Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

G1P0A0 HAMIL 10 MINGGU DENGAN


ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
dr. Annisa Rizka Fauziah

Pembimbing:
dr. Lutfi Nugroho, Sp.OG

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PROVINSI BANTEN
APRIL 2023
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TL : 12-05-2002
Alamat : Sandiyangan, Serang
Suku : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Status : Menikah
Pembayaran : SKTM
Tanggal Masuk : 03-03-2023
Ruang Rawat : VK IGD
No RM : 1393XX

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa dengan pasien pada
tanggal 04 Maret 2023 pukul 07:00 WIB di bangsal Rajawali 2 gedung
Rajawali RSUD Banten.
Keluhan Utama :
Pasien hamil anak pertama datang dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Puskesmas Petir hamil anak pertama datang ke IGD
RSUD Banten pada 3 Maret 2023 pukul 15:15 WIB dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu, awalnya hanya sering ngeflek

2
berwarna coklat 2 minggu sebelumnya namun semakin hari darah yang
mengalir semakin banyak disertai gumpalan darah. Pasien juga merasa mulas
dan nyeri bagian perut bawah. Menurut pasien, ini merupakan kehamilan
pertama dan belum pernah keguguran. Pasien terasa lemas dan pusing. Mual
dan muntah ada. BAK dan BAB lancar.

Riwayat Perkawinan : Menikah 1x (5 bulan)

Riwayat Reproduksi
Menarche: 12 tahun
Siklus haid: 28 hari
Lama haid: 7-10 hari, 2-3x ganti pembalut/hari
HPHT: 20 Desember 2022
Taksiran Persalinan: 27 September 2023

Riwayat Kehamilan/ Persalinan


Pasien tidak pernah hamil/melahirkan sebelumnya

Riwayat Kontrasepsi: kb suntik tiap bulan

Riwayat ANC:
Pasien rutin ANC total 1x ke bidan (Trimester I 1x)

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Operasi sebelumnya : Disangkal
b. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
c. Riwayat Perdarahan : Disangkal
d. Riwayat alergi : Disangkal

3
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Penyakit DM : Disangkal
b. Riwayat Penyakit Kronis lainya : Disangkal
Riwayat Pengobatan
Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keluhan : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : GCS E4V5M6=15
c. Vital Sign
Tekanan Darah : 121/81 mmHg
Nadi : 92x/m
Respirasi rate : 20x/m
Suhu : 37°C
SaO2 : 99% room air
d. Status Antropometri
BB sebelum hamil : 50 kg
BB saat hamil : 65kg
Peningkatan BB : 15kg
TB : 155 cm
IMT sebelum hamil : 20.8
IMT saat hamil : 27.05
LILA : 22.5 cm
e. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Refleks cahaya langsung (+/+), Refleks cahaya tidak langsung
(+/+), pupil bulat isokor, konjungtiva anemis (-/-)
THT : dalam batas normal
Mulut : Mukosa lembab (+), bibir sianosis (-/-)

4
Thorax
Pulmo : pergerakan simetris , tak tampak retraksi interkostalis (-)
Suara dasar vesikuler (+/+), Whezing (-/-), ronki (-/-).
Cor : BJ SI dan SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, bu (+) normal, supel, nyeri tekan (+) suprapubic
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-/-/-, CRT <2s

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher :
• Vulva vagina tak ada kelainan
• Portio : teraba lunak, pembukaan 3 cm, teraba jaringan di depan
portio, jaringan + darah +

f. Diagnosis kerja :
G1P0A0 hamil 10 minggu dengan suspek abortus inkomplit

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Lab di RSUD Banten 3 Maret 2023
Pemeriksaa Hasil Nilai Rujukan
n
Darah Lengkap
Hemoglobin 10.7 L 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 18.300 H 3600-11000 U/L
Hematokrit 32 L 35.0-47.0 %
Eritrosit 4.1 N 3.8-5.2 ^6/uL
Trombosit 294.000 N 150.000–440.000 /uL
Hemostasis
PT 9.2 N 9.2-12.4
INR 0.83 N 0.81-2.0

5
APTT 21.8 L 27.9-37.7
GDS 102 N 70-200 mg/dl
HBsAg rapid Non reaktif
Anti HIV rapid Negative
Anti Sifilis Non reaktif

E. ASSESMENT
G1P0A0 hamil 10 minggu dengan suspek abortus inkomplit

F. TATALAKSANA
VK IGD
Terapi medikamentosa dan non medikamentosa :
 IVFD RL 500cc 20 tpm
 Terpasang DC
 Konsul spesialis Obsgyn, advis:
- Rencana kuretase besok pagi 04/03/2023
- Cefotaxim 1 gr pre OP
- Pasang Laminaria Stick
- Konsul anestesi

