Anda di halaman 1dari 90

STATUS PENDERITA

No. Rekam Medik : 609957

Masuk RSAM : 30-09-2019

I. IDENTITAS
A. Pasien
Nama : Bayi AD

Tempat / Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 21 Agustus 2019

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 51 hari

B. Orang Tua Pasien


Ayah Ibu

Nama : Tn. D Ny. I

Umur : 27 tahun 27 tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMA SMP

Pekerjaan : Pedagang IRT

Case Report 1
ANAMNESIS

Alloanamnesis dari keluarga pasien, tanggal 13 Oktober 2019

Keluhan Utama : Sesak

Keluhan Tambahan : bayi tampak lemah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan bayi kurang bulan rujukan dari Restu Bunda, dikirim ke RSAM dengan
keluhan utama sesak nafas. Bayi terlihat sesak setelah tersedak air susu BWL dengan cara
bayi diminumkan saat digendong dengan posisi kepala yang tidak lebih tinggi dari bagian
tubuh yang lain, lalu setelah minum susu langsung diposisikan tidur dan setelah itu bayi
tersedak dan terlihat sesak. Saat hamil ibu pasien memiliki riwayat mengalami perdarahan
tiba-tiba setelah coitus dengan suami. Riwayat flek – flek saat coitus sebelumnya sudah
pernah dialami 2x. Ibu juga mengeluh perut kencang dan mulas sehingga langsung dibawa ke
Restu Bunda dan telah bukaan 8. Pasien lahir tanggal 21 agustus 2019, jam 11.00 WIB, di
Restu Bunda pasien lahir spontan dengan BB lahir 1000 gram dengan PB lahir 45 cm, letak
kepala, tidak langsung menangis dan gerak pasif, ditolong dokter dan tali pusat langsung
dipotong. Letak ari-ari normal, ketuban belum pecah saat pembukaan 8 cm sehingga
dipecahkan oleh dokter, dan ketuban jernih. Tidak ada kelainan bawaan dan anus (+). Pasien
pun dirawat selama 3 minggu kemudian pulang dengan BB 1200 gram. 4 hari kemudian balik
ke rumah sakit restu bunda dikarenakan tersedak saat meminum susu dan kemudian pasien
dipulangkan setelah kondisi pasien membaik, 4 hari setelah pulang kerumah pasien datang
kembali dengan keluhan tersedak dan nafas bayi sangat sesak sehingga Rumah Sakit Restu
Bunda memutuskan untuk merujuk bayi ke RSAM untuk dirawat di ruang perinatologi
dikarenakan bayi membutuhkan CPAP. Kondisi bayi saat dirujuk nadi 138x/menit, suhu 36,7
C, Frekuensi nafas 55x/menit. Tindakan yang telah dilakukan yaitu pemasangan O2 ½ lpm.
Terapi yang sudah diberikan bactesyin 50mg/12 jam, Kaen 4B 200c/hari. Saat ini bayi
berusia 51 hari dan dilakukan perawatan di ruang peinatology lt.2 dengan keadaan tampak
lemah, menangis ketika diberikan rangsangan, terpasang OGT, dan masih menggunakan
oksigen.

Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu memiliki riwayat kista dan menjalani operasi pada bulan Juli tahun 2018 (3 bulan sebelum
hamil anak kedua). Riwayat ibu mempunyai penyakit (DM, jantung, penyakit kuning, tekanan
darah tinggi, kelainan darah) tidak ada. Riwayat ibu selama hamil dengan demam tidak ada.
Riwayat ibu pada saat BAK nyeri atau jumlah berkurang serta frekuensi menjadi lebih sering
dari biasanya tidak ada. Riwayat ibu jatuh, trauma selama hamil tidak ada.

Case Report 2
Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan
Riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tekanan darah tinggi ada, nenek. Penyakit
diabetes, jantung, penyakit kuning, kelainan darah tidak ada. Riwayat keluarga melahirkan
bayi kecil prematur tidak ada. Riwayat keluarga penderita memelihara binatang peliharaan
berupa kucing tidak ada.

Riwayat Kehamilan :

Merupakan anak ketiga, G3P2A1. Anak pertama lahir dengan BB 3200 gr PB 47 cm. Anak
kedua abortus saat usia 3 bulan. Sebelumnya ibu memiliki riwayat operasi kista pada bulan
Juli 2018, lalu 3 bulan setelahnya ibu hamil anak kedua namun saat usia kehamilan 3 bulan
pasien mengalami keguguran, lalu sebulan setelah keguguran pasien hamil anak ke 3. HPHT
ibu 6 Februari 2019. Selama hamil ibu pasien rutin kontrol setiap bulan ke dokter. Ibu rutin
meminum vitamin, Ibu makan dan minum susu dengan teratur saat usia kandungan 3 dan 4
bulan, selain itu ibu kurang nafsu makan dan hanya makan 1 x sehari dan tidak meminum
susu. ibu tidak imunisasi saat hamil. Ibu mengecek Hbsag, HIV, GDS saat hamil dan hasil
yang diketahui ibu normal, ibu sempat USG 2X Pada saat kehamilan penyakit hipertensi dan
DM disangkal. Riwayat penyakit infeksi saat hamil tidak ada. Pada usia kehamilan 28 minggu,
ibu pasien mengalami perdarahan setelah coitus, lalu keluarga membawa ibu pasien ke rumah
sakit, dan akhirnya bayi dilahirkan. Ibu mengalami keputihan saat hamil. ibu sering membawa
bawaan berat saat hamil.

Riwayat Persalinan

Bayi dilahirkan secara spontan pada tanggal 21 Agustus 2019, dengan presentasi kepala atas
indikasi ibu perdarahan ante partum, bayi lahir dengan kurang bulan sesuai masa kehamilan di
Restu Bunda dengan berat 1000gr dan panjang 45cm, jenis kelamin perempuan. Bayi tidak
memiliki kelainan bawaan, anus (+). Bayi lahir tidak langsung menangis dan gerak pasif,
riwayat pemberian obat pematangan paru ibu maupun keluarga tidak mengetahui sudah
diberikan atau tidak.

Riwayat Makanan
Bayi mendapatkan ASI setelah lahir selama 2 minggu, lalu setelah itu diberikan ASI dan
tambahan susu BWL.

Riwayat Imunisasi
Bayi belum pernah diimunisasi.

Case Report 3
1. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak Sakit sedang

Kesadaran : Sadar

Aktivitas : Hipoaktif, tangisan lemah.

Suhu : 36,7°C

Frekuensi nadi : 137x/ menit isi cukup

Frekuensi nafas : 48x/ menit

Saturasi Oksigen : 99%

Berat Badan : 1300 g

Panjang Badan : 45 cm

Pemeriksaan Umum

 Warna kulit : Merah muda

 Pucat : (-)

 Sianosis : (-)

 Ikterus : (-)

 Oedem : (-)

 Turgor : Baik

 Cacat bawaan : tidak ada

Case Report 4
Pengukuran

BB saat lahir : 1000 gram


BB saat ini : 1300 gram ( Persentil <3)
PB : 45 cm (Persentil 50)
Lingkar kepala : 28 cm (Persentil 3)
Lingkar dada : 23,5 cm
Lingkar perut : 27,5 cm
LILA : 7 cm

Status Generalis

Kepala

- Bentuk : Mikrocephal, Bentuk bulat, simetris. Fontanel datar, sutura terpisah


- UUB : belum menutup dan tidak menonjol
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, tumbuh merata
- Mata : Kelopak mata tidak oedem, konjungtiva anemis (-), sklera
- Ikterik (-), pupil isokor (1mm/1mm), refleks pupil baik, mata terbuka spontan.
- Telinga : Kelengkungan baik, lunak, simetris
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung(-), sekret (-),
menggunakan nasal canul 1L/menit.
- Mulut : Bibir agak kering, lidah bersih, stridor (-), sianosis perioral(-), langit-langit intak,
palatoschizis (-), menggunakan OGT No.5, sekret (+) sedikit bening encer.

Leher

- Bentuk : Simetris, lesi (-), massa (-)


- Trakhea : Deviasi (-)
- KGB : Tidak membesar

Case Report 5
Thoraks
- Bentuk dan gerak : Simetris, lesi (-), massa (-)

- Retraksi Suprasternal : (-)

- Retraksi substernal : (-)

- Retraksi intercostal : (-)

- Retraksi Subcostal : (-)

- Payudara : Areola sedikit menonjol 1-2mm

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS 4

- Perkusi : Sulit dinilai

- Auskultasi : Bunyi jantung I–II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru – paru
ANTERIOR POSTERIOR

KIRI KANAN KIRI KANAN

Inspeksi Pergerakan Pergerakan Pergerakan Pergerakan


pernafasan simetris; pernafasan pernafasan simetris pernafasan simetris
simetris;

Palpasi Fremitus taktil = Fremitus taktil = Fremitus taktil = Fremitus taktil = kiri
kanan kiri kanan

Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor

Case Report 6
Auskultasi Suara nafas Suara nafas Suara nafas Suara nafas vesikuler
vesikuler vesikuler vesikuler
Ronkhi (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-)
Wheezing (-) Wheezing (-) Wheezing (-)

Abdomen
- Inspeksi : Datar, lembut, Hernia umbilicalis (-).
- Palpasi : organomegali (-), distensi (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit

Genitalia externa

- Kelamin : Klitoris menonjol, labium minor dan mayor membesar

-Anus : Ada

Ekstremitas

Superior : Oedema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik.

Inferior : Oedema (-/-), Sianosis (-), akral hangat, CRT< 2 detik.

Neurologis

Refleks fisiologis (+/+)

Refleks moro (+).

Refleks isap (+) lemah.

Refleks rooting (+).

Refleks genggam plantar dan palmar (+).

Refleks patologi

Case Report 7
- Babinsky (+/+)
- Chaddock (-/-)
- Gordon (-/-)
- Gonda (-/-)
- Schaefer (-/-)
- Hoffenheim (-/-)

Total Score : 1 (Tidak ada gawat napas)

Usia Gestasi dan Usia Kronologis

◉ Pasien tidak dilakukan ballard score karena pasien ke abdul muluk untuk perawatan sudah berusia

>48 jam (51 hari) dan tidak terdapat data ballard score dari rujukan. Oleh karena itu usia gestasi

pasien menggunakan patokan HPHT ibu yaitu pada tanggal 6 Februari 2019 dan bayi lahir pada

21 Agustus 2019 sehinggan usia kehamilan28 minggu.

◉ Pasien saat ini sudah berusia 51 hari bila dikonversikan ke minggu menjadi 7 minggu. Sehingga

usia kronologis pasien yaitu 28+7 minggu.

