Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS UJIAN

PLASENTA LETAK RENDAH

Dokter Pembimbing :
dr.Semuel Sp.OG

Disusun Oleh :
ARGIA ANJANI
110.2013.041

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 11 SEPTEMBER – 18 NOVEMBER 2017
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. LF

Usia : 29 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : S1

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jalan Dewi No 62, Jakarta Timur

MRS : 7 November 2017

II. Data dasar

Keluhan utama

Pasien datang karena keluar darah segar dari jalan lahir sejak 2 jam 30 menit

SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan keluar darah segar dari vagina

subuh pukul 04.30 WIB. Tidak ada mules dan tidak ada nyeri. Pasien merasa

kencang pada perutnya dan keluar lendir darah pada jalan lahir. OS mengatakan

saat ini sedang hamil anak ketiga. Anak pertama dan kedua lahir normal. Pada

kehamilan ini OS mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya di poli

2
kebidanan RS POLRI, dan sudah mengetahui sebelumnya bahwa kehamilan ini

memiliki plasenta letak rendah.

Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi : Disangkal

Diabetes Melitus : Disangkal

Asma : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi : Disangkal

Diabetes Melitus : Disangkal

Asma : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat pernikahan

Pasien menikah 1 kali pada usia 24 tahun dan pernikahan sudah berlangsung

selama 9 tahun.

Riwayat menstruasi

Menarche : 11 tahun

Siklus haid : 28 hari / teratur

Lama haid : 4 – 5 hari

Jumlah darah haid : 80 cc/24 jam

HPHT : 21 Februari 2017

3
Taksiran partus : 28 November 2017

Riwayat persalinan

NO Tanggal Umur Tempat Jenis Penolong JK BB PP Keaadaan

lahir Kehamilan Partus persalinan sekarang

partus

1 5 April 38 minggu Klinik Normal Bidan dan ♂ 3400 52 Hidup dan

2010 dokter gr cm sehat

2 20 Juni 38 minggu Klinik Normal Bidan dan ♂ 3700 52 Hidup dan

2012 dokter gr cm sehat

3 Hamil ini

Kontrasepsi

Pasien pernah menggunakan KB Suntik 3 bulan selama kurang lebih satu tahun.

Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB): 60 kg, Tinggi badan (TB): 160 cm.

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Frekuensi nadi : 84 kali/menit

 Frekuensi nafas : 20 kali/menit

 Suhu : 36,0 ºC

4
Status Generalisata

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik (-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
 Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Paru-paru : Suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
 Inspeksi : Perut buncit
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpalsi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
 Superior : Edema (-/-), akral dingin
 Inferior : Edema (-/-), akral dingin, varises (-/-)

Status Obstetrik
Inspeksi : Perut buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi : Fundus uteri teraba 30 cm, Punggung Kiri
Auskultasi : DJJ 140 kali/ menit
Inspekulo : Tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan

5
Pemeriksaan Penunjang

HEMATOLOGI (7 November 2017 Pukul 06.23 di IGD)

Hemoglobin 7,0 g/dl


Leukosit 7.300 u/l
Hematokrit 24%
Trombosit 248.000 /ul
Masa Pendaarahan 2’
Masa Pembekuan 11’

KIMIA KLINIK (7 November 2017 Pukul 06.23 di IGD)

SGOT 11,8 U/L


SGPT 13,4 U/L
Ureum 18 mg/dl
Creatinine 0,5 mg/dl
GDS 74 mg/dl
Natrium 133 mmol/l
Kalium 3,6 mmol/l
Chlorida 104 mmol/l

URINE LENGKAP (7 November 2017 Pukul 06.23 di IGD)

Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Reaksi / pH 7,0
Berat Jenis 1.010
Protein (-)
Bilirubin (-)
Glukosa (-)
Keton (-)
Darah / Hb ++

6
USG (7 November 2017 Pukul 08.00 di Poli Kebidanan)

III. Diagnosis

G3P2A0 H37 minggu dengan PLR dan kontraksi

IV. Daftar Masalah

 Perdarahan pervaginam

 Anemia

 Kontraksi

 Plasenta letak rendah

7
V. Perencanaan Masalah

Rencana diagnostik

- Cek H2TL

- Cek Urin

- Cek BT

- Cek CT

- USG

- CTG

Rencana terapi

- Rawat

- IVFD RL 20 tpm

- Drip Duvadilan 1 gr II Amp

Rencana edukasi

- Bed rest
- Perhatikan bila perdarahan masih ada

VI. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

8
VII. Catatan Kemajuan

7 November 2017

(09.15)
S : Menerima pasien dari IGD dengan keluhan keluar darah pervaginam segar
sejak pukul 04.30. Mulas (+), keluar air-air (-). KU sedang, kesadaran CM,
GCS 15. Perdarahan 1 pembalut.