OK
Assessment sebelum bius
S:lemas (+), demam (-)
O: KU/Kesadaran : tampak sakit sedang , GCS E4M6V5
TTV :
TD: 110/60 mmHg ; N 88x/menit
RR 20x/min ; T 36,5 C ; SaO2 99%
A: G1P0A0 hamil 10 minggu dengan abortus inkomplit
P: Konsul anestesi

6
Planning pasca operasi:
1: IVFD RL 20 tpm
2: cefadroxil 2x500mg PO
Asam mefenamat 3x500 mg PO
Metergin 2x0,5mg

G. FOLLOW UP
26 Maret 2022
S Post kuretase POD 1
O KU/Kesadaran : tampak sakit sedang , GCS E4M6V5
TTV : TD:109/66, N 78 , RR 22, T 37, SaO2 99% on NK 3 lpm

Abdomen: datar, luka operasi tertutup kassa, rembes (-)


BU (+), NT epigastrium (+), TFU teraba 1 jari dibawah pusat
Terpasang DC

A Post kuretase atas indikasi abortus inkomplit POD-1


P Advis dr. Erwin SpOG:
Stop drip oksitosin
IVFD Loading RL 1000cc selanjutnya drip RL + tramadol 1 ampul
18 tpm
Transfusi PRC tidak jadi, Cek SGOT, SGPT, UR, CR, CRP
27 Maret 2022
S Post SCTP POD-2, nyeri luka operasi (+)
O KU/Kesadaran : tampak sakit ringan , GCS E4M6V5
TTV : TD:120/80, N 68 , RR 20, T 36, SaO2 99% NK 3 lpm

Abdomen: datar, luka operasi tertutup kassa, rembes (-)

7
BU (+), NT epigastrium (+), TFU teraba 1 jari dibawah pusat
Terpasang DC
A P1A0 Post SCTP + IUD a/i sepsis + fetal distress POD-2
P Advis dr Erwin SpOG:
Acc pindah ruangan maternal

H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya
membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh
Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara
formal mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh
invasi mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan adanya penjelasan
tersebut, istilah seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia dan bakteremia sering
digunakan saling tumpang tindih (Mehta & Kochar, 2017). Oleh karena itu
dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991,
American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care
Medicine (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom
ini merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari
SIRS menjadi sepsis, sepsis berat dan septik syok (Mayr et al. 2013).

8
Sepsis menurut European Society of Intensive Care Medicine and the
Society of Critical Care Medicine didefinisikan sebagai disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap
infeksi. Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut total skor
SOFA 2 poin akibat infeksi. Skor SOFA dasar dapat diasumsikan nol pada
pasien yang tidak diketahui memiliki disfungsi organ yang sudah ada
sebelumnya. Skor SOFA 2 mencerminkan risiko kematian secara keseluruhan
sekitar 10% pada populasi rumah sakit umum dengan dugaan infeksi. Bahkan
pasien dengan disfungsi sederhana dapat memburuk lebih lanjut, menekankan
keseriusan kondisi ini dan perlunya intervensi yang cepat dan tepat, jika
belum dilakukan (Singer et al. 2016). Sepsis adalah adanya respon sistemik
terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi sepsis berat
dan syok septik. Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi
organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan
terhadap infeksi. Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan
hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure
< 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah
sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20
sampai 40 mL/kg) (Mehta & Kochar, 2017). Kriteria untuk diagnosis sepsis
dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American
College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine Consensus
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok sepsis


berdasarkan Konsensus Konfrensi ACCP/ SCCM

9
Sumber: Mehta & Kochar, 2017

Konferensi lain yang dilakukan ACCP/ SCCM pada tahun 2001


berusaha untuk meningkatkan definisi sepsis dengan menetapkan kriteria
dengan sensitivitas yang cukup untuk memungkinkan kecurigaan sepsis yang
cepat di samping tempat tidur, sehingga memungkinkan penyelidikan
diagnostik dini dan pengobatan segera.

