Anda di halaman 1dari 25

CASE BASED DISCUSSION

ITP

Oleh:
Desti Diana Sari, S.Ked

Penguji:
dr. Juspeni Kartika, Sp. PD-FINASIM

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

laporan dengan judul ITP ini.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik ilmu

penyakit dalam RSUD H. Abdul Moeloek. Kepada dr. Juspeni Kartika, Sp. PD-

FINASIM sebagai dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih atas

segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat penulis susun dengan cukup

baik.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik

dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis meminta

maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan guna kesempurnaan referat selanjutnya dan

perbaikan untuk kita semua.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan

berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Bandar Lampung, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I IDENTIFIKASI KASUS..............................................................................1

BAB II PENDAHULUAN.....................................................................................10

2.1 Latar Belakang...........................................................................................10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................11

3.1 Definisi.......................................................................................................11

3.2 Patofisiologi...............................................................................................12

3.3 Diagnosis...................................................................................................13

3.4 Penatalaksanaan.........................................................................................18

3.5 Prognosis....................................................................................................20

Daftar Pustaka........................................................................................................22

iii
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Bg
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Lampung Selatan
No RM : 55.41.96

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 2 Juli
2018.

Keluhan Utama
Keluar darah dari hidung dan mulut

Keluhan Tambahan
Demam, BAK berdarah, BAB berdarah, muntah darah, muntah darah, perut sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke Poli RSAM dengan keluhan keluar darah dari gusi dan hidung.
Keluhan ini disertai demam, lemas, terdapat memar pada seluruh tubuh, nyeri
perut, mual, muntah, BAK berdarah, BAB berdarah, perut terasa sakit, kulit
menjadi kuning, dan memar pada seluruh tubuh.

Os mengatakan gusi dan lidah berdarah sejak 1 minggu SMRS disertai muntah
berwarna hitam, BAB berwarna hitam dan BAK berwarna merah. Selama dirawat
di RS os mengatakan merasa semakin mual, muntah berwarna merah atau hijau,
BAB terkadang hitam, terkadang coklat, dan BAK selalu berwarna merah. Os

1
juga mengatakan setiap makan atau minum langsung muntah, serta tidak bisa
minum obat oral.

Keluhan tersebut pertama kali dirasakan pada tahun 2014. Os mengatakan keluar
darah dari mulut, hidung, telinga, mata merah, kulit pucat, BAK berdarah, BAB
hitam, dan memar di seluruh tubuh. Os dirawat dirawat di bangsal anak selama ±1
bulan.

Pada tahun 2016, os kembali masuk RSAM dengan keluhan serupa dan dirawat
selama 18 hari.
Pada tahun 2017 os kembali dirawat dengan keluhan keluar darah dari mulut,
mata merah, badan memar. Os dirawat di bangsal penyakit dalam selama 16 hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


- cacar air (+)
- batuk rejan (+)
- influenza (+)
- tifus abdominalis (+)
- malaria (+)
- alergi (+)
- kecelakaan (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


- asma (+)
- hipertensi (+)

Anamnesis Sistemik
Kulit : kuning
Kepala : dalam batas normal
Mata : kuning
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal

2
Mulut : bibir berdarah, gusi berdarah
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Dada (Jantung/Paru) : berdebar, batuk
Abdomen (Lambung/Usus) : mual, muntah, nyeri perut, perut membesar,
tinja berdarah
Saluran kemih/Alat kelamin : BAK berdarah
Saraf/otot : otot lemah
Berat badan : turun

Riwayat Hidup
Tempat lahir : RSU
Ditolong oleh : Dokter

Riwayat Imunisasi
- hepapitits (✓)
- BCG (✓)
- Campak (✓)
- DPT (✓)
- Polio (✓)
- Tetanus (✓)

Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3x
Jumlah/hari : 3 piring besar
Variasi/hari : bervariasi
Nafsu makan : menurun

Pendidikan
SLTA

3
Kesulitan
Tidak ada kesulitan keuangan, pekerjaan, keluarga, dan lain-lain

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
A. Status umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran : Composmentis, GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6
c. Kulit : Akral hangat, turgor cukup
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/50 mmHg
b. Pernafasan : 40 x/menit , reguler
c. Nadi : 120 x/menit , reguler, teraba kuat, isi cukup
d. Suhu : 37,3 0C axila

