik. Hal ini tidak tepat karena
pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan 1 menit pada prosedur suction.
Untuk tindakan suction harusnya dilakukan maksimal 10 detik, karena bila lebih
dari 10 detik beresiko terjadi hipoksia.
E. Web of Causation
BAB 2
LAPORAN KASUS KELOLAAN
D. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Alamat : Ungaran
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal masuk/jam : 3 September 2019/20.39 WIB
Tanggal pengkajian : 3 September 2019/22.00 WIB
Diagnosa medis : Myastenia gravis
No. register : 104129
Cara masuk : Ny. S merupakan pasien rujukan dari
RSUD Wongsonegoro Semarang yang membutuhkan ventilator dikarenakan di
sana sudah terpakai semua. Pasien datang ke IGD dalam keadaan sesak napas,
terpasang endotrakeal tube kemudian mengalami penurunan kesadaran.
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ungaran
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Hubungan dengan klien : Suami
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RS Kensaras Kabupaten Semarang dengan
keluhan sesak napas, lemah. Pasien merupakan rujukan RSWN yang telah
terpasang ETT, DC dan NGT. Pasien didiagnosa medis Myastenia gravis
baru 5 bulan. Pasien pernah menggunakan ventilator sebanyak 3x dan
gagal saat ekstubasi. Selain itu, pasien telah dirawat selama 4 hari di ICU.
Hasil dari pengkajian di IGD didapatkan GCS = E4VETM6, dengan
kesadaran Compos menthis, TD : 117/76mmHg, HR: 52x/menit, RR:
12x/menit, SpO2 :99 %, S : 360C
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit parkinson, jantung, DM,
epilepsi maupun kelainan jiwa.
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Dalam keluarga klien, tidak ada yang memiliki penyakit herediter
seperti hipertensi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Primer
D. Airway
Klien mengalami sumbatan pada jalan napas yaitu sputum
berwarna putih dengan konsistensi kental dan berjumlah banyak.
Sumbatan sputum berada di selang Endotrakeal tube. Tidak terdapat
suara snoring, gurgling maupun stridor
E. Breathing
RR : 12x/menit, terpasang Endotrakeal Tube, pengembangan
dada simetris namun ada kelemahan otot pernapasan, tidak ada reflek
batuk, menggunakan otot bantu pernapasan, mode ventilator PCV,
PC 15, PS : 12, FiO2 : 70%, I: E (1:2), PEEP 5cmH2O, Trigger 3.
F. Circulation
TD : 117/76 mmHg, HR : 52 x/menit dan kekuatan nadi lemah,
SpO2 : 99 %, S : 36℃, Capillary Refill Time : <2 detik, akral hangat,
tidak sianosis, pitting edema : baik, tidak ada distensi vena jugularis,
tidak ada suara jantung tambahan seperti gallop maupun murmur,
tidak ada perdarahan, BB : 55 kg, diaforesis
G. Disability
Tidak terjadi paralisis, kekuatan otot pada semua ekstremitas
bernilai 5, tingkat kesadaran :compos menthis , GCS : E4 VET M6
H. Eksposure
Tidak terdapat jejas pada tubuh pasien, hematom di tangan kiri
I. Folley catheter
Tidak keluar darah dari orifisium uretra, terpasang kateter urin hari ke
2.
J. Gastric tube
Tidak keluar darah dari telinga dan hidung, tidak ada tanda lebam
pada orbita, negatif battle sign (kaku kuduk), terpasang NGT hari ke
5
b. Pengkajian Sekunder (HEAD TO TOE)
3. Kepala
Mesencephalon, kulit kepala kotor, pertumbuhan rambut merata, tidak
ada lesi, benjolan maupun nyeri tekan
a) Mata
Inspeksi : refleks terhadap cahaya baik +/+, pupil isokor, kelopak
mata ptosis, sklera tidak ikterik, conjuctiva tidak anemis
b) Telinga
Inspeksi : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak terdapat lesi,
dan fungsi pendengaran masih baik, daun telinga simetris
c) Hidung
Inspeksi : bersih, tidak terdapat polip, tidak ada deviasi posisi
pada septum nasi, tidak bernapas dengan cuping hidung
d) Mulut dan Bibir
Inspeksi : bentuk bibir normal, tidak terdapat bengkak, mukosa
bibir lembab, bibir berwarna pink, tidak ada stomatitis, gigi
bersih, lidah bersih, tidak ada caries, kelemahan otot menelan dan
sulit berbicara.
