Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

PERITONITIS EC. PERFORASI GASTER

Oleh:
dr. Annisa Rizka Fauziah

Pembimbing:
dr. Theresia Bintang Hotnida

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PROVINSI BANTEN
MEI 2023
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sidik
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TL : 05-10-1955
Alamat : Kp.pasir purut rt/rw 01/01
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status : sudah Menikah
Pembayaran : BPJS
Tanggal Masuk : 27-03-2023
Ruang Rawat : IGD
No RM : 1412XX

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa dengan pasien pada
tanggal 27 Maret 2023 pukul 05:10 WIB di IGD Yellow Zone RSUD Banten.
Keluhan Utama :
Nyeri seluruh bagian perut dan terasa sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Banten rujukan dari RSUD Berkah
Pandeglang dengan diagnosis peritonitis e.c perforasi gaster pada 27 Maret
2023 pukul 05:10 WIB dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 2 hari
yang lalu. mual (+), muntah (+), demam (+)namun sudah turun setelah diberi

2
obat. Pasien tidak bab sejak hari sabtu malam 25/3/2023, kentut (-), pasien
merasa sesak (+), batuk (-).BAK terpasang selang kateter, urin (+) jernih

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit serupa : Disangkal
b. Riwayat penyakit jantung, ginjal, dan liver : Disangkal
c. Riwayat Operasi sebelumnya : Disangkal
d. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
e. Riwayat Hipertensi : Disangkal
f. Riwayat Alergi : Disangkal
g. Riwayat penyakit maag kronis

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat Penyakit DM : Disangkal
b. Riwayat Penyakit Kronis lainya : Disangkal
c. Riwayat Penyakit serupa : Disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien datang rujukan dari RSUD Berkah Pandeglang

C. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan umum : Tampak sakit berat
b) Kesadaran : GCS E4V5M6=15
c) Vital Sign
Tekanan Darah : 125/74 mmHg
Nadi : 99x/m
Respirasi rate : 22x/m
Suhu : 37°C
SaO2 : 99% on NK 5 lpm

3
d) Status Antropometri
BB : 65 kg
TB : 170 cm
IMT : 22,49
e) Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Refleks cahaya langsung (+/+), Refleks cahaya tidak langsung
(+/+), pupil bulat isokor, konjungtiva anemis (-/-),
THT : dalam batas normal
Mulut : Mukosa lembab (+), bibir sianosis (-/-)
Thorax : Pulmo : pergerakan simetris , tak tampak retraksi
interkostalis (-) Suara dasar vesikuler (+/+), Whezing (-/-),
ronki (-/-).
Cor : BJ SI dan SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, defans muscular, bising usus (+) kesan menurun,
nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT <2s
f) Diagnosis sementara :
Peritonitis ec. Susp. Perforasi gaster

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Lab di RSUD Banten 11 Maret 2023
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 12 L 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 15.000 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 45 L 35.0-47.0 %
Eritrosit 4.9 N 3.8-5.2 ^6/uL

4
Trombosit 400.000 N 150.000–440.000 /uL
Elektrolit
- Natrium 137 N 135 – 155
- Kalium 3,9 N 3,5 – 5,0
- Clorida 108 L 95 – 105
Gula darah sewaktu 79 N 74 – 106
Anti HIV Negative Negative
HBsAg Negative Negative
Hemostasis
PT 12,0 9,2 – 12,4
APTT 29,9 22,1 – 28,1
INR 1,09 0,81 – 2,0
Fungsi Ginjal
Kreatinin 0,61 0.80 – 1.30
Ureum (Darah) 54 15 – 40

ASSESMENT
Peritonitis ec. Susp. Perforasi Gaster

TATALAKSANA
IGD
Terapi medikamentosa dan non medikamentosa :
 IVFD RL 500 cc/8 jam
 Inj. Ketorolac 3x30 mg
 Inj. Omeprazole 2x40 mg
 Inj. Ondancetron 3x4 mg
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x500 mg

5
 Pasang NGT dan DC
 Konsul spesialis Bedah Digestif, advis:
- Rencana Operasi Laparotomi Eksplorasi cito besok Pagi
- Konsul anestesi dan interna untuk toleransi operasi

PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Fungsionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1) Definisi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh
yang terdiri dua bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding
rongga abdominal, dan rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ
yang berada pada didalam rongga itu.
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi
secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus,
misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi,
misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster, keluarnya
asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.