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Sepsis dengan adanya Infeksi


yang dikonfirmasi atau dicurigai
General  Core temperature >38.3ºC or <36ºC
 Heart rate >90bpm or >2 SD above the normal
value for age
 Tachypnea
 Altered mental status
 Significant edema or positive fluid balance
(>20ml/kg over 24 hours)
 Hyperglycemia (plasma glucose >110mg/dL or
7.7mmol/L )
Inflammatory  White blood cell count >12,000/μL or <4,000/μL

10
 Normal white blood cell count with >10%
immature forms
 Plasma C reactive protein >2 SD above the normal
value
 Plasma procalcitonin >2 SD above the normal
value
Hemodynamic  Systolic blood pressure <90mmHg, mean arterial
pressure <70 or a systolic blood pressure decrease
>40mmHg in adults or <2 SD below normal for
age
 ScvO2>70%
 Cardiac index >3,5L/min/m2
Organ  PaO2/FiO2 <300
dysfunction  Urine output <0.5mL/kg/h
 Creatinine increase ≥0.5mg/dL
 INR >1.5 or APTT >60s
 Platelet count <100,000/μL
 Ileus (absent bowel sounds)
 Plasma total bilirubin >4mg/dL or >70mmol/L
Tissue  Lactate >3mmol/L
perfusion  Decreased capillary refill or mottling
Sumber: International Sepsis Definitions Conference, 2001

2. Epidemiologi
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi, padahal
AKI merupakan salah satu target Millenium Development Goal (MDG)
World Health Organization (WHO), yaitu mengurangi tingkat risiko
kematian ibu sebanyak 75% pada tahun 2015. Target AKI di Indonesia pada

11
tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu
berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sampai saat ini Indonesia
merupakan negara di ASEAN yang memiliki AKI yang masih tinggi
(Kemenkes, 2012).
Di Indonesia sebanyak 25% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan,
15% infeksi, 13% unsafe abortion, 12% eklampsia, 8% persalinan lama
dengan atau tanpa pecah ketuban, dan 8% penyebab lainnya. Data SKDI
tahun 2013 menunjukkan AKI Indonesia yang disebabkan infeksi sebesar
11% (Kemenkes, 2013).
Infeksi yang paling sering menyebabkan sindrom sepsis dalam
kebidanan adalah pielonefritis, korioamnionitis dan sepsis nifas, abortus
septik dan necrotizing fasciitis. Dengan sepsis berat, angka kematian pada
pasien tidak hamil adalah 20 hingga 35 persen dan 40 hingga 60 persen
dengan syok septik (Angus, 2013; Munford, 2015 pada William Obstetrics
25th Edition).

3. Faktor Risiko
Banyak ibu hamil yang meninggal memiliki satu atau lebih dari faktor
risiko. Infeksi saluran kemih dan korioamnionitis merupakan infeksi paling
umum yang berhubungan pada syok sepsis pada ibu hamil. Berikut adalah
faktor risiko terjadinya sepsis pada kehamilan:
a. Kegemukan
b. Gangguan toleransi glukosa / diabetes
c. Gangguan kekebalan/obat imunosupresan
d. Anemia
e. Keputihan
f. Riwayat infeksi panggul
g. Riwayat infeksi streptokokus grup B
h. Amniosentesis dan prosedur invasif lainnya

12
i. Cervical cerclage
j. Ketuban pecah spontan berkepanjangan
k. Infeksi GAS pada kontak dekat / anggota keluarga
l. Berasal dari kulit hitam atau kelompok etnis minoritas lainnya

4. Klasifikasi
Hingga saat ini belum ada definisi universal mengenai sepsis dalam
bidang obstetri, dan masih tumpang tindih definisi antara Systemic
Inflammatory Response (SIRS) dan Sepsis. Saat ini klasifikasi sepsis maternal
mencakup infeksi yang lebih luas, yaitu (Alwiandono & Ardini, 2017):
1) Infeksi system genitourinaria yang berkaitan dengan persalinan dan
nifas:
a. infeksi terkait uterus dan strukturnya (endometritis, miometritis,
salpingitis, parametritis, perimetritis)
b. korioamnionitis
2) Infeksi yang secara spesifik berkaitan dengan proses persalinan dan
tidak berkaitan dengan system genitourinaria:
a. Abses payudara
b. Infeksi saluran kemih
c. Hepatitis
3) Infeksi incidental
a. Malaria
b. Infeksi saluran pernafasan
c. HIV
d. apendisitis
4) Infeksi nosocomial
a. Infeksi saluran urinaria akibat katerirasi
b. Pneumonia yang didapat dari alat ventilator