O : TD 110/70 mmHg RR 20x/menit


Nd 80 x/menit S 36 C
DJJ 133x/menit
TFU 30 cm
His 1 x 10 menit selama 30 detik, sedang

Hasil CTG pukul 09.15 di VK

A : G3P2A0 H 37 minggu dengan PLR dan kontraksi


P : Oksigen 3L/menit
IVFD RL + 2 amp duvadilan 12 tpm
Transfusi 750cc
Inj Dexametasone
Pro SC 8 November 2017

9
(17.00)
S : OS mengeluh keluar darah ± 250 cc
O : TD 110/70 mmHg RR 20x/menit
Nd 78 x/menit S 36 C
DJJ 144x/menit
A : G3P2A0 H 37 minggu dengan PLR dan kontraksi
P : IVFD NaCl
Transfusi 750cc
Lapor Dokter Sp.OG  Cito SC
Skin test ceftriaxone

(19.30)
Dilakukan SC pada pukul 19.30
Laporan operasi
1. Pasien terlentang di atas meja op dalam anastesi spinal
2. A dan antisepsis pada daerah operasi
3. Insisi pfannensteil ± 10 cm
4. SBU disayat tajam, dilebarkan berbentuk U
5. Dengan meluksir kepala lahir bayi perempuan, BB 3600gr PB 53 cm,
AS 9/10
6. Air ketuban jernih, cukup
7. Plasenta berimplantasi 2 cm dari OUI, tidak menutup OUI
8. Kedua ujung SBU dijahit hemostatis
9. SBU dijahit jelujur selapis dengan safil no 1
10. Keadaan tuba dan ovarium dbn
11. Diyakini tidak ada perdarahan
12. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

INSTRUKSI POST OP
1. Observasi TTV, Kontraksi dan perdarahan
2. Immobilisasi 24 jam
3. Realimentasi dini

10
4. Diet biasa
5. Aff kateter 24 jam
6. IVFD Oxitocin 2 amp/RL 500cc/8jam
R/ Inj Ceftriaxone 2 x 1gr (24 jam)
Cefixime 2x200 mg
As. Mefenamat 3x500mg
Tramadol supp 3x1

8 November 2017
(07.00)
S : Nyeri luka op
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 89 x/menit S 36,4 C
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan 10cc
Hasil Lab Hematologi post Op
Hemoglobin 7,1 g/dl
Leukosit 11.600 u/l
Hematokrit 22%
Trombosit 205.000 /ul
A : P3AO Post SC NH1
P : Inj Ceftriaxone 2 x 1gr (24 jam)
Cefixime 2x200 mg
As. Mefenamat 3x500mg
Tramadol supp 3x1
Transfusi 500cc sampai Hb ≥ 10
Ca Glukonas

11
(19.00)
S : Nyeri luka op
O : TD 110/70 mmHg RR 20x/menit
Nd 84 x/menit S 36,5 C
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan 10cc
A : P3AO Post SC NH1
P : Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Cefixime 2x200 mg
As. Mefenamat 3x500mg
Tramadol supp 3x1
Transfusi 500cc sampai Hb ≥ 10
Ca Glukonas

9 November 2017
(07.00)
S : Nyeri luka op minimal
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 86 x/menit S 36 C
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan 5cc
Transfusi 500cc sampai Hb ≥ 10
Beri Ca Glukonas
A : P3AO Post SC NH2
P : Cefixime 2x200 mg
As. Mefenamat 3x500mg
Cek ulang H2TL

12
(19.30)
S : Nyeri luka op minimal
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 89 x/menit S 36 C
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan minimal
Hasil Lab Hematologi
Hemoglobin 11 g/dl
Leukosit 8.800 u/l
Hematokrit 37%
Trombosit 200.000 /ul
A : P3AO Post SC NH2
P : Cefixime 2x200 mg
As. Mefenamat 3x500mg
Hemobion 1x1

10 November 2017
(07.00)
S : TAK
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 89 x/menit S 36 C
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan minimal
A : P3AO Post SC NH2
P : Cefixime 2x200 mg
Hemobion 1 x 1
Pasien boleh pulang

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat


abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) dan oleh karenanya bagian terendah
sering kali terkendala memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau menimbulkan
kelainan janin dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak di
korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri

2.2 Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim. Teori lain mengatakan sebagai salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah SC, kerokan,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya
plasenta previa. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan

14
eritroblastosis fetalis dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh OUI

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh


menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
mendekati atau menutupi ostoum uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga
dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat
yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa:

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap
tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang

15
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun
tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal dengan syarat terterntu.

Gambar Klasifikasi plasenta Previa:

2.4 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:

1. Umur penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.

3. Endometrium yang cacat


 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual

16
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi

2.5 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk
dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari
uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi disana sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement)
dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di
tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi
mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih
banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis
atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan
dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas.

17
Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke
dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada
plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat
lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan
plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke
rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada
uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang
rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua
kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta
previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.

2.6 Gejala Klinis

Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus berwarna
merah segar keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi
pada akhir trisemester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak
dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah
beberapa waktu kemudian, jadi berulang, pada setiap oengulangan terjadi perdarahan
yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan
bari terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak.
Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi
sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan dapat berlangsung sampai
pasca persalinan. Perdarahan dapat pula bertambah disebabkan serviks dan segmen
bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin

18
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat itu hamil merasa nyeri
dan perut tegang.

2.7 Diagnosis

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik,


pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesa plasenta previa


a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.

2. Pada inspeksi dijumpai:


a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

3. Pemeriksaan fisik ibu


a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat di jumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah perifer menjadi dingin
- Tampak anemis

4. Pemeriksaan khusus kebidanan


1. Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.

19
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam hanya dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi


ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG
transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Magnetic Resonance
Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta
termasuk plasenta previa.

Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering


kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun
dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta
yang berpindah tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta
(yang berimplantasi di SBR) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.

2.8 Tatalaksana

Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau
trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika
kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat
dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah atau
rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga
agar dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun
kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien
untuk di rawat di rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan
steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan

20
pasien lebih bebas dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali
diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.
. Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi
dan takikardi pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat dari pada penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:


1. Terapi aktif
Rencanakan terminasi kehamilan pada :
 Usia kehamilan aterm
 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misal, anensefali)
 Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
a) Cara vaginal
Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sedikit, dan
presentasi kepala, maka dapat dilakukan amniotomi dan persalinan
pervaginam masih dimungkinkan. Amniotomi dilakukan yang
bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
(tamponade pada plasenta). Jika tidak, lahirkan dengan SC.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:

- Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga


kepala anak menekan pada plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti
gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara
plasenta dan dinding rahim.

b) Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim


hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan.

21
Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang
agak sering terjadi pada persalinan pervaginam.

2. Ekspektatif
Syarat terapi ekspektatif :
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
dengan atau tanpa tokolitik
 Belum ada tanda inpartu
 KU ibu dan janin baik
a) Rawat inap, tidah baring, berikan antibiotik profilaksis
b) Pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta
c) Berikan tokolitik bila ada kontraksi, pemberian tokolitik
dikombinasikan dengan bethametason 12mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru
d) Perbaiki anemia dengan SF PO
e) Pastikan tersedianya sarana transfusi
f) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai aterm masih lama,
ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit
bila terjadi perdarahan

Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan kapan
melaksanakan tergantung pada:2
a. Perdarahan banyak atau sedikit
b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk


menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria
adalah:
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan
menghentikan perdarahan.

22
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.
 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga
serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek,
selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber
perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut
otot dengan korpus uteri.
 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.

2.9 Komplikasi

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Pasien pun biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah.

Bahaya plasenta previa adalah :

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi


secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat
berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.

23
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-
cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kehamilam premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Kematian maternal akibat perdarahan
7. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
8. Infeksi sepsis

24
2.10 Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG di samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah
ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut
berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesaria atau
bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil
dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi program keluarga
berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak
komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi
seksio sesaria. Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun
tindakan konservatif dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif
maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat
operasi dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk

Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC; 2013. hal. 253-7

2. Sastrawinata S. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta. EGC;

2005. hal. 83-91

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2009. hal. 495-502

4. Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC, 951-964.

5. Rustam Mochtar, Dr, Prof, Snopsis Obstetri, Edisi Ke-2, Jilid I, Jakarta 1998 : 269-279.

6. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu Kandungan,

edisi 2008

7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu

di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Ed 1.

26

Anda mungkin juga menyukai