e) Leher
Inspeksi : tidak ada distensi vena jugularis, bentuk leher normal
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
4. Thorax
a) Paru – paru
Inspeksi : simetris, tidak terdapat jejas, pergerakan dada
simetris, tidak terdapat tarikan dinding dada
Palpasi : Tactile fremitus bergetar sama kuat pada dada
kanan dan kiri yang disebut simetris
Perkusi : seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : suara vesikuler dan terdapat ronki kering di
perihiler kiri atau lobus paru kiri
b) Jantung
Inspeksi : tidak terdapat jejas, ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat
Perkusi : batas atas di ICS II, batas kiri di ICS V mid
clavikula sinistra, batas kanan ICS IV di mid sternum dxtra dan
batas bawah di ICS V
Auskultasi : terdengar suara SI dan SII reguler dan tidak ada suara
jantung murmur ataupun gallop
c) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen cembung
Auskultasi : terdapat suara bising usus 13x/menit
Perkusi : terdengar timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di semua kuadran
d) Ekstremitas atas dan bawah
(1) Ektremitas atas : tidak ada paralisis, tidak terdapat bekas
trauma.
(2) Ekstremitas bawah : tidak ada paralisis, tidak terdapat bekas
trauma, tidak terdapat oedem pada kaki kanan dan kiri.
Terpasang infus hari ke-2 di kaki kiri.
Pergerakan : lemah
Penilaian mobilisasi
Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilisasi
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau pengawasan
Tingkat 2
orang lain.
Memerlukan bantuan, pengawasan orang
Tingkat 3
lain, dan peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat
Tingkat 4 melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.
Klien dalam tingkat 4 dalam melakukan aktivitas
ADL menurut indeks barthel
N INDIKATOR SKALA KETERANGAN
O
1. Personal hygiene 5
2. Mandi 5
3. Makan 5
4. Toileting 5
5. Naik turun tangga 5
6. Berpakaian 5
7. Kontrol BAB 5
8. Kontrol BAK 5
9. Ambulasi atau 5
memakai kursi roda
10. Transfer kursi roda ke 5
bed
TOTAL 50 Ketergantungan total
(1-24)
Ketergantungan berat
(25-49)
Ketergantungan sedang
(50-74)
Ketergantungan ringan
(75-90)
Ketergantungan
minimal (91-99)
Jadi, Tingkat ketergantungan tergolong berat
Kekuatan otot : skala 5 di semua ekstremitas
5 5
5 5
e) Kuku dan kulit
Tidak terdapat sianosis, tidak ada lesi, turgor kulit baik, tidak
terdapat ekimosis (bintik merah), terdapat hematom di tangan kiri.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Foto Thorax
4 September 2019, pukul 05.00
4. Letak ETT baik
5. Cor kardiomegali
6. Gambaran bronkopneumonia
b. Pemeriksaan darah rutin
3 September 2019 pukul 22.40
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,6 g/dL 11 – 15
Leukosit 14,9 (H) 10^3/uL 4 – 10
Trombosit 313 10^3/uL 100 – 400
Hematokrit 37,5 % 37 – 47
Eritrosit 4,18 10^6/uL 3,5 – 5
KIMIA KLINIK
Ureum 25 mg/dL 15 – 40
Creatinin 0,61 mg/dL 0,5 – 0,9
Albumin 3,5 g/dl 3,4 – 4,8
Natrium 140,14 mmol/L 135 – 145
Kalium 3,55 mmol/L 3,5 – 5,5
Kalsium 100 mmol/L 96 – 106
c. Pemeriksaan analisa gas darah
4 September 2019 pukul 10.40
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
PH 7,54 (H) 7,35 – 7,45
PCO2 30,6 (L) mmhg 35 – 45
PO2 71 (L) mmhg 83 – 108
cHCO3 26,6 mmol/L 21 – 28
BE 4,7 (H) mmol/L -2 – 3
SPO2 96,1 % 95 – 100
ctO2 15,4 Vol % 0 – 20
AaDO2 360,9 mmhg
FiO2 70 %
6. Penatalaksanaan
4 September 2019 pukul 02.00
TERAPI RUTE FUNGSI
Cairan kristaloid yang
mengandung kalsium, kalium,
RL 20 tpm Intravena laktat, natrium, klorida dan air
untuk hidrasi cairan dan
memenuhi kebutuhan elektrolit
Menekan sistem kekebalan
Methylprednisolon 125mg /
Intravena tubuh dan mengurangi reaksi
8 jam
peradangan.