5. Patofisiologi

13
Meskipun sindrom sepsis dalam kebidanan dapat disebabkan oleh
beberapa patogen, sebagian besar kasus mewakili kelompok kecil. Misalnya,
pielonefritis dengan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh spesies
Escherichia coli dan Klebsiella umumnya dikaitkan dengan bakteremia dan
sindrom sepsis (Cunningham, 1987; Snyder, 2013). Dan meskipun infeksi
panggul biasanya polimikrobial, bakteri yang menyebabkan sindrom sepsis
berat seringkali adalah Enterobacteriaceae penghasil endotoksin, paling
sering E coli (Eschenbach, 2015). Dan meskipun infeksi panggul biasanya
polimikrobial, bakteri yang menyebabkan sindrom sepsis berat seringkali
adalah Enterobacteriaceae penghasil endotoksin, paling sering E coli
(Eschenbach, 2015). Patogen panggul lainnya adalah streptokokus aerobik
dan anaerobik, spesies Bacteroides, dan spesies Clostridium. Beberapa strain
dari grup A -hemolytic streptococci dan Staphylococcus aureus—termasuk
strain resisten methicillin yang didapat dari komunitas (CA-MRSA)—
menghasilkan superantigen yang mengaktifkan sel T untuk secara cepat
menyebabkan semua ciri sindrom sepsis—sindrom syok toksik (Moellering,
2011; Soper, 2011).
Eksotoksin bakteri yang kuat juga dapat menyebabkan sindrom sepsis
berat. Contohnya termasuk eksotoksin dari Clostridium perfringens atau
sordellii, toxic-shock-syndrome toxin-1 (TSST-1) dari S aureus, dan toxic
shock-like exotoxin dari grup A -hemolytic streptococci (Daif, 2009; Soper,
2011). Eksotoksin terakhir ini menyebabkan nekrosis dan gangren jaringan
yang cepat dan luas, terutama pada uterus postpartum, dan dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskular yang parah dan kematian ibu (Nathan,
1993; Sugiyama, 2010).
Dengan demikian, sindrom sepsis dimulai dengan respon inflamasi
yang ditujukan terhadap endotoksin dan eksotoksin mikroba (Angus, 2013).
Sel T CD4 dan leukosit dirangsang untuk menghasilkan senyawa
proinflamasi yang meliputi tumor necrosis factor-α (TNF-α), beberapa
interleukin, sitokin lain, protease, oksidan, dan bradikinin yang menghasilkan

14
“badai sitokin” (Russell, 2006). Banyak reaksi seluler lainnya kemudian
mengikuti yang mencakup stimulasi senyawa pro dan antiinflamasi, aktivitas
prokoagulan, aktivasi gen, regulasi reseptor, dan penekanan kekebalan
(Filbin, 2009; Moellering, 2011). Kemungkinan juga interleukin-6 (IL-6)
memediasi supresi miokard (Pathan, 2004).
Respon patofisiologi dari kaskade ini adalah vasodilatasi selektif
dengan maldistribusi aliran darah. Leukosit dan agregasi trombosit
menyebabkan penyumbatan kapiler. Cedera endotel yang memburuk
menyebabkan permeabilitas yang dalam, kebocoran kapiler, dan akumulasi
cairan interstisial (Gbr. 47-4). Tergantung pada derajat cedera dan respon
inflamasi, sebuah kontinum patofisiologi dan klinis berkembang. Sindrom
klinis dimulai dengan tanda-tanda sepsis akibat infeksi yang tidak kentara
dan diakhiri dengan syok septik, yang ditandai dengan hipotensi yang tidak
responsif terhadap hidrasi intravena. Pada tahap awal, syok klinis terutama
disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular sistemik yang tidak
dikompensasi sepenuhnya oleh peningkatan curah jantung. Hipoperfusi
menyebabkan asidosis laktat, penurunan ekstraksi oksigen jaringan, dan
disfungsi organ akhir yang mencakup cedera paru dan ginjal akut.