Case Report 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pada 30 September 2019

Hematologi Lengkap

Hasil Nilai Rujukan

Hb 6,7 10,3 – 17,9 g/dL

Leukosit 8900 -

Eritrosit 2,0 3,2 – 5,6 juta/µL

Hematokrit 21 31 - 59 %

Trombosit 262000 229.000 – 553.000/µL

MCV 103 82-126 Fl

MCH 33 26 – 38 pg

MCHC 32 30 – 35 g/dL

Hitung Jenis

Basofil 0 0-8%

Batang 0 0-8%

Segmen 39 17-60%

Eosinofil 0 0-8%

Limfosit 45 20-70%

Monosit 15 1-11%

LED 90 0-15mm/jam

Natrium 138 135-145

Kalium 3.3 3.5-5.0

Kalsium 7.3 8.6-10

Clorida 106 96-106

CRP 24 <6 mg/L

Case Report 9
kuantitatif

Dilakukan 4 Oktober 2019

Hasil Nilai Rujukan

Hb 12,1 12,3-17,9g/dL

Protein 3,6 6,4-8,3 g/dl


total

Albumin 2,2 3,5-5,2 g/dl

Globulin 1,4 2,3-3,5 g/dl

Dilakukan pada 9 Oktober 2019

Hasil Nilai Rujukan

Hb 11,9 12,3-17,9g/dL

Protein 3,5 6,4-8,3 g/dl


total

Albumin 2,4 3,5-5,2 g/dl

Globulin 1,1 2,3-3,5 g/dl

Case Report 10
Pemeriksaan abdomen

Kesan :

Perbercakan di perihiler bilateral ec suspek bronkopneumonia

Tidak tampak kardiomegali, adanya CHD belum dapat disingkirkan

Case Report 11
RESUME

Pasien merupakan bayi kurang bulan rujukan dari Restu Bunda, dikirim ke RSAM dengan keluhan utama
sesak nafas. Bayi terlihat sesak setelah tersedak air susu BWL. Saat hamil ibu pasien memiliki riwayat
mengalami perdarahan tiba-tiba setelah coitus dengan suami. Pasien lahir tanggal 21 agustus 2019, jam
11.00 WIB, di Restu Bunda pasien lahir spontan dengan BB lahir 1000 gram dengan PB lahir 45 cm,
letak kepala, tidak langsung menangis dan gerak pasif, ditolong dokter dan tali pusat langsung dipotong.
Letak ari-ari normal, ketuban belum pecah saat pembukaan 8 cm sehingga dipecahkan oleh dokter, dan
ketuban jernih. Tidak ada kelainan bawaan dan anus (+).Saat ini bayi berusia 51 hari dan dilakukan
perawatan di ruang peinatology lt.2 dengan keadaan tampak lemah, menangis ketika diberikan
rangsangan, dan masih menggunakan oksigen.

Ibu memiliki riwayat kista dan menjalani operasi pada bulan Juli tahun 2018 (3 bulan sebelum hamil anak
kedua). Riwayat keluarga tidak ada penyakit yang berhubungan. Ibu memiliki riwayat operasi kista pada
bulan Juli 2018, lalu 3 bulan setelahnya ibu hamil anak kedua namun saat usia kehamilan 3 bulan pasien
mengalami keguguran, lalu sebulan setelah keguguran pasien hamil anak ke 3. HPHT ibu 6 Februari
2019. Pada usia kehamilan 28 minggu, ibu pasien mengalami perdarahan setelah coitus, lalu keluarga
membawa ibu pasien ke rumah sakit, dan akhirnya bayi dilahirkan. Ibu mengalami keputihan saat hamil.
riwayat pemberian obat pematangan paru ibu maupun keluarga tidak mengetahui sudah diberikan atau
tidak.Bayi mendapatkan ASI setelah lahir selama 2 minggu, lalu setelah itu diberikan ASI dan tambahan
susu BWL. Bayi belum pernah diimunisasi.

Pemeriksaan Fisik :

Status Present

Keadaan umum : Tampak Sakit sedang

Kesadaran : Sadar

Aktivitas : Hipoaktif, tangisan lemah.

Suhu : 36,7°C

Frekuensi nadi : 137x/ menit isi cukup

Frekuensi nafas : 48x/ menit

Saturasi Oksigen : 99%

Berat Badan : 1300 g

Case Report 12
Panjang Badan : 45 cm

Kulit : tidak ada kelainan

Down Score : 1 (tidak ada gawat napas)

Usia Gestasi dan Usia Kronologis : 28+7 minggu.

Pengukuran

BB saat lahir : 1000 gram


BB saat ini : 1300 gram ( Persentil <3)
PB : 45 cm (Persentil 50)
Lingkar kepala : 28 cm (Persentil 3)
Lingkar dada : 23,5 cm
Lingkar perut : 27,5 cm
LILA : 7 cm

Status Generalis

Kepala : Hidung menggunakan nasal canul 1L/menit, Mulut : menggunakan OGT No.5, sekret (+) sedikit
bening encer.

Leher : tidak ada kelainan

Thoraks : tidak ada kelainan

Jantung : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan


Genitalia externa : tidak ada kelainan

Ekstremitas: tidak ada kelainan

Neurologis : Refleks isap (+) lemah.

Case Report 13
Pemeriksaan Penunjang

HB : 11,9

Protein total 3,5

Albumin 2,4

Globulin 1,1

Kalium 3.3

Kalsium 7.3

Kesan : Hipoproteinemia, hipoalbuminemia dan hipoglobulinemia

Babygram Kesan :

Perbercakan di perihiler bilateral ec suspek bronkopneumonia

Tidak tampak kardiomegali, adanya CHD belum dapat disingkirkan

Diagnosis Kerja :

1. Prematuritas Murni (NKB-SMK)


2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
3. Bronkopneumonia
4. Hipoalbuminemia
5. Hipokalemia
6. Hipokalsium
7. Suspect CHD

Penatalaksanaan

1. Pemberian Antibiotik cefosulbac dan Amikasin


2. Pemberian cairan enteral (Susu 25cc/3jam)
3. Nistatin 4 x 1 cc
4. Interlac 1 x 5 gtt
5. Zamel 1 x 0.5 xx
6. Albumin 5cc 3x selama 3 hari
Case Report 14
7. Kcl 2,8 cc
8. Ca glukonas 3,6 cc
9. Speech Terapi
10. Kanggoroo Mother care

Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Case Report 15
Hasil Follow Up

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TATALAKSANA

30/9/2019 S/: Rawat dalam inkubator


(pertahankan suhu 36,5-37,5)
(hari perawatan ke 1) sesak (+), Pucat (+)
O2 1L/mnt
Pukul 15:15
IVFD D10%
BB: 1.200 gram O/:
Bolus D10%
Usia: 39 hari tampak sakit sedang
Cek DL
HR: 120X/menit
Cek GDS
RR: 62X/menit
Monitoring
T:35,6 C

SpO2: 99%

GDS: 19

Lingkar kepala: 26 cm

Panjang badan: 43 cm

Kepala: simetris, UUB cekung

Hidung: nafas cuping hidung (+), nasal canule (+)

Telinga: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (+), cor: BJ 1&2 reguler,


bising jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-),
wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral dingin, CRT <3detik

Down Score : 4

Balance cairan: +15 cc

Diuresis: 4,6 cc/kg/jam

Case Report 16
GIR: 7

A/

BBLSR + prematur + Respiratoy distres syndrome


susp.HMD + susp. Bronkopneumonia

1/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(hari rawatan ke 2) Sesak (+), Demam (+) Susu 20cc/3 jam (OGT)

Pukul 06.00 D10% 123 cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 7,2%

Usia: 40 hari tampak sakit sedang Kcl 2,8 cc

HR: 120X/menit Ca glukonas 3,6 cc

RR: 65X/menit Aminosteril 70 cc

T:37,7 Smoflipid 21cc

SpO2: 95% Ampisulbactam 60 mg/8 jam

Lingkat kepala: 26 cm Gentamisin 6 mg/24jam

Panjang badan: 43cm Tranfusi PRC 18 CC

Kepala: simetris, UUB datar Aminopilin loading 7,2 mg dan


maintenance 3,6mg/12 jam
Hidung: nafas cuping hidung (+), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)


R/ rontgen thorax abdomen
Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (+), cor: BJ 1&2 reguler,


bising jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-),
wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3detik

Down score : 4

Balance cairan: +115 cc

Case Report 17
Diuresis: 4,5 cc/kg/jam

GIR: 6,9

Lab:

Hb: 6,7 g/dl

Leukosit: 8.900 /ul

Eritrosit: 2,0 juta/ul

Ht: 21%

Trombosit: 262.000 /ul

MCV: 103 fl

MCH: 33 pg

LED: 90 mm/jam

Na: 138 mmol/L

K: 3,3 mmol/L

Ca: 7,3 mg/dl

Cl: 106: mmol/L

CRP: +24

A/:

BBLSR + prematur + Respiratoy distres syndrome


susp.HMD + susp. Bronkopneumonia + anemia +
hipokalemia + Hipokalsemia

2/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(hari rawatan ke 3) Sesak (+) Susu 20cc/3 jam (OGT)

Pukul 06.00 D10% 62 cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 7,2cc

Usia: 41 hari tampak sakit sedang Kcl 3,6cc

HR: 132X/menit Ca glukonas 4,8cc

RR: 58X/menit Aminosteril 70cc

T:36,5 C Smof lipid 21cc

Case Report 18
SpO2: 97% Ampisulbac 60 mg/8 jam

Lingkat kepala: 26 cm Gentamicin 6mg/24 jam

Panjang badan: 43 cm Aminopilin 3,6 mg/12 jam

Kepala: simetris, UUB datar Tranfusi PRC 18 CC

Hidung: nafas cuping hidung (+), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (+), cor: BJ 1&2 reguler,


bising jantung (-), Pulmo: vesikler menurun (+), ronki (-
), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 3

Balance cairan: +126 cc

Diuresis: 4,9 cc/kg/jam

GIR: 4

Babygram:

Perbecakan di perihiler bilateral e.c susp.


Bronkopneumonia

Tidak tampak cardiomegali, adanya CHD blm dapat


disingkirkan

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + anemia +


hipokalemia + Hipokalsemia + Susp CHD

3/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(hari rawatan ke 4) Sesak (+) Susu 20cc/3 jam (OGT)

Case Report 19
Pukul 06.00 D10% 58 cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 7,2cc

Usia: 42 hari tampak sakit sedang Kcl 3,6cc

HR: 170X/menit Ca glukonas 4,8cc

RR: 58X/menit Aminosteril 70cc

T:35,8 C Smof lipid 21cc

SpO2: 98% Ampisulbac 60 mg/8 jam

Lingkat kepala: 26 cm Gentamicin 6mg/8 jam

Panjang badan: 43 cm Aminopilin 3,6mg/12 jam

Kepala: simetris, UUB datar Nistatin 4X1cc

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+) Interlac 1X5 gtt

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler menurun (+), ronki (-),
wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 2

Balance cairan: +79 cc

Diuresis: 3,7 cc/kg/jam

GIR: 3,9

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + anemia +


hipokalemia + Hipokalsemia + Susp CHD

4/10/2019 S/: O2 1L/mnt

Case Report 20
(hari rawatan ke 5) Sesak (+) Susu 25cc/3jam

Pukul 06.00 D10% 58cc

BB: 1.100 O/: Nacl 3% 7,2 cc

Usia: 43 hari tampak sakit sedang Kcl 3,6 cc

HR: 171X/menit Ca glukonas 4,8 cc

RR: 55X/menit Aminopilin 3,6 mg/12jam

T:38 C Cefosulbac 55mg/12 jam

SpO2: 95% Amikasim 8,3 mg/12 jam

Lingkat kepala: 26 cm Nistatin 4X1cc

Panjang badan: Interlac 1X5gtt

Kepala: simetris, UUB datar Albumin 5cc

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Dwon score : 1

Balance cairan: +55 cc

Diuresis: 4,5 cc/kg/jam

GIR: 4,5

Lab:

Hb: 12,1 g/dl

Protein total: 3,6 g/dl

Case Report 21
Albumin: 2,2 g/dl

Globulin: 1,4 g/dl

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

5/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(hari rawatan ke 6) hipoaktif Susu 20cc/3 jam OGT

Pukul 06.00 D10% 58cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 4,4 cc

Usia: 44 hari tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc

HR: 131X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 52X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:37,1 C Amikakim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 96% Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 26,5 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 43,5 cm Albumin 5cc

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +70 cc

Case Report 22
Diuresis: 3,7 cc/kg/jam

GIR: 3,7

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

6/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(rawatan hari ke 7) hipoaktif Susu 20cc/3 jam OGT

Pukul 06.00 D10% 58cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 4,4 cc

Usia: 44 hari tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc

HR: 172 X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 55 X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:36,8 C Amikasim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 92 % Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 26,5 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 43,5 cm Albumin 5cc

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Balance cairan: +98 cc

Diuresis: 3,4 cc/kg/jam

Case Report 23
GIR: 4,5

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

7/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(rawatan hari ke 8) hipoaktif Susu 20cc/3 jam

Pukul 06.00 D10% 53 cc

BB: 1.100 gram O/: Nacl 3% 4,4 cc

Usia: 45 hari tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc

HR: 121X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 44X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:36,7 C Amikasim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 99% Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 26,5 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 43,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 1

Balance cairan: +101 cc

Diuresis: 3,7 cc/kg/jam

Case Report 24
GIR: 4,5

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

S/: O2 1L/menit
8/10/2019
Hipoaktif Susu 20cc/3 jam
(Rawatan hari ke 9)
D10% 50 cc
Pukul 06.00
O/: Nacl 3% 4,4 cc
BB: 1.200 gram
tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc
Usia: 46 hari
HR: 157X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 56X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:36,7 C Amikasim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 91% Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 27 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 44 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: -90 cc

Diuresis: 3,8 cc/kg/jam

Case Report 25
GIR: 4,1

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

S/: O2 1L/mnt
9/10/2019
Hipoaktif Susu 20cc/3 jam
(Rawatan hari ke 10)
D10% 50 cc
Pukul 06.00
O/: Nacl 3% 4,4 cc
BB: 1.300 gram
tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc
Usia: 47 hari
HR: 147X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 44X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:36,5 C Amikasim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 94% Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 27 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 44 cm Zamel 1X0,5 cc

Kepala: simetris, UUB datar Albumin 5cc

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +69 cc

Diuresis: 3,2 cc/kg/jam

Case Report 26
GIR: 3,8

Lab:

Protein total 3,5 g/dl

Albumin 2,4 g/dl

globu;in 1,4 g/dl

HB:12,1 g/dl

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

10/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(rawatan hari ke 11) Hipoaktif Susu 20cc/3 jam

Pukul 06.00 D10% 50 cc

BB: 1.300 gram O/: Nacl 3% 4,4 cc

Usia: 48 hari tampak sakit sedang Kcl 2,2 cc

HR: 129X/menit Ca glukonas 3,3 cc

RR: 52X/menit Cefosulbac 55mg/12 jam

T:36,5 C Amikasim 8,3 mg/12 jam

SpO2: 94% Nistatin 4X1 cc

Lingkat kepala: 27,5 cm Interlac 1X5 gtt

Panjang badan: 44,5 cm Zamel 1X0,5 cc

Kepala: simetris, UUB datar Albumin 5cc

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Case Report 27
Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: -12 cc

Diuresis: 5,4 cc/kg/jam

GIR : 4

Laboratorium :

Hb: 11,9

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

11/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(rawatan hari ke 12) Hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 25cc/3jam

BB: 1300 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 49 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 129X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 56X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,5 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 94% Albumin 5cc

Lingkat kepala: 27,5 cm

Panjang badan: 44,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Case Report 28
Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 1

Balance cairan: -18 cc

Diuresis: 4,4 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

12/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 13) hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 25cc/3jam

BB: 1.300 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 50 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 119X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 46X/menit Interlac 1X5 gtt

T:35,9 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 97%

Lingkat kepala: 27,5 cm

Panjang badan: 44,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Case Report 29
Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 1

Balance cairan: +93 cc

Diuresis: 2,8 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

13/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 14) hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 25cc/3jam

BB: 1300 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 51 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 153 X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 45 X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,6 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 98%

Lingkat kepala: 28 cm

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Case Report 30
Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising
jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 1

Balance cairan: +68 cc

Diuresis: 3,2 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

14/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 15) Hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1.300 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 52 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 141X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 46X/menit Interlac 1X5 gtt

T:34,7 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 96%

Lingkat kepala: 28 cm R/ echocardiografi tgl


21/10/2019
Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising

Case Report 31
jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +135 cc

Diuresis: 1,6 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

15/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 16) Hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1.300 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 53 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 141X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 46X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,6 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 98%

Lingkat kepala: 28 cm

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Case Report 32
Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: -2 cc

Diuresis: 2,8 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

16/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 17) Hipoaktif KMC

Pukul 06.00 Susu 30 cc/3jam

BB: 1.400 gram O/: Cefosulbac 55 mg/12 jam

Usia: 54 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 137X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 48X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,4 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 99%

Lingkat kepala: 28 cm

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Case Report 33
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +44 cc

Diuresis: 3,5 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

17/10/2019 S/: O2 1L/menit

(Rawatan hari ke 18) Tampak lemah, gerakan mulai aktif, menangis kuat saat KMC
dirangsang,.
Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1400 gram Cefosulbac 55 mg/12 jam


O/:
Usia: 55 hari Amikasim 8,3 mg/12 jam
tampak sakit sedang
Nistatin 4X1 cc
HR: 160X/menit
Interlac 1X5 gtt
RR: 52X/menit
Zamel 1X0,5 cc
T:36,2 C

SpO2: 95%
R/Speech terapi
Lingkat kepala: 28 cm

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Case Report 34
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down score : 1

Balance cairan: +74 cc

Diuresis: 7,1 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia +


Hipokalemia + Hipokalsemia + Hipoalbumin +
Susp.CHD

18/10/2019 S/: O2 1L/menit

(Rawatan hari ke 19) Tampak lemah, hanya menangis lemah, gerakan aktif KMC

Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1.400 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 56 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 160X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 44X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,8 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 99%

Lingkat kepala: 28 cm R/Speech terapi

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Case Report 35
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +90 cc

Diuresis: 2,3 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

19/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 20) Bayi tampak lemah, menangis (+), gerakan aktif. KMC

Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1.400 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 57 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 129X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 48X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,0 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 99%

Lingkar kepala: 28 cm R/Speech terapi

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Case Report 36
Down score : 1

Balance cairan: +134 cc

Diuresis: 1,1 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

20/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 21) Bayi tampak lemah, menangis (+), gerakan aktif. KMC

Pukul 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1450 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 58 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 143 X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 54 X/menit Interlac 1X5 gtt

T:37,5 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 97%

Lingkat kepala: 28 cm R/Speech terapi

Panjang badan: 45 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Case Report 37
Down Score : 1

Balance cairan: +57 cc

Diuresis: 2,8 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Susp.CHD

21/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 22) Tampak lemah, nangis (+), gerakan aktif. KMC

Pukul: 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1450 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 59 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 143 X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 54 X/menit Interlac 1X5 gtt

T:37,5 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 97% PRC 1X22 cc

Lingkat kepala: 28,5 cm Speech terapi

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Case Report 38
Balance cairan: +64 cc

Diuresis: 4 cc/kg/jam

Lab:

HB: 8,9

Echocardiografi:

PDA (-)

Echo normal

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

22/10/2019 S/: KMC

(Rawatan hari ke 23) Tampak lemah, gerakan kurang aktif, menangis kuat Susu 30cc/3jam
saat dirangsang, terkadang sianosis saat oksigen dilepas.
Pukul: 06.00 Cefosulbac 55mg/12 jam

BB: 1450 gram Amikasim 8,3 mg/12 jam


O/:
Usia: 60 hari Nistatin 4X1 cc
tampak sakit sedang
Interlac 1X5 gtt
HR: 124 X/menit
Zamel 1X0,5 cc
RR: 48 X/menit
PRC 1X22 cc
T:36,6 C
Speech terapi
SpO2: 98%

Lingkat kepala: 28.5 cm

Panjang badan: 45.5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (-)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (+), pucat (-)

Case Report 39
Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 2

Balance cairan: +67 cc

Diuresis: 3,1 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

23/10/2019 S/: O2 1L/mnt

(Rawatan hari ke 24) Tampak lemah, nangis jarang, gerak mulai aktif. KMC

Pukul: 06.00 Susu 30cc/3jam

BB: 1450 gram O/: Cefosulbac 55mg/12 jam

Usia: 61 hari tampak sakit sedang Amikasim 8,3 mg/12 jam

HR: 154 X/menit Nistatin 4X1 cc

RR: 54 X/menit Interlac 1X5 gtt

T:36,2 C Zamel 1X0,5 cc

SpO2: 96% PRC 1X22 cc

Lingkat kepala: 28,5 cm Speech terapi

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-), nasal canule (+)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Case Report 40
Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising
jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 1

Balance cairan: +32 cc

Diuresis: 4 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

24/10/2019 S/: KMC

(Rawatan hari ke 25) Tampak lemah, nangis jarang, gerak mulai aktif. Susu 30 cc/3jam

Pukul: 06.00 Nistatin 4X1 cc

BB: 1450 gram O/: Interlac 1X5 gtt

Usia: 62 hari tampak sakit sedang Zamel 1X0,5 cc

HR: 142 X/menit OMZ 2 mg/hari

RR: 40 X/menit

T:36,6 C

SpO2: 96%

Lingkat kepala: 28,5 cm

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising

Case Report 41
jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 0

Balance cairan: +12 cc

Diuresis: 3,27 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

25/10/2019 S/: KMC

(Rawatan hari ke 26) Tampak lemah, nangis jarang, gerak mulai aktif. Susu 30 cc/3jam

Pukul: 06.00 Ronem 50 mg/8jam

BB: 1450 gram O/: Nistatin 4X1 cc

Usia: 63 hari tampak sakit sedang Interlac 1X5 gtt

HR: 142 X/menit Zamel 1X0,5 cc

RR: 40 X/menit OMZ 2 mg/hari

T:36,6 C

SpO2: 96%

Lingkat kepala: 28,5 cm

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Case Report 42
Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 0

Balance cairan: +102 cc

Diuresis: 2,67 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

26/10/2019 S/: KMC

(Rawatan hari ke 27) Tampak lemah, nangis jarang, gerak mulai aktif. Susu 30 cc/3jam

Pukul: 06.00 Ronem 50 mg/8jam

BB: 1450 gram O/: Nistatin 4X1 cc

Usia: 64 hari tampak sakit sedang Interlac 1X5 gtt

HR: 154 X/menit Zamel 1X0,5 cc

RR: 47 X/menit OMZ 2 mg/hari

T:36,5 C

SpO2: 96%

Lingkat kepala: 28,5 cm

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Case Report 43
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Down Score : 0

Balance cairan: +100 cc

Diuresis: 2,9 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

27/10/2019 S/: KMC

(Rawatan hari ke 28) Tampak lemah, nangis jarang, gerak mulai aktif. Susu 30 cc/3jam

Pukul: 06.00 Ronem 50 mg/8jam

BB: 1450 gram O/: Nistatin 4X1 cc

Usia: 65 hari tampak sakit sedang Interlac 1X5 gtt

HR: 154 X/menit Zamel 1X0,5 cc

RR: 47 X/menit OMZ 2 mg/hari

T:36,5 C Pasien dipulangkan

SpO2: 96%

Lingkat kepala: 28,5 cm

Panjang badan: 45,5 cm

Kepala: simetris, UUB datar

Hidung: nafas cuping hidung (-)

Teling: sekret (-)

Mata: ikterik (-), cekung (-), anemis (-)

Mulut: terpasang OGT, sianosis (-), pucat (-)

Leher: pembesaran KGB (-)

Thorax: simetris, retraksi (-), cor: BJ 1&2 reguler, bising


jantung (-), Pulmo: vesikler (+), ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: distensi (-), bising usus (+), tali pusat layu

Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik

Case Report 44
Down Score : 0

Balance cairan: +94 cc

Diuresis: 2,67 cc/kg/jam

A/:

BBLSR + prematur + Bronkopneumonia + hipokalemia


+ Hipokalsemia + Hipoalbumin + Anemia

II TINJAUAN PUSTAKA

I. BAYI BERAT LAHIR RENDAH & PREMATURITAS

Case Report 45
Definisi

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Dalmanik, 2008). Sumber lain
mendefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir dibawah persentil 10 dari perkiraan
berat menurut masa gestasi (Stoll, 2007).

1) Prematuritas murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasanya disebut neonates kurang bulan‐sesuai untuk masa
kehamilan (NKB‐SMK). Di Indonesia (RSCM Jakarta), kejadian bayi premature berkisar
antara 22‐24% dari semua bayi yang dilahirkan 1 tahun. Menurut besarnya angka
prematuritas ini, bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

Faktor ibu

penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilannya misalnya pendarahan


antepartum,dll. Kemudian ada faktor usia ibu, misalnya faktor terbanyak karena usia ibu
dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak kehamilannya terlalu dekat. Selain itu
ada Keadaan social‐ekonomi misalnya bagi keluarga yang sosio‐ekonominya rendah maka
angka kejadian prematuritasnya meningkat.

Faktor janin

hidramnion, dan kembar umumnya akan menyebabkan lahir bayi BBLR Selain penyebab
yang telah dijelaskan diatas ada lagi karakter klinisnya yaitu tergantung dari maturitasnya
atau lamanya masa gestasi. Dikatakan BBLR jika BB kurang dari 2500 gram, panjang badan
kurang dari sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari
33 cm. pemeriksaannya pada telinga, mamma, kelamin, telapak kaki, reaksi pupil, reflek
glabela, reflek tarik, neck tighting, head to ear manuever, scarf manneuver (oleh Monintja).

2) Dismaturitas

Dismaturitas adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan lahir kurang dibandingkan
dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi bayi itu (Kecil Masa Kehamilan).

Case Report 46
Dismaturitas dapat terjadi pada preterm, term, post term (postmatur). Nama lain yang sering
digunakan adalah kecil untuk masa kehamilan (KMK), insufisiensi plasenta. Penyebab dari
dismaturitas ialah keadaan yang menggangu pertukaran zat antara ibu dan janin. Seperti
yang telah dijelaskan tadi klo dismaturitas ini bisa terjadi pada preterm, term, post term
(postmatur), jika terjadi pada preterm biasanya terlihat gejala BB kurang dari 2500 gram,
karakteristik fifiknya sama kaya prematuritas dan mungkin ditambah retardasi pertumbuhan
dan wasting atau singkatnya : premature + retardasi pertumbuhan dan wasting.

Klasifikasi :

A.Berdasarkan berat lahir :

1. Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah

2. Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah

3. Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah

B.Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:

1.Kurang bulan : usia gestasi kurang dari 37 minggu.

2. Cukup bulan : usia gestasi >37 minggu atau lebih.

C.Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat diklasifikasikan menjadi:

1. SMK (sesuai masa kehamilan)

2. KMK (kecil masa kehamilan)

3. BMK (besar masa kehamilan).

Epidemiologi

Angka prevalensi dari BBLR adalah sekitar 10 % dari semua kehamilan. Jumlah ini
bervariasi pada tiap populasi. Sejumlah 3-5 % dari kejadian BBLR terjadi pada keadaan ibu
Case Report 47
yang sehat, dan lebih dari 25 % kejadian terjadi pada keaddan ibu dengan kehamilan resiko
tinggi (Dogra, 2006).

Belum didapatkan data akurat mengenai angka kejadian BBLR di Indonesia. Dari sebuah
laporan Departemen Kesehatan DI Yogyakarta pada tahun 2005, kejadian BBLR
berjumlah 10% dari seluruh kelahiran bayi di daerah tersebut pada tahun yang sama (Profil
Kesehatan Prov. DIY, 2005)

Faktor Risiko Kelahiran Bayi Prematur Berberat Badan Lahir Rendah

Berbagai faktor telah dikaitkan dengan kelahiran bayi prematur BBLR.Kurang lebih 25%
dari kelahiran bayi prematur berberat badan lahir rendah terjadi tanpa adanya faktor risiko,
yang menunjukkan pemahaman terbatas mengenai penyebab dan patofisiologi dari masalah
tersebut.Walaupun upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak dari faktor risiko
melalui perawatan sebelum kelahiran, insidens dari kelahiran bayi prematur BBLR belum
berkurang secara signifikan selama dekade terakhir. Sebagian besar kelahiran prematur
terjadi tanpa diketahui penyebabnya, namun menurut World Health Organization (WHO)
terdapat faktor risiko utama yang dikaitkan dengan prematur BBLR adalah:

1. Faktor Demografik

Ras telah dipelajari secara luas sebagai faktor risiko selama beberapa tahun.Wanita berkulit
hitam mengalami rasio kelahiran prematur dua kali lebih banyak dari wanita berkulit putih
dan dihitung untuk hampir sepertiga dari seluruh bayi prematur. Selain itu, usia ibu hamil
yang kurang dari 17 tahun atau lebih dari 34 tahun serta status soal ekonomi yang rendah.

2. Faktor Tingkah Laku

Nutrisi kehamilan yang buruk meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur BBLR.Perokok
dan penyalahgunaan obat-obatan berperan penting dan kemungkinan menghasilkan
vasokontriksi dari uteroplasenta yang mendorong peningkatan rasio kelahiran tiba-
tiba.Perawatan prenatal yang inadekuat juga sering dihubungkan dengan kelahiran prematur.

3. Kondisi Medis Kehamilan

Case Report 48
Sejarah kelahiran prematur pada kehamilan sebelumnya atau komplikasi perinatal
menempatkan wanita pada risiko yang lebih tinggi untuk kelahiran prematur.Faktanya,
kelahiran prematur pada anak pertama merupakan ramalan terbaik bagi kelahiran prematur
berikutnya.

Komplikasi kehamilan lain mencakup kelainan uterin dan servikal, trauma, perdarahan
vagina, polyhydramnios, ruptur prematur dari membran, dan chorioamnionitis. Penyakit
kehamilan akut ataupun kronis seperti infeksi saluran kemih, hipertensi , preeclampsia, dan
diabetes juga merupakan faktor risiko.

4. Faktor Janin

Kehamilan kembar, infeksi kronis janin (seperti infeksi TORCH yaitu toxoplasmosis,
rubella, and cytomegalovirus),dan anomali kromosom dan kongenital merupakan faktor
risiko.

5. Polusi Udara

Paparan polusi udara seperti zat-zat ozon, karbon monoksida,dan nitrat dioksida, telah
dilaporkan dalam beberapa penelitian meningkatkan risiko kelahiran prematur dalam dosis
tertentu.

6. Infeksi

Infeksi bakteri vaginosis dan intraurin merupakan faktor risiko umum dari kelahiran
prematur.Bakteri vaginosis dapat meningkatkan faktor risiko kelahiran sangat prematur
sebanyak dua kali lipat, dan infeksi intraurin berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi.
Infeksi yang terlokalisasi pada organ lain selain saluran reproduksi juga penting, salah
satunya infeksi periodontal yang memiliki risiko lebih dari dua kali lipat untuk kelahiran
prematur.

Patofisiologi

Case Report 49
Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah sebagai berikut
(Dalamik, 2008) :

 Plasenta
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan luas
permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigan juga transfer
oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang
diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan
pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus gangguan
pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta
pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan klinis yang
meliputi aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalah-
gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik), penyakit
ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta umbilikus yang abnormal, dan
tumor vaskular.
 Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin, yaitu
berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu dengan berat
badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil daripada yang
dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis status
nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena
kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh
lambat. Meskipun demikian, pada fase pertunbuhan trimester ketiga saat hipertrofi
seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika
masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan
pemberian tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi
buruk) menunjukkan bahwa kaloi tambahan lebih berpengaruh terhadap
peningkatan berat janin dibanding pernmbahan protein.
 Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin. Wanita-
wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan bayi dengan
gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki insidensi infeksi
Case Report 50
perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella kongenital dan
sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak
tergantung pada umur kehamilan saat mereka dilahirkan.
 Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi
genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecendrungan untuk
berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir rendah atau keil untuk masa
kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%), dan kebanyakan anita tersebut
dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hubungan antara berat lahir ibu dan janin
berlaku pada semua ras.

Berbagai masalah pada bayi kurang bulan

Ketidakstabilan bayi kurang bulan memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu


tubuh karena:

- Peningkatan kehilangan panas


- Berkurangnya lemak subkutan
- Resiko daerah permukaan terhadap berat badan yang tinggi
- Berkurangnya produksi panas karena tidak memuainya lemak coklat dan
ketidakmampuan untuk menggigil

Kesulitan bernafas

- Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke syndrome gawat pernafasan


- Risiko aspirasi karena refleks tersedak dan batuk yang buruk, pengisapan dan
penelanan yang tidak terkoordinasi
- Thoraks yang dapat menekuk dan otot pernafasan yang lemah
- Pernafasan periodic dan apnue.

Berbagai masalah gastrointestinal dan nutrisi

Case Report 51
- Refleks mengisap dan menelan yang buruk, terutama pada usia kehamilan kurang
dari 34 minggu
- Penurunan motilitas usus
- Penundaan pengosongan lambung
- Penurunan pencernaan dan absorbs berbagai vitamin yang larut dalam lemak
- Defisiensi enzim lactase pada brush border usus
- Menurunnya simpanan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh
- Meningkatnya resiko NEC

Ketidakmatangan hati

- Konyugasi dan ekskresi bilirubin yang terganggu


- Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K

Masalah masalah neurologis

- Refleks menghisap dan menelan yang kurang berkembang


- Penurunan motilitas usus
- Apnue dan bradikardi berulang
- Perdarahan intraventrikuler dan leukomalacia periventrikuler
- Pengaturan perfusi serebral yang buruk
- Ensepalopati iskemik hipoksik
- Retinopati premature
- Kejang
- Hipoksia

Ketidakmatangan Ginjal

- Ketidakmampuan untuk mengekskresi beban benda terlarut (solute) berukuran


besar

Case Report 52
- Akumulasi asam non organic dengan asidosis metabolic
- Eliminasi obat oleh ginjal mungkin sangat menurun
- Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hipernatremia, hiperkalemia, atau
glikosuria ginjal.

Ketidakmatangan imunologisResiko tinggi terkena infeksi karena:

- Bayi kurang bulan tidak mengalami transfer transplasental igG maternal selama
trismester tiga
- Fagositosis terganggu
- Penurunan berbagai faktor komplemen

Masalah-masalah kardiovaskular

- Duktus arteriosus paten (DAP) umum terjadi pada bayi kurang bulan
- Hipotensi atau hipertensi

Masalah-masalah hematologis

- Anemia (awitan dini atau lanjut)


- Hiperbilirubinemia terutama indirek
- Koaagulasi intravaskuler menyebar
- Penyakit perdarahan pada neonates

Masalah-masalah metabolisme

- Hipokalsemia
- Hipoglikemia atau hiperglikemia

Diagnosis

Kriteria diagnostik pada BBLR adalah sabagai berikut (Sukadi, 2002) :

Case Report 53
1. Menentukan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT),
ukuran uterus dan USG.
2. Penilaian janin :
 Klinis
Pengukuran berat dengan tinggi fundus. Taksiran berat janin diukur
dengan rumus Johnson’s yaitu :
(tinggi fundus – 12) x 135 = .... gr
 Kadar hormon ibu
Kadar estriol dan human placental lactogen rendah.
 USG
 Diameter biparietal < optimal
 Berkurangnya ukuran lingkaran abdomen menunjukkan bayi kecil
masa kehamilan yang asimetris
 Rasio lingkar kepala dan perut > 1 menunjukkan adanya bayi kecil
masa kehamilan yang asimetris
 Panjang femur yang rendah menunjukkan adanya bayi kecil masa
kehamilan yang simetris

3. Penilaian bayi baru lahir :


 Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan (sesuai dengan
batasan).
 Penentuan masa kehamilan berdasarkan HPHT dan atau berdasarkan
pemeriksaan fisik dan neurologis.

Berikutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang (untuk mengetahui ada tidaknya


infeksi, kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu) jika tidak ada riwayat
ibu menderita penyakit atau kelainan yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat
lahir rendah.

Nutrisi Parenteral Dan Enteral Pada BBLR

Case Report 54
Nutrisi parenteral biasanya diberikan pada hari pertama setelah bayi berisiko tinggi
beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin sebelum pemberian makanan secara enteral
dimulai.Bayi prematur dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko yang tinggi
terjadinya EKN dan nutrisi enteral harus diberikan secara berhati-hati. Nutrisi parenteral
harus diberikan dalam 24 jam pertama setelah lahir untuk meningkatkan asupan energi
dan homeostasis glukosa, menstabilkan balans nitrogen dan menghindari defisiensi asam
lemak esensial (Wiryo, 2004)

Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa insiden EKN menurun pada bayi dengan
berat lahir 1250-2500 gram yang diberi nutrisi enteral awal dalam jumlah sedikti (tropic
feeding) memberikan keuntungan yaitu memberi makan sel-sel usus dan menstimulasi
produksi hormon-hormon usus yang akan mempercepat proliferasi sel-sel usus yang
penting untuk adaptasi usus setelah lahir (Hendarto, 2002).

Kentungan pemberian asupan enteral sedini mungkin adalah:

- Menurunkan intoleransi terhadap pemberian asupan enteral penuh dicapai lebih


dini.
- Menurunkan hari nutrisi parenteral
- Menurunkan kolestasis
- Menurunkan jumlah hari rawat di rumah sakit tidak ada peningkatan insiden/ NEC

Beberapa kondisi yang dapat dijadikan pegangan untuk memulai memberikan nutrisi
enteral antara lain : 1. Tanda vital stabil, 2. Terdengar bising usus, 3. Abdomen tidak
membuncit, 4. Tidak ditemukan faktor-faktor risiko (asfiksia/nilai apgar rendah, sindrom
gawat napas, apneu/bradikard, sepsis, hipotensi), 5. Perkembangan fisis (terdapat
koordinasi menghisap dan menelan pada usia kehamilan 32-34 minggu, volume gaster
dan waktu pengosongan lambung) (Hendarto, 2002)

Cara pemberian asupan :

Terdapat dua cara pemberian asupan, yaitu asupan oral dan asupan melalui selang
nasogastrik atau orogastrik.

Pemberian asupan oral : Payudara / botol


Case Report 55
- Setidaknya usia 33 minggu kehamilan
- Tidak terdapat gawat napas (RR < 60/menit)

Pemberian asupan melalui selang nasogatrik/orogatrik

- Kurang dari 33 minggu kehamilan


- Gangguan neurologis (pengisapan/ penelanan abnormal)
- Gawat napas (tanda hipoksia)
- Tergantung pada ventilator
-

Keutungan ASI

- Menurunkan infeksi
- Menurunkan kemungkinan penyakit alergi
- Meningkatkan IQ
- Menurunkan kemungkinan obesitas/HTN/DM pada saat dewasa
- Biaya / ketersediaa

Keuntungan pemberian ASI di NICU

- Mudah dicerna
- Ditoleransi dengan lebih baik
- Menurunkan kejadian infeksi
- Mengurangi masa rawat inap
- Memberikan hasil ahir yang lebih baik
- Untuk ibu : kesejahteraan psikososial.

Prosedur pemberian asupan

- Pemberian asupan ‘’tropic feeding’


- Meningkatkan tahap pemberian asupan
- Tujuan nutrisi
- Pemantauan nutrisi

Terapi
Case Report 56
Indikasi rawat:

- Semua bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram

- Usia gestasi ≤35 minggu

- Bayi dengan komplikasi

Perawatan:

- Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36,5-37,5oC
- Perawatan Metode Kangguru Intermitten
- Bayi dengan distres pernapasan pengobatan lihat bab distres pernapasan.
- Tentukan usia gestasi
- Bayi BB ≥1.500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda distres pernapasan dirawat
gabung
- Bila bayi <1.500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM
- Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam setelah lahir)
- Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia
- Kebutuhan cairan setiap kgBB/24 jam

• Hari ke 1 : 80 cc

• Hari ke 2 : 100 cc

• Hari ke 3 : 120 cc

• Hari ke 4 : 130 cc

• Hari ke 5 : 135 cc

• Hari ke 6 : 140 cc

• Hari ke 7 : 150 cc

• Hari ke 8 : 160 cc

• Hari ke 9 : 165 cc

Case Report 57
• Hari ke 10 : 170 cc

• Hari ke 11 : 175 cc

• Hari ke 12 : 180 cc

• Hari ke 13 : 190 cc

• Hari ke 14 : 200 cc

Jenis Cairan IVFD :

• BB ≥2.000 gram : dekstrose 10% 500 cc + Ca glukonas 10%

• BB <2.000 gram : dekstrose 7½% 500 cc + Ca glukonas 10%

Kebutuhan Ca glukonas/hari : 5 cc / kg BB

- Mulai hari ke-2 baru ditambahkan NaCl 15 % 6 cc/kolf dan KCl sesuai kebutuhan.
- Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-lahan 1½ gram, 2 gram,
2½ gram, 3 gram/kgBB/hari.
- Pada bayi tanpa distres pernapan (RR <60 x/menit) dapat langsung diberi minum per oral
dengan menghisap sendiri atau dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidak mentolerir semua
kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat ditoleransi lambungnya dan sisanya
diberikan dengan IVFD.
- Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB <1.500 gram secara sonde lambung,
kemudian dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1 x/hari
dilanjutkan 2-3 x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi dipulangkan.
- Bayi dengan masa gestasi <32 minggu diberikan:
 Theophilin per oral dosis awal 6 mg dan dilanjutkan 1,5 mg/kgBB/kali tiap 8 jam sampai
masa gestasi 34 minggu atau kafein sitrat 5 mg /kgBB/hari maksimal 10 mg/kg BB/hari
 Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33 -34 minggu bila bayi
tersebut apnu yang disertai bradikardia dan sianosis.

Bila bayi belum bisa makan per oral dapat juga diberikan aminophylin IV dosis awal 7-8
mg/kgBB dilanjutkan dosis 2 mg/kgBB tiap 8 jam.

Case Report 58
II. GAWAT NAFAS PADA NEONATUS

Definisi

Kumpulan dari 2 atau lebih gejala gangguan ventilasi paru yang ditandai dengan frekuensi
napas > 60 kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi interkostal, subkostal, supra-
sternal, epigastrium; pernapasan cuping hidung dan sianosis.

Etiologi

Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1) ukuran jalan nafas
yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2) compliance paru yang lebih

Case Report 59
besar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah lelah , serta (4)
predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.6
Gagal nafas pada neonatus dapat disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai hernia
diafragma kongenital), infeksi, aspirasi mekoneum, dan persistent pulmonary hypertension.
Secara umum, etiologi gagal nafas pada neonatus sebagai berikut:

(table) etiologi rds

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Diagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah. Gambaran klinis yang dapat terjadi pada
neonatus yang harus meningkatkan kewaspadaan klinisi akan terjadinya gagal nafas antara
lain:
- Peningkatan respirasi
- Peningkatan usaha nafas
- Periodic breathing
- Apnea

Case Report 60
- Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen
- Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti
bradikardi
- Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-
Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi
prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes
merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia
kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk
menilai progresivitasnya

(table) Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai
gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan intubasi
segera
dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk
menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring
dengan pulse oxymetri. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan
FiO2
60% atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat
dengan PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25.
Case Report 61
(table) nilai analisis gas darah

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal pada pasien
yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks (dapat dilakukan setelah
pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah
rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan
elektrolit

(table) Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga penilaian untuk
memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk penatalaksanaan selanjutnya. Pada
bayi yang baru lahir dan mengalami distress nafas, penilaian keadaan antepartum dan
peripartum penting untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu

Case Report 62
memperkirakan penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko
antepartum atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya riwayat ketuban
pecah dini, adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga dapat
membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan berat badan lahir
< 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita HMD, bayi aterm yang lahir
dengan mekoneum dalam caian ketuban dan diameter antero-posterior rongga dada yang
membesar beresiko mengalami MAS, bayi yang letargis dan keadaan sirkulasinya buruk
kemungkinan menderita sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi yang hampir aterm tanpa
faktor resiko tetapi mengalami distress nafas ringan kemungkinan mengalami transient
tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil pemeriksaan fisik lainnya yang dapat membantu
memperikirakan etiologi distress nafas

Kriteria Diagnosis berdasarkan penyebab distress pernafasan:

Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan penunjang
yang positif.

1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thorak ( hiper inflasi paru,
peri hillar cuffing, cairan dl fisura interlobularis, diafragma lebih datar, kardiomegali
ringan )
2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thorak ( infiltrat retikulogranuler, air
bronchogram, batas jantung paru kabur, kollaps seluruh paru )
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thorak (infiltrat tak spesifik )
4. Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thorak (diafragma datar, sela iga
lebar, bercak infiltrat kasar )
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps parsial atau total
paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pendataran diafragma ) + transiluminasi
positip, terutama pada bayi kecil.
Case Report 63
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thorak ( tampak gambaran usus di rongga
thorak )
7. Farese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thorak ( elevasi diafragma sisi farese,
pergeseran mediastinum dan atelektassis ) + USG ( gangguan / berkurang gerakan
diaragma sisi farese )

Terapi

1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :


a. Pemberian cairan
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30
cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 :
1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi
langsung dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara
perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3
g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu
formula
2. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator)
3. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.
4. Terapi khusus, tergantung dari etiologi gawat napas :
 Pneumothorak :
 Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 % selama 12 jam
pada bayi aterm ( nitrogen washing )
 Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan kateter interkostal
dengan kontinuous suction ( WSD )

Case Report 64
 Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan wing needle
no.21 dan spuit 5 cc serta three way stopcock ( diagnosis dan terapi )
 Hernia Diafragmatika : operatif ( repair diafragma )
 Farese Syaraf Frenikus : konservatif ( bayi dimiringkan ke sisi farese ),
operatif bila setelah 1 bulan tidak ada perbaikan ( plikasi diafragma )

III. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

Hemodinamik
Jantung sebagai pompa, berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
tubuh akan kebutuhan metabolisme. Sebagai pompa darah, kinerja jantung dipengaruhi oleh
beban diastolik (preload), beban sistolik (afterload), kontraktilitas dan laju jantung. Secara
anatomis jantung terdiri dari 4 ruang yang terpisah oleh sekat yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel.
Pembuluh nadi utama (aorta) keluar dari ventrikel kiri, sedangkan arteri pulmonal keluar
dari ventrikel kanan jantung. Pembuluh balik besar yaitu vena kava yang berfungsi untuk
tempat menampung darah dari seluruh tubuh, masuk ke dalam atrium kanan sedangkan
pembuluh balik paru (vena pulmonalis) masuk ke dalam atrium kiri. Darah yang
mengandung oksigen tinggi dari ventrikel kiri, melalui aorta akan dipompakan ke seluruh
tubuh untuk memenuhi metabolisme tubuh. Selanjutnya darah dengan saturasi rendah yang
berasal dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke dalam atrium kanan yang kemudian
Case Report 65
masuk ke dalam ventrikel kanan untuk selanjutnya dipompakan ke paru melalui arteri
pulmonal untuk dibersihkan di paru. Darah yang mengandung oksigen tinggi dari paru,
melalui vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, kemudian dialirkan ke ventrikel kiri untuk
selanjutnya dipompakan ke seluruh tubuh.
Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat yang membatasi ke dua atrium
atau ventrikel sehingga terjadi percampuran darah pada tingkat atrium atau ventrikel,
misalnya defek septum ventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadi pada
pembuluh darah yang tetap terbuka yang seharusnya menutup setelah lahir seperti pada
ductus arteriosus persisten. Kelainan lain berupa kelainan yang lebih kompleks seperti
tertukarnya posisi aorta dan arteri pulmonalis atau kelainan muara vena
pulmonalis.

Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan


Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit jantung
bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan nonsianotik. Penyakit jantung bawaan
sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagai
contoh tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, atresia tricuspid.
Termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan nonsianotik adalah penyakit jantung
bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di antaranya
adalah defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya pembuluh darah
seperti pada duktus arteriosus persisten. Selain itu penyakit jantung bawaan nonsianotik juga
ditemukan pada obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis aorta, stenosis pulmonal dan
koarktasio aorta.

Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Berbagai jenis obat, penyakit ibu,
pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan penyebab eksogen penyakit jantung
bawaan. Penyakit rubela yangdiderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan
PJB pada bayi. Di samping faktor eksogen terdapat pula faktor endogen yang berhubungan
dengan kejadian PJB. Berbagai jenis penyakit genetik dan sindrom tertentu erat berkaitan
dengan kejadian PJB seperti Down Syndrome, Turner, dan lain-lain.

Case Report 66
Manifestasi Klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapatmemberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.

a. Gangguan pertumbuhan.
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul
akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan
timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul
akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
b. Sianosis.
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat
kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang
sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat
pada ujung-ujung jari.
c. Toleransi latihan.
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan
status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung
selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat
ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya,
apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang
biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat
bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering
beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih
besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien
tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang.

Case Report 67
Gejala ini timbulakibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu
sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak
sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB
yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum dirujuk ke ahli
jantung anak.
e. Bising jantung.
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan
alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising,
derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak
terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisik, tidak menyingkirkan adanya
kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

Diagnosis
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan dasar yang
penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan)
mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan
tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.
Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir
menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan
tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang
makin sering dideteksi lebih awal. Makin canggihnya alat ekokardiografi yang

Case Report 68
dilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian
peran pemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya
untuk bayi dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya
berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada
bayi. Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon
transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi mempunyai
keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat dan pasien terhindar
dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan
ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai ditinggalkan. Namun
demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan
menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat membantu.
Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga
untuk menilai besarnyaa pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada
cateterisasi jantung, dan juga tidak invasive. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi,
membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain
terus berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, ekokardiografi
transesofageal, dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru
adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini
akan merupakan andalan di masa mendatang.
Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang.
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata
laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi
intervensi. Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat
komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain
yang menyertai. Dalam hal ini tujuan terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan
tanda disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan
tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi. Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal
jantung merupakan tiga penyulit yang sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan
kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan umum pada dua penyulit pertama ada

Case Report 69
hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus arterious, dalam hal ini terdapat
ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk ke dalam golongan
penyakit jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk (1)
percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar dengan
septum ventrikel utuh, (2) penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi
Fallot berat, stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid, (3) penyediaan
darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta berat, koarktasio aorta berat,
interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri. Perlu diketahui bahwa penanganan
terhadap penyulit ini hanya bersifat sementara dan merupakan upaya untuk‘menstabilkan
keadaan pasien, menunggu tindakan operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total
terhadap kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Jika menghadapi neonatus atau
anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus dilakukan adalah (1) mempertahankan suhu
lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan dalam inkubator pada neonatus, untuk
mengurangi kebutuhan oksigen, (2) kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang
cukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl, (3) memberikan cairan parenteral dan
mengatasi gangguan asam basa, (4) memberikan oksigen menurunkan resistensi paru
sehingga dapat menambah aliran darah ke paru, (5) pemberian prostaglandin E1
supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1 g/kg/menit dan bila
sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05 g/kg/menit. Obat ini
akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan
kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH. Pada PJB dengan sirkulasi pulmonal
tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka lebar dapat memperbaiki
sirkulasi paru sehingga sianosis akan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik
yang tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan menjamin sirkulasi
sistemik lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukan merupakan lesi yang
bergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan memperbaiki
percampuran darah. Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan
pengobatan yang agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan
dengan memakai sungkup atau kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan
intubasi endotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1
g/kg/menit dapat diberikan untuk melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap

Case Report 70
terbuka. Obat-obatan lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan
dosis dan cara yang sama dengan tata laksana gagal jantung. Pada pasien PJB dengan gagal
jantung, tata laksana yang ideal adalah memperbaiki kelainan structural jantung yang
mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki perubahan
hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara sebelum tindakan definitif
dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi (1) penatalaksanaan umum yaitu istirahat,
posisi setengah duduk, pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang ada. Bila pasien menunjukkan
gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis (2) pengobatan medikamentosa
dengan menggunakan obat-obatan. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain
(a) obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropic lain seperti dobutamin atau dopamin.
Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 g/kg. Dosis pertama diberikan
setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar seperempat
dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis
rumat diberikan setelah 8-12 jam pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari
dosis digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 g/kg/menit diberikan
bila terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 g/
kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5 g/kg/menit.
Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan jika ada
penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis. (b)
vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3
kali per oral. Terakhir (c) diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-
2 mg/kg/hari per oral atau intravena.

Bedah Jantung
Kemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan bayi dengan keadaan umum yang
buruk dapat bertahan hidup. Sementara itu perkembangan teknologi diagnostik telah mampu
mendeteksi kelainan jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak dalam
kandungan dengan ekokardiografi janin. Di dalam bidang bedah jantung, kemampuan untuk

Case Report 71
melakukan operasi ditunjang oleh (1) teknologi pintas jantung-paru yang sudah semakin
aman untuk bayi dengan berat badan yang rendah, (2) tersedianya instrumen yang
diperlukan, (3) perbaikan kemampuan unit perawatan intensif pasca bedah, dan (4)
pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yang rumit. Pada prinsipnya penanganan
penyakit jantung bawaan harus dilakukan sedini mungkin. Koreksi definitif yang dilakukan
pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan jantung, juga mencegah
terjadinya hipertensi pulmonal. Operasi paliatif saat ini masih banyak dilakukan dengan
tujuan memperbaiki keadaan umum, sambil menunggu saat operasi korektif dapat dilakukan.
Namun tindakan paliatif ini seringkali menimbulkan distorsi pertumbuhan jantung, di
samping pasien menghadapi risiko operasi dua kali dengan biaya yang lebih besar pula. Oleh
karena itu terus dilakukan upaya serta penelitian agar operasi jantung dapat dilakukan pada
neonatus dengan lebih aman. Kecenderungan di masa mendatang adalah koreksi definitif
dilakukan pada neonatus. Bentuk operasi paliatif yang sering dikerjakan
pada penyakit jantung bawaan antara lain
1. Banding arteri pulmonalis. Prosedur ini dilakukan dengan memasang jerat pita dakron
untuk memperkecil diameter arteri pulmonalis. Banding arteri pulmonalis dilakukan
pada kasus dengan aliran pulmonal yang berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan di
dalam jantung seperti pada defek septum ventrikel besar, ventrikel kanan jalan keluar
ganda tanpa stenosis pulmonal, defek septum atrioventrikular, transposisi arteri besar,
dan lain-lain.
2. Pirau antara sirkulasi sistemik dengan pulmonal. Prosedur ini dilakukan pada
kelainan dengan aliran darah paru yang sangat berkurang sehingga saturasi oksigen
rendah, anak menjadi biru dan sering disertai asidosis. Jenis-jenis operasi pirau antara
lain:
a. Blalock-Taussig klasik, yaitu membebaskan arteri subklavia dan
menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan,
b. Modifikasi Blalock-Taussig, memasang pipa Gore-Tex antara arteri subklavia
dengan arteri pulmonalis kanan atau kiri,
c. Pirau sentral, membuat hubungan antara aorta dengan arteri pulmonalis
(Waterson, Potts, dengan Gore-Tex) dan

Case Report 72
d. Pirau antara vena kava superior dengan arteri pulmonalis (Glenn shunt atau
bidirectional cavo-pulmonary shunt).
3. Septostomi atrium. Prosedur ini dilakukan pada bayi sampai usia 3 bulan, yakni
dengan kateter balon melalui vena femoralis. Tindakan ini dapat dilakukan di ruang
perawatan intensif dengan bimbingan ekokardiografi, atau dapat juga dikerjakan di
ruangan kateterisasi jantung. Pada anak yang lebih besar, tindakan ini dilakukan
menurut metode Blalock-Hanlon. Septostomi atrium dilakukan pada transposisi arteri
besar untuk menambah percampuran darah, pada anomaly parsial drainase v.
pulmonalis untuk mengurangi bendungan v. pulmonalis, dan pada atresia tricuspid
untuk mengurangi bendungan vena sistemik. Kemajuan yang pesat dalam
pembedahan memungkinkan dilakukannya tindakan korektif pada penyakit jantung
bawaan. Tindakan pembedahan korektif ini terutama dilakukan setelah ditemukan
rancang-bangun oksigenator yang aman, khususnya pada bayi kecil. Metode yang
banyak dipakai adalah “henti sirkulasi”, sehingga lapangan operasi menjadi bersih
dari genangan darah dan tidak terganggu oleh kanula vena. Terdapat beberapa
kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan korektif pada usia neonatus
misalnya anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi, transposisi tanpa
defek septum ventrikel, trunkus arteriosus dengan gagal jantung. Sebagian lagi
pembedahan dapat ditunda sampai usia lebih besar, atau memerlukan operasi paliatif
untuk menunggu saat yang tepat untuk koreksi.

Kardiologi Intervensi
Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang kardiologi anak adalah
kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakit jantung bawaan.
Tindakan ini selain tidak traumatis dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan
biayanya lebih murah. Meskipun kardiologi intervensi telah dikembangkan sejak tahun
1950, namun hingga pertengahan tahun 1980 belum semua jenis intervensi trans-kateter
dapat dikerjakan pada anak, termasuk balloon atrial septostomy. Di Indonesia kardiologi
intervensi pada anak dimulai pada tahun 1989, diawali dengan kemajuan di bidang balloon
mitral valvotomy yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta pada

Case Report 73
kasus stenosis katup mitral. Kemudian disusul prosedur balloon atrial septostomy pada
tahun 1989. Pada tahun yang sama balloon pulmonal valvotomy mulai dikerjakan.
Selanjutnya prosedur intervensi yang dilakukan adalah oklusi duktus arteriosus persisten
dengan coil Gianturco yang baru dimulai 3 tahun terakhir. Di Indonesia sejauh ini baru 3
pusat pelayanan kardiologi anak yang melakukan intervensi kardiologi, yaitu RS Jantung
Harapan Kita dan RSUP Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Dr. Soetomo Surabaya.
Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:
• Balloon atrial septostomy (BAS) adalah prosedur rutin yang dilakukan pada pasien yang
memerlukan percampuran darah lebih baik, misalnya TAB (transposisi arteri besar) dengan
septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan dengan membuat lubang di septum
interatrium, dan biasanya dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan
ekokardiografi. Di RSJHK telah dilakukan 64 prosedur BAS dan umumnya prosedur ini
berhasil menciptakan lubang di septum interatrium dan memperbaiki kondisi
pasien. Namun sebanyak 3 pasien mengalami kegagalan karena sulitnya kateter balon
memasuki foramen ovale paten pada pasien dengan septum atrium yang melengkung atau
atrium kiri yang kecil. Satu pasien meninggal karena perforasi di daerah vena pulmonalis.
• Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) kini merupakan prosedur standar untuk melebarkan
katup pulmonal yang menyempit, dan ternyata hasilnya cukup baik, dan biayanya juga jauh
lebih rendah dibandingkan dengan operasi. Di RSJHK, prosedur ini sejak tahun 1985 telah
dilakukan pada 48 kasus stenosis katup pulmonal yang seringkali disertai stenosis
infundibulum. Umumnya pasca BVP kondisi fisik pasien bertambah baik. Penyulit
terjadi pada 1 kasus karena muskulus papilaris katup trikuspid putus saat tindakan
dikerjakan sehingga memerlukan pembedahan emergensi.
• Balloon mitral valvotomy (BMV) umumnya dikerjakan pada kasus stenosis katup mitral
akibat demam reumatik.
• Balloon aortic valvuloplasty (BAV) belum dilakukan rutin dan kasusnya juga jarang
dijumpai. Prosedur ini baru dikerjakan pada 2 kasus.
• Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil Gianturco juga dikerjakan pada
beberapa kasus, namun belum dianggap rutin karena harga coil dan peralatan untuk
memasukkan coil tersebut cukup mahal. Tindakan ini telah dilakukan pada 12 kasus

Case Report 74
dengan duktus arteriosus persisten, kesemuanya memakai coil Gianturco. Penyulit hemolisis
terjadi pada 3 kasus.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung
bawaan antara lain
1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang
menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan
pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga
tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel
kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri
sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul
komplikasi ini.
2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan
anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul
kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak
terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya
hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang
dan terdapat defisit neurologis.

Apa yang Harus Dilakukan bila Menghadapi


Pasien atau Dicurigai Menderita PJB?
Bila menghadapi seorang anak yang dicurigai menderita penyakit jantung bawaan, yang
perlu dilakukan adalah
1. Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang hangat, dapat
dilakukan dengan membedong atau menempatkannya pada inkubator.
2. Memberikan oksigenasi
3. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta asam basa.

Case Report 75
4. Mengatasi kegawatan dengan menggunakan obat-obatan jika terdapat tanda tanda
seperti gagal jantung, serangan sianotik, renjatan kardiogenik.
5. Menegakkan diagnosis/jenis kelainan yang diderita. Jika tidak memiliki fasilitas,
pasien dapat dirujuk ke tempat yang fasilitasnya lengkap terutama tersedia alat
ekokardiografi. Tata laksana PJB dan edukasi yang disampaikan ke orangtua pasien,
tergantung dari jenis kelainan yang ada.
6. Pemantauan yang cermat untuk mengetahui adanya komplikasi, sehingga dapat
dilakukan tindakan sebelum terjadinya komplikasi.

Case Report 76
III. ANALISIS KASUS

Anamnesis

Bayi lahir secara spontan pada tanggal 21 agustus 2019 jam 11.00 wib di Restu Bunda dengan presentasi
kepala, dengan indikasi ibu perdarahan ante partum, kurang bulan sesuai masa kehamilan di Restu Bunda
dengan berat 1000 gr dan panjang 45cm, jenis kelamin perempuan. Bayi tidak memiliki kelainan bawaan,
anus (+). Bayi lahir tidak langsung menangis dan gerak pasif.

Penderita merupakan anak ketiga, G3P2A1, sebelumnya ibu memiliki riwayat operasi kista
padaNovember 2018. HPHT ibu 6 Februari 2019. Selama hamil ibu kurang nafsu makan dan hanya
makan 1 x sehari dan tidak meminum susu. ibu tidak imunisasi saat hamil. Ibu mengecek Hbsag, HIV,
GDS saat hamil dan hasil yang diketahui ibu normal. Ibu pasien memiliki riwayat mengalami perdarahan
setelah coitus, lalu keluarga membawa ibu pasien ke rumah sakit, dan akhirnya bayi dilahirkan. Ibu
mengaku mengalami keputihan saat hamil.

Karena menurut bidan bayi lahir kecil (berat bayi lahir rendah) dan belum cukup umur, bayi langsung
dirujuk ke bagian perinatologi RSUAM BDL dengan berat lahir 1000gr rujukan dari Restu Bunda,
dikirim ke RSAM dengan keluhan utama bayi sesak nafas. Bayi terlihat sesak setelah tersedak air susu
ASI.

Pemeriksaan Fisik

Status Present
Keadaan umum : Gerak aktif

Suhu : 36,7°C

Case Report 77
Frekuensi nadi : 137x/ menit isi cukup

Frekuensi nafas : 48x/ menit

Saturasi Oksigen : 99%

Berat Badan : 1300 g

Panjang Badan : 45 cm

Pengukuran

BB saat lahir : 1000 gram


BB saat ini : 1300 gram
PB : 45 cm
Lingkar kepala : 28 cm
Lingkar dada : 23,5 cm
Lingkar perut : 27,5 cm
LILA : 7 cm

Kurva Lubchenco
◉ BB 1300 gram : persentil <3
◉ PB 45 cm : persentil 50
◉ LIKA 28 cm : persentil 3

Status Generalis

 Dalam batas normal.

Neurologis

Refleks moro (+).

Refleks isap (+) lemah.

Refleks rooting (+) lemah.

Case Report 78
Refleks genggam (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pada 10 Oktober 2019

Hasil Nilai Rujukan

Hb 11,9 12,3-17,9g/dL

Protein 25 6,4-8,3 g/dl


total

albumin 3,5 3,5-5,2 g/dl

globulin 2,4 2,3-3,5 g/dl

Dilakukan pada 30 Oktober 2019

Hematologi Lengkap

Hasil Nilai Rujukan

Hb 6,7 10,3 – 17,9 g/dL

Ht 8900 -

Eritrosit 2,0 3,2 – 5,6 juta/µL

Leukosit 21 31 - 59 %

Trombosit 262000 229.000 – 553.000/µL

MCV 103 82-126 Fl

MCH 33 26 – 38 pg

MCHC 32 30 – 35 g/dL

Hitung Jenis

Case Report 79
Basofil 0 0-8%

Batang 0 0-8%

Segmen 39 17-60%

Eosinofil 0 0-8%

Limfosit 45 20-70%

Monosit 15 1-11%

LED 90 0-15mm/jam

Pemeriksaan abdomen

Kesan :

Perbercakan di perihiler bilateral ec suspek bronkopneumonia

Tidak tampak kardiomegali, adanya CHD belum dapat disingkirkan

Case Report 80
Diagnosis

Prematuritas Murni (NKB-SMK) dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Penatalaksanaan

1. Pemberian Antibiotik cefosulbac dan Amikasin


2. Pemberian cairan enteral (Susu 25cc/3jam)
3. Nistatin 4 x 1 cc
4. Interlac 1 x 5 gtt
5. Zamel 1 x 0.5 xx
6. Speech Terapi
7. Kanggoroo Mother care

Pemeriksaan Anjuran

 tidak ada

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

2. Permasalahan

1. Apakah masalah yang terdapat pada pasien ini ?


2. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat mencetuskan masalah BBLR pada pasien ini?
4. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

3. Analisis Kasus
Case Report 81
a. Apakah masalah yang terdapat pada pasien ini ?

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien ini adalah bayi berat lahir rendah dengan usia gestasi
kurang bulan sesuai masa kehamilan. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien lahir dalam Usia
Gestasi 28 minggu dengan berat lahir 1000 gr. Hal itu menunjukkan bahwa pasien merupakan
BBLR dengan Prematuritas Murni. Berdasarkan Dalmanik (2008), Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Sedangkan menurut (Asnah, 2004) Prematuritas murni. adalah bayi
lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan
berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa
Kehamilan ( NKB- SMK).

Permasalahan lain yaitu bayi menetek lemah dimana daya hisap nya lemah. Menurut Jones
(2005), keterampilan oral motor bayi prematur dibagi dalam 4 fase, yaitu :
a. Perkembangan refleks menghisap
b. Pematangan proses menelan
c. Kematangan fungsi pernafasan
d. Koordinasi gerakan menghisap, menelan, dan bernafas.

Kemampuan refleks menghisap sudah mulai ada sejak usia gestasi 28 minggu, namun
singkronisasi masih tidak teratur dan bayi mudah mengalami kelelahan, sejalan dengan proses
pematangan maka mekanisme yang lebih teratur akan di dapatkan pada usia gestasi 32-36
minggu.

Pada pasien ini, didapatkan usia gestasi 28 minggu (sesuai HPHT) sehingga mencerminkan
bahwa proses pematangan oral motor bayi belum matang dan menimbulkan keluhan susah
menyusui. Selain itu, pada pemeriksaan fisik refleks premitif bayi, didapatkan bahwa terdapat
kecenderungan ke arah pematangan yang tidak sempurna dari refleks oral motor yaitu berupa
refleks rooting dan menghisap yang lemah sehingga nutrisi susu lewat OGT. Saat bayi sudah
berusia kronologis (28 minggu + 51 hari) daya hisap sudah baik sehingga nutrisi bisa lewat oral.

Case Report 82
Apakah diagnosis pasien sudah tepat ?

Neonatus lahir dikatakan cukup bulan apabila usia gestasinya 37-42 minggu (Marni, 2015).

Neonatus tidak mengalami bayi berat lahir rendah (BBLR) . Menurut teori, BBLR adalah bayi

dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir

adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Marni, 2015).

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan dengan orang tua pasien, ibu pasien mengaku apabila usia

kehamilannya 28 minggu sewaktu melahirkan dengan berat badan bayi lahir 1000 gram. Hal ini

menunjukkan apabila neonatus lahir kurang bulan dan sesuai masa kehamilan. Apabila di plot ke

dalam fenton growth chart pertumbuhan bayi, usia gestasi dan berat badan bayi sesuai.

Menurut kami, diagnosis pasien ini sudah tepat. Penarikan kesimpulan itu sesuai dengan anamnesis

yang kami lakukan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan terhadap

pasien ini, yang mengarahkan diagnosis ke arah prematuritas murni (NKB-SMK) dengan BBLR.

Dari anamnesis didapatkan bahwa hari pertama haid terakhir (HPHT) adalah 6 Februari 2019,

tanggal bayi dilahirkan adalah 21 Agustus 2019, sehingga berdasarkan data tersebut dapat diketahui

usia gestasi yaitu sekitar 28 minggu. kemudian dari data antopometri bayi yaitu berat badan bayi

1000 gram sesuai dengan kriteria BBLR yaitu berat bayi lahir kurang dari 2500 gram dan jika berat

badan disesuaikan dengan usia gestasi adalah sesuai masa kehamilan sehingga memenuhi kriteria

prematuritas murni (lihat grafik Lubchenko untuk penilaian klasifikasi maturitas bayi baru lahir).