Mencegah produksi asam
Ranitidin 50mg/12 jam Intravena
lambung berlebih
Menormalkan pembentukan sel
darah merah dan jaringan saraf
Neurosanbe100mcg / 8 jam Oral dengan memodifikasi aktivitas
listrikdan mengendurkan sinyal
saraf ke otak.
Mengatasi gejala myasthenia
gravis (kelemahan otot,
Mestinon 60 mg /4 jam Oral
penglihatan kabur / ganda dan
melemahnya otot pada wajah)
Mengurangi peradangan dan
Pulmicort 0,25mg/6 jam Inhalasi
pembengkakan saluran napas
Melebarkan saluran uradara
Ventolin 4mg / 6 jam Inhalasi pada paru-paru dan mencegah
bronkospasme
E. DAFTAR MASALAH
N TANGGAL / MASALAH
DATA FOKUS ETIOLOGI TTD
O JAM KEPERAWATAN
1. 3 September Data Objektif Produksi sputum Ketidakefektifan
Φ
2019 Airway berlebihan bersihan jalan napas
Vita
Klien mengalami sumbatan
22.00 WIB pada jalan napas yaitu sputum
berwarna putih dengan
konsistensi kental dan
berjumlah banyak.
Breathing
RR : 12x/menit, terpasang
Endotrakeal Tube
Auskultasi paru : suara
vesikuler dan terdapat ronki
kering di perihiler kiri atau
lobus kiri
Foto thorax : Gambaran
bronkopneumonia
2. 3 September Data objektif Ketidakberdayaan Disfungsi respons
Φ
2019 Pasien pernah menggunakan kemampuan penyapihan
Vita
ventilator sebanyak 3x dan disapih ventilator spontan
22.00 WIB gagal saat ekstubasi.
BB 55kg
Breathing
kelemahan otot pernapasan,
tidak ada reflek batuk,
menggunakan otot bantu
pernapasan, pernapasan tidak
sinkron dengan ventilator
Circulation
HR : 52 x/menit dan kekuatan
nadi lemah
Disability
GCS : E4 VET M6
BGA
PH 7,54
PCO2 30,6 mmhg
PO2 71 mmhg
3. 4 September Data subjektif Ketidakseimbangan Intoleransi Aktivitas
Φ
2019 Sesak napas, lemah suplai dan
Vita
Data objektif kebutuhan oksigen
05.00 WIB Diaforesis
Klien dalam tingkat 4 dalam
melakukan aktivitas (Sangat
tergantung/ total care)
Indeks barthel 50 (tingkat
ketergantungan berat)
SaO2 : 96%
PERUMUSAN DIAGNOSA
a. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum
berlebihan
2) Disfungsi respons penyapihan ventilator spontan berhubungan dengan
ketidakberdayaan kemampuan disapih
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveoli-kapiler
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
b. Prioritas Masalah
DIAGNOSA TANGGAL
NO TTD
KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
Ketidakefektifan bersihan jalan 3 September 2019 Belum teratasi
Φ
1. napas berhubungan dengan
produksi sputum berlebihan Vita
Disfungsi respons penyapihan 3 September 2019 Belum teratasi
Φ
ventilator spontan berhubungan
2.
dengan ketidakberdayaan Vita
kemampuan disapih
Gangguan pertukaran gas 3 September 2019 -
Φ
3 berhubungan dengan perubahan
membrane alveoli-kapiler Vita
Intoleransi aktivitas berhubungan 3 September 2019 -
Φ
4. dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen Vita
PERENCANAAN
TUJUAN DAN
N
TGL/ JAM DIAGNOSA HASIL YANG INTERVENSI TTD
O
DIHARAPKAN
1. 3 September Ketidakefektifan Setelah dilakukan 7. Posisikan semi
Φ
2019 bersihan jalan tindakan keperawatan fowler
napas berhubungan selama 3x24 jam, 8. Auskultasi suara Vita
22.00 dengan produksi pasien menunjukkan nafas, catat adanya
sputum berlebihan keefektifan jalan nafas suara tambahan
dibuktikan dengan 9. Berikan
kriteria hasil : bronkodilator
a. irama napas reguler, 10. Berikan pelembab
RR 12-20x/menit, udara berupa air
tidak ada ronki steril
b. tidak menggunakan 11. Berikan antibiotik
otot bantu pernapasan 12. Atur intake untuk
c. saturasi oksigen cairan
>95% mengoptimalkan
d. tidak aspirasi keseimbangan.