6. Gambaran Klinis
Gejala klinis sugestif sepsis termasuk satu atau lebih dari berikut:
a. Demam atau kekakuan
b. Diare atau muntah (dapat mengindikasikan produksi eksotoksin/
syok toksik awal)
c. Ruam (ruam maculopapular streptokokus atau purpura fulminans)
d. Sakit perut atau panggul, nyeri tekan
e. Keputihan
f. Batuk produktif
g. Gejala sistem genitaurinaria

15
Sindrom sepsis memiliki banyak sekali manifestasi klinis yang,
setidaknya sebagian, bergantung pada mikroorganisme spesifik yang
menyerang dan endotoksin atau eksotoksinnya. Beberapa tanda klinis yang
didapatkan yaitu sebagai berikut (William Obstetrics 25th Edition):
a. Sistem saraf pusat: kebingungan, delirium, mengantuk, koma,
daya tempur, demam
b. Kardiovaskular: takikardia, hipotensi
c. Paru: takipnea, pirau arteriovenosa dengan disoksia dan
hipoksemia, infiltrat eksudatif dari kerusakan endotel-alveolar,
hipertensi pulmonal
d. Gastrointestinal: gastroenteritis—mual, muntah, dan diare; ileus;
nekrosis hepatoseluler—ikterus, transaminitis
e. Ginjal: oliguria prerenal, azotemia, cedera ginjal akut, proteinuria
f. Hematologi: leukositosis atau leukopenia, trombositopenia,
aktivasi koagulasi dengan koagulopati intravaskular diseminata
g. Endokrin: hiperglikemia, insufisiensi adrenal
h. Kulit: akrosianosis, eritroderma, bula, gangren digital.
Observasi rutin semua tanda vital (termasuk suhu, denyut nadi,
tekanan darah, dan laju pernapasan) harus dicatat pada grafik Modified Early
Obstetric Warning Score (MEOWS). Semua staf yang melakukan observasi
harus memiliki pelatihan tahunan dalam penggunaan grafik MEOWS.

7. Diagnosa
Diagnosa atau kriteria klinis sepsis dapat dinilai melalui Sequential
Organ Failure Assessment (SOFA) score yang tercantum pada Tabel 3.
Infeksi yang dicurigai atau terdokumentasi dan peningkatan akut >= 2 poin
SOFA.

16
Tabel 3. Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment
(SOFA) score

Sumber: Singer et al. 2016

Untuk melihat dugaan sepsis pada pemeriksaan awal, dapat dilakukan


pemeriksaan qSOFA. Pengukuran baru ini, disebut qSOFA (untuk SOFA
cepat) dan menggabungkan perubahan mental, tekanan darah sistolik 100
mm Hg atau kurang, dan laju pernapasan 22/menit atau lebih, memberikan
kriteria sederhana untuk mengidentifikasi pasien dewasa dengan dugaan
infeksi yang mungkin memiliki hasil yang buruk (Singer et al. 2016).
Respon terhadap hidrasi awal mungkin bersifat prognostik. Sebagian
besar wanita hamil yang mengalami sepsis dini menunjukkan respons yang
bermanfaat dengan terapi kristaloid dan antimikroba. Sebaliknya, jika
hipotensi tidak dikoreksi setelah infus cairan yang kuat, maka prognosisnya
lebih hati-hati. Pada saat ini, jika juga tidak ada respons terhadap agen
inotropik -adrenergik, ini menunjukkan ekstravasasi cairan ekstraseluler yang
parah dan tidak responsif dengan insufisiensi vaskular, depresi miokard yang
berlebihan, atau keduanya. Oliguria dan berlanjutnya vasokonstriksi perifer
merupakan ciri syok septik fase dingin sekunder yang jarang bertahan. Tanda
prognostik buruk lainnya adalah disfungsi ginjal, paru, dan otak yang

17
berlanjut setelah hipotensi dikoreksi. Risiko kematian rata-rata meningkat 15
sampai 20 persen dengan kegagalan setiap sistem organ. Dengan tiga sistem,
angka kematian adalah 70 persen (William Obstetrics 25th Edition).
Kultur darah adalah pemeriksaan utama dan harus diperoleh sebelum
pemberian antibiotik; namun, pengobatan antibiotik harus dimulai tanpa
menunggu hasil mikrobiologi. Serum laktat harus diukur dalam waktu enam
jam dari kecurigaan sepsis berat untuk memandu manajemen. Serum laktat
>=4 mmol/l merupakan indikasi hipoperfusi jaringan. Setiap studi pencitraan
yang relevan harus dilakukan segera dalam upaya untuk mengkonfirmasi
sumber infeksi.