2) Epidemiologi
Perforasi gaster merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
destruksi pada dinding gaster yang mengakibatkan adanya hubungan antara
lumen gaster dan kavum peritoneum. Penyebab tersering perforasi gaster
adalah ulkus peptikum. Penyakit ini umumnya terjadi pada usia lanjut dengan
riwayat konsumsi NSAID dan pada pasien yang mengonsumsi alkohol secara
berlebihan. Penyebab lain seperti trauma, keganasan, prosedur intervensi, dan
dapat terjadi secara spontan pada bayi baru lahir. Pasien laki-laki lebih banyak
daripada perempuan, dan rentang usia 50-59 tahun lebih banyak ditemukan
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri yang dirasakan tiba-
tiba, takikardi, dan ketegangan pada dinding abdomen. Perforasi ini sendiri
menyumbangkan (70%) kematian dari seluruh kematian akibat penyakit ulkus

7
peptikum. Diameter perforasi sering dihubungkan dengan tingkat mortalitas
pasien.
Tatalaksana meliputi pembedahan segera disertai dengan reseksi gaster
atau penjahitan pada tempat perforasi, bergantung pada keadaan penderita.
Diagnosis dan tatalaksana yang tepat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi
bahkan kematian akibat kejadian ini. Kematian pada 30 hari pertama akibat
perforasi ulkus peptikum berkisar hingga (20%), angka ini semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya usia pasien dalam menjalani operasi (12-47%).

3) Klasifikasi dan Etiologi


Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
 Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan
ektopik terganggu
 Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab
obstruksi vena porta pada sirosis hati, malignitas.
 Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus
alienum, misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi,
radang, trauma
 Radang, yaitu pada peritonitis

Peritonitis diklasifikasikan menjadi:


A. Menurut agens
i. Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam
lambung, cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga
abdomen akibat perforasi.
ii. Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman.
Misalnya karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus
dapat sampai ke peritonium dan menimbulkan peradangan.

8
B. Menurut sumber kuman
i. Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari
penyebaran secara hematogen. Sering disebut juga sebagai
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang
paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose
(infeksi transmural) dari kelainan organ visera dengan inokulasi
bakterial pada rongga peritoneum.
Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama
oleh bakteri gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia,
pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif ( streptococcus
pneumonia, staphylococcus).
Peritonitis primer dibedakan menjadi:
 Spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik,
misalnya kuman tuberkulosa.
 Non- spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang
non spesifik, misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak
spesifik.
i. Peritonitis sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab utama,
diantaranya adalah:
 invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau
traktus genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada :
perforasi appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh
divertikulitis, volvulus, kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
 Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum
saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat
trauma pada traktus biliaris.
 Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters

9
4) Patofisiologi
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara
perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga
menimbulkan obstruksi usus.
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada
peritonitis lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta
mekanisme pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan
omentum dan usus. Pada peritonitis yang tidak terlokalisir dapat terjadi
peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis generalisata dan terjadi
perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan
parietal. Timbulnya perlengketan ini menyebabkan aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada
keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh
darah.

5) Gambaran Klinis
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri
dapat dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu
tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya
dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya meliputi:
 Demam : Temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia
 Mual dan muntah : Timbul akibat adanya kelainan patologis organ
visera atau akibat iritasi peritoneum

10
 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
 Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi
hipotensi, penurunan output urin dan syok.
 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak
terdengar bising usus
 Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
 Tidak dapat BAB/buang angin.