13. Monitor respirasi
dan status O2
14. Pertahankan
hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan
secret
15. Lakukan fisioterapi
dada bila perlu
16. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
2. 3 September Disfungsi respons Setelah dilakukan d. Monitor
Φ
2019 penyapihan tindakan keperawatan hemodinamik
Vita
ventilator spontan selama 3x24 jam, e. Posisikan pasien
22.00 berhubungan pasien menunjukkan agar mengatur
dengan mampu disapih pernapasan dan
ketidakberdayaan dibuktikan dengan toleran terhadap
kemampuan kriteria hasil : penyapihan
disapih a. pasien mampu f. Lakukan periode
dilakukan periode selang seling
selang seling penyapihan dengan
penyapihan T-piece
b. Mode ventilator g. Hindari penundaan
dari control menjadi pengembalian bila
spontan pasien mengalami
c. status hemodinamik kelelahan otot
stabil (TD sistolik pernapasan ke
100-120 mmhg, TD ventilasi mekanik
diastolik 60-80mmhg, h. Motivasi pasien
HR 60-100x/menit) untuk usaha
d. PCO2 35-45 mmhg, penyapihan
PO2 83 – 108 mmhg, i. Bantu pasien untuk
PH 7,35-7,45 membedakan
pernapasan spontan
dengan pernapasan
yang dibantu secara
mekanik
j. Berikan obat-obat
untuk meningkatkan
kepatenan jalan
napas dan perubahan
gas
(Keliat, Mediani, & Tahlil, 2018) (Nurarif & Kusuma, 2015)
F. IMPLEMENTASI
DIAGNOSA
NO TGL IMPLEMENTASI RESPON TTD
KEP.
12.00
15.00
18.00
21.00
09.00
12.00
15.00
5 Memberikan makan Objektif
Φ
September melalui NGT dengan Tidak ada residu dan
Vita
2019 diit bost optimum 150 cc tidak terjadi aspirasi
18.00
21.00
09.00
12.00
03.00
09.00
03.00
05.00
03.00
05.00
09.00
G. EVALUASI
TANGGAL DIAGNOSA
NO EVALUASI TTD
/ JAM KEPERAWATAN
1. 4 September Ketidakefektifan S:-
Φ
2019 bersihan jalan napas O
berhubungan dengan RR : 14x/menit Vita
produksi sputum Tampak menggunakan pernapasan perut
07.00
berlebihan
Terdengar ronki di lobus paru
Irama napas ireguler
SpO2 : 99%
Tidak terjadi aspirasi
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi suction berkala dan monitor
status pernapasan
4 September S:-
Φ
2019 O
Vita
RR : 11x/menit
14.00 Tampak menggunakan pernapasan perut
E4VETM6PH 7,54
PCO2 30,6 mmhg
PO2 71 mmhg
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi, pantau hemodinamik,
analisa gas darah
4 September S:-
Φ
2019 O
Vita
Mode ventilator PSIMV, FiO2 50%, PS 8, PC
21.00 15, Trigger 3
TD : 114/69 mmhg
HR : 65x/menit
E4VETM6
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi, pantau hemodinamik
5 September S:-
Φ
2019 O
Vita
Mode ventilator spontan, FiO2 50%, PEEP 5
07.00 cmH2O, PS 12, Trigger 1
TD : 113/65 mmhg
HR : 60x/menit
E4VETM6
A
Masalah belum teratasi
P
6 September S:-
Φ
2019 O
Vita
Mode ventilator spontan, FiO2 50%, PEEP 5
07.00 cmH2O, PS 6, Trigger 1
TD : 132/82 mmhg
HR : 61x/menit
E4VETM6
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi, pantau hemodinamik,
motivasi pasien dalam usaha bernapas
6 September S:-
Φ
2019 O
Vita
Mode ventilator spontan, FiO2 50%, PEEP 5
14.00 cmH2O, PS 6, Trigger 1
TD : 132/82 mmhg
HR : 85x/menit
E4VETM6
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi, pantau hemodinamik,
motivasi pasien dalam usaha bernapas,
kolaborasi pemberian plasmaferesis
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Analisa kasus
Ny. S dengan Myastenia Gravis sebagai berikut :
Data objektif
BB 55kg
Airway Disability
Klien mengalami sumbatan pada GCS : E4 VET M6
jalan napas yaitu sputum berwarna Eksposure
putih dengan konsistensi kental dan Hematom di tangan kiri
berjumlah banyak Folley catheter
Breathing Terpasang kateter urin hari ke 2
RR : 12x/menit, terpasang Gastric tube
Endotrakeal Tube, kelemahan otot Terpasang NGT hari ke 5
pernapasan, tidak ada reflek batuk, Auskultasi paru : suara
menggunakan otot bantu vesikuler dan terdapat ronki basah
pernapasan, pernapasan tidak kering di perikardial kanan dan ke
sinkron dengan ventilator dua lobus paru
Circulation Ekstremitas : Terpasang infus hari
HR : 52 x/menit dan kekuatan nadi ke-2 di kaki kiri.
lemah Foto thorax : Gambaran
bronkopneumonia
Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otak karena
kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada
sambungan neuro muscular. Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular
terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate
motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak
akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran
presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam
perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain
itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran
postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka
kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
Kondisi Ny. S mengalami kelemahan otot pada mata, tenggorokan dan
pernapasan. Jika menyerang otot menelan/ tenggorokan, penderita akan sulit
menelan, sulit berbicara; suara menjadi sengau atau berbicara menjadi cedal. Jika
yang diserang otot yang membantu pernapasan, penderita akan mengalami napas
yang pendek, sulit menarik napas secara dalam, hingga gagal napas yang
membutuhkan ventilator. Gagal napas dan keadaan lumpuh total (akibat MG
menyerang seluruh otot tubuh) ini merupakan myasthenia crisis.
Kelemahan otot pernapasan utama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
asam basa dalam paru yaitu alkalosis respiratorik. Ny. S memiliki PH basa dan
PCO2 rendah sehingga penurunan PaCO2 primer akan meningkatkan pH gas darah
>7,45 disebabkan meningkatnya ventilasi alveolar melebihi produksi CO2.
Penurunan PaCO2 (hipokapnia) menyebabkan dua efek yang bertentangan dalam
persamaan asam basa. Dalam jangka pendek terjadi peningkatan pH dan penurunan
HCO3 plasma akibat dari dapar jaringan, sedangkan dalam jangka panjang, (setelah
6-72 jam) ekskresi asam oleh ginjal akan dihambat, yang mengakibatkan penurunan
konsentrasi HCO3 plasma dan pH darah. Adanya akalosis respitarorik merupakan
tanda prognostik yang buruk karena mortalitas meningkat sebanding dengan
proporsi beratnya hipokapnia.
Pada sindrom hiperventilasi, dapat digunakan ventilator dengan frekuensi
yang dikurangi dan menambah ruang rugi. Pada sindrom hiperventilasi gelisah
pendekatan terapi aktif yangmemberikan ketenangan, sedasi, dan terutama
psikoterapi sangat bermanfaat. Bila alkalemia disebabkan hipokapnia berat dan
persisten, pemberian sedasi dibutuhkan. Alkalosis respiratori terjadi hiperventilasi
alveolar yang menyebabkan hipokapnia arterial. Penatalaksanaan alkalosis
respiratorik dengan ventilator dan pemberian obat untuk hiperventilasi simtomatik
dan mengatasi faktor penyebab. (Yanda, 2002).
B. Analisa intervensi keperawatan
Menurut Hudak & Gallo, (2013) pemberian hiperoksigenasi yang berlebihan
mempunyai efek samping. Bila dalam waktu lama dapat menyebabkan toksisitas
yang tinggi (dapat dilihat pada kasus cedera paru akut atau sindrom pada gawat
nafas akut), atelectasis absorbtif. Selain itu dapat terjadi narcosis karbondioksida
dengan manifestasi perubahan status mental, konfusi, sakit kepala, dan somnolen.
Pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan selama 2 menit pada tindakan
suction.
Saturasi oksigen adalah nilai rasio jumlah O2 terikat pada hemoglobin pada
kemampuan seluruh hemoglobin dapat berikatan dengan O2 (Hudak & Gallo,
2013). nilai dari saturasi oksigen normalnya berkisar 95 sampai dengan 100 %
(walaupun pengukuran yang lebih rendah mungkin normal pada beberapa pasien,
misalnya pada pasien PPOK. Saturasi oksigen dapat diukur dengan metode invasive
maupun non invasive. Pengukuran dengan metode invasive menggunakan analisa
gas darah. Adapun pengukuran metode non invasive menggunakan oksimetri nadi
(Kozier dan Erb, 2012).
Untuk menghindari terjadinya hipoksemi dari prosedur suctioning sangat
perlu dilakukan tindakan hiperoksigenasi. Hiperoksigenasi harus dilakukan pada
setiap tindakan suctioning dengan cara meningkatkan aliran oksigen 100 % melalui
ventilator mekanik. Hiperoksigenasi merupakan tehnik yang terbaik harus
dilakukan untuk meningkatkan nilai saturasi oksigen pada setiap prosedur suction
(Kozier & Erb, 2012).
Pada tindakan suction terjadi komplikasi yang dapat timbul diantaranya
salah terjadinya hipoksemia atau hipoksia. Pada proses dilakukan penghisapan tidak
hanya sekret yang terhisap, tetapi O2 juga terhisap dan menyebabkan kejadian
hipoksemia yang terjadi sesaat dengan tanda penurunan nilai saturasi oksigen atau
SpO2 (Saskatoon health Regional Authority, 2010) Dalam hal ini diperlukan
tindakan hiperoksigenasi sebelum tindakan suction (Brunner&Suddarth, 2012).
Hiperoksigenasi harus dilakukan pada setiap tindakan suctioning dengan cara
meningkatkan aliran oksigen 100 % melalui ventilator mekanik. Hiperoksigenasi
merupakan tehnik yang terbaik harus dilakukan untuk meningkatkan nilai saturasi
oksigen pada setiap prosedur suction (Kozier & Erb, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok intervensi I (dengan pemberian hiperoksigenasi 1
menit) dan kelompok intervensi II (dengan pemberian hiperoksigenasi 2 menit).
dengan p value 0,418 dengan r 0,210. Artinya sama pemberian hiperoksigenasi 1
menit dengan 2 menit (Hayati, Nur, Rayasari, Sofiani, & Irawati, 2019).
BAB 4
PENUTUP
e. Simpulan
Prosedur suction dilakukan dalam waktu yang singkat untuk
meminimalkan resiko hipoksemia, lama waktu suction 10 detik efektif dalam
meningkatkan saturasi oksigen. Pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan
selama 2 menit pada tindakan suction untuk mencegah sindrom pada gawat
napas akut sehingga hanya melakukan selama 1 menit. Pemberian suction
berkala dengan durasi 10 detik dengan hiperoksigenasi selama 1 menit dapat
meningkatkan saturasi oksigen dari 98% menjadi 99% dan menjaga kepatenan
jalan napas dari akumulasi sekret yang berlebih di jalan napas.
f. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan pembelajaran klinik kebutuhan dasar kritis berdasarkan
evidence based nursing pada kasus Myastenia Gravis dengan gagal napas
2. Bagi perawat klinis
Perlu adanya kajian hiperoksigenasi yang tepat agar dapat diterapkan SOP
(Standar Operasional Prosedur) yang benar dan menguntungkan bagi
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Perbandingan
Pemberian Hiperoksigenasi Satu Menit Dab Dua Menit Pada Proses Suction
Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Terpasang Ventilator. Journal of Telenursing
(JOTING), 1(1), 67–79.
Keliat, B. A., Mediani, H. S., & Tahlil, T. (2018). NANDA International Nursing
Diagnose : Definitions and Classification 2018-2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC (Jilid 3). Yogyakarta: MediAction.
Yanda, S. (2002). Gambaran Analisa Gas Darah pada Distres Pernapasan. Sari Pediatri,
4(3).
CRITICAL APPRAISAL
Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Perbandingan
Pemberian Hiperoksigenasi Satu Menit Dan Dua Menit Pada Proses Suction
Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Terpasang Ventilator. Journal of Telenursing
(JOTING), 1(1), 67–79.