Case Report 83
Pada pasien ini tidak dilakukan scoring untuk menentukan usia gestasi dengan penilaian

neuromuskular dan maturitas fisik menggunakan ballard score karena pasien ke abdul muluk

untuk perawatan sudah berusia >48 jam dan tidak terdapat data ballard score dari rujukan. Oleh

karena itu usia gestasi pasien menggunakan patokan HPHT ibu yaitu pada tanggal 6 Februari 2019

dan bayi lahir pada 21 Agustus 2019 sehinggan usia kehamilan 27-28 minggu. Pasien saat ini sudah

berusia 51 hari bila dikonversikan ke minggu menjadi 7-8 minggu. Sehingga usia kronologis pasien

yaitu 28+7 minggu.

Gambar 1. Grafik Lubchenko (IDAI, 2010)


SMK = sesuai masa kehamilan, berada diantara percentile 10 – 90. KMK = bayi kecil masa kehamilan, berada
dibawah percentile 10. BMK = bayi besar masa kehamilan, berada diatas percentile 90.

b. Faktor-Faktor apa saja yang mungkin dapat mencetuskan masalah BBLR pada pasien ini?
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien merupakan anak ketiga dari pasangan suami istri dengan
usia muda. Pasien dilahirkan dari seorang Multipara dan riwayat abortus serta kuretase pada
kehamilan ke 2 dengan tingkat pendidikan SMP. Menurut WHO usia dan tingkat pendidikan ibu
sangat berpengaruh terhadap kejadian timbulnya BBLR. Riwayat kuretase memperbesar
kemungkinan bayi menjadi BBLR. Status ibu yang multipara serta status sosial ekonomi yang
rendah merupakan faktor resiko timbulnya BBLR. Disamping itu tingkat pengetahuan juga
berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas dan BBLR. Pada pasien ini faktor gizi saat hamil

Case Report 84
juga menentukan dimana pada anamnesis didapatkan bahwa ibu bayi ini nafsu makan nya sedikit
dan agak berkurang sejak hamil. Kemudian akibat riwayat coitus pada ibu ayah ini dimana
sperma mengandung prostaglandin (mediator inflamasi) yang dapat memacu kontraksi
miometrium dan memperlembut serviks sehingga terjadi dilatasi serviks mencetuskan kehamilan
prematur sehingga mengakibatkan kandungan harus diakhiri dengan usia gestasi belum cukup
bulan. Selain itu tidak adanya riwayat imunisasi dan pengecekan pada keputihan yang ibu alami
apakah terjadi infeksi atau tidak, tidak dilakukan sehingga meningkatkan resiko BBLR dengan
infeksi yang memicu pecahnya ketuban. Dari uraian diatas dapat ditemukan faktor-faktor resiko
yang menyebabkan timbulnya prematuritas dan BBLR pada pasien ini.

Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

1. Pemberian Antibiotik cefosulbac dan Amikasin


Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik cefosulbac 55 mg/12 jam dan Amikasin 8.3 mg/12
jam. Menurut kami pemberian ini sudah tepat karena pada BBLR memiliki resiko tinggi
terhadap infeksi disebabkan karena
- Bayi kurang bulan tidak mengalami transfer transplasental igG maternal selama trismester
tiga
- Fagositosis terganggu
- Penurunan berbagai faktor komplemen

Selain itu, angka kematian neonatus di unit perinatologi hampir menyumbang 60 % dari total
kematian bayi. Menurut polin dkk Pseudomonas selalu muncul di unit perawatan
Neonatologi dan dihubungkan dengan tingginya angka kematian pada neonatus di unit
perawatan intensif. Reservoir potensial untuk pseudomonas meliputi alat-alat resusitasi,
humidifier, inkubator, susu formula, pompa payudara, bayi dengan perawatan lama, dan
tangan petugas kesehatan .Sehingga pada keadaan ini terapi antibiotik secara empiris dengan
penggunaan cefosulbac dan Amikasin dinilai tepat.

Case Report 85
2. Pemberian cairan enteral (Susu 25cc/3jam)
Pada pasien ini diberikan trofik feeding menggunakan selang OGT karena bayi memiliki
refleks rooting dan isap yang lemah. Trofik feeding dimulai dengan dosis 0,5-1 cc/kgbb/jam
BB= 1300 gr
Trofik feeding = 1,3 kg x 1 cc/kgbb/jam
= 1,3 cc/jam
= 3,9 cc (4 cc/ 3 jam)
Menurut kami pemberian nutrisi secara enteral pada pasien ini sudah tepat karena memberi
keuntungan berupa memberi makan sel-sel usus dan menstimulasi produksi hormon-hormon
usus yang akan mempercepat proliferasi sel-sel usus yang penting untuk adaptasi usus setelah
lahir (Hendarto, 2002).

Selain itu pada pasien ini tidak ditemukan, faktor-faktor risiko (asfiksia/nilai apgar rendah,
sindrom gawat napas, apneu/bradikard, sepsis, hipotensi) sehingga kondisi tersebut dapat
menjadi pegangan dalam pemberian nutrisi enteral (Hendarto, 2002).

Namun pada proses pemberianya digunakan selang OGT dikarenakan pada pasien ini usia
gestasi kurang dari 32 minggu dan terdapat ketidakmatangan pada sistem neurologis berupa
refleks menghisap dan menelan yang tidak sempurna. Toleransi baik sehingga nutrisi enteral
dinaikkan secara bertahap jika bayi tidak kembung, bising usus normal, residu <30%, dan
tidak ada tanda GER ataupun diare. Saat bayi sudah berusia kronologis (28 minggu + 51 hari)
daya hisap sudah baik sehingga nutrisi bisa lewat oral.

3. Nistatin 4 x 1 cc
Pada pasien ini diberikan terapi Nistatin 4 x 1 cc. Menurut kami pemberian ini sudah tepat
karena infeksi jamur sistemik merupakan salah satu penyebab utama sepsis dan kematian
pada neonatus. Neonatus kurang bulan memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi jamur
sistemik dibandingkan dengan neonatus cukup bulan. Terdapat beberapa faktor risiko terjadi
infeksi jamur sistemik pada neonatus diantaranya adalah kolonisasi jamur. Tindakan
pencegahan terhadap infeksi jamur pada neonatus pada prinsipnya sama dengan tindakan
pencegahan infeksi lainnya. Penting dilakukan tindakan untuk memodifikasi faktor risiko
dalam hal ini. Pencegahan khusus dapat dilakukan dengan memberikan antijamur seperti
nistatin untuk mencegah kolonisasi. Pemberian terapi profilaksis antijamur terbukti
menurunkan angka kejadian infeksi jamur sistemik.

Case Report 86
4. Interlac 1 x 5 gtt
Pada pasien ini diberikan terapi Interlac 1 x 5 gtt Menurut kami pemberian ini sudah tepat
karena Bayi kurang bulan (BKB) berisiko mengalami inflamasi intestinal akibat imaturitas
fungsi saluran cerna. Penelitian terdahulu melaporkan probiotik (interlac) dapat menurunkan
kejadian penyakit inflamasi intestinal pada BKB, seperti enterokolitis nekrotikans dan sepsis.

5. Zamel 1 x 0.5 cc
Pada pasien ini diberikan terapi Zamel 1 x 0.5 cc Menurut kami pemberian ini sudah tepat
karena Bayi kurang bulan (BKB) membutuhkan berbagai vitamin dan mikronutrien untuk
membantu proses tumbuh kembang si bayi.

6. Speech Terapi
Menurut kami pemberian Speech Terapi pada pasien ini sudah tepat karena salah satu
gangguan yang dialami anak lahir prematur yaitu bahasa. Bahasa adalah sistem lambang
arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer:2003). Keterlambatan
kemampuan bahasa anak dipengaruhi oleh perkembangan otak. Kaitan otak dan bahasa tidak
dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan, jika membahas tentang kemampuan
bahasa anak, sudah pasti berkaitan dengan fungsi dan perkembangan otak anak.

7. Kanggoroo Mother care


Menurut kami perlakuan Kanggoroo Mother care pada pasien ini sudah tepat karena
Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan alternatif pengganti incubator dalam
perawatan BBLR, dengan beberapa kelebihan antara lain: merupakan cara yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu adanya kontak kulit bayi ke kulit ibu,
dimana tubuh ibu akan menjadi thermoregulator bagi bayinya, sehingga bayi mendapatkan
kehangatan (menghindari bayi dari hipotermia), PMK memudahkan pemberian ASI,
perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang. PMK dapat menurunkan
kejadian infeksi, penyakit berat, masalah menyusui dan ketidakpuasan ibu serta
meningkatnya hubungan antara ibu dan bayi serta meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan bayi.

Case Report 87
Pada awalnya, PMK terdiri dari 3 komponen, yaitu : kontak kulit ke kulit (skin-to-skin
contact), pemberian ASI atau breastfeeding, dan dukungan terhadap ibu (support). Literatur
terbaru menambahkan satu komponen lagi sehingga menjadi terdiri dari 4 komponen, yaitu:
kangaroo position, kangaroo nutrition, kangaroo support and kangaroo discharge. Posisi
kanguru adalah menempatkan bayi pada posisi tegakdi dada ibunya, di antara kedua payudara
ibu, tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya mengenakan popok, kaus kaki dan topi
sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu seluas mungkin. Posisi bayi diamankan
dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri,
dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi.

4. Kesimpulan

Diagnosis Prematuritas Murni (NKB-SMK) dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) beserta
penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat hingga perawatan hari ke 26 saat BB 1500 gram bayi
sudah pulang dalam keadaan sehat.

Case Report 88
DAFTAR PUSTAKA

Dalmanik Sylvia M. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. Dalam : Buku
Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI 2008 ; 11-30.

Dogra VS. 2006. Intrauterine Growth Retardation from www.emedicine.com

Edy S, Johanes.2007. Pola Mikroorsganisme dan Sensitivitas dari


Spesimen Klinik di UPIN dan “Intermediate ward”s. Unit Perinatologi SMF Anak, RSAB
Harapan Kita, Jakarta.

Garcia-Rodriguez JA, Jones RN. Antimicrobial resistance in Gram-negative isolates from


European Intensive Care Units: data from the Meropenem Yearly Susceptibility
Test Information Collection (MYSTIC) Programme. J Chemotherapy 2002;14):25-32.

Hendarto A (2002). Nutrisi enteral pada bayi dengan risiko tinggi. Dalam: Trihono PP,
Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M. Hot Topic in
Pediatrics II. FKUI, Jakarta. hal 182-90

Nguyen QV. Hospital-acquired infections. Last updated 2009 Jan 14. [disitasi 22 Januari
2009]. Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com/article/967022-overview

Nosocomial infection. [disitasi 21 Januari 2009]. Tersediadari


:www.en.wikipedia.org/wiki/Nosocomial_infection

Case Report 89
Profil Kesehatan Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 2005. Dinas Kesehatan Propinsi D.I
Yogyakarta. 2005. Dari www.depkes.go.id

Stoll Barbara, Chapman. The High-Risk Infant, In : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, editors. Nelsons Textbook of Pediatrics. 18th Edition. Philadelphia : Saunders,
2007 ; p 701-10.

Sukadi A. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung : FKUP 2002.

Wiryo H (2004) Nutrisi enteral bayi prematur. Maj Kedokt Indon; 54(8): 338-43

Zulfiqar Ahmed Bhutta, Neonatal bacterial infection in developing countries: strategies for
prevention, Semin Neonatol 1999; 4:159-171

Polin, Richard A, Saiman L. Nosocomial infection in the Neonatus Intensive Care Unit.
Neoreviews, 2003;e81-e90.

Case Report 90

Anda mungkin juga menyukai