2. Kepala dan muka


a. Bentuk dan ukuran : Normocephal, simetris
b. Mata
 Konjungtiva : Anemis (+/+)
 Sklera : Ikterik (+/+)
c. Telinga : Bentuk normal
d. Hidung : Tidak diperiksa
e. Tenggorokan : Tidak diperiksa
f. Mulut : krusta (+)

3. Leher
 Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
 Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
 JVP : Dalam batas normal

4. Dada (thorax)
Depan Belakang

Inspeksi Hemithoraks simetris kiri Tidak dilakukan


dan kanan pemeriksaan

4
Palpasi - Fremitus taktil teraba Tidak dilakukan
getaran suara dada pemeriksaan
kanan sama dengan
kiri.

- Ekspansi dinding dada


terasa pergerakan
dinding thorax kanan
dan kiri seimbang.
Perkusi Sonor (+/+) Tidak dilakukan
pemeriksaan
Auskultasi - vesikuler (+/+) Tidak dilakukan
- wh (-/-) pemeriksaan
- rh (-/-)

5. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung: ICS ll parasternal dextra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen
Inspeksi : cembung, krusta diatas umbilikal
Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh regio abdomen
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 8 x/menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 14/07/2018
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 13.600 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 3,4 4,7 – 6,1 juta/μL
Hematokrit 26 42 – 52 %
Trombosit 18.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 83 79 - 99 fL

5
MCH 27 27 – 31 Pg
MCHC 35 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- eosinofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 89 50 – 70 %
- limfosit 4 25 – 40 %
- monosit 7 2–8 %
LED 39 0 – 10 mm/jam
KIMIA
Natrium 129 135 – 145 mmol/L
Kalium 2,4 3,5 – 5,0 mmol/L
Calsium 8,2 8,6 – 10,0 mg/dL
Chlorida 99 96 – 106 mmol/L

Laboratorium 3/07/2018
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 7,9 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 26.800 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 3,0 4,7 – 6,1 juta/μL
Hematokrit 25 42 – 52 %
Trombosit 16.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 81 79 - 99 fL
MCH 26 27 – 31 Pg
MCHC 32 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- eosinofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 93 50 – 70 %
- limfosit 5 25 – 40 %
- monosit 2 2–8 %
LED 31 0 – 10 mm/jam

Parameter Hasil Nilai Rujukan


URINALISA

6
Warna Kuning tua Kekuningan
Kejernihan Keruh Jernih
Berat jenis 1,025 1,005 – 1,030
pH 5,0 5,0 – 8,0
Leukosit/Lesis 25 negatif (10 Leuko/ μL)
Nitrit pos negatif
Protein negatif negatif (<30 mg/dl)
Glukose negatif negatif (<30 mg/dl)
Keton 10 negatif (<50 mg/dl)
Urobilinogen negatif (<1 mg/dl)
Bilirubin 4 negatif (<2 mg/dl)
Darah samar 300 negatif (<10 Ery/μL)
Sedimen
- leukosit 5–8 1 – 4/LP 400x/LPB
- eritrosit 10 – 20 0 – 1/LP 400x/LPB
- epitel 4–5 5 – 15/LP/LPB 400x
- bakteri negatif negatif
- kristal negatif negatif
- silinder positif negatif
- lain-lain negatif negatif
KIMIA
Bilirubin total 2,4 0,3 – 1,2 mg/dL
Bilirubin direk 1,1 0,0 – 0,3 mg/dL
Bilirubin indirek 1,3 0,1 – 1,0 md/dL

Ringkasan
Os datang dengan keluhan keluar darah dari gusi dan hidung, disertai demam (+),
lemas (+), memar (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), BAK berdarah (+),
BAB berdarah (+), perut sakit (+), kulit kuning (+).

7
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
kompos mentis, TD 130/50 mmHg, N 120 x/m, RR 44 x/m, T 37,3 °C. Kulit
jaundice, sklera ikterik, konjungtiva anemis, krusta pada bibir (+), purpura pada
ekstremitas superior et inferior, nyeri tekan seluruh regio abdomen.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (+), leukositosis (+),


trombositopenia (+), LED memanjang (+), hipokalsemia (+), hematuria (+),
bilirubin meningkat (+).

Daftar Masalah:
1. Perdarahan (ekimosis, epistaksis, hematuria, melena, purpura, hemoptoe),
jaundice, demam, perut sakit, lemas
2. Pemeriksaan fisik: sklera ikterik, konjungtiva anemis, kulit jaundice, purpura,
krusta pada bibir, nyeri tekan abdomen
3. Pemeriksaan penunjang: anemia, trombositopenia, bilirubin meningkat

Diagnosis Kerja
ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura) + anemia + hematemesis melena
Rencana Pengelolaan
Rdx/:
 Konsul supervisor
 Cek darah setiap habis transfusi
o Trombosit
o HB
o Bilirubin
 USG Abdomen

RTh/:
 Non Farmakologi
o Tirah baring
o Pasang jalur IV
o Oksigenasi
o Hindari trauma/benturan
o Diet lambung
o Transfusi PRC, TC, FFP
 Farmakologi
o Demam : PCT 500 mg
o Mual, muntah : Omeprazole, sucralfat syr
o Perdarahan : Asam traneksamat, vit K

8
o Steroid :

Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Qua ad fungsionam : dubia ad malam

9
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Purpura trombositopeni idiopatika ialah suatu penyakit perdarahan didapat
(acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan,
ditandai dengan trombositopenia (trombosit <150.000/mm3),
purpura,gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopenia yang lainnya. Klasifikasi ITP adalah akut dan
kronik disebut kronik bila trombositopenia menetap lebih dari 6 bulan.
Diperkirakan ITP merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.1

Trombosit, sel yang terlibat dalam proses hemostasis, dihasilkan dari


megakariosit. Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah
150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi normal memiliki hitung trombosit
di luar rentang nilai normal. Regulator utama produksi trombosit adalah
hormon trombopoietin (TPO), yang terutama disintesis di hepar. Trombosit
berada dalam sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per
tiga jumlah trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara
proporsional sesuai ukuran limpa, walaupun jumlah trombosit jarang turun
sampai <40.000/μL pada pembesaran limpa.2

Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya
terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP
akut akan berkembang menjadi kronik. Insiden ITP kronik pada anak
diperkirakan 0,46% per 100.000 anak per tahun. Insiden ITP dewasa adalah
58-66% kasus baru per satu juta populas per tahun di Amerika dan serupa
yang ditemukan di Inggris. Pada orang dewasa, ITP krinik menyerang usia
40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada ITP akut,
sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.3

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Immune Thrombocytopenia (ITP) adalah suatu penyakit kelainan darah yang
ditandai dengan jumlah platelet (trombosit) di bawah nilai normal atau
<100.000/mm3, purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan
tidak ditemukan penyebab trombositopeni yang lainnya 4,5,6

Trombositopenia diakibatkan adanya destruksi platelet oleh sistem imun


(autoimun) disebabkan oleh antibodi antitrombosit, yang menyebabkan
penurunan masa hidup trombosit. Antibodi tersebut umumnya adalah IgG
dan pada dasarnya ditujukan untuk menyerang antigen trombosit yaitu
kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX.7,2 Selain itu, terjadi kegagalan maturasi
megakariosit.8

Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP) dikenal juga dengan istilah


Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. ITP juga dapat dideskripsikan
sebagai Autoimmune Thrombocytopenic Purpura (AITP), Morbus Werlhof,
Purpura Hemorrhagica.4

Pada pasien ITP terjadi kelainan autoimun yang menyebabkan


meningkatnya penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial.
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang
disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate),
produksi trombosit yang rendah, seperti yang terjadi pada pengobatan
kanker, irradiasi dan/atau transplantasi, setelah transfusi (alloimmune
thrombocyopenia), dan pemakaian obat-obatan yang dapat menurunkan
jumlah atau produksi trombosit.4,5

Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan


sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya

11
kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan
kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).3

3.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trombositopenia pada ITP ternyata lebih kompleks
dari yang semula diduga. Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan
autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit.
Sehingga terjadi penghancuran terhadap trombosit yang diselimuti antibodi
(antibody-coated platelets) oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikuloendotelial lainnya.Megakariosit dalamsumsum tulang bisa
normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitin dalam
plasma yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit
mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.5,1

Beberapa tahun terakhir telah dilakukan berbagai penelitian untuk


memahami patofisiologi ITP. Saat ini dapat dijelaskan bahwa ITP primer
merupakan hasil dari antibodi antiplatelet patologis, kegagalan maturasi
megakariosit, dan destruksi platelet yang dimediasi oleh T-cell. ITP
sekunder terjadi akibat penyakit lain yang mendasari terjadinya
trombositopenia, seperti Systemic Lupus Erythematous, Rheumatoid
Arthritis, HIV, Helicobacter Pylori, atau penyakit-penyakit imunodefisiensi
lainnya.7

Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat


karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap
infeksi bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi silang
dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat
selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada
penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik

12
terhadap trombosit. Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein
permukaan trombosit pada ITP, di antaranya GP IIb- IIa, GP Ib, dan GP V.1

3.3 Diagnosis
Pada umumnya pasien ITP tampak sehat, namun tiba-tiba mengalami
perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukosa hidung
(epistaksis).Perlujuga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan
lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya
tidak didapatkan.Padapemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti
adanya perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie,
purpura, perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lain-
nya.Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan
adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit
teraba pada lebih kurang 10% anak dengan ITP.

Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan


ITP umumnya normal sesuai umurnya.Pada lebih kurang 15%penderita
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya.Pemeriksaan
hapusan darah tepidiperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan
(inherited giant platelet syndrome), dan kelainan hematologi
lainnya.Trombosit yang imatur(megatrombosit) ditemukan pada sebagian
besar penderita.Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit
pada ITP lebih aktif secara metabolik,yang menjelaskan mengapa
denganjumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang didapatkan
pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang.

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak dengan dugaan ITP, masih
menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli.Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan,namun tidak
pada kasus-kasus denganmanifestasi klinis yang khas.

13
Pemeriksaan sumsumtulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak khas,
misalnya pada:
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang,
pembesaran hati dan atau limpa.
 Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
 Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik sebagai pengobatan
awal atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin intravena.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada penderita ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody)
dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum
dapat membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang akan
sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan
menjadi kronis.

Diagnosis ITP ditegakkandengan menyingkirkan kemungkinan penyebab


trombositopenia yang lain.Bentuk sekunder kelainanini didapatkan
bersamaan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), sindroma
antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA,
hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan
dengan heparin atau quinidine.5,1

Obat-obat yang dapat menyebabkan trombositopeni, adalah:1


Obat yang dapat menurunkan produksi trombosit
 Obat-obat kemoterapi
 Thiazide
 Alkohol
 Estrogen
 Kloramfenikol
 Radiasi

14
Obat yang dapat meningkatkan destruksi trombosit
 Sulfonamid
 Quinidine
 Quinine
 Carbamazepin
 Asam valproat
 Heparin
 Digoksin
Obat yang berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit
 Aspirin
 Dipiridamol

Sign and Symptoms


Pasien ITP dapat menunjukkan kelainan pembekuan darah (simtomatis)
maupun tidak (asimtomatis). Berikut beberapa simptom yang sering muncul
pada ITP:6

Lokasi Simtom
Kulit Ptekie, purpura, ekimosis, hematom
subkutan
Mukosa Perdarahan gusi, epistaksis,
perdarahan konjungtiva, hematuria,
perdarahan gastrointestinal
Internal Intracranial hemorrhage,
perdarahan pada organ lain seperti
hati, limpa
Perubahan hemostatik Perdarahan yang lama setelah
trauma, perdarahan yang lama
setelah ekstraksi gisi, atau
perdarahan post pastum

15
Tidak ada standar baku dalam mendiagnosis ITP.9 Diagnosis ITP secara
umum dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa apusan darah tepi.6,7

Anamnesis
Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan
kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosis lain. Penting untuk
menanyakan penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan perdarahan
karena trombosit yang rendah.3

Pemeriksaan fisik
Dapat dijumpai splenomegali ringan, tidak ada limfadenopati. Terdapat
manifestasi trombositopenia berupa perdarahan mukokutan seperti ptekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, dan lain-lain.

16
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis ITP antara
lain:6,7
 Hematologi dan Apusan Darah Tepi
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat adanya
kemungkinan kelainan sel darah merah lainnya seperti sel darah
merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Anemia dapat terjadi
akibat perdarahan masif seperti epistaksis atau menorrhagia, namun
dapat juga menjadi indikasi anemia hemolitik atau Evan’s syndrome.
Apusan darah tepi menunjukkan penurunan jumlah trombosit.
Trombosit yang terlihat sering berukuran besar. Tidak didapatkan
kelainan pada sel lainnya.10 Selain itu, apusan darah tepi dapat
menapis kelainan darah lain seperti leukimia, osteoporosis, TTP, dan
HUS.

 Bone Marrow Evaluation


Apabila hasil dari manifestasi klinik dan apusan darah tepi
menunjukan hasil khas ITP, maka tidak diperlukan Bone Marrow
Punction (BMP). Pada BMP pasien ITP menunjukkan jumlah
megakariosit yang normal atau meningkat.

 Blood Typing and Direct Coombs Testing


Uji Coombs memberikan informasi penting mengenai gambaran
gangguan imunohemolitik seperti pada sindrom Evan, dimana
terdapat trombositopenia dan anemia hemolitik.11

 Viral Studies
Anti HIV dan HCV

 Immunoglobulin Quantitation
Dilakukan sebelum pasien mendapatkan terapi IVIG

17
 Evaluation for Platelet Antibodies

3.4 Penatalaksanaan
Tata laksana ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan ITP pada anak, di antaranya membatasi aktifitas fisik,
mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat
menekan produksi trombosit atau merubah fungsinya, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua
tentang penyakitnya.

Sebagian besar kasus ITP pada anak tidak perludirawat di rumah sakit,
oleh karena dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu kurang
dari 6 bulan.Pada beberapa kasus ITP pada anakdidapatkan perdarahan
kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan internal yang
mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan
segera.Transfusi trombosit jarang dilakukan danbiasanya tidak efektif,
karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.

Kekambuhan secara mendadak biasanya jarang didapatkan.Pada penderita


yang jumlah trombositnya tidak mencapai nilai normal dalam 6 bulan,
maka diagnosis berubah menjadi ITP kronik. Perdarahan yang serius
jarang didapatkan pada ITP, insiden perdarahan otak pada ITP dalam
minggu pertama hanya berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1%
pada mereka dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3setelah 6-
12 bulan.Perdarahan otak pada ITP tidak selalu berakibat fatal,20 dan
pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya perdarahan otak pada ITP.

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi


kortikosteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir,
anti-D untuk kasus dengan rhesus D positif.Pengobatantersebut potensial
memberikan efek samping yang serius, sehingga penting untuk

18
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien
(primum non nocere).

Pada usia dewasa, ITP adalah suatu penyakit kronik yang dapat mengalami
remisi dan relaps sepanjang waktu. Banyak pasien tidak membutuhkan
terapi; keputusan memulai terapi bersifat individual, tergantung jumlah
trombosit, ada/tidaknya perdarahan, dan gaya hidup pasien yang
berhubungan dengan risiko perdarahan. Pada pasien- pasien ITP dengan
jumlah trombosit >30.000/μL, mortalitas sehubungan dengan
trombositopenianya tidak meningkat.2

 Terapi Lini Pertama


Manajemen awal ITP adalah dengan kortikosteroid, umumnya
digunakan prednison 1 mg/kg/hari selama 1 sampai 2 minggu,
diikuti penurunan dosis secara perlahan. Pemberian dexamethasone
pulse singkat terbukti sangat efektif.Infus imunoglobulin intravena
(IVIG) (1 gram/kg/hari selama 2 hari) atau antibodi anti-RhD
(WinRho) (50-75 μg/kg/hari) dapat digunakan apabila diharapkan
peningkatan trombosit secara cepat. Antibodi anti-RhD hanya efektif
pada pasien-pasien RhD-positif yang memiliki limpa utuh.
Trombositopenia berat persisten atau rekuren dalam 4 sampai 6
minggu biasanya dipertimbangkan sebagai indikasi splenektomi.
Pilihan terapi lain meliputi danazol, siklofosfamid, azatioprin,
rituximab, atau transplantasi sumsum tulang.2

Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu merupakan standar


terapi lini pertama yang telah digunakan bertahun-tahun. Namun
terdapat penelitian mengenai penggunaan dexametason dosis tinggi
(HDD/High Dose Dexamethasone), rituximab, atau TPO-RA
(Thrombopoetin Receptor Agonist) dapat meningkatkan waktu
remisi. Penelitian terbaru yang membandingkan HDD 40 mg/hari
selama 4 hari dengan prednison dosis standar menunjukkan hasil

19
remisi lebih baik. Dua clinical trials mengombinasi rituximab dan
HDD pada pasien ITP dibandingkan HDD dosis tunggal
menunjukkan hasil remission rate yang tinggi pada pasien dengan
terapi kombinasi setelah 6 bulan terapi.7,12

Steroid menginhibisi aktivitas sel B, sel T, dan/atau sistem monosit


makrofag.9 steroid bekerja dengan cara menurunkan kadar antibodi
dalam darah sehingga dapat menghentikan aktivitas sistem imun
merusak trombosit.13

Rituximab merupakan obat yang digunakan untuk pasien kanker.


Namun juga digunakan untuk pasien ITP. Rituximab bekerja seperti
steroid, yaitu menghambat sistem imun dalam menghancurkan
platelet. Rituximab memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan steroid.13

 Terapi Lini Kedua


Pasien ITP yang gagal dengan terapi prednison dapat memilih untuk
melakukan splenektomi. Pasien yang masih menunjukan respon
terhadap glukokortikoid namun tidak bergantung pada
glukokortikoid sangat responsif terhadap splenektomi, 70%
menunjukkan jumlah platelet normal dalam 1 minggu setelah
operasi.14

Risiko splenektomi bervariasi, seperti reaksi terhadap general


anastesi, perdarahan masif saat operasi, kerusakan organ lain selama
operasi, infeksi.13

3.5 Prognosis
Respon komplit didefinisikan sebagai pencapaian jumlah trombosit diatas
100.000 sel/mm3. Pada pasien anak-anak, 1/3 akan membaik dalam 6
minggu setelah diagnosis, 1/3 lainnya dalam 6 bulan, 1/3 sisanya akan

20
menjadi kronik ITP. Pada pasien dewasa memiliki risiko tinggi untuk
menjadi kronik. 1/3 pasien dewasa mengalami remisi dalam 5 tahun setelah
diagnosis, sementara 2/3 nya akan membutuhkan re-treatment selama 5
tahun.6

Respon terapi dapat mencapai 50-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP


dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab
kematian pada ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang
berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai
47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.3

21
Daftar Pustaka

1. Setyoboedi B. Purpura trombositopenik idiopatika pada anak (patofisiologi, tata


laksana serta kontroversinya). Sari Pediatr. 2004;6(1):16–22.
2. Sianipar NB. Trombositopenia dan berbagai penyebabnya. J CDK. 2014;41(6):416–
21.
3. Purwanto I. Purpura trombositopenia idiopatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Intera
Publishing; 2015.
4. Imbach P. Guide to understanding ITP (Immune thrombocytopenia). Switzerland:
ITP Foundation and ICIS Basel Switzerland; 2011.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
6. Center IH. Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP): A New Look at an Old
Disorder. Indiana Hemoph. Thromb Cent. 2010.
7. Lambert MP, Gernsheimer TB. Clinical updates in adult immune
thrombocytopenia. Blood. 2018; 129(21), 2829–36.
8. Shao X, Wu B, Cheng L, Li F, Zhan Y, Liu C, et al. Distinct alterations of M2 like
macrophages and myeloid derived suppressor cells in newly diagnosed primary
immune thrombocytopenia with or without CR after high dose dexamethasone
treatment. J Transl Med. 2018;16(48):1–11.
9. Rashid RM, Nabi Z, Ansari AZ, Qaiser Q. Immune thrombocytopenic purpura
presenting in a patient after renal transplant for diabetic nephropathy. BMC
Nephrol. 2018;19(69):1–5.
10. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Jakarta: EGC; 2015.
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2013.
12. Ferguson, W. Combination immune based therapy for chronic ITP. J Peds.
2017;191:1.
13. Hall S, Murphy M, Pavord S. Immune thrombocytopenic purpura ( ITP ). Oxford:
Oxford University Hospitals NHS Trust Oxford; 2015.
14. Kasper. Harrisons’s Principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai