Anda di halaman 1dari 24

CASE BASED DISCUSSION

PPOK

Oleh :
Desti Diana Sari, S.Ked
Dika Adifa Pratiwi, S.Ked
Elma Rosa Vidia, S.Ked
Setiawan Prayogi, S.Ked

Pembimbing :
dr. Retno Ariza Soeprihatini, Sp.P FCCP

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

laporan dengan judul PPOK ini.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik ilmu

penyakit dalam RSUD H. Abdul Moeloek. Kepada dr. Retno Ariza Soeprihatini,

Sp.P FCCP sebagai dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih atas

segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat penulis susun dengan cukup

baik.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik

dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis meminta

maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan guna kesempurnaan referat selanjutnya dan

perbaikan untuk kita semua.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan

berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Bandar Lampung, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I IDENTIFIKASI KASUS..............................................................................1

BAB II PENDAHULUAN.......................................................................................9

2.1 Latar Belakang.............................................................................................9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................11

3.1 Definisi......................................................................................................11

3.2 Patofisiologi...............................................................................................12

3.3 Diagnosis...................................................................................................13

3.4 Penatalaksanaan.........................................................................................18

3.5 Prognosis....................................................................................................21

Daftar Pustaka........................................................................................................22

iii
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Zulkarnain
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Lampung Selatan
No RM : 55.40.39

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 03
Juli 2018.

Keluhan Utama
Sesak Nafas

Keluhan Tambahan
Nyeri dada dan batuk berdahak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSAM pada tanggal 30 Juni 2018 dengan keluhan sesak
nafas, sesak dirasakan jika melakukan aktivitas ringan seperti mandi dan berjalan.
Sesak dirasakan sejak tahun 2006 dan memberat hingga saat ini. Pasien
mengatakan sesak semakin memberat jika suhu lingkungan sekitarnya dingin dan
lebih sering terjadi saat malam hari. Sesak hilang jika pasien beristirahat dan
konsumsi obat-obatan pelega nafas. Pasien juga mengeluh batuk sejak akhir bulan
Juni. Batuk berdahak berwarna kuning konsistensi kental. Pasien mengatakan
dahak sulit dikeluarkan. Pasien telah melakukan pengobatan ke mantri dan dokter
setempat dan rutin kontrol setiap bulan. Riwayat di rawat di rumah sakit karena

1
sesak pada tahun 2014 dan semakin sering di rawat hingga sekarang. Pasien
mengatakan tidak ada riwayat penyakit pada keluarga seperti hipertensi, diabetes
mellitus maupun batuk dan sesak seperti yang pasien alami. Pasien memiliki
alergi terhadap udang dan ikan laut. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok
sejak tahun 1965 hingga tahun 2010, sebanyak dua sampai tiga bungkus sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat tekanan darah tinggi (+)
- Influenza (+)
- Alergi (+)
- TBC (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Asma (-)
- Hipertensi (+)

Anamnesis Sistemik
Kulit : sawo matang
Kepala : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Dada (Jantung/Paru) : nyeri dada, batuk, sesak
Abdomen (Lambung/Usus) : tampak cembung

Saluran kemih/Alat kelamin : BAK dalam batas normal


Saraf/otot : otot lemah
Berat badan : naik

2
Riwayat Hidup
Tempat lahir : Rumah
Ditolong oleh : Dukun

Riwayat Imunisasi
- hepapitits (-)
- BCG (-)
- Campak (-)
- DPT (-)
- Polio (-)
- Tetanus (-)

Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3x
Jumlah/hari : 3 piring besar
Variasi/hari : bervariasi
Nafsu makan : normal

Pendidikan
SD

Kesulitan
Tidak ada kesulitan keuangan, pekerjaan, keluarga, dan lain-lain

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
A. Status umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis, GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6
c. Kulit : Akral hangat, turgor cukup
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda Vital

3
a. Tekanan darah : 150/90 mmHg
b. Pernafasan : 36 x/menit, reguler
c. Nadi : 62 x/menit, reguler, teraba lemah, isi cukup
d. Suhu : 36,4 0C axila

2. Kepala dan muka


a. Bentuk dan ukuran : Normocephal, simetris
b. Mata
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Sklera : anikterik
c. Telinga : Bentuk normal
d. Hidung : nafas cuping hidung (+)
e. Tenggorokan : Tidak diperiksa
f. Mulut : bentuk normal

3. Leher
 Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
 Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
 JVP : Dalam batas normal

4. Dada (thorax)
Depan Belakang

Inspeksi Hemithoraks simetris kiri Hemithoraks simetris


dan kanan kiri dan kanan

Palpasi - Fremitus taktil teraba - Fremitus taktil teraba


getaran suara dada getaran suara dada
kanan sama dengan kanan sama dengan
kiri. kiri.

- Ekspansi dinding dada - Ekspansi dinding


terasa pergerakan dada terasa

4
dinding thorax kanan pergerakan dinding
dan kiri seimbang. thorax kanan dan kiri
seimbang.
Perkusi Sonor (+/+) Sonor (+/+)

Auskultasi - Vesikuler melemah Tidak dilakukan


(+/+) pemeriksaan
- wh (+/+)
- rh (-/-)

5. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung: ICS ll parasternal dextra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)

6. Abdomen
Inspeksi : cembung, lemas.
Palpasi : Nyeri tekan (-) seluruh regio abdomen
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 8 x/menit

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 30/06/2018
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,4 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 17.500 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 5,1 4,7 – 6,1 juta/μL

5
Hematokrit 43 42 – 52 %
Trombosit 324.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 84 79 - 99 fL
MCH 28 27 – 31 Pg
MCHC 34 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- epasieninofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 83 50 – 70 %
- limfosit 8 25 – 40 %
- monosit 9 2–8 %
LED 20 0 – 10 mm/jam

Ringkasan
Pasien datang dengan keluhan sesak dan batuk (+). Sesak timbul saat beraktivitas
ringan setiap hari. Batuk dahak (+) berwarna kuning kental. R/ alergi (+), R/ obat
pelega napas (+).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum tampak sakit sedang,


kesadaran kompos mentis, TD 150/90 mmHg, N 62 x/m, RR 36 x/m, T 36,4 °C.
Pemeriksaan thoraks napas vesikuler melemah (+/+), wheezing (+/+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (+), hipersegmentasi (+/+)


dan peningkatan LED (+).

Diagnosis Kerja
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

6
Diagnosis Banding
Asma
Tuberculosis
Sindrom obstruksi pasca TB
CHF
Pneumonia

Rencana Pengelolaan
Rdx/:
 Rontgen thorax PA
 Cek Ureum Kreatinin
 Spirometri
 EKG

RTh/:
 Non Farmakologi
o Tirah baring
o Pasang jalur IV
o Oksigenasi
 Farmakologi
o Metilprednisolon 62,5 mg/ 12 jam
o Ceftriakson 1gr /12 jam
o Gentamisin 80 gr/ 12 jam
o Ranitidin/ 12 jam
o Furosemid / Hari
o Dombrueul + Pulmicort nebu / 8 jam
Prognosis
Qua ad vitam                : dubia ad bonam
Qua ad sanationam       : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam      : dubia ad bonam

7
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Purpura trombpasienitopeni idiopatika ialah suatu penyakit perdarahan
didapat (acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombpasienit yang
berlebihan, ditandai dengan trombpasienitopenia (trombpasienit
<150.000/mm3), purpura,gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan
tidak ditemukan penyebab trombpasienitopenia yang lainnya. Klasifikasi
ITP adalah akut dan kronik disebut kronik bila trombpasienitopenia menetap
lebih dari 6 bulan. Diperkirakan ITP merupakan salah satu penyebab
kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun.1

Trombpasienit, sel yang terlibat dalam prpasienes hempasientasis,


dihasilkan dari megakaripasienit. Jumlah trombpasienit darah normal dalam
populasi umum adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi normal
memiliki hitung trombpasienit di luar rentang nilai normal. Regulator utama
produksi trombpasienit adalah hormon trombopoietin (TPO), yang terutama
disintesis di hepar. Trombpasienit berada dalam sirkulasi dengan rerata
masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga jumlah trombpasienit tinggal di
dalam limpa, dan akan meningkat secara proporsional sesuai ukuran limpa,
walaupun jumlah trombpasienit jarang turun sampai <40.000/μL pada
pembesaran limpa.2

Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya
terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP
akut akan berkembang menjadi kronik. Insiden ITP kronik pada anak
diperkirakan 0,46% per 100.000 anak per tahun. Insiden ITP dewasa adalah
58-66% kasus baru per satu juta populas per tahun di Amerika dan serupa
yang ditemukan di Inggris. Pada orang dewasa, ITP krinik menyerang usia

8
40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada ITP
akut, sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.3

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Immune Thrombocytopenia (ITP) adalah suatu penyakit kelainan darah yang
ditandai dengan jumlah platelet (trombpasienit) di bawah nilai normal atau
<100.000/mm3, purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan
tidak ditemukan penyebab trombpasienitopeni yang lainnya 4,5,6

Trombpasienitopenia diakibatkan adanya destruksi platelet oleh sistem imun


(autoimun) disebabkan oleh antibodi antitrombpasienit, yang menyebabkan
penurunan masa hidup trombpasienit. Antibodi tersebut umumnya adalah
IgG dan pada dasarnya ditujukan untuk menyerang antigen trombpasienit
yaitu kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX.7,2 Selain itu, terjadi kegagalan
maturasi megakaripasienit.8

Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP) dikenal juga dengan istilah


Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. ITP juga dapat dideskripsikan
sebagai Autoimmune Thrombocytopenic Purpura (AITP), Morbus Werlhof,
Purpura Hemorrhagica.4

Pada pasien ITP terjadi kelainan autoimun yang menyebabkan


meningkatnya penghancuran trombpasienit dalam sistem retikuloendotelial.
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang
disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate),
produksi trombpasienit yang rendah, seperti yang terjadi pada pengobatan
kanker, irradiasi dan/atau transplantasi, setelah transfusi (alloimmune
thrombocyopenia), dan pemakaian obat-obatan yang dapat menurunkan
jumlah atau produksi trombpasienit.4,5

Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan


sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya

10
kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan
kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).3

3.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trombpasienitopenia pada ITP ternyata lebih
kompleks dari yang semula diduga. Kerusakan trombpasienit pada ITP
melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat pada membran
trombpasienit. Sehingga terjadi penghancuran terhadap trombpasienit yang
diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh makrofag yang terdapat
pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.Megakaripasienit
dalamsumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan
kadar trombopoitin dalam plasma yang merupakan progenitor proliferasi
dan maturasi dari trombpasienit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.5,1

Beberapa tahun terakhir telah dilakukan berbagai penelitian untuk


memahami patofisiologi ITP. Saat ini dapat dijelaskan bahwa ITP primer
merupakan hasil dari antibodi antiplatelet patologis, kegagalan maturasi
megakaripasienit, dan destruksi platelet yang dimediasi oleh T-cell. ITP
sekunder terjadi akibat penyakit lain yang mendasari terjadinya
trombpasienitopenia, seperti Systemic Lupus Erythematous, Rheumatoid
Arthritis, HIV, Helicobacter Pylori, atau penyakit-penyakit imunodefisiensi
lainnya.7

Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombpasienit


meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun
terhadap infeksi bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombpasienit. Mediator-mediator lain yang
meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan
dalam terjadinya penekanan terhadap produksi trombpasienit. Pada ITP
kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti
pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi

11
spesifik terhadap trombpasienit. Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis
glikoprotein permukaan trombpasienit pada ITP, di antaranya GP IIb- IIa,
GP Ib, dan GP V.1

3.3 Diagnpasienis
Pada umumnya pasien ITP tampak sehat, namun tiba-tiba mengalami
perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukpasiena hidung
(epistaksis).Perlujuga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan
lain yang dapat menyebabkan trombpasienitopenia. Riwayat keluarga
umumnya tidak didapatkan.Padapemeriksaan fisik biasanya hanya
didapatkan bukti adanya perdarahan tipe trombpasienit (platelet-type
bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau perdarahan
mukokutaneus lain- nya.Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain,
jika ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung
limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak dengan ITP.