8. Tata Laksana
Tata laksana sepsis pada kehamilan menurut Royal College of
Obstetricians & Gynaecologists adalah sebagai berikut:
Observasi
Jika dicurigai sepsis, observasi rutin harus dilakukan. Penggunaan
grafik Maternal Early Obstetric Warning Score (MEOWS) dianjurkan. Harus
ada rujukan mendesak ke tim perawatan kritis dalam kasus yang parah atau
memburuk dengan cepat, dan keterlibatan konsultan dokter kandungan.
Bagan MEOWS harus digunakan untuk semua pasien rawat inap
bersalin untuk mengidentifikasi wanita hamil yang sakit parah dan merujuk
mereka ke perawatan kritis dan rekan anestesi obstetrik sesuai dengan
pedoman lokal.
Resusitasi
Resusitasi dini yang diarahkan pada tujuan telah terbukti
meningkatkan kelangsungan hidup pasien tidak hamil yang mengalami syok
septik.
Perawatan
Keputusan untuk pindah ke perawatan intensif harus diputuskan oleh
tim perawatan kritis bersama dengan konsultan kebidanan dan konsultan ahli

18
anestesi obstetri. Pemantauan curah jantung, dukungan ventilasi yang
memerlukan intubasi, dan dukungan ginjal semuanya memerlukan transfer ke
ICU di sebagian besar unit.
Antibiotik
Organisme yang paling umum diidentifikasi pada wanita hamil yang
meninggal karena sepsis adalah grup Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A
dan E. coli. Infeksi campuran dengan organisme Gram-positif dan Gram-
negatif sering terjadi, terutama pada korioamnionitis. Infeksi Coliform
terutama terkait dengan sepsis urin, ketuban pecah dini prematur, dan
cerclage. Bakteri anaerob seperti Clostridium perfringens (penyebab gangren
gas) lebih jarang terlihat saat ini, dengan Peptostreptococcus dan Bacteroides
spp. mendominasi.
Pemberian antibiotik spektrum luas intravena dianjurkan dalam waktu
satu jam dari kecurigaan sepsis berat, dengan atau tanpa syok septik. Jika
dicurigai sepsis saluran genital, pengobatan dini yang cepat dengan kombinasi
antibiotik intravena spektrum luas dosis tinggi dapat menyelamatkan nyawa.
Pemberian antibiotik spektrum luas intravena direkomendasikan dalam waktu
satu jam setelah kecurigaan sepsis berat pada wanita, dengan atau tanpa syok
septik.
Secara empiris, antimikroba spektrum luas yang aktif melawan bakteri
Gram-negatif, dan mampu mencegah produksi eksotoksin dari bakteri Gram-
positif, harus digunakan sesuai dengan kebijakan mikrobiologi lokal, dan
terapi dipersempit setelah organisme penyebab telah diidentifikasi.

Tabel 4. Pilihan antibiotic dan keterbatasan antibiotik

19
Sumber: RCOG, 2012

Intravenous immunoglobulin (IVIG)


IVIG direkomendasikan untuk infeksi streptokokus atau stafilokokus
invasif yang parah jika terapi lain gagal. IVIG memiliki efek imunomodulator,
dan pada sepsis stafilokokus dan streptokokus juga menetralkan efek
superantigen dari eksotoksin, dan menghambat produksi faktor nekrosis tumor
(TNF) dan interleukin.
IVIG dosis tinggi telah digunakan pada wanita hamil14 dan efektif
pada syok eksotoksik (yaitu syok toksik karena streptokokus dan stafilokokus)
tetapi dengan sedikit bukti manfaat pada sepsis Gram-negatif (terkait
endotoksin). Kontraindikasi utama penggunaan IVIG adalah defisiensi
imunoglobulin A bawaan. Penggunaannya pada wanita dengan sepsis
stafilokokus dan streptokokus yang parah harus didiskusikan dengan rekan
penyakit menular atau ahli mikrobiologi medis.
Persalinan
Pada wanita hamil yang sakit kritis, kelahiran bayi dapat
dipertimbangkan jika akan bermanfaat bagi ibu atau bayi atau keduanya.
Keputusan tentang waktu dan cara kelahiran harus dibuat oleh dokter
kandungan senior setelah berdiskusi dengan wanita tersebut jika kondisinya
memungkinkan.
Jika kelahiran prematur diantisipasi, pertimbangan hati-hati harus
diberikan untuk penggunaan kortikosteroid antenatal untuk kematangan paru
janin pada wanita dengan sepsis.