6) Diagnosa
a. Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama
seperti pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
 Pasien tampak dalam mimik menderita
 Tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata
cekung
 Lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih
kecoklatan
 Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak
tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri
akibat perangsangan peritoneum.
 Distensi perut

11
2. palpasi
 Nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. auskultasi
 suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
 nyeri ketok positif
 hipertimpani akibat dari perut yang kembung
 redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara
sehingga udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar
terjadi perubahan suara redup menjadi timpani
 Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.
b. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
 lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri
pada hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien
imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
 Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
 Pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan:
- Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
- Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda
dengan gambaran ileus obstruksi
- Penebalan dinding usus akibat edema
- Tampak gambaran udara bebas, capula sign
- Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga
pasien perlu dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya
agar tidak terjadi syok hipovolemik

12
7) Tata Laksana
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang
memerlukan pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi
pada infeksi intra abdomen adalah:
1. mengkontrol sumber infeksi
2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi
Terapi terbagi menjadi:
i. Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk
mengontrol infeksi, perawatan intensif mempertahankan hemodinamik
tubuh misalnya pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi,
pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik, pengobatan terhadap
komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik atau
ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
ii. Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses
percutaneus dan percutaneus and endoscopic stent placement.
iii. Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber
infeksi, misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen
Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan,
pemberian suplemen, antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-
3 dan omega-6, vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan sebagai
tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.

Terapi antibiotic:
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik
terutama adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik
sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya

13
dihindarkan terutama pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena
efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada
pada urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik
sistemik tidak efektif lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut.
Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem,
piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan
aminoglikosida.

Intervensi non-operatif:
Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan
ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan
sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga pembedahan dapat
dilakukan secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan ketidakberhasilan
intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris, keterlibatan pankreas,
abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya berhasil pada
pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus (misalnya
apendisitis, divertikulitis).
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di
akses melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari
organ intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka drainase
perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi
utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan
erosi, fistula.
Terapi operatif :
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan
dua cara, pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

8) PROGNOSA

14
Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan
terapi. Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada
peritonitis general.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Perforasi gaster merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan destruksi


pada dinding gaster yang mengakibatkan adanya hubungan antara lumen gaster dan
kavitas peritoneum. Gaster biasanya tidak memiliki mikroorganisme karena tingkat
keasamannya yang tinggi. Mayoritas individu yang mengalami perforasi gaster tidak
berisiko untuk pertumbuhan bakteri secara langsung. Kebocoran cairan asam di
rongga peritoneum dapat menyebabkan peritonitis kimiawi. Beberapa jam setelah
perforasi, pasien akan mengalami nyeri perut akut dan tanda-tanda peritonitis.
Pada kasus ini, pasien merupakan laki-laki berusia 57 tahun dengan keluhan
utama nyeri pada seluruh lapang perut yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terasa
keras yang muncul secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan perutnya kembung,
tidak ada buang air besar dan kentut. Trias klasik penanda perforasi ulkus peptikum
ditandai dengan nyeri abdomen yang tiba-tiba, takikardi, dan dijumpai kekakuan
dinding abdomen. Dua dari tiga gejala penanda perforasi ditemukan pada pasien ini.
Nyeri perut ini timbul karena respon dari peradangan yang terjadi di daerah abdomen
dan buang air besar yang sulit untuk keluar dikarenakan peradangan sudah
menginvasi usus sehingga menganggu pergerakan dari usus tersebut.
Pasien merasakan nyeri memberat bila bergerak, batuk, atau berjalan. Nyeri
awalnya hanya pada bagian perut kiri bawah, namun kemudian menjadi nyeri pada
seluruh lapang perut. Nyeri awalnya bersifat somatik yang terjadi karena rangsangan
pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi dan menghasilkan nyeri seperti ditusuk.
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan
menyebabkan nyeri. Setiap gerakan pasien, baik berupa gerak tubuh maupun saat
bernapas atau batuk akan menambah rasa nyeri sehingga pasien berusaha untuk tidak
bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk. Nyeri visceral terjadi setelahnya
dimana pasien tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
merasa nyeri pada seluruh lapang perut.

16
Faktor risiko terjadi perforasi gaster pada pasien ini adalah adanya riwayat
gastritis kronik. Hal ini menyebabkan adanya luka atau kemungkinan ulkus pada
gaster dalam jangka panjang, kemudian terjadi penipisan lapisan gaster sehingga
menimbulkan perforasi pada gaster.
Pemeriksaan vital sign didapatkan masih dalam batas normal. Pemeriksaan
status lokalis regio abdomen didapatkan adanya bising usus melemah, defans
muscular, nyeri tekan seluruh lapang abdomen, dan pekak hepar menghilang. Defans
muscular di mana terjadi kekakuan dinding perut seperti papan disebabkan oleh
spasme musculus rectus secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap penekanan
pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum.
Namun keadaan ini tidak selalu spesifik pada orang tua. Nyeri tekan saat palpasi
merupakan tanda patologis peritoneal. Defans muscular dan nyeri tekan abdomen
merupakan gejala khas dari pasien dengan peritonitis sekunder. Bising usus melemah
akibat adanya ileus paralitik. Pekak hepar menghilang akibat adanya udara bebas di
bawah diafragma.
Pemeriksaan radiologis merupakan dasar diagnosis. Dalam keadaan akut,
rontgen thorax erect dilakukan karena sering menunjukkan gambaran
pneumoperitoneum. Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang kesehatan
umum pasien, misalnya kardiomegali, pneumonia aspirasi, metastasis paru. Foto
polos abdomen 3 posisi dapat menunjukkan tampilan dinding ganda usus (Rigler’s
sign), tepi hepar terlihat jelas dan udara di bawah diafragma "capula sign" dalam
tampilan A–P erect, Pada pasien ini ditemukan gambaran pneumoperitoneum pada
foto thorax erect dan LLD yang mendukung diagnosis.
Pasien dalam laporan kasus ini didiagnosis dengan peritonitis et causa
perforasi gaster dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan
tindakan laparotomi eksplorasi. Laparotomi dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab munculnya pneumoperitoneum dan juga sebagai prosedur terapeutik
dengan cara menutup organ yang mengalami perforasi.
Pasien yang mengalami perforasi gaster harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum dilakukan operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

17
nasogastric tube dan pemberian antibiotik mutlak diperlukan. Laparotomi segera
dilakukan setelah upaya tersebut dikerjakan. Pasien ini diberikan guyur RL 1000 cc
kemudian dilanjutkan cairan maintenance 30 tetes per menit untuk memenuhi
kebutuhan cairannya sementara pasien dipuasakan. Kateter urin memungkinkan
pemantauan ketat urin output. Antibiotik spektrum luas telah terbukti mengurangi
risiko infeksi luka.
Prinsip diet pasca bedah adalah mengupayakan agar status gizi pasien segera
kembali normal untuk mempercepat penyembuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh pasien dengan cara memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein),
mengganti kehilangan serta memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari
bentuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap ini
bergantung pada macam pembedahan dan keadaan pasien. Pasien diberikan diet
secara bertahap agar dapat memberikan makanan dan cairan yang secukupnya yang
tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung
yang berlebihan.

18
BAB IV

SIMPULAN

Telah dilaporkan kasus perforasi gaster pada laki-laki berusia 57 tahun. Pada
anamnesis pasien mengeluhkan adanya nyeri perut hebat disertai keras seperti papan
dan kembung. Tidak ada buang air besar dan kentut sejak 2 hari, serta riwayat trauma
disangkal. Pasien diketahui memiliki riwayat gastritis kronis. Pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan bising usus melemah, defans muscular, nyeri tekan abdomen,
dan pekak hepar menghilang. Pemeriksaan foto thorax erect dan LLD didapatkan
gambaran penumoperitoneum. Pasien ini dilakukan tindakan laparotomy eksplorasi
untuk memastikan kebocoran yang terjadi pada gaster. Dilakukan penutupan pada
bagian yang mengalami perforasi dan pasien dirawat secara intensif di ruangan ICU.
Tindakan pembedahan yang dilakukan memberikan perbaikan pada gejala.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sigmon DF, Tuma F, Kamel BG, Cassaro S. Gastric Perforation. NCBI StatPearls.
2021;

Sayuti M. Karakteristik Peritonitis Perforasi Organ Berongga Di RSUD Cut Meutia


Aceh Utara. J Averrous. 2020;6(2):68–76.

Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editors. Buku Ajar


Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. 788–791 p.

Malik TF, Gnanapandithan K, Singh K. Peptic Ulcer Disease. NCBI: StatPearls.

Mannana A, Tangel SJC, Prasetyo E. Diagnosis Akut Abdomen akibat Peritonitis. e-


CliniC. 2021;9(1):33–9.

Haspari TM. Penatalaksanaan Pasien Bedah Saluran Cerna (Perforasi Gaster) di


Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara. J Nutr Heal. 2021;9(2):8–12.

20

Anda mungkin juga menyukai