Selain trombpasienitopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak


dengan ITP umumnya normal sesuai umurnya.Pada lebih kurang
15%penderita didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang
dialaminya.Pemeriksaan hapusan darah tepidiperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pseudotrombpasienitopenia, sindrom trombpasienit raksasa
yang diturunkan (inherited giant platelet syndrome), dan kelainan
hematologi lainnya.Trombpasienit yang imatur(megatrombpasienit)
ditemukan pada sebagian besar penderita.Pada pemeriksaan dengan flow
cytometry terlihat trombpasienit pada ITP lebih aktif secara metabolik,yang
menjelaskan mengapa denganjumlah trombpasienit yang sama, perdarahan
lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang.

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak dengan dugaan ITP, masih
menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli.Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan,namun tidak
pada kasus-kasus denganmanifestasi klinis yang khas.

12
Pemeriksaan sumsumtulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak khas,
misalnya pada:
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang,
pembesaran hati dan atau limpa.
 Kelainan eritrpasienit dan leukpasienit pada pemeriksaan darah tepi.
 Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik sebagai pengobatan
awal atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin intravena.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada penderita ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombpasienit (platelet-associated
antibody) dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga
belum dapat membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang
akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan
menjadi kronis.

Diagnpasienis ITP ditegakkandengan menyingkirkan kemungkinan


penyebab trombpasienitopenia yang lain.Bentuk sekunder kelainanini
didapatkan bersamaan dengan Systemic Lupus Erythematpasienus (SLE),
sindroma antifpasienfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA,
hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan
dengan heparin atau quinidine.5,1

Obat-obat yang dapat menyebabkan trombpasienitopeni, adalah:1


Obat yang dapat menurunkan produksi trombpasienit
 Obat-obat kemoterapi
 Thiazide
 Alkohol
 Estrogen
 Kloramfenikol
 Radiasi

13
Obat yang dapat meningkatkan destruksi trombpasienit
 Sulfonamid
 Quinidine
 Quinine
 Carbamazepin
 Asam valproat
 Heparin
 Digoksin
Obat yang berhubungan dengan perubahan fungsi trombpasienit
 Aspirin
 Dipiridamol

Sign and Symptoms


Pasien ITP dapat menunjukkan kelainan pembekuan darah (simtomatis)
maupun tidak (asimtomatis). Berikut beberapa simptom yang sering muncul
pada ITP:6

Lokasi Simtom
Kulit Ptekie, purpura, ekimpasienis,
hematom subkutan
Mukpasiena Perdarahan gusi, epistaksis,
perdarahan konjungtiva, hematuria,
perdarahan gastrointestinal
Internal Intracranial hemorrhage,
perdarahan pada organ lain seperti
hati, limpa
Perubahan hempasientatik Perdarahan yang lama setelah
trauma, perdarahan yang lama
setelah ekstraksi gisi, atau
perdarahan ppasient pastum

14
Tidak ada standar baku dalam mendiagnpasienis ITP.9 Diagnpasienis ITP
secara umum dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa apusan darah tepi.6,7

Anamnesis
Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan
kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnpasienis lain. Penting untuk
menanyakan penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan perdarahan
karena trombpasienit yang rendah.3

Pemeriksaan fisik
Dapat dijumpai splenomegali ringan, tidak ada limfadenopati. Terdapat
manifestasi trombpasienitopenia berupa perdarahan mukokutan seperti
ptekie, purpura, ekimpasienis, epistaksis, dan lain-lain.

15
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnpasienis ITP
antara lain:6,7
 Hematologi dan Apusan Darah Tepi
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat adanya
kemungkinan kelainan sel darah merah lainnya seperti sel darah
merah (eritrpasienit) dan sel darah putih (leukpasienit). Anemia
dapat terjadi akibat perdarahan masif seperti epistaksis atau
menorrhagia, namun dapat juga menjadi indikasi anemia hemolitik
atau Evan’s syndrome.
Apusan darah tepi menunjukkan penurunan jumlah trombpasienit.
Trombpasienit yang terlihat sering berukuran besar. Tidak
didapatkan kelainan pada sel lainnya.10 Selain itu, apusan darah tepi
dapat menapis kelainan darah lain seperti leukimia,
pasienteoporpasienis, TTP, dan HUS.

 Bone Marrow Evaluation


Apabila hasil dari manifestasi klinik dan apusan darah tepi
menunjukan hasil khas ITP, maka tidak diperlukan Bone Marrow
Punction (BMP). Pada BMP pasien ITP menunjukkan jumlah
megakaripasienit yang normal atau meningkat.

 Blood Typing and Direct Coombs Testing


Uji Coombs memberikan informasi penting mengenai gambaran
gangguan imunohemolitik seperti pada sindrom Evan, dimana
terdapat trombpasienitopenia dan anemia hemolitik.11

 Viral Studies
Anti HIV dan HCV

 Immunoglobulin Quantitation
Dilakukan sebelum pasien mendapatkan terapi IVIG

16
 Evaluation for Platelet Antibodies

3.4 Penatalaksanaan
Tata laksana ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan ITP pada anak, di antaranya membatasi aktifitas fisik,
mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat
menekan produksi trombpasienit atau merubah fungsinya, dan yang tidak
kalah pentingnya adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang
tua tentang penyakitnya.

Sebagian besar kasus ITP pada anak tidak perludirawat di rumah sakit,
oleh karena dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu kurang
dari 6 bulan.Pada beberapa kasus ITP pada anakdidapatkan perdarahan
kulit yang menetap, perdarahan mukpasiena, atau perdarahan internal yang
mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan
segera.Transfusi trombpasienit jarang dilakukan danbiasanya tidak efektif,
karena trombpasienit yang ditransfusikan langsung dirusak.

Kekambuhan secara mendadak biasanya jarang didapatkan.Pada penderita


yang jumlah trombpasienitnya tidak mencapai nilai normal dalam 6 bulan,
maka diagnpasienis berubah menjadi ITP kronik. Perdarahan yang serius
jarang didapatkan pada ITP, insiden perdarahan otak pada ITP dalam
minggu pertama hanya berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1%
pada mereka dengan jumlah trombpasienit kurang dari 20.000/mm3setelah
6-12 bulan.Perdarahan otak pada ITP tidak selalu berakibat fatal,20 dan
pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya perdarahan otak pada ITP.

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi


kortikpasienteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang
terakhir, anti-D untuk kasus dengan rhesus D

17
ppasienitif.Pengobatantersebut potensial memberikan efek samping yang
serius, sehingga penting untuk mempertimbangkan risiko-risiko tersebut
agar tidak merugikan pasien (primum non nocere).

Pada usia dewasa, ITP adalah suatu penyakit kronik yang dapat mengalami
remisi dan relaps sepanjang waktu. Banyak pasien tidak membutuhkan
terapi; keputusan memulai terapi bersifat individual, tergantung jumlah
trombpasienit, ada/tidaknya perdarahan, dan gaya hidup pasien yang
berhubungan dengan risiko perdarahan. Pada pasien- pasien ITP dengan
jumlah trombpasienit >30.000/μL, mortalitas sehubungan dengan
trombpasienitopenianya tidak meningkat.2

 Terapi Lini Pertama


Manajemen awal ITP adalah dengan kortikpasienteroid, umumnya
digunakan prednison 1 mg/kg/hari selama 1 sampai 2 minggu,
diikuti penurunan dpasienis secara perlahan. Pemberian
dexamethasone pulse singkat terbukti sangat efektif.Infus
imunoglobulin intravena (IVIG) (1 gram/kg/hari selama 2 hari) atau
antibodi anti-RhD (WinRho) (50-75 μg/kg/hari) dapat digunakan
apabila diharapkan peningkatan trombpasienit secara cepat. Antibodi
anti-RhD hanya efektif pada pasien-pasien RhD-ppasienitif yang
memiliki limpa utuh. Trombpasienitopenia berat persisten atau
rekuren dalam 4 sampai 6 minggu biasanya dipertimbangkan sebagai
indikasi splenektomi. Pilihan terapi lain meliputi danazol,
siklofpasienfamid, azatioprin, rituximab, atau transplantasi sumsum
tulang.2

Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu merupakan standar


terapi lini pertama yang telah digunakan bertahun-tahun. Namun
terdapat penelitian mengenai penggunaan dexametason dpasienis
tinggi (HDD/High Dpasiene Dexamethasone), rituximab, atau TPO-
RA (Thrombopoetin Receptor Agonist) dapat meningkatkan waktu

18
remisi. Penelitian terbaru yang membandingkan HDD 40 mg/hari
selama 4 hari dengan prednison dpasienis standar menunjukkan hasil
remisi lebih baik. Dua clinical trials mengombinasi rituximab dan
HDD pada pasien ITP dibandingkan HDD dpasienis tunggal
menunjukkan hasil remission rate yang tinggi pada pasien dengan
terapi kombinasi setelah 6 bulan terapi.7,12

Steroid menginhibisi aktivitas sel B, sel T, dan/atau sistem


monpasienit makrofag.9 steroid bekerja dengan cara menurunkan
kadar antibodi dalam darah sehingga dapat menghentikan aktivitas
sistem imun merusak trombpasienit.13

Rituximab merupakan obat yang digunakan untuk pasien kanker.


Namun juga digunakan untuk pasien ITP. Rituximab bekerja seperti
steroid, yaitu menghambat sistem imun dalam menghancurkan
platelet. Rituximab memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan steroid.13

 Terapi Lini Kedua


Pasien ITP yang gagal dengan terapi prednison dapat memilih untuk
melakukan splenektomi. Pasien yang masih menunjukan respon
terhadap glukokortikoid namun tidak bergantung pada
glukokortikoid sangat responsif terhadap splenektomi, 70%
menunjukkan jumlah platelet normal dalam 1 minggu setelah
operasi.14

Risiko splenektomi bervariasi, seperti reaksi terhadap general


anastesi, perdarahan masif saat operasi, kerusakan organ lain selama
operasi, infeksi.13

19
3.5 Prognpasienis
Respon komplit didefinisikan sebagai pencapaian jumlah trombpasienit
diatas 100.000 sel/mm3. Pada pasien anak-anak, 1/3 akan membaik dalam 6
minggu setelah diagnpasienis, 1/3 lainnya dalam 6 bulan, 1/3 sisanya akan
menjadi kronik ITP. Pada pasien dewasa memiliki risiko tinggi untuk
menjadi kronik. 1/3 pasien dewasa mengalami remisi dalam 5 tahun setelah
diagnpasienis, sementara 2/3 nya akan membutuhkan re-treatment selama 5
tahun.6

Respon terapi dapat mencapai 50-70% dengan kortikpasienteroid. Pasien


ITP dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab
kematian pada ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang
berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai
47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.3

20
Daftar Pustaka

1. Setyoboedi B. Purpura trombpasienitopenik idiopatika pada anak (patofisiologi,


tata laksana serta kontroversinya). Sari Pediatr. 2004;6(1):16–22.
2. Sianipar NB. Trombpasienitopenia dan berbagai penyebabnya. J CDK.
2014;41(6):416–21.
3. Purwanto I. Purpura trombpasienitopenia idiopatik. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Intera Publishing; 2015.
4. Imbach P. Guide to understanding ITP (Immune thrombocytopenia). Switzerland:
ITP Foundation and ICIS Basel Switzerland; 2011.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
6. Center IH. Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP): A New Look at an Old
Disorder. Indiana Hemoph. Thromb Cent. 2010.
7. Lambert MP, Gernsheimer TB. Clinical updates in adult immune
thrombocytopenia. Blood. 2018; 129(21), 2829–36.
8. Shao X, Wu B, Cheng L, Li F, Zhan Y, Liu C, et al. Distinct alterations of M2 like
macrophages and myeloid derived suppressor cells in newly diagnpasiened
primary immune thrombocytopenia with or without CR after high dpasiene
dexamethasone treatment. J Transl Med. 2018;16(48):1–11.
9. Rashid RM, Nabi Z, Ansari AZ, Qaiser Q. Immune thrombocytopenic purpura
presenting in a patient after renal transplant for diabetic nephropathy. BMC
Nephrol. 2018;19(69):1–5.
10. Hoffbrand AV, Mpasiens PAH. Kapita selekta hematologi. Jakarta: EGC; 2015.
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2013.
12. Ferguson, W. Combination immune based therapy for chronic ITP. J Peds.
2017;191:1.
13. Hall S, Murphy M, Pavord S. Immune thrombocytopenic purpura ( ITP ). Oxford:
Oxford University Hpasienpitals NHS Trust Oxford; 2015.
14. Kasper. Harrisons’s Principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005.

21

Anda mungkin juga menyukai