20
Selama periode intrapartum, pemantauan janin elektronik terus
menerus dianjurkan. Perubahan kardiotokografi (CTG), seperti perubahan
variabilitas awal atau deselerasi onset baru, harus segera dilakukan penilaian
ulang tekanan arteri rata-rata ibu, hipoksia, dan acidemia.
Anestesi epidural/spinal harus dihindari pada wanita dengan sepsis dan
anestesi umum biasanya diperlukan untuk operasi caesar.
Efek sepsis ibu terhadap kesejahteraan janin meliputi efek langsung
infeksi pada janin, efek penyakit/syok ibu, dan efek pengobatan ibu. Risiko
ensefalopati neonatal dan cerebral palsy meningkat dengan adanya infeksi
intrauterin
Jika persalinan prematur diantisipasi, penggunaan kortikosteroid
antenatal untuk kematangan paru janin pada wanita dengan sepsis dapat
dipertimbangkan.
Selama periode intrapartum, pemantauan janin elektronik terus
menerus direkomendasikan dengan adanya demam ibu (didefinisikan sebagai
suhu> 38,0 °C sekali, atau 37,5 °C pada dua kesempatan 2 jam terpisah) dan
ini juga harus diterapkan pada sepsis tanpa demam.
Bukti obyektif dari infeksi intrauterin berhubungan dengan
pemantauan jantung janin yang abnormal; namun, pemantauan janin
elektronik bukan merupakan prediktor sensitif dari sepsis neonatorum awitan
dini.
Perubahan CTG, seperti perubahan variabilitas awal atau deselerasi
onset baru, juga harus segera dinilai ulang tekanan arteri rata-rata ibu,
hipoksia dan acidemia. Perubahan ini dapat berfungsi sebagai tanda
peringatan dini untuk gangguan pada sistem organ akhir ibu. cukup bukti
mengenai pengambilan sampel darah janin dengan adanya sepsis ibu untuk
memandu praktik.
Upaya persalinan dalam keadaan ketidakstabilan ibu meningkatkan
angka kematian ibu dan janin kecuali sumber infeksi adalah intrauterin.
Keputusan tentang cara persalinan harus disesuaikan oleh konsultan dokter

21
kandungan dengan pertimbangan beratnya penyakit ibu, durasi persalinan,
kehamilan usia dan kelangsungan hidup.

22
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang G1P0A0, 26 tahun, usia kehamilan 39 minggu, rujukan Puskesmas


Cikeusal dengan keterangan Ketuban Pecah Dini (KPD) 25 jam. Pada saat datang di
IGD RSUD Banten, keadaan umum sakit sedang, sadar, anemis. Tanda vital pasien
mengalami penurunan tekanan darah sebesar 90/60 mmHg, peningkatan tekanan nadi
yaitu 150x/menit serta penungkatan respirasi yaitu 26x/menit. Selain itu terjadi
peningkatan suhu yaitu 380C. Selama di RSUB dilakukan pemeriksaan dan
pemantauan terhadap janin. Hasil pemeriksaan palpasi leopold I Tinggi Fundus Uteri
(TFU) sebesar 31 cm kesan bokong, leopold II kesan punggung kanan, leopold III
kesan kepala, leopold IV divergen, HIS tidak ada. Auskultasi Denyut Jantung Janin
(DJJ) didapatkan 110x/menit reguler. Dilakukan pemeriksaan dalam portio teraba
lunak, pembukaan 3 cm, ketuban mengalir kering, Hodge I serta BISHOP Score 7.
Kemudian dilakukan pemeriksaan Cardiotocography (CTG) didapatkan hasil
deselerasi lambat berulang. Terdapat tiga kriteria systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) serta terdapat kecurigaan adanya infeksi karena lamanya durasi
KPD. Selain itu didapatkan skor qSOFA 2 yaitu peningkatan laju nafas >= 22x/menit
dan tekanan darah sistolik <= 100 mmHg, sehingga ditetapkan pasien dalam keadaan
sepsis.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang,
ditegakkan diagnosis G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan
sepsis ec. KPD 25 jam + obs. febris, janin tunggal hidup intrauterine presentasi
kepala. Resusitasi cairan dilakukan dan diputuskan untuk dilakukan emergency sectio
caesarea (SC). Untuk mencari sebab terjadinya febris dan dugaan infeksi dilakukan
pemeriksaan darah.
Komponen dasar dari revisi protokol terbaru sepsis dan syok septik ialah
resusitasi awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan
radiologik), tatalaksana suportif (ventilasi mekanik, dialisis, transfusi) dan

23
pencegahan infeksi. Resusitasi cairan diberikan loading Ringer Lactate (RL) 1000cc
serta diberikan antibiotik Ceftriaxone IV 1x2gr sebelum SC. Selain itu, dilakukan
observasi terhadap tanda-tanda persalinan. Tanda vital pasien setelah loading
didapatkan 80/50 mmHg sehingga dilakukan resusitasi cairan 2 line loading kembali
RL 1000cc serta koloid 500cc. Setelah resusitasi cairan, tanda vital pasien 100/60
mmHg kemudian diperbolehkan untuk dilakukan emergency SC. Perawatan
dilanjutkan di Intensive Care Unit (ICU) untuk menstabilkan kondisi hemodinamik
maternal, sekaligus merawat janin di Neonatus Intensive Care Unit (NICU) untuk
memantau kondisi janin.
Terapi pasca operasi adalah O2 NK 3 lpm, IV 2 line dengan RL 20 tpm dan
drip oksitosin 10 unit, Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam, Inj. Metronidazole 3x500mg, Inj.
PCT 3x1 gr, Pronalges supp 3x100mg, Metergin 2x1, Inj. Kalnex 3x500mg, serta
dilakukan pemeriksaan darah rutin 6 jam post operasi serta pemeriksaan SGOT,
SGPT, UR, CR, CRP untuk melihat apakah terdapat disfungsi organ atau tidak.
Didapatkan peningkatan SGOT, kreatinin dan CRP. Untuk menegakkan diagnosis
disfungsi organ harus terjadi peningkatan skor SOFA ≥ 2. Skor SOFA pada pasien 1
sehingga tidak didiganosis terjadinya disfungsi organ. Kemudian dikonsulkan ke
Penyakit Dalam untuk penanganan organ sistemik lebih lanjut. Saran yang diberikan
oleh penyakit dalam adalah pemeriksaan USG Ginjal dan diberikan prorenal 3x1
tablet. Perawatan postpartum selama 2 hari di ruang intensif, kondisi ibu membaik,
kemudian dipindahkan ke bangsal maternal. Setelah 6 hari perawatan, ibu
diperbolehkan pulang.

24
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang G1P0A0, 26 tahun, usia kehamilan 39 minggu, rujukan Puskesmas


Cikeusal dengan keterangan Ketuban Pecah Dini (KPD) 25 jam. Pada saat datang di
IGD RSUD Banten, keadaan umum sakit sedang, sadar, anemis. Tanda vital pasien
mengalami penurunan tekanan darah sebesar 90/60 mmHg, peningkatan tekanan nadi
yaitu 150x/menit serta penungkatan respirasi yaitu 26x/menit. Selain itu terjadi
peningkatan suhu yaitu 380C. Selama di RSUB dilakukan pemeriksaan dan
pemantauan terhadap janin. Hasil pemeriksaan palpasi leopold I Tinggi Fundus Uteri
(TFU) sebesar 31 cm kesan bokong, leopold II kesan punggung kanan, leopold III
kesan kepala, leopold IV divergen, HIS tidak ada. Auskultasi Denyut Jantung Janin
(DJJ) didapatkan 110x/menit reguler. Dilakukan pemeriksaan dalam portio teraba
lunak, pembukaan 3 cm, ketuban mengalir kering, Hodge I serta BISHOP Score 7.
Kemudian dilakukan pemeriksaan Cardiotocography (CTG) didapatkan hasil
deselerasi lambat berulang. Terdapat tiga kriteria systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) serta terdapat kecurigaan adanya infeksi karena lamanya durasi
KPD. Selain itu didapatkan skor qSOFA 2 yaitu peningkatan laju nafas >= 22x/menit
dan tekanan darah sistolik <= 100 mmHg, sehingga ditetapkan pasien dalam keadaan
sepsis.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang,
ditegakkan diagnosis G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan
sepsis ec. KPD 25 jam + obs. febris, janin tunggal hidup intrauterine presentasi
kepala. Observasi tanda-tanda persalinan dan resusitasi dilakukan serta diputuskan
untuk dilakukan emergency sectio caesarea (SC).

25
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary,, et al. Williams Obstetrics. 25th edition. New York: McGraw-
Hill Education, 2018.

Indrahany A, Ardini PP. Nearmiss case report: Maternal Sepsis. Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2017

Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, Cohen J, Opal SM,
Vincent JL, Ramsay G, SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference.
Crit Care Med. 2003;31(4):1250–1256. Review.

Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence. 2013; 5(1):
4-11

Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS.
2017; 1(1): 3-5.

Royal College of Obstetricians & Gynaecologists, Bacterial Sepsis in Pregnancy


Guideline; 2012

Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, et al. The Third International Consensus
Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA. 2016;315(8):801–
810. doi:10.1001/jama.2016.0287

26

Anda mungkin juga menyukai