Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

HERNIA SCROTALIS SINISTRA INKARSERATA

Oleh:
dr. Annisa Rizka Fauziah

Pembimbing:
dr. Theresia Bintang Hotnida

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PROVINSI BANTEN
AGUSTUS 2023
BAB I
KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. Rohyadi
2. Umur : 54 tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : kp. Lebak Pulus RT/RW 04/01, Kab. Serang
5. Pekerjaan : Petani
6. Pendidikan terakhir : SD
7. Status : Menikah
8. No RM : 152***
9. Tanggal masuk RS : 16 Juli 2023
10. Tanggal keluar RS : 19 Juli 2023

B. Anamnesis
Pada tanggal 16 Juli 2023 pukul 04.29 WIB pasien datang ke IGD RSUD
Banten dengan keluhan utama nyeri perut dan bagian buah zakar sejak 4 hari
SMRS nyeri dirasakan terus menerus seperti ditekan. Nyeri disertai demam
tinggi naik turun. Mual dan muntah sering berisi makanan dan air, berwarna
kuning kehijauan, belum BAB dan kentut selama 4 hari, pasien mengatakan ada
benjolan di buah zakar yang hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu, namun sejak 4
hari ini benjolan semakin membesar dan tidak bisa kembali normal, benjolan
disertai nyeri. Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi. Pasien belum
meminum obat untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.
1. Keluhan Utama
Benjolan disertai nyeri di seluruh lapang perut dan di kantong buah zakar kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi : seluruh lapang perut dan kantong buah zakar kiri
b. Onset : sejak 4 hari yang lalu
c. Kronologis : Mendadak
d. Kuantitas : Benjolan muncul saat kelelahan atau aktivitas berat,
benjolan semakin lama semakin membesar
e. Kualitas : Nyeri berat terus menerus dan benjolan sudah tida bisa
dimasukkan ke dalam
f. Faktor pengubah : tidak ada
g. Gejala penyerta : Demam, mual dan muntah
3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat tekanan darah tinggi : Mempunyai riwayat Hipertensi


namun tidak terkontrol
b. Riwayat gastritis : Disangkal
c. Riwayat sakit gula : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit paru : Disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
g. Riwayat alergi : Disangkal
h. Riwayat rawat inap : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Kedua orangtua Pasien
b. Riwayat sakit gula : Disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : Tidak diketahui
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat sakit jantung : Disangkal
5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Tidak ada

e. Riwayat aktivitas berat : Sewaktu masih menjadi petani


sering mengangkut hasil panen yang berat
I.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit berat
 Kesadaran : Compos Mentis
 Berat Badan : 50 kg
 Tinggi Badan : 155 cm
 Tekanan Darah : 150/90
 Nadi : 82 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36.6º C
 SpO2 : 98%
Kepala
 Bentuk : Normocephale.
 Rambut : Warna hitam ada uban , distribusi rambut merata, rambut
tidak mudah dicabut.
 Mata : Palpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), isokor,
3mm/3mm
 Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
 Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, secret (-/-)
 Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
 Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis

Leher
 Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, benjolan/massa (-)
 Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid,
Tidak ada pembesaran KGB
Thorax
1) Paru-paru
 Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada simetris,
Tidak ada lesi ataupun massa
 Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
 Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
2) Jantung
 Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Distensi, dinding perut tegang, tidak terlihat ada benjolan ataupun luka.
 Auskultasi : Bising usus (+) menurun
 Palpasi : shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri tekan (+) seluruh
lapang abdomen, Hepar dan Lien tidak dapat dinilai
 Perkusi : Timpani

Ekstremitas
 Superior : Edema (-) pucat (-)
 Inferior : Edema (-/-) pucat (-)
 CRT : <2 detik
 Akral : Hangat
Lokalis : skrotum sinistra
Inspeksi : Tampak skrotum sinistra eritema dan mulai menghitam
Test maneuver valsava: tampak benjolan membentuk kanal di inguinal
sinistra dan tampak benjolan semakin membesar skrotalis sinistra
Palpasi : teraba adanya massa pada daerah skrotalis sinistra perabaan kenyal, dapat
dibedakan antara testis dan masa yang timbul, nyeri tekan (+), teraba
hangat, massa tidak dapat dimasukkan kembali,
Auskultasi : bising usus (+)
I.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 16 Juli 2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 147 g/dl 13,2.-17.3 g/dL
Leukosit 10.2 3.8-10.6 ribu
Eritrosit 5.78 juta 4,4-5.9 juta
Hematokrit 49,2 40-52 %
Trombosit 238000 150.000-400.000
PT 9.3-11.4 detik
9,2
2.45-32.8 detik
APTT 24,6
Kimia Klinik
74-106 mg/dL
Glukosa Sewaktu 110 (H)
10-50 mg/dL
Ureum 34
0.62-1,1 mg/dL
Kreatinin 0,93
0-50 U/L
SGOT 25
0-50 IU/L
SGPT 6
SEROLOGI
HbsAg Non-Reaktif Non-reaktif
Anti HIV
negatif negatif
I.5 Resume
Pada tanggal 16 Juli 2023 pukul 04.29 WIB pasien datang ke IGD RSUD
Banten. Saat dilakukan anamnesis dengan keluhan utama nyeri perut dan bagian buah
zakar sejak 4 hari SMRS nyeri dirasakan terus menerus seperti ditekan. Nyeri disertai
demam tinggi naik turun. Mual dan muntah sering berisi makanan dan air, berwarna
kuning kehijauan, belum BAB dan kentut selama 4 hari, pasien mengatakan ada
benjolan di buah zakar yang hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu, namun sejak 4 hari
ini benjolan semakin membesar dan tidak bisa kembali normal, benjolan disertai
nyeri. Pasien belum meminum obat untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.

Pemeriksaan fisik: Tampak benjolan pada skrotum sinistra, warna tidak sama
dengan warna kulit, merah kehitaman (+), teraba adanya massa pada daerah skrotalis
sinistra perabaan kenyal, dapat dibedakan antara testis dan masa yang timbul, nyeri
tekan (+), teraba hangat, massa tidak dapat dimasukkan kembali, bising usus (+)
menurun pada abdomen, maka dapat disimpulkan hernia yang dialami pasien sudah
sampai terjadi hambatan pasase usus. Pasien memiliki riwayat hipertensi.
Kemungkinan keluhan nyeri perut dan mual muntah berasal dari inflamasi yang
terjadi pada usus yang terjepit di kantung hernia yang menyebabkan pasase usus yang
dapat mengganggu aktivitas usus atau ileus obstruktif.

1.6 Diagnosis Klinis


Hernia Scrotalis Sinistra Inkarserata

I.7 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. IVFD RL 20 tetes / menit
2. Injeksi Ketorolac 1A/8 jam
3. Injeksi Ondansentron 1A/8jam
4. Injeksi Cefazolin 1 gr (Pre OP)
5. PO Candesartan tab 1x 8 mg

b. Non Farmakologi
1. Cek lab darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, dan HbsAg
2. EKG
3. Pasang DC
4. Konsul Penyakit Dalam
5. Konsul Anestesi
6. Pro Herniorraphy CITO

I.8 Prognosis
Ad Vitam : et Dubia Bonam
Ad Fungtionam : et Dubia Malam
Ad Sanationam : et Dubia Malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan
melalui lobang abnormal. Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu
rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan.
Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong,
dan isi hernia.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
congenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut
letaknya, umpamanya diafragma, inguinal, umbilical, femoral. Menurut
sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat jeluar
masuk. Keluar jika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika tidur atau
didorong masuk perut. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut
hernia akreta. Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
Hernia disebut hernia inkarserata atau strangulate bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali
ke dalam rongga perut. Akibatnya, sering terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia
ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut
sebagai hernia strangulata.
Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal
melewati defek fascia pada dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi
adalah inguinal, femoral, umbilical, dan paraumbilikal. Hernia inguinalis
merupakan protrusi viscus (organ) dari kavum peritoneal ke dalam canalis
inguinalis.Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang
potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.
II. KLASIFIKASI
1. Menurut waktu

a. Hernia kongenital: gangguan proses perkembangan intrauterine


b. Hernia akuisita/didapat
2. Menurut lokasi/letaknya
a. Hernia inguinalis
b. Hernia femoralis
c. Hernia umbilikalis
3. Menurut proses keluar dari rongga peritoneum
a. Hernia Inguinalis Indirek

Disebut juga henia inguinalis lateralis, karena keluar dari rongga


peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan, jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum,
ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam m.kremaster,
terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali
sperma.

Gambar 2.1 Perbedaan Hernia Direk dan Indirek


b. Hernia Inguinalis Direk

Disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke


depan melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum
inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral
dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk
oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis m.transversus
abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini
potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar
melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai
strangulasi karena cincin hernia longgar

Tabel perbedaan hernia direk dan indirek

4. Secara klinis
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam
rongga perut dengan sendirinya tetapi kantungnya menetap. Usus keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.
Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila
disokong gaya gravitasi atau tekanan intraabdominal yang meningkat.
Gambar 2.2 Hernia Reponibel
2. Hernia Ireponibel

Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi


kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan
isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri
ataupun tanda sumbatan usus. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit
dengan tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical). Hernia
ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi obstruksi dan
strangulasi daripada hernia reponibel.

Gambar 2.3 Hernia Ireponibel


3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase seperti muntah, tidak
bisa flatus maupun buang air besar. Secara klinis, hernia inkarserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase. Jika
obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya
dan terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah masih
baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi strangulasi. Istilah
’inkarserata’terkadang dipakai untuk menggambarkan hernia yang
ireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi. Operasi darurat untuk hernia
inkarserata merupakan operasi terbanyak nomor dua operasi darurat untuk
apendisitis. Selain itu, hernia inkarserata merupakan penyebab obstruksi
usus nomor satu di Indonesia.

Gambar 2.4 Hernia Inkarserata


4. Hernia Strangulata
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan
vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah
terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai
dari bendungan sampai nekrosis. Jika isi hernia abdominal bukan usus,
misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat steril, tetapi strangulasi
usus yang paling sering terjadi dan menyebabkan nekrosis yang
terinfeksi (gangren).

Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel


terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan
dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan,
mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan
cairan lumen yang mengandung bakteri keluar menuju rongga peritonial
menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan
kematian. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus,
hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi mungkin parsial atau
total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru terdiagnosis
pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi
sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti
abses di daerah inguinal.

Gambar 2.5 Hernia Strangulata

III. EPIDEMIOLOGI
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pada
pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2 % sebagai hernia
femoralis dan 1% sebagai hernia umbilicalis1. Pada wanita variasinya
berbeda, yaitu 50 % terjadi pada daerah inguinalis, 34 % pada canalis
femoralis dan 16 % pada umbilicus.Tempat umum hernia adalah lipat paha,
umbilikus, linea alba, garis semilunaris dari Spiegel, diafragma, dan insisi
bedah. Tempat herniasi lain yang sebanding tetapi sangat jarang adalah
perineum, segitiga lumbal superior dari Grynfelt, segitiga lumbal inferior dari
Petit, dan foramen obturator serta skiatika dari pelvis.
Insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang
dilakukan tiap tahunnya. Angka kejadian Hernia inguinalis lateralis di
Amerika dapat di mungkinkan dapat terjadi karena anomali congenital atau
karena sebab di dapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat
dilalui oleh kantong isi hernia. Hernia sisi kanan lebih sering terjadi dari pada
di sisi kiri. Perbandingan pria:wanita pada hernia indirect adalah 7:1. Ada
kira-kira 750000 herniorrhaphy dilakukan tiap tahunnya di amerika serikat,
dibandingkan dengan 25000 untuk hernia femoralis, 166000 hernia
umbilicalis, 97000 hernia post insisi dan 76000 untuk hernia abdomen lainya
Bank data kementerian kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa
berdasarkan distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut
golongan sebab sakit Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8
dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia dan hal ini bisa
disebabkan karena ketidak berhasilan proses pembedahan terhadap hernia itu
sendiri. Dari total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094
kasus terjadi pada wanita. Sedangkan untuk pasien rawat jalan, hernia masih
menempati urutan ke-8. Dari 41.516 kunjungan, sebanyak 23.721 kasus
adalah kunjungan baru dengan 8.799 pasien pria dan 4.922 pasien wanita.
IV. ETIOLOGI
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia di anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui
oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia ingunalis
antara lain: 1.Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
 Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
 Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan
saluran kencing
 Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma,
emphysema, alergi

 Partus
2. Kelemahan otot dinding perut karena usia.
3. Prosesus vaginalis yang terbuka
Hernia terdiri atas tiga bagian:

a. Kantong hernia, merupakan kantong (divertikulum) peritonei dan


mempunyai leher dan badan (corpus)
b. Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan di dalam
cavitas abdominalis dan dapat bervariasi dari sebagian kecil omentum
sampai organ besar seperti ren
c. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilalui
oleh kantong hernia
Gambar 2.6 Bagian-bagian dari hernia

V. PATOFISIOLOGI

Sumber: Calgary Guide, Acquired Inguinal Hernias: Indirek + Direk


Gambar 2.7 Patofisiologi Hernia Inguinal direk dan indirek

VI. GAMBARAN KLINIS


1. Gejala (simptom) lokal termasuk :
a. Benjolan yang bervariasi ukurannya, dapat hilang saat berbaring, dan
timbul saat adanya tahanan.
b. Nyeri tumpul lokal namun terkadang tajam,
c. Rasa tidak enak yang selalu memburuk di senja hari dan membaik
pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan hernia
berkurang.
Secara khas, kantung hernia dengan isinya membesar dan mengirimkan
impuls yang dapat teraba jika pasien mengedan atau batuk. Gejala dari adanya
komplikasi adalah :
a. obstruksi usus : colic, muntah, distensi, konstipasi
b. strangulasi : tambahan dari gejala obstruksi, rasa nyeri yang menetap
pada hernia, demam, takikardi.
2. Tanda (sign)
Pertama kali pasien diperiksa dalam keadaan berbaring, kemudian
berdiri untuk semua hernia abdominal eksterna, tidak mungkin meraba suatu
hernia lipat paha yang bereduksi pada saat pasien berbaring. Area
pembengkakan di palpasi untuk menentukan posisi yang tepat dan
karakteristiknya. Benjolan dapat dikembalikan ke atau dapat semakin
membesar saat batuk – merupakan suatu yang khas. Semakin nyata saat pasien
berdiri.
Kontrol terhadap hernia untuk mencegah ia keluar adalah dengan
menekannya dengan jari di titik dimana reduksi dapat dilakukan. Pasien
diminta untuk batuk : jika hernia tidak muncul, berarti ia sudah dikendalikan
dan menunjukkan letak leher dari sakus sudah tepat.
Tanda yang berkaitan dengan adanya komplikasi
a. Ireponibel : benjolan yang iredusibel, tanpa rasa nyeri.
b. Obstruksi : hernia tegang, lunak, dan iredusibel. Mungkin ada distensi
abdomen, dan gejala lain dari obstruksi usus
c. Strangulasi : tanda-tanda dari hernia obstruksi, tetapi ketegangan semakin
nyata. Kulit diatasnya dapat hangat, inflamasi, dan berindurasi. Strangulasi
menimbulkan nyeri hebat dalam hernia yang diikuti dengan cepat oleh
nyeri tekan, obstruksi, dan tanda atau gejala sepsis. Reduksi dari hernia
strangulasi adalah kontraindikasi jika ada sepsis atau isi dari sakus yang
diperkirakan mengalami gangrenosa.
VII. DIAGNOSA
Diagnosis hernia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,
gejala klinis maupun pemeriksaan khusus. Bila benjolan tidak tampak, pasien
dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila
hernia maka akan tampak benjolan, atau pasien diminta berbaring, bernafas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal.
a. Pemeriksaan
1. Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang saat
berbaring atau saat direposisi.
2. Hernia ireponibel terdapat benjolan dilipat paha yag muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan tidak menghilang saat
berbaring atau saat direposisi
3. Hernia inguinal
Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong.
Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
Pemeriksaan Finger Test :

1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.


2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk

Gambar 2.8 Finger Test


Hasil pemeriksaan:
a. Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
b. Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Pemeriksaan Zieman Test :


1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk

Gambar 2.9 Zieman Test

Hasil Pemeriksaan:
a. jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
b. jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
c. jari ke 4 : Hernia Femoralis.
Pemeriksaan Thumb Test :
1. Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
2. Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
3. Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
Gambar 2.10 Thumb Test

Transluminasi Massa Skrotum


Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di
dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal
tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau
spermatokel.
VIII. DIAGNOSA BANDING
1. Hidrokel
Tidak dapat dimasukkan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat
diraba. Pada hidrokel, pemeriksaan transiluminasi akan memberi hasil
positif. Hidrokel dapat dikosongkan dengan pungsi, tetapi sering kambuh
kembali. Pada pungsi didapatkan cairan jernih.
2. Varikokel
Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba sebagai
struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan
kesan raba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa
tonjolan dengan konsistensi elastis.
IX. KOMPLIKASI
1. Hernia inkarserata :
Isi hernia yang tercekik oleh cincin hernia yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana, menyebabkan gangguan dari pasase
usus, mual, dan muntah. Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan
tegang. Pada hernia inkarserasi, hernia tidak dapat direposisi.
2. Hernia strangulasi :
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan
isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong
hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus.
X. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif :
a. Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi

b. Reposisi spontan pada anak: menidurkan anak dengan posisi


Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia,
kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari
berikutnya.

2. Operatif:
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
a. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi
mungkin kemudian dipotong.
b. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan herniotomi.
Pada anak-anak dilakukan herniotomi tanpa hernioraphy karena
masalahnya pada kantong hernia sedangkan keadaan otot-otot abdomen
masih kuat (tidak lemah), maka dilakukan pembebasan kantong hernia
sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada
perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-
tinggi mungkin lalu dipotong. Karena herniotomi pada anak-anak sangat
cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia
terjadi bilateral.
Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu:

1. Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan


cara conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan
spermatic cord diposisikan seanatomis mungkin di bawah aponeurosis
muskulus oblikuus eksterna. Menjait conjoint tendon dengan
ligamentum inguinale.
2. Shouldice : seperti bassini ditambah jahitan fascia transversa dengan
lig. Cooper.
3. Lichtenstein : menggunakan propilene (bahan sintetik) menutup segitiga
Hasselbach dan mempersempit anulus internus.
4. Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini. seperti Bassini tetapi funikulus spermatikus
berada diluar Apponeurosis M.O.E.
5. Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan
conjoint tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum
Cooper.
Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat
dikelompokkan dalam 4 kategori utama :
a. Kelompok 1 : Open Anterior Repair
Kel. 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)
melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus
dan membebaskan funnikulus spermatikus. Fascia transversalis
kemudian dibuka, dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan
indirect. Kantung hernia diligasi dan dasar kanalis spinalis di
rekonstruksi.
Teknik Bassini, Komponen utama dari teknik ini adalah :
1. Insisi kulit dan subkutan
2. Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus
dikanalis inguinalis hingga ke cincin eksternal.
3. Isolasi Korda spermatika
4. Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari
hernia indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal
untuk mencari hernia direct.
5. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis)
6. Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
7. Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia
transversalis, otot transversalis abdominis dan otot abdominis
internus ke ligamentum inguinalis lateral.

-
Gambar 2.11 Bassini technique
Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam
rekonstruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk
mengikat fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis
inguinalis. Kelemahannya adalah tegangan yang terjadi akibat jahitan
tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis
otot yang akan menyebabkan jahitan terlepas dan mengakibatkan
kekambuhan.
b. Kelompok 2 : Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan
dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke
cincinluar dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian
diperdalam kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara
teknik ini dan teknik open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari
bagian dalam. Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan
kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari operasi
sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.
c. Kelompok 3: Tension-free repair with Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow)
menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open
anterior. Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki
defek, tetapi menempatkan sebuah prostesis, yaitu Mesh yang tidak
diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan
tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh
dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1
persen.
Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang
penggunaan implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau
penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh telah
mulai menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus populer.
Teknik ini dapat dilakukan dengan anastesi lokal, regional atau
general.
d. Kelompok 4 : Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa
tahun terakhir, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal
pengembangan teknik ini, hernia diperbaiki dengan menempatkan
potongan mesh yang besar di regio inguinal diatas peritoneum. Teknik
ini ditinggalkan karena potensi obstruksi usus halus dan pembentukan
fistel karena paparan usus terhadap mesh. Saat ini kebanyakan teknik
laparoscopic herniorhappies dilakukan menggunakan salah satu
pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total
extraperitoneal (TEP).
Pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan trokar
laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki regio inguinal
dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi
dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan TEP adalah prosedur
laparokopik langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal
untuk diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cedera
selama operasi
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus di atas, didapatkan diagnosis hernia inkarserata scrotalis sinistra


atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis nyeri perut dan bagian
buah zakar sejak 4 hari SMRS nyeri dirasakan terus menerus seperti ditekan. Nyeri
disertai demam tinggi naik turun. Mual dan muntah sering berisi makanan dan air,
berwarna kuning kehijauan, belum BAB dan kentut selama 4 hari, pasien mengatakan
ada benjolan di buah zakar yang hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu, namun sejak 4
hari ini benjolan semakin membesar dan tidak bisa kembali normal, benjolan disertai
nyeri. Pasien belum meminum obat untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hipertensi. Status generalis pasien dalam
batas normal. Pada status lokalis pasien, Tampak benjolan pada skrotum sinistra,
warna tidak sama dengan warna kulit, merah kehitaman (+), teraba adanya massa
pada daerah skrotalis sinistra perabaan kenyal, dapat dibedakan antara testis dan masa
yang timbul, nyeri tekan (+), teraba hangat, massa tidak dapat dimasukkan kembali,
bising usus (+) menurun pada abdomen, maka dapat disimpulkan hernia yang dialami
pasien sudah sampai terjadi hambatan pasase usus. Pasien memiliki riwayat
hipertensi. Kemungkinan keluhan nyeri perut dan mual muntah berasal dari inflamasi
yang terjadi pada usus yang terjepit di kantung hernia yang menyebabkan pasase usus
yang dapat mengganggu aktivitas usus atau ileus obstruktif.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan tes laboratorium dan EKG sebagai
persiapan operasi. Hasil dari pemeriksaan penunjang menunjukan hasil lab normal.
Penatalaksanaan selanjutnya adalah operasi herniorraphy secara cito karena melihat
kondisi pasien yang semakin memburuk akibat adanya obstruksi usus, hal yang
dilakukan meliputi hernioplasti dengan injeksi cefazolin sebagai profilaksis. Operasi
dilakukan untuk membebaskan usus yang terjepit di kantung hernia agar kembali
dapat melancarkan saluran cerna pasien, kemudian kantung tersebut dijahit dan dibuat
saluran baru agar menghindari hernia berulang.

Operasi dilakukan menggunakan anestesi spinal, pembedahan terbuka dan


menggunakan mesh. Diagnosis pasca operasi adalah hernia inkarserata scrotalis
sinistra. Setelah operasi dilakukan, didapatkan hasil follow up pasien baik dan
didapatkan perbaikan saluran cerna dengan mengevaluasi BAB pasien, namun masih terdapat
nyeri pada luka post operasi dan dilakukan pemberian terapi lanjut, ganti balut pada
hari ke dua pasca operasi, diet biasa (boleh makan dan minum) serta mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. William W. Hope, William S.Cobb & Gina L.Adrales. Textbook of Hernia.


Springer. 2017
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th
Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217
3. World Health Organization. 2010. Global Physical Activity Quistionnaairre.
Geneva : World Health Organization.
4. Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke- 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010; hal. 619-29
5. Jones, Daniel.B, 2013. Hernia. Lipincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Hal. 1-420
6. Manthey, David. Hernias .2007.on 14 June 2012. Available at
http://www.emedicine.com/emerg/topic251.htm
7. Inguinal Hernia: Anatomy and Management Accesed on 14 June 2012
Available at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
8. Inguinal hernia.Accesed on 13 June 2012 Available at
http://www.healthsystem.virginia.edu/toplevel/home/
9. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa:
Liliana Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-9
10. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of
Surgery. Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.
11. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I.
Penerbit GEM Foundation. 2004. Hal 39-58
12. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergency surgery. Edisi XXIII. Penerbit
Hodder Arnold. 2006
13. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New
York. WB Saunders Company. 795-801
14. http://calgaryguide.ucalgary.ca/wp- content/uploads/image.php?
img=2018/06/Acquired-Inguinal-Hernias- Indirect- Direct.png
15. Michael M. Henry & Jeremy N. T. Thompson. Clinical Surgery. Edisi II. 2005.
16. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-56
17. Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Alih bahasa: Joko Suyono.
Edisi ke7. Jakarta: EGC, 2000; hal. 304-9
19. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17
20. Ditjen Yanmedik, Depkes RI. 2008. Pola Penyakit Terbanyak Pada Rawat
Jalan. (Online